Kegiatan
penggelondongan nener merupakan mata rantai yang bertujuan salah satunya adalah
menekan mortalitas benih karenan pengelondongan nener adalah masa awal
pemeliharaan yang dianggap sebagai masa paling kritis. Usaha penggelondongan
nener bukan lagi sekedar usaha sambilan di samping usaha pembesarannya tambak,
melainkan sebagai usaha komersial yang harus ditangani lebih serius dan
hati-hati.
Oleh
karena usaha penangkapan nener dari alam sulit dilakukan sedangkan kebutuhan
atau permintaan akan nener meningkat maka diharapkan teknik pengelolaan
penggelondongan dapat lebih dikembangkan.
Salah satu metoda dalam penggelondongan nener adalah penggelondongan di
petakan tambak. Usaha ini dilakukan dalam petakan tambak yang ukurannya relatif
kecil (500 1.000 m2) atau dengan cara menyekat tambak dengan masa 3 minggu - 1
bulan.
Usaha
penggelondongan telah banyak berkembang dibeberapa daerah di Indonesia, antara
lain di Jawa Timur, Jawa Tenah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan DI Aceh. Untuk itu diupayakan membahas teknik
pengelolaan penggelondongan pada tulisan ini.
Tujuan tulisan ini adalah menginformasikan kepada petani maupun
pengusaha mengenai teknik mengelola penggelondongan nener yang baik.
2. PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan
lokasi hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1) Mempertimbangkan aspek-aspek yang
berkaitan dengan lokasi seperti tata ruang, sumber air dan pengairan. Diusahakan tidak begitu jauh dari pantai agar
suhu udara yang ada dapat mendukung keberhasilan usaha pemeliharaan benih
bandeng. Suhu air pada tambak berkisar
antara 30 330C.
2) Jarak lokasi ideal dari sumber
benih/nener maksimal 12 jam. Perjalanan
selama dalam pengangkutan konsumen tidak melebihi 12 jam.
3) Salah satu faktor yang dapat
mengakibatkan kegagalan usaha penggelondongan bandeng adalah persaingan
penggunaan lahan antar sesama pengusaha tambak.
4) Sarana transportasi.
Kelancaran
sarana angkutan terutama jalan, sangat memegang peranan penting dalam usaha
penggelondongan nener ini. Oleh sebab
itu dipilih lokasi yang sarana lalu lintasnya dapat menjamin mutu nener tetap
baik.
5) Jaringan listrik.
Sarana
yang diperhatikan dalam memilih lokasi adalah yang dekat dengan jaringan
listrik negara (PLN). Namun untuk usaha
penggelondongan bandeng kebutuhan listrik bisa diganti dengan alat-alat lain
seperti genset.
3. SISTEM PETAK PENENERAN
1) Petakan untuk nener.
Petakan
untuk nener pada umumnya dangkal, luasnya berkisar antara 500 1.000 m2. Letak petakan nener dekat dengan sumber air
tawar maupun air asin.
2) Petakan untuk gelondongan.
Petakan
gelondongan mempunyai areal lebih besar (luas) dan lebih dalam (1.000 - 2.000)
m2. Hal ini digunakan untuk menampung
gelondongan dari petakan peneneran tempat untuk menumbuhkan gelondonan kecil (
pre fingerling) atau untuk penyimpanan dan menahan gelondongan besar (post
fingerling).
3) Petakan Aklimatisasi.
Petakan
untuk aklimatisasi atau yang biasa disebut ipukan/baby box merupakan petakan
kecil yang terbuat dalam penggelondongan dan bersifat hanya sementara. Ipukan ini dibatasi oleh pematang yang
relatif kecil (sempit dan rendah) dibangun berdekatan dengan saluran air, agar
mutu lebih baik dan memudahkan pengelolannya.
Ukuran luasnya tergantung kepada banyaknya nener yang akan ditebarkan
(stock). Pada musim kemarau temperatur
udara dapat naik mencapai 330C, ipukan dapat menampung 5.000 - 10.000 ekor per
m2 selama 3 hari, meskipun dibawah periode yang relatif tenang.
4) Tempat pengumpulan (tempat untuk panen)
Berupa
petakan kecil untuk penangkapan atau kanal yang sempit atau tempat untuk
mengumpulkan gelondongan dalam waktu singkat.
Ikan-ikan dikumpulkan ke tempat pengumpulan dengan cara pengaturan
aliran air, dari air pada saat pasang atau air dari petakan lain yang telah
disiapkan sebelumnya.
Aerasi
dapat diatur dengan aliran air dari tambak yang berdekatan atau dari tambak
yang lain, sehingga tidak terjadi efek yang merugikan karena kekurangan
oksigen, walaupun di dalam petakan tersebut padat dengan ikan. Dalam petakan ini ikan-ikan tersebut mudah
dijaring dan dipindahkan ke petakan yang lain dengan cara mengunakan jaring
untuk pemindahan gelondongan. Hal ini
dipermudah dengan sifat ikan bandeng yang senang menentang arus.
Gambar
1. Letak Penggelondongan Komersial yang
Lengkap.
Keterangan
Gambar 1
A. Kanal utama
B. Kanal pembagi petakan
C.Petak
penangkapan D.Petak penggelondongan
5)
Pintu dan gorong-gorong.
Petakan
untuk nener, gelondongan dan penangkapan ( pengumpulan ) dilengkapi dengan
pintu-pintu atau gorong-gorong, yang dipasang rapi dan diberi saringan. Yang terutama perlu diperhatikan ialah :
petakan untuk nener jangan sampai kemasukan telur-telur maupun larva predator
misalnya kakap, kerapu, belut dan lain sebagainya. Pada pintu perlu dipasang saringan nylon yang
halus atau bahan yang serupa. Bisa juga
dipergunakan saringan-saringan yang berbentuk kantong dari nylon yang halus,
yang dipasang pada ujung dari gorong-gorong selama persiapan petakan untuk
nener dan juga selama sepuluh hari pertama setelah penebaran nener.
4. PENGELOLAAN PETAKAN PENGELONDONGAN
1)
Persiapan petakan untuk aklimatisasi
Beberapa
hari sebelum penebaran nener bandeng, petakan aklimatisasi dipersiapkan dengan
baik, pematang dilapisi dengan tanah yang lunak, dilengkapi dengan atap yang
dibuat dari kisi-kisi bambu. Pada kaki
bagian dalam pematang peneneran sebaiknya diberi berm, guna memudahkan petugas
tambak berada atau bertugas lebih dekat dengan perbatasan air. Berm mempunyai 2
(dua) macam kegunaan yaitu merupakan tempat untuk pembetulan bocoran-bocoran
pada pematang dan menahan longsoranlongsoran tanah dari pematang.
Selanjutnya
petakan dikeringkan dan perataan dasar petakan dikerjakan denan kemiringan yang
dibuat menuju arah pintu air selama tanah belum keras (masih basah). Untuk perataan tanah dapat digunakan garu
dari kayu, dan dapat juga menggunakan papan yang agak panjang yang didorong
oleh dua atau tiga orang. Lubang bekas
kaki ditutup, sebab kemungkinan dapat dipakai tempat untuk sembunyi ikan-ikan
liar atau telurnya yang dapat tahan hidup selama pengeringan pada masa
persiapan.
Gambar
2. Garu
Keterangan
Gambar 2:
A. Papan garu
B. Tangkai dari kayu atau bambu
2) Kultur makanan alami
Makanan
yang paling ideal bibit bandeng dan gelondongan adalah klekap, yakni kumpulan
diatome dasar, alga biru, inverterbrata tingkat rendah, 200 plankton, juga
diperlukan untuk melengkapi nilai gizi makanan.
Gelondongan
yang lebih besar dan berukuran panjang 80 mm, sudah dapat memakan alga hijau
benang atau lumut (chaetomorpha sp., Entormorpha sp., dan Cladophora sp.).
3) Kultur klekap pada musim kemarau
Musim
kemarau merupakan saat yang paling baik dan cocok untuk menumbuhkan klekap
sebagai makanan alami. Setelah petakan
selesai perataannya lalu dibiarkan kering sampai tanahnya retak-retak. Waktu pengeringannya diperkirakan selama 2 -
3 minggu tergantung pada tenah aslinya.
Keberhasilan
atau kegagalan dalam menumbuhkan klekap yang baik dan menahannya agar tetap
menempel pada dasar tembak tergantung pada derajat kekeringannya. Pengeringan yang tidak seimbang atau
pengeringan yang kurang sempurna akan menghasilkan klekap yang mudah lepas dari
tanah dan akhirnya mengambang.
Bilamana
terjadi sebaliknya, terlalu lama pengeringannya sehinga lapisan permukaan tanah
kekeringan, maka terjadi suatu kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk
pertumbuhan klekap. Pengeringan dianggap
cukup bilamana kandungan air dari lapisan tanah yang tebalnya sekitar 10 cm itu
kira-kira 18 - 20%. Suatu hal yang
praktis untuk mengetahinya ialah dengan jalan diatas tanah yang dikeringkan
tersebut. Bilamana tanah tersebut cukup
kuat menahan orang sehingga hanya turun (tenggelam) sekitar 2 cm, berat badan
orang tersebut maka pengeringan tanah dianggap telah cukup.
Pupuk
organik kemudian ditebarkan setelah tanah cukup mengeras. Kwantitasnya
tergantung kepada jumlah dari kemerosotan bahan organik dalam tanah tambak yang
akan dipupuk. Pada umumnya rata-rata
tanah memerlukan 500 - 1.000 kg bekatul atau bungkil jagung per hektar; 500
3.000 kg kotoran ternak untuk tiap
hektar tambak. Pupuk anorganik segera
ditebarkan di tanah tambak, setelah tanah tambak tersebut digenangi air pasang
yang baru, sedalam kira-kira 10 cm dan pintu-pintu ditutup serta diblok dengan
tanah untuk menahan air tersebut.
Beberapa petani tambak menggunakan pupuk Urea atau Ammonium sulfate (ZA)
sebanyak 50 kg atau 100 kg per hektar untuk segera ditebarkan pada petak-petak
agar lebih mempercepat proses pembusukkan pupuk organik tersebut.
Air
di dalam petakan dibiarkan menguap seluruhnya atau dialirkan keluar bila sudah
jernih sekali. Pada dasar petakan
dikeringkan lagi seperti keadaan pengeringan pertama sebelum ditebari pupuk
organik. Pada akhirnya praktis semua
pupuk organik akan membusuk (mengurai).
Kegiatan
berikutnya memasukkan air ke dalam petakan dengan cara hatihati, disaring
melalui saringan halus yang berbentuk kantong dan diikatkan pada pintu air
kira-kira 10 cm dan sekali lagi petakan dipupuk dengan urea sebanyak 45 kg
ditambah 45 - 55 kg pupuk TSP untuk tiap hektar. Jikalau klekap belum mulai tumbuh pada saat
pengenangan air yang pertama, pada saat ini akan mulai tumbuh dan menutupi
semua permukaan dasar tambak. Selanjutnya sedalaman di tambak secara bertahap
sampai sekitar 20 cm dan petakan siap untuk ditebari ikan (nener atau
gelondongan bandeng).
4) Kultur klekap pada musim hujan.
Untuk
menanggulangi pertumbuhan klekap pada musim hujan agak sulit. Penurunan kadar
garam menghalangi pertumbuhan dan kemungkinan penyebab kerusakan total dari makanan
bilamana terjadi perubahan mendadak.
Oleh karena itu waktu (saat) yang penting dalam mempersiapkan peneneran
pada musim hujan. Paling sedikit
diperlukan waktu 1 minggu yang cuacanya baik secara terus menerus jikalau ingin
mencapai keberhasilan.
Petakan
dikeringkan, diratakan dan dibiarkan paling sedikit 3 hari, kemudian air
dimasukkan dan dipupuk dengan pupuk organik yang kuantitasnya sama dengan yang
biasa digunakan pada pemupukan anorganis yang kedua di musim kemarau. Pada saat itu juga ditambahkan bekatul
sebanyak 200 kg/Ha.
Perlu
diketahui klekap yang tumbuh pada musim hujan ini tidak sebanyak yang tumbuh di
musim kemarau dan cenderung mudah lepas dari tanah dasar petakan yang kemudian
mengapung, yang akhirnya mengelompok di sisi-sisi petakan akibat dihembus oleh
angin. Dalam hal demikian, klekap tidak
dapat dimanfaatkan oleh ikan yang dipelihara.
5) Kultur plankton
Disini
harus kita perhatikan upaya untuk menumbuhkan plankton agar mencapai hasil yang
memuaskan (sukses) diperlukan air yang dalam serta rendah kadar garamnya,
terutama selama musim hujan.
Mula-mula
petakan dikerjakan dan dibiarkan untuk 2 - 3 hari, kemudian segera diisi
(digenangi) dengan air pasang yang baru.
Pupuk organik yang diberikan harus cukup yang biasanya terdiri dari kombinasi
antara Urea atau Amonium sulfate (ZA) sebagai N (nitrogen) dan Superfosfate
(TSP) sebagai sumber P2O5 (fosfate) ditambah bekatul yang digunakan untuk
membuat air menjadi hijau warnanya, yang sebagian besarnya adalah
phytoplankton.
Pada
umumnya petani tambak memulai dengan dosis 6 gram N, 6 - 9 gram P2O5 dan 50 -
100 gram bekatul untuk setiap m3 air yang kemudian dinaikkan dosisnya sampai
didapatkan hasil yang diinginkan.
Blooming phytoplankton akan terjadi dalam 48 jam pada cuaca yang
memungkinkan. Petakan siap ditebari ikan
jikalau suatu obyek yang putih berada dalam air hilang (lenyap) dari pandangan
pada kedalaman kurang lebih 30 cm.
5. PENEBARAN (PENANAMAN, STOCKING)
1)
Persiapan petakan untuk aklimatisasi (ipukan).
Petakan
untuk aklimatisasi (ipukan) perlu dibuat, atau bila telah ada perlu disiapkan
dengan baik. Pematangnya diplester
(dilapisi) dengan tanah yang lunak dan sekalian menutupi bocoran-bocoran. Atap diperlukan yang biasanya dibuat dari
kisi-kisi bambu (kere) untuk memberikan kesejukan kita dapat memanfaatkan
cabang-cabang dari pohon api-api yang baru dipotong, seperti daun kelapa, daun
nipah diletakkan di aasnya sebagai atap (dapat digunakan daun nipah atau daun
kelapa yang dibuat khusus untuk atap). Ada juga yang ditancapkan pada keliling
ipukan dapat, agar memberikan suasana kesejukan. Dengan cara demikian ipukan tidak menerima
sinar matahari lansung dan suhu menjadi rendah di dalamnya.
Untuk
mengantisipasi adanya hujan turun, atap perlu dilapisi atau ditutup dengan
plastik (polyethelene sheet). Bila
ipukan dibuat dengan 1 atau dengan 2 pematang dari petakan sebagai sisinya,
perlu adanya kanal (saluran kecil) sepanjang berm untuk mengalirkan air hujan
terutama dari pematang petakan agar masuk ke petakan besar dan tidak masuk ke
ipukan. Semua pematang ipukan ditutupi dengan lembaran plastik. Air hujan terutama yang mengalir dari pematang petakan dan masuk ke dalam
ipukan dapat menyebabkan kematian nener yang disimpan di ipukan dalam keadaan
padat.
Pada
saat yang singkat sebelum nener datang semua air di dalam ipukan dikuras
keluar. Air tawar secukupnya dapat juga
air sumur atau dari mata air yang lain diisikan pada ipukan pelan-pelan,
selanjutnya air dipasang yang baru dilewatkan melalui saringan yang halus
ditambahkan sampai kadar garam mencapai 15 - 20 ppt. Air dibiarkan jernih, sedimen dibiarkan
mengendap dahulu dan semua kotoran-kotoran yang mengambang dibuang
(
bisa juga diambili ).
Gambar
3.
2)
Penebaran Nener
Nener
dibawa ke tambak dengan kantong plastik dan diberi oksigen. Biasanya pada
pengangkutan nener digunakan air yang kadar garamnya antara 15 - 20 ppt. Hal inilah yang mengharuskan ipukan diisi air
tawar agar kadar garam sesuai dengan air untuk pengangkutan nener. Pelepasan nener biasanya dilaksanakan pada
pagi atau sore hari, pada saat suhu udara relatif lebih dingin (sejuk). Untuk mempermudah dalam aklimatisasi nener
terhadap suhu air maka kantong plastik dibiarkan mengambang di dalam ipukan
untuk satu atau dua jam lamanya sebelum dilepaskan. Dan di dalam petakan penggelondongan
diusahakan untuk kepadatan penebaran antara 40 - 50 ekor per m2.
Pelepasan
nener secara langsung ke ipukan dapat juga dilakukan, akan tetapi lebih aman
kalau hal tersebut tidak dilakukan.
Mula-mula nener bersama airnya dituangkan ke dalam baskom plastik
kemudian air dari ipukan ditambahkan ke baskom sedikit demi sedikit sampai
kira-kira sama denan kondisinya dengan air ipukan itu sendiri. Setelah itu baskom secara pelan-pelan
dimiringkan dan dibiarkan nener itu berenang keluar. Pada permukaan kolam nener akan
berenang-renang di dekat permukaan air tetapi setelah beradaptasi dan merasa
segar lagi, mereka mulai makan Benthic algae yang tipis di dasar. Untuk adaptasi nener sepenuhnya dalam ipukan
diperlukan waktu sekitar 12 jam.
Nener
yang lemah kondisinya akan memerlukan waktu lebih lama untuk adaptasi dan
berenang-berenang di dekat permukaan air dalam ipukan.
Jika
nener telah tampak aktif bergerak dan makan, maka pematang ipukan dapat
dipotong sedikit dan disisipkan saringan dengan bahan yang halus ditempat
tersebut. Pematang yang dipotong ini
dipergunakan untuk memudahkan pertukaran air di dalam maupun di luar ipukan (
biasanya kadar garam air di luar ipukan lebih dari 40 ppt) dan dalam sekitar 12
jam sesudahnya, kadar garam akan sama atau yang di dalam ipukan akan lebih
rendah sedikit dari pada garam di petakan luar ( di luar ipukan).
Bilamana
nener tampak mulai berkumpul disekitar saringan atau berenangrenang menentang
arus yang melewati saringan, hal ini menunjukkan bahwa nener ini telah cukup
aklimatisasi terhadap kondisi garam dari petakan untuk nener. Saringan telah dapat diambil dan nener
dibiarkan berenang keluar. Hal ini dikerjakan pada pagi hari atau sore hari
ketika air di petakan rendah suhunya.
Gambar
4.
Ipukan
tidak diperlukan di saat musim hujan bila kadar garam di petakan telah menjadi
rendah. Nener dapat dilepaskan langsung
ke dalam air setelah cukup aklimatisasi di dalam baskom. Jikalau Nener Payus (Elops sp.) belum
terambil (belum diseleksi), nener hendaknya dilepaskan dalam happa nylon
(dengan ukuran mata jaring : 5 - 6 tiap cm) yang dipasang dalam petakan. Nener Bandeng dapat lolos ke luar sedang di
dalam happa tertinggal Payus serta nener Bandeng yang agak besar sedikit ukurannya
dari mata happa nylon.
3) Pengaturan Air
Pada
umumnya selama 7 - 10 hari sesudah pelepasan nener, tidak dilakukan penggantian
air. Selama itu nener tambah menjadi
lebih besar dan perlu adanya saringan di pintu yang dapat menahan nener keluar,
akan tetapi dapat memasukkan air ke dalam petakan. Penyegaran dapat dilakukan dengan mengalirkan
air ke luar kemudian diganti dengan air pasang yang baru. Saringan perlu di cek setiap saat membuka
pintu. Penutupan harus dilakukan dengan
hati-hati, terutama dalam pemasangan papan-papan pintu.
Petakan
untuk Nener mempunyai dasar yang lebih tinggi dan rata bila dibandingakn dengan
petakan-petakan yang lain. Oleh karena
itu perlu adanya tindakan bila masih terjadi bocoran-bocoran pada waktu
pemasukkan air di saat pasang terakhir.
Pilihan lain ialah perlu menyediakan pompa air untuk pasang yang rendah
bila tidak dapat mencapai petak peneneran.
Nener
tumbuh lebih cepat pada air yang berkadar garam agak rendah. Oleh karena itu perlu pada musim kemarau
dilakukan penyegaran dengan penggantian air.
Penyegaran yang dilakukan pada musim hujan terutama untuk menjaga
(memelihara) klekap atau untuk memperbaiki kondisi air. Jikalau plankton
merupakan makanan utama diperlukan kadar garam yang rendah dan sering ada hujan
akan lebih bermanfaat.
4) Pakan
Pemberian
makanan tambahan mengakibatkan bertambahnya input. Hal ini hanya diberikan (dilaksanakan) jika makanan
alami habis dan tidak ada tempat yang layak atau yang siap untuk
dipergunakan. Pengusaha gelondongan
bandeng melaksanakan penimbunan ( penahanan ) gelondongan dengan memberikan
makanan tambahan, karena itu pengusaha tersebut berani menggunakan padat
penebaran yang tinggi pada tambaknya.
Beberapa
macam mkanan tambahan yang sering digunakan ialah :
a. Katul yang halus hasil sisa
penggilingan padi yang baru berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
b. Tepung gandum (terigu), berbentuk
tepung atau dijadikan pellet.
c. Bungkil jagung (bungkil dari lembaga
jagung), berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
d. Bungkil kacang tanah, berbentuk tepung
atau dijadikan pellet.
e. Bungkil kelapa berbentuk tepung atau
dijadikan pellet.
f. Roti yang basi atau telah lama.
g. Kotoran kandang ternak atau lebih baik
kotoran ayam.
Penambahan
makanan sebaiknya habis dimakan dalam jangka waktu dua sampai tiga jam. Bilamana tidak maka air akan mengalami
pencemaran. Setidak-tidaknya makanan diberikan tiga kali setiap hari atau cukup
dua kali ( pagi dan sore hari). Makanan
dapat diberikan dengan cara ditaburkan atau ditempelkan pada suatu tempat
tertentu yang berada di dalam kolam ( di petakan).
Kondisi
gelondongan yang kurang baik (kurus) perlu diperbaiki sebagai persiapan untuk
pemindahannya ke tambak lain.
Gelondongan yang kurus mudah sekali mengalami tekanan. Sisiknya mudah lepas walupun diperlakukan
biasa saja dan tempat yang tidak bersisik akan mudah mengalami infeksi dari
bakteri dan jamur.
6. HAMBATAN PENGELOLAAN
Dalam
usaha pengelolaan tambak sering dijumpai hal-hal yang menghambat kelancaran
usaha, di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Kondisi nener yang jelek pada saat
penebaran.
Pedagang
nener biasanya menampung dalam kondisi yang sangat padat sambil menunggu pembeli. Selama musim nener, pedagang nener
mengumpulkan hasil penangkapan tiap hari kemudian ditampung dan dikumpulkan
sampai cukup banyak jumlahnya untuk memenuhi pesanan dari pembeli yang datang
pertama. Sering pula terjadi bahwa nener
tidak diberi makan untuk beberapa hari, yang mengakibatkan lapar dan lemah
menyebabkan kondisi nener menjadi lamban geraknya dan mudah mendapat tekanan
(stress) waktu dalam penghitungan.
Bila
diangkut dalam kondisi yang berjejal dalam kantong plastik, suhu tinggi,
terjadi pertukaran zat-zat dalam tubuhnya, eksresi, tekanan oksigen dan jalanan
yang kasar dapat menambah kelelahan nener.
Banyaknya perlakuan di tambak dapat menambah makin lelah dan memberatkan
situasi dan tidak tahan terhadap kondisi dalam petakan yang sedikit kurang
baik.
2) Aklimatisasi yang kurang cukup.
Dalam
melepaskan nener ke petak peneneran diperlukan waktu yang cukup untuk
aklimatisasi, sehingga nener dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan atau
kondisi lingkungan.
Penggantian
air secara mendadak dengan perbedaan kadar garam atau suhu yang besar dapat
mengakibatkan yang kurang baik. Nener
tidak cukup waktu untuk menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap kondisi
lingkungan dan akhirnya menjadi lemah, bahkan dapat menyebabkan kematian.
3) Bocoran-bocoran.
Sifat
naluri yang senang menentang arus air menyebabkan nener mudah lolos melalui
bocoran yang ada di pematang. Dasar
pintu saringan-saringan dan papan-papan penutup pintu yang tidak betul
pemasangannya memungkinkan nener dan gelondongan kecil dapat lolos ke
luar. Hal tersebut memungkinkan pula
masuknya ikan-ikan buas yang masih kecil yang akhirnya dapat memangsa nener
dalam petakan.
4) Terjerat
Alga
benang, klekap yang lebar-lebar dan lepa dari dasar tambak, kantongkantong
telur dari cacing-cacing Polychaeta merupakan benda-benda yang dapat
menyebabkan nener di tambak terjerat.
Nener terjerat (terbelit) oleh alga benang atau terjebak dalam gelembung
telur-telur Polychaeta. Pada petakan
yang dangkal, selapis klekap yang lebar tiba-tiba mengambang ke permukaan
akibat terkumpulnya gelembung-gelembung oksigen dari hasil asimilasi komponen
tumbuh-tumbuhan dapat menyebabkan nener yang sedang makan atau berenang di
atasnya ikut terangkat ke permukaan dan akhirnya akan mati karenan terdampar
tidak dapat kembali ke air.
5) Keracunan
Oleh
karena petakan untuk nener umumnya berukuran kecil, maka mudah mengalami
kontaminasi unsur-unsur yang beracun yang bersama air atau dari sumber
lain. Kematian secara besar-besaran
kadang-kadang terjadi di tambak yang mengalami air dari sungai yang mengalirkan
sisaa-sisa dari pabrik (sampah industri) dibuang. Hal tersebut juga sering terjadi pada
daerah-daerah yang dekat dengan daerah pertanian, terutama daerah sawah yang
sering menebari pestisida (untuk pemberantasan hama).
Kadang-kadang
pematang tambak sendiri dapat menjadi asal ( sumber ) material yang mempunyai
daya racun yang tinggi. Banyak contoh
kematian total yang terjadi di peneneran begitu selesai hujan pertama yang
lebat setelah musim kemarau yang panjang.
Kasus demikian juga sering terjadi di tambak-tambak yang beru dibangun
dari daerah rawa-rawa yang banyak pohon bakaunya (mangrove).
Pematang
dibuat dari tanah-tanah yang terdiri dari banyak akar-akaran yang membusuk dan
terkumpul bahan organik yang mengandung unsur racun asam humus dan asam Sulfida
(H2S) di lereng di atas pematang tersebut digambarkan sebagai hasil penguapan
dari pematang yang banyak mengandung air (kadar air yang tinggi).
Senyawaan
belerang dapat pula terbentuk dari pembusukkan akar yang tampak di
pematang-pematang. Tetesan air hujan
mencucinya dan membawanya masuk ke tambak karena terbatasnya areal di
peneneran, unsur yang dikehendaki tersebut segera menyebar sehingga menyebabkan
nener maupun gelondongan banyak yang mati karena keracunan.
6)
Penanganan yang salah.
Pengeringan
yang mendadak disebabkan penutupan pintu kurang sempurna adalah yang sering
menyebabkan banyak nener dan gelondongan yang hilang atau mati. Saringan-saringan yang rusak, yang robek atau
kesalahan dalam pemasangannya adalah faktor penyebab hilangnya nener pula. Sifat masa bodoh dari manusia (penjaga) tidak
dapat dianggap sepi begitu saja. Penjaga yang sangat lelah kadang-kadang mudah
(cepat) jatuh tertidur, sedang periode pengeringan atau pengisian peneneran
berlangsung pada malam hari di saat terjadi surut yang rendah atau pasang yang
tinggi, karena tertidur maka penjaga tidak dapat mengontrol keadaan deangan
baik, yang mengakibatkan lingkungan pematang yang rusak.
7. ANALISA USAHA PENGGELONDONGAN BANDENG
Dalam
pemeliharaan nener bandeng untuk gelondongan diperlukan waktu pemeliharaan
selama lebih dari 21 hari, pada usia tersebut ukuran telah mencapai gelondongan
yaitu panjang 2 - 3 cm dan berat rata-rata 2 - 3 gram. Dengan kepadatan tebar
40 - 50 ekor/m2 @ Rp.50,- per ekor maka kelangsungan hidup nener untuk mencapai
gelondongan adalah 75% - 90%. Harga jual perekor untuk ukuran gelondongan
tersebut adalah Rp. 100,-. Usaha penggelondongan tersebut dapat dilaksanakan di
tambak luas 0,5 HA (4 petakan). Dalam
satu tahun diperhitungkan dapat memelihara bandeng tersebut sebanyak 6 periode
selanjutnya pada tebar 200.000 ekor dengan SR 80 %.
No Penjelasan Jumlah (Rp)
1. Sewa 0,5 HA Tanah Tambak @ Rp.
500.000,- 250.000,-
2. Perbaikan Konstruksi Tambak (4 petak) 800.000,-
3. Pintu Air Empat Buah @ Rp. 125.000,- 500.000,-
4. Pompa Air Diesel 4'', 1 unit (Tahan 4
tahun) 2.000.000,-
5. Alat Panen, 1 set 500.000,-
Jumlah 4.050.000,-
Hal
inilah yang dapat memberikan harapan untuk dikembang usahakan sebagai salah
satu komoditas dalam agribisnis. Sebagai
gambaran tentang analisis keuntungan dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah
ini.
1) Biaya Investasi
2) Biaya Operasional
No Uraian Jumlah
(Rp)
1. Persiapan Tambak 300.000,-
2. Nener 200.000 ekor @ Rp. 50,- 10.000.000,-
3. Kapur 1.000 kg @ Rp. 100,- 100.000,-
4. Saponin 100 kg @ Rp. 1.000,- 100.000,-
5. Pupuk Urea dan TSP 100 kg @ Rp. 400,- 40.000,-
6. Pupuk Kandang 500 kg @ Rp. 100,- 50.000,-
7. Pakan Buatan 400 kg @ Rp. 800,- 320.000,-
8. Upah Penan dan buruh 300.000,-
9. Eksploitasi pompa air 50.000,-
Total 1 periode
Total
1 tahun, 6 kali pemeliharaan 11.260.000,-
67.560.000,-
a. Biaya Tidak Tetap
b. Biaya Tetap
No Uraian Biaya
(Rp)
1.
2.
3.
4. Upah tenaga tetap: 1 or, 1 th :12 x Rp.
150.000,Bunga 1 tahun :
Investasi
12 x 2% x Rp. 4.050.000,Modal kerja 12 x 2% x Rp. 11.260.000
Penyusutan
(pompa) 1 tahun
Perawatan
peralatan 1 tahun 1. 800.000,-
972.000,-
2. 702.000,500.000,-
200.000,-
Total 1 tahun 6.174.000,-
Total
biaya tetap per musim Rp. 6.174.000,-/6 =Rp.
1.029.000,-
c. Total biaya operasional setahun (a + b) Rp. 73.734.000,-
Periode
Pemeliharaan
n Padat tebar (Ekor) Angka
Kehidupan
(
% ) Produksi ( Ekor )
1. 160.000 75 120.000
2. 160.000 75 120.000
3. 200.000 75 150.000
4. 200.000 80 160.000
5. 200.000 80 160.000
6. 200.000 80 160.000
Total
1 Tahun 1.120.000 870.000
Produksi
dan hasil Penjualan (6 kali pemeliharaan).
Produksi
Gelondongan
Pendapatan
Produksi
Per periode Harga jual
Per
periode
(Rp) Biaya
Per
periode
(
Rp ) Pendapatan ( Rp )
I
: 120.000 12.000.000,- 12.289.000,-
289.000,-
II
: 120.000 12.000.000,- 12.289.000,-
289.000,-
III
: 150.000 15.000.000,- 12.289.000,- +
2.711.000,-
IV
: 160.000 16.000.000,- 12.289.000,- +
3.711.000,-
V
: 160.000 16.000.000,- 12.289.000,- +
3.711.000,-
VI
: 160.000 16.000.000,- 12.289.000,- +
3.711.000,-
Total
1 Tahun 87.000.000,- 73.734.000,- 13.266.000,-
8. DAFTAR PUSTAKA
1) Lopez, Juan V., 1975. Bangos Nursery Operation in the Philippines. BFAR, Intramuros, Manila (Mimeo, ZIPP).
2) Direktorat Jenderal Perikanan,
Departemen Pertanian, 1979. "Teknik
Pengelolaan Peneneran Bandeng".
3) Balai Budidaya Air Payau, Direktorat
Jenderal Perikanan, 1995. "Kumpulan
Paper Materi Latihan Pembenihan Bandeng Skala Rumah Tangga".
4) Djajadiredja, R., dan Sutarjo,
1967. Intensifikasi Pemeliharaan Nener
Gelondongan. Salah Satu Usaha Mengatasi
Kekurangan Benih, Laporan No, 28, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Bogor,
1967.
5) Soesono S., 1988. Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak,
1988. PT. Gramedia.
6) Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Jakarta, 1993. "Pedoman Teknis Pembenihan Ikan
Bandeng".
0 comments:
Post a Comment