PENDAHULUAN
Kerapu
bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan karang yang
memiliki nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas ekspor penting
terutama ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Capaian angka produksi
sementara pada tahun 2012 untuk ikan kerapu sebesar 10.200 ton (KKP 2013).
Salah satu penyakit yang sering menyerang ikan kerapu bebek adalah Vibrio
alginolyticus. Stadia juvenil ikan kerapu bebek dengan rata-rata berat 9,9115,40 gram dan panjang 6-10 cm rentan
terhadap infeksi mikroba. Kematian
massal yang disebabkan oleh penyakit infeksi
tersebut mencapai 90-100%
(rata-rata 93,3%) selama 21 hari. Kematian ikan kerapu tidak hanya terjadi pada
stadia larva dan juvenil secara massal tetapi juga pada induk kerapu yang
dipelihara dalam bak induk hingga mencapai 40% (Mahardika dan Zafran 2004). V.
alginolyticus juga menyerang ikan kerapu pada berbagai stadia mulai dari larva
hingga dewasa. Kematian yang disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada
ikan laut hingga mencapai 100 % (Austin dan Austin 2007).
Penanggulangan
penyakit bakterial pada ikan biasanya dilakukan dengan pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik secara terus menerus dapat berakibat terjadinya resistensi
bakteri terhadap jenis antibiotik tersebut. Aplikasi penggunaan probiotik,
prebiotik dan sinbiotik yang diberikan pada pakan merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan tersebut. Penelitian tentang probiotik
telah banyak dilakukan untuk peningkatan produksi akuakultur sebagai suplemen
makanan, peningkatan resistensi terhadap penyakit, serta peningkatan kinerja
pertumbuhan (Nayak 2010). Probiotik juga mampu berperan sebagai imunostimulan,
meningkatkan rasio konversi pakan, mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri
patogen, menghasilkan antibiotik, serta peningkatan kualitas air (Watson et al.
2008).
Prebiotik
merupakan karbohidrat yang diklasifikasikan menurut ukuran molekul atau derajat
polimerisasi dan terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
yang mampu memberikan asupan makanan bagi pertumbuhan bakteri (Ringo et al.
2010). Prebiotik yang diberikan akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan,
tingkat kelangsungan hidup, sistem kekebalan tubuh, efisiensi pakan, serta
komposisi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan ikan (Merrifield
et al. 2010).
Penelitian
tentang sinbiotik telah menunjukkan keuntungan dalam penggunaanya untuk
peningkatan laju pertumbuhan, konversi pakan, dan kondisi tubuh ikan (Daniels
et al. 2010). Penggunaan sinbiotik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup,
merangsang pertumbuhan, meningkatkan sistem imun dan kondisi inang (Cerezuela
et al. 2011). Hasil pemberian FOS sebagai prebiotik dan Bacillus subtilis sebagai
probiotik pada pakan ikan yellow croaker mampu memberikan efek yang
menguntungkan dengan adanya peningkatan pertumbuhan, kelangsungan hidup, respon
imun, dan resistensi terhadap penyakit (Ai et al. 2011).
Bakteri
yang digunakan sebagai kandidat probiotik dalam penelitian ini adalah NP5 yang
merupakan bakteri yang berasal dari golongan Bacillus. Bakteri tersebut mampu
meningkatkan kinerja pertumbuhan pada ikan nila (Putra 2010). Pemberian
prebiotik yang berasal dari ubi jalar diharapkan mampu memberi efek yang
menguntungkan bagi NP5, sehingga terjadi kesinergisan antara probiotik dan
prebiotik yang seimbang untuk meningkatkan resistensi terhadap penyakit
vibriosis serta performa pertumbuhan pada ikan kerapu.
Performa
pertumbuhan
Hasil
yang diperoleh pada penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik secara in
vivo terbukti mampu meningkatkan sintasan ikan kerapu bebek. Peningkatan
tersebut ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian
probiotik, prebiotik dan sinbiotik yang masing-masing mempunyai nilai sebesar
91,67% pada tiap perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif yang mempunyai
nilai sintasan sebesar 33,33%. Chiu (2010) menyatakan bahwa pemberian bakteri
probiotik pada pakan ikan kerapu lumpur pada tingkat yang berbeda memberikan
pengaruh yang signifikan yakni sebesar 56,6% dibandingkan dengan kontrol yang
mempunyai nilai sebesar 20% selama 144 jam setelah uji tantang. Hasil
penelitian yang lain juga menunjukkan adanya kesinergisan antara kombinasi pemberian
probiotik yang berupa Bacillus subtilis dengan prebiotik fruktooligosakarida
(FOS) menghasilkan nilai kumulatif mortalitas yang rendah (Ai 2011).
Aplikasi
penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik juga menunjukan hasil pertumbuhan
harian yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Hasil yang diperoleh pada
pemberian prebiotik menunjukkan nilai 12,37%, prebiotik sebesar 12,59% dan
pemberian sinbiotik sebesar 13,79% dibandingkan dengan kontrol yang hanya
menunjukkan laju pertumbuhan harian sebesar 8,97% pada kontrol negatif dan
9.62% pada kontrol positif. Hasil penelitian Lin (2012) juga memperlihatkan
hasil laju pertumbuhan harian yang berbeda signifikan antara kombinasi
pemberian Bacillus coagulans dan citosanoligosakarida (COS) yakni sebesar 1.66%
dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai 1.28%. Adanya kenaikan
pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberikan pakan probiotik dapat dikaitan
dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh aktifitas enzimatik dan
sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai kecernaan dan pertambahan
bobot (Liu 2009).
Rasio
konversi pakan yang diperoleh juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
antara pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik terhadap kontrol. Nilai
rasio konversi pakan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan sinbiotik yakni
sebesar 1,24. Untuk perlakuan probiotik dan prebiotik masing-masing mempunyai
nilai 1,36 dan 1,29 berbeda nyata dengan kontrol yang rasio konversi pakannya
sebesar 1,9 untuk kontrol negatif dan 2,11 untuk kontrol positif. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh
Daniels
(2010) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian probiotik
yang berupa Bacillus spp., prebiotik yang berupa mannanoligosakarida, dan
gabungan antara Bacillus spp. dan mannanoligosakarida dengan kontrol.
Hasil
pada tabel 1 menunjukkan peningkatan jumlah bakteri dalam usus ikan kerapu
bebek yang diperoleh dengan adanya pakan tambahan yang berasal dari pobiotik
dan prebiotik menjadikan perubahan
fisiologis
dan biologis dalam gastrointestinal berpengaruh dalam meningkatkan efisiensi
serta perubahan morfologi epitel. Selain itu pencernaan yang ada dalam tubuh
banyaknya mikrofili dan tingkat (Merrifield et al. 2010).
kepadatannya
yang tinggi serta luas penyerapan area
pencernaan juga
Tabel
1. Sistem imun ikan kerapu bebek
(Cromileptes altivelis) pasca uji tantang dengan V. algynoliticus
Perlakuan A B C D E
TE 1.23 1.11 1.89* 2.38* 2.43*
TL 5.66 4.78 6.28* 7.19* 9.23*
Hb 4.86 4.80 4.40 6.77* 3.37
He 11.50 11.71 13.12 20.20* 20.56*
Limfosit 59 61.3* 69.67* 71.33* 70.33*
Monosit 11.67 14.33* 12.67* 10.33 10.67
Neutrofil 25.33* 21* 15 14.67 14
Trombosit 4 3.67 3.67 3.33 4.3
RB 0.28* 0.22 0.54* 0.55* 0.78*
AF 22 24 49* 54.66* 57.33*
TB 2.98x106 2.87x106 2.02x107 1.14x107 6.13x107
TB
NP5 0 0 6.75x102 0 6.13x103
A
(kontrol negatif), B (kontrol positif), C (probiotik), D (prebiotik), E
(sinbiotik), TE (tota eritrosit), TL (total leukosit), Hb (hemoglobin), He
(hematocrit), RB (respiratory burst), AF (aktifitas fagositik), TB (total
bakteri), TB NP5 (total bakteri NP5). Angka pada kolom merupakan nilai rataan
dan tanda superskip menunjukkan perbedaan nyata (Duncan; a=0.05)
Kadar
eritrosit pada ikan kerapu bebek yang ditampilkan pada tabel 1 menunjukkan
adanya perbedaan nyata (a>0.05). Nilai eritrosit tertinggi ditunjukkan pada
perlakuan sinbiotik yakni sebesar (2.43 x 106). Nilai tinggi pada kadar
eritrosit ikan kerapu yang diberi perlakuan sinbiotik menunjukkan tingkat
imunitas yang cukup tinggi juga. Jumlah sel darah merah merupakan yang terbesar
dan jumlahnya bervariasi biasanya mempunyai kisaran 1.05-3.0 x106/mm3
(Kumar
2012). Selain itu, penggunaan nutrisi tambahan seperti sinbiotik juga mampu
menghasilkan pertumbuhan harian dan FCR yang baik. Beberapa parameter yang
dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit (Martin et al. 2004).
Leukosit
pada ikan teleostei merupakan salah satu bagian dari sistem pertahanan tubuh
yang bersifat non-spesifik (Uribe et al. 2011). Hasil yang ditunjukan oleh
gambar memperlihatkan bahwa nilai leukosit tertinggi pasca uji tantang dengan
V. algynoliticus terdapat pada perlakuan sinbiotik yakni sebesar (9.23 x 106).
Pemberian pakan sinbiotik pada ikan kerapu bebek mampu meningkatkan nilai
leukosit yang merupakan indikator sistem pertahanan tubuh non-spesifik. Leukosit
yang diproduksi akan tinggi jika terdapat infeksi pada tubuh ikan dan terdapat
upaya dari tubuh ikan tersebut untuk melawan. Peningkatan jumlah leukosit ini
terkait dengan kinerja sistem imun ikan dalam mereduksi serangan patogen.
Semakin meningkatnya serangan patogen maka akan semakin meningkat pula produksi
leukosit dalam darah. Respon ikan terhadap stresor bergantung pada jenis stres
yang dialami oleh ikan tersebut, dimana peningkatan jumlah sel darah putih,
penurunan kadar hematokrit dan peningkatan neutrofil bergantung pada jenis
stres yang dialami (Martin et al. 2004).
Kadar
hemoglobin yang diperoleh pada tabel 1 menunjukkan pada perlakuan prebiotik
merupakan nilai kadar hemoglobin tertinggi yakni sebesar 6.76, sedangkan pada
perlakuan yang lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan setelah adanya
uji tantang dengan V. algynoliticus.
Secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan
dikarenakan hubungannya yang erat dengan adanya daya ikat terhadap oksigen oleh
darah. Peningkatan kadar hemoglobin pasca uji tantang menunjukkan masih
tingginya nafsu makan ikan kerapu bebek. Pemberian nutrisi yang tepat pada ikan
kerapu bebek merupakan faktor yang berpengaruh terhadap jumlah hemoglobin dalam
eritrosit. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen kemudian digunakan dalam
proses katabolisme untuk menghasilkan energi. Kemampuan darah untuk mengangkut
oksigen bergantung pada kadar hemoglobin dalam darah (Lagler et al.1977).
Kadar
hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dengan plasma darah,
serta berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Kadar hematokrit pasca
infeksi dengan V. algynoliticus memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan
pada perlakuan sinbiotik yakni sebesar 20.56. Adanya penurunan kadar hematokrit
pada kontrol positif dan kontrol negatif menunjukkan bahwa ikan kerapu tersebut
mengalami stress dan terjadi anemia. Indikator terjadinya stress pada ikan
adalah terjadinya penurunan hematokrit darah (Tanbiyaskur 2011).
Leukosit
terdiri atas dua bagian yaitu agranulosit dan granulosit. Agranulosit terdiri
dari limfosit, trombosit, dan monosit. Sedangkan granulosit terdiri dari
netrofil, eosinofil, dan basofil (Chinabut et al. 1991). Diferensial leukosit
merupakan data yang menunjukkan kinerja sel leukosit pada ikan. Pengamatan
hasil differensial leukosit meliputi pengamatan jumlah limfosit, monosit,
neutrofil dan trombosit dalam darah. Nilai limfosit tertinggi terlihat pada
perlakuan prebiotik yakni sebesar 71.3%. Limfosit pada ikan normal berjumlah
71,1282,88% (Blaxhall dan Daisley 1973). Berkurangnya jumlah limfosit dalam
darah menunjukkan penurunan konsentrasi antibodi dan menyebabkan meningkatnya
serangan penyakit.
Hasil
monosit yang ditunjukkan pada tabel 1 memperlihatkan terjadinya variasi data.
Pada perlakuan probiotik, prebiotik dan sinbiotik serta kontrol negatif
menunjukkan penurunan jumlah monosit pasca uji tantang dengan V. algynoliticus.
Adanya infeksi V. algynoliticus sehingga produksi monosit meningkat untuk
membunuh bakteri patogen. Meningkatnya monosit karena adanya radang dan monosit
berfungsi sebagai makrofag untuk fagositosis (Angka 2005).
Nilai
neutrofil yang ditunjukkan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kontrol
negatif dan kontrol positif terhadap perlakuan probiotik, prebiotik dan
sinbiotik pasca uji tantang. Netrofil adalah sel darah putih yang mengandung
vakuola yang berisi lisozim untuk menghancurkan organisme yang dimakannya.
Neutrofil berfungsi untuk melawan penyakit bersamasama dengan eosinofil yang
disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus (Chinabut et
al. 1991).
Trombosit
atau keping-keping darah berperan penting dalam proses pembekuan darah. Roberts
dan Richards (1978) menyatakan bahwa trombosit mengeluarkan tromboplastin yaitu
enzim yang membuat polimeri dan fibrinogen yang berperan penting dalam
pembekuan darah. Hasil yang ditunjukkan memperlihatkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antar perlakuan sebelum dan setelah uji tantang
dengan V. algynoliticus.
Nilai
respiratory burst yang diperoleh
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan prebiotik merupakan nilai tertinggi
yakni sebesar 0.78. Kontrol positif menunjukkan penurunan nilai RB setelah uji
tantang. Respiratory burst merupakan pembentuk dasar sistem antibakteri yang
ada pada tubuh ikan. Meningkatnya nilai respiratory burst dapat dikorelasikan
dengan peningkatan aktifitas sel fagositik (Rawling et al. 2012). Respiratory
burst dapat meningkatkan konsumsi oksigen sehingga dapat mengakibatkan
pembentukan anion superoksida dan proses ini dipercepat oleh NADPH-oksidase,
multi komponen enzim yang telah terpasang pada permukaan bagian dalam dari
membran plasma setelah terjadinya aktifasi untuk melakukan fagofitik (Rieger
2011).
Nilai
aktifitas fagositik yang ditunjukkan terlihat bahwa ada perbedaan yang
signifikan sebelum dan setelah uji tantang antara perlakuan probiotik,
prebiotik dan sinbiotik terhadap kontrol negatif dan kontrol positif. Nilai
aktifitas fagositik tertinggi terlihat pada perlakuan prebiotik yakni sebesar
57.3%. Salah satu upaya dari tubuh ikan
untuk mempertahankan diri terhadap serangan patogen adalah dengan menghancurkan
patogen tersebut melalui proses fagositik. Leukosit yang merupakan sel fagositik
sangat berperan penting dalam melawan serangan patogen. Proses terbentuknya
antibodi yang spesifik terjadi karena adanya rangsangan dari antigen
penginfeksi. Proses tersebut dimulai pada saat benda asing masuk ke dalam tubuh
ikan, kemudian difagositik oleh makrofag. Fungsi utama makrofag yaitu
pemusnahan antigen dengan cara memfagosit. Makrofag akan mengirim sinyal pada
jaringan limfosit yang merupakan rangsangan untuk membentuk antibodi yang
spesifik. Tujuan dari antibodi adalah untuk melumpuhkan patogen agar tidak
menyebar dan menurunkan toksisitas racun sehingga lebih mudah diserang oleh sel
fagosit. Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang
dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis
meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan, dan tahap
pencernaan
(Uribe
et al. 2011).
SIMPULAN
DAN SARAN
Simpulan
Hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik pada pakan
ikan kerapu merupakan hasil perlakuan terbaik dalam meningkatkan sistem imun
non-spesifik dan resistensi terhadap penyakit serta meningkatkan performa
pertumbuhan ikan kerapu bebek. Akan tetapi penggunaan probiotik dan prebiotik
juga menunjukkan efek yang menguntungkan terhadap ikan kerapu bebek.
Saran
Penelitian
lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses modulasi inang
dalam respon imun dan resistensinya terhadap penyakit.
DAFTAR
PUSTAKA
Ai
Q, Xu H, Mai K, Xu W, Wang J, dan Zhang W. Effects of dietary supplementation
of Bacillus subtilis and fructooligosaccharide on growth performance, survival,
non-specific immune response and disease resistance of juvenile large yellow
croaker, Larimichthys crocea. Aquaculture 317:155–161.
Amlacher
E. 1970. Textbook of Fish Disease. DA Conroy, RL Herman, Penerjemah. New York :
TFH Publ. Neptune. pp 302.
Anderson
DP dan Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health
programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian Aquaculture
“Aquatic Animal Health and the Evironment”. Phuket,Thailand.25-29 th October
1993. 17 hlm.
Angka
SL. 2005. Kajian Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) Pada Ikan Lele
Dumbo Clarias sp.: patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan Fitofarmaka.
[disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Apriyantono
A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press. Bogor
Austin
B dan Austin D. 2007. Bacterial fish pathogens: diseases of farmed and wild
fish, 4 ed., Chichester: Springer.
Blaxhall
PC dan Daisley KW. 1973. Routine
haematological methods for use with fish blood.
J. Fish Biology 5:577-581.
Cerezuela
R, Meseguer J, dan Esteban MA. 2011. Current
Knowledge in
Synbiotic
Use for Fish Aquaculture: A Review. J Aquac Res Development
S1:008.doi:10.4172/2155-9546.S1008.
Chiu
CH, Cheng CH, Gua WR, Guu YK, dan Cheng W. 2010. Dietary administration of the
probiotic, Saccharomyces cerevisiae P13, enhanced the growth, innate immune
responses, and disease resistance of the grouper, Epinephelus coioides. Fish
& Shellfish Immunology
29:1053-1059.
Chinabut
S, Limsuwan C, dan Sawat PK. 1991. Histology of the walking catfish Clarias
batrachus. Thailand: Department of Fisheries. 96 hlm.
Daniels
CL, Merrifield DL, Boothroyd DP, dan Davies SJ. 2010. Effect of dietary
Bacillus
spp. and mannan oligosaccharides (MOS) on European lobster (Homarus gammarus
L.) larvae growth performance, gut morphology and gut microbiota. Aquaculture
304:49-57.
Effendi
I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.
Huisman
EA. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and
Fisheries, Waganingen Agriculture University. Waganingen. Netherland.170p.
KKP.
2013. KKP: Produk Budidaya Laut Diminati Pasar
Ekspor [Internet].[diunduh 2013 Juni
11].
Tersedia
pada:
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip
/c/9248/KKP-Produk-Budidaya-LautDiminati-Pasar-Ekspor/.
Lagler
KF, Bardach JE, Miller RR, dan Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Wiley and
Sonc Inc. New YorkLondon.
Li
J, Tan B, dan Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and
isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune
responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus
vannamei). Aquaculture 291:35-40.
Lin
S, Mao S, Guan Y, Luo L, dan Pan Y. 2012. Effects of dietary chitosan
oligosaccharides and Bacillus coagulans on the growth, innate immunity and
resistance of koi (Cyprinus carpio koi). Aquaculture 342-343:36-41.
Liu
CH dan Chen CJ. 2004. Effect of ammonia on the immune response of white shrimp
Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and
Shellfish Immunology 16:321-334.
Liu
CH, Chiu CS, Ho PL, dan Wang SW. 2009. Improvement in the growth performance of white
shrimp,
Litopenaeus
vannamei, by a proteaseproducing probiotic, Bacillus subtilis E20, from natto.
Journal of Applied Microbiology 107:1031–1041.
Mahardika
K dan Zafran, 2004. Infeksi Iridovirus Pada Juvenil Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis) Di Karamba Jaring Apung.
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali. Prosiding.
Pengendalian
Penyakit Pada Ikan Dan Udang berbasis
Imunisasi Dan Biosecurity.
Marlis
A. 2008. Isolasi Oligosakarida Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.) dan Pengaruh Pengelolaan Terhadap
Potensi
Prebiotiknya. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martin
ML, Namura DT, Miyazaki DM, Pilarsky F, Ribero K, De Castro MP, dan De
Campos CM. 2004.
Physiological
and haemotological respons of Oreochromis niloticus exposed to single and
consecutive stress of capture. Animal Science 26:449-456.
Merrifield
DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM, Bøgwald J, Castex M, dan Ringø
E. 2010. The Current Status and Future Focus of Probiotic and Prebiotic
Applications for Salmonids. Aquaculture 302:1-18.
Muchtadi
D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud. Ditjen DiktiPAU IPB. Bogor.
Nayak
SK. 2010. Probiotics and Immunity: A Fish Perspective. Review. Fish anda
Shellfish Immunologi 29:2-14.
Putra
AN. 2010. Kajian probiotik, prebiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja
pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rawling
MD, Merrifield DL, Snellgrove DL, Kuhlwein H, Adams A, dan Davies SJ. 2012.
Haemato-immunological and growth response of mirror carp (Cyprinus carpio) fed
a tropical earthworm meal in experimental diets. Fish & Shellfish
Immunology 32:1002-1007.
doi:10.1016/j.fsi.2012.02.020.
Rieger
AM dan
Barreda DR. 2011.
Antimicrobial mechanisms of fish leukocytes. Developmental
and Comparative Immunology
35:1238– 1245. doi:10.1016/j.dci.2011.03.009.
Ringø
E, Olsen RE, Gifstad TTO, Dalmo
RA,
Amlund H, Hemre GL, dan
Bakke
AM. 2010. Prebiotics in aquaculture: a review. Aquaculture Nutrition
16:117-136.
Roberts
RJ and Richards RH. 1978. The Bacteriology of Teleost in Fish Pathology. Roberts RJ, editor.
Bailliere Tindal Book Publ, London. 205-308p.
Tanbiyaskur. 2011.
Efektivitas pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan
untuk pengendalian infeksi Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis
niloticus). [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Uribe
C, Folch H, Enriquez R, dan Moran G. 2011. Innate and adaptive immunity in
teleost fish: a review. Veterinarni Medicina 56 (10):486–503.
Watson
AK, Kaspar H, Lategan MJ, dan Gibson L.
2008. Probiotics in
aquaculture: The need, principles and mechanisms of action and screening
processes. Aquaculture 274:1–14.
Wedemeyer
GA dan WT Yasutake.1977. Clinical Methods
For the Assessement Of
The Effect
Environmental
Stress On Fish Health. Technical Papers Of The U.S. Fish and Wildfield Service.
US. Depart. Of the Interior Fish and Wildlife Service. 89:1-17.
Zonneveld
N, Huisman EA, dan Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment