Pada mulanya, usaha-usaha
yang dilakukan dalam pengolahan ikan dikerjakan secara tradisional dengan
memanfaatkan proses alami. Faktor alami yang banyak dimanfaatkan berupa sinar
matahari. Melalui jalan menjemur ikan di bawah terik matahari, kandungan air yang
ada dalam daging ikan akan berkurang sehingga ikan menjadi kering dan awet.
Sejak ilmu pengetahuan
dan teknologi berkembang pesat seperti saat ini, usaha dalam pengolahan ikanpun
ikut berkembang dengan makin banyaknya peralatan mekanis yang digunakan dalam
proses pengolahan tersebut. Sehingga dengan
peralatan yang cukup
modern, proses pengolahan
menjadi lebih cepat, dapat memperbanyak produksi akhir,
serta mampu memperbaiki mutu hasil olahan.
Tujuan Utama Pengolahan
Ikan dan hasil
perikanan lain merupakan bahan pangan yang mudah membusuk, maka proses
pengolahan yang dilakukan bertujuan untuk menghambat atau menghentikan
aktivitas zat-zat dan mikroorganisme perusak atau enzim-enzim yang dapat
menyebabkan kemunduran mutu ikan.
Prinsip pengolahan ikan
pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan atau kerusakan. Pembusukan
terjadi akibat perubahan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
perubahan-perubahan lain yang sifatnya merugikan. Pengolahan juga bertujuan
untuk memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk olahan hasil
perikanan. A. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Saanin
(1968), klasifikasi ikan
bandeng (Chanos chanos
Forsk)
adalah sebagai berikut
:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class :
Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo :
Malacopterygii
Family :
Chanidae
Genus :
Chanos
Species : Chanos chanos Forsk
Ikan Bandeng mempunyai
ciri-ciri seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik, mulut kecil
terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus).
Sirip punggung terletak jauh di belakang tutup insang dan dengan rumus
jari-jari D. 14-16; sirip dada (pectoral fin) mempunyai rumus jari-jari P.
16-17; sirip perut (ventrial fin) mempunyai rumus jari-jari V. 11-12; sirip
anus (anal fin) terletak jauh di belakang sirip punggung dekat dengan anus
dengan rumus jari-jari A.10-11; sirip ekor (caudal fin) berlekuk simetris
dengan rumus jari-jari C. 19 (Hadie,1986).
Menurut Ghufron (1994),
ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dapat tumbuh hingga mencapai 1,8 m, anak
ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener yang biasa
ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1-3 cm, sedangkan gelondongan berukuran
5-8 cm.
B. Potensi
Dalam usaha
pembudidayaan ikan, lingkungan perairan yang cukup luas merupakan nilai
lebih yang dimiliki
Indonesia. Peningkatan budidaya
perikanan dalam hal ini budidaya ikan bandeng biasa dijadikan alternatif
upaya pemenuhan gizi dan pangan serta upaya peningkatan taraf hidup masyarakat.
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang dianggap bernilai
ekonomis tinggi sehingga sangat potensial untuk dibudidayakan secara optimal.
Untuk menggali potensi tersebut, dibutuhkan pemahaman mengenai ikan bandeng dan
seluk beluknya.
Bagi masyarakat
pesisir, ikan bandeng merupakan jenis ikan yang sudah tidak asing lagi, hanya
saja masyarakat pedalaman yang berlokasi jauh dari pantai belum tentu mengenal
ikan ini. Secara umum gambaran fisik (morfologi) ikan bandeng mudah dikenali,
yakni berbentuk seperti peluru torpedo dengan sirip ekor yang bercabang,
bermata bundar warna hitam dengan bagian tengahnya berwarna putih jernih, serta
memiliki sisik yang
berwarna putih keperakan.
Dagingnya yang berwarna putih
susu sehingga juga dikenal dengan sebutan milkfish. Di beberapa tempat, ikan
bandeng memiliki banyak nama, misalnya di Sumatera dikenal dengan sebutan banding,
mulch, atau agam.
Di Bugis disebut
bolu, di Filipina disebut bangos, dan di Taiwan disebut sabahi.
C. Distribusi
Ikan bandeng merupakan
satu-satunya spesies yang masih ada dalam famili Chanidia dan termasuk ke dalam
jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering dijumpai di
daerah dekat pantai atau litoral. Secara geografis, ikan ini hidup di daerah
tropis maupun subtropis pada batas 30-400
LS dan LU. Penyebarannya mencakup areal perairan Indo Pasifik, mulai
dari pantai timur Afrika, Malagasi, Laut Merah, Teluk Aden, pantai barat dan
timur India, Sri Langka, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, bagian
selatan Jepang, pantai utara Australia, Hawaii, sampai ke pantai barat
Kalifornia dan Meksiko.
Di Indonesia, ikan
bandeng sudah lama dikenal sebagai ikan yang banyak dipelihara di tambak.
Pemeliharaannya tersebar hampir di seluruh pulau besar di tanah air, seperti
Jawa, Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi. Selain di Indonesia, ikan bandeng
juga banyak dipelihara di Filipina dan Taiwan. Sebenarnya, ikan bandeng memang
merupakan jenis ikan air payau. Namun, saat ini ikan bandeng sudah mulai banyak
dibudidayakan di kolam air tawar atau karamba apung air tawar.
A. Komposisi Gizi
Ikan bandeng merupakan
suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga
banyak digemari oleh masyarakat. Selain
itu, harganya juga
terjangkau oleh segala lapisan
masyarakat. lkan bandeng termasuk ikan yang bertulang keras (teleostei), dan
dagingnya berwarna putih susu dengan struktur daging padat.
Menurut USDA National
Nutrient Database for Standard Reference (2009), ikan bandeng mempunyai nutrisi
yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak dan asam amino yang
bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia (Tabel 1.)
Tabel 1. Nutrisi Ikan Bandeng (
100
gr daging )
Nutrisi
|
Units
|
Nilai
|
Proksimat
Air Energi Energi Protein
Lemak Abu
Karbohidrat
Fiber,
total diet
Minerals Kalsium, Ca Besi, Fe
Magnesium, Mg
Fosfor, P
Kalium, K
|
gr kcal
kJ
gr gr
gr gr
gr
mg mg mg mg mg
|
70.85
148
619
20.53
6.73
1.14
0.00
0.0
51
0.32
30
162
292
|
Natrium, Na
|
mg
|
72
|
Seng, Zn
|
mg
|
0.82
|
Tembaga, Cu
|
mg
|
0.034
|
Mangan, Mn
|
mg
|
0.020
|
Selenium,
Se
Vitamins
Thiamin
|
mg
mg
|
12.6
0.013
|
Riboflavin
|
mg
|
0.054
|
Niacin
|
mg
|
6.440
|
Pantothenic acid
|
mg
|
0.750
|
Vitamin B-6
|
mg
|
0.423
|
Folate,
total
|
mcg
|
16
|
Asam folat
|
mcg
|
0
|
Folate,
food
|
mcg
|
16
|
Folate, DFE
|
mcg_DFE
|
16
|
Vitamin B-12
|
mcg
|
3.40
|
Vitamin A, RAE
|
mcg_RAE
|
30
|
Retinol
|
mcg
|
30
|
Vitamin A, IU
Lemak
|
IU
|
100
|
Asam
lemak, total
saturated
|
gr
|
1.660
|
Asam
lemak, total monounsaturated
|
gr
|
2.580
|
Asam
lemak, total
polyunsaturated
|
gr
|
1.840
|
Kolesterol
Asam
amino
|
mg
|
52
|
Tryptophan
|
gr
|
0.230
|
Threonin
|
gr
|
0.900
|
Isoleusin
|
gr
|
0.946
|
Leusin
|
gr
|
1.669
|
Lisin
|
gr
|
1.886
|
Methionin
|
gr
|
0.608
|
Sistin
|
gr
|
0.220
|
Phenylalanin
|
gr
|
0.802
|
Tyrosin
|
gr
|
0.693
|
Valin
|
gr
|
1.058
|
Sumber: USDA
National Nutrient Database for Standard Reference, (2009)
A. Penanganan Pasca
Panen
Seperti diketahui,
produk perikanan merupakan komoditas yang cepat busuk atau rusak apabila tidak
segera ditangani dengan baik. Agar suatu olahan bermutu baik, khususnya olahan
hasil perikanan, persyaratan mutu bahan baku merupakan syarat utama yang harus
dipenuhi.
Apabila bahan makanan
yang mengandung protein mengalami kerusakan mikrobiologis, biasanya akan
menghasilkan bau busuk khas protein yang dikenal sebagai bau putrid. Kerusakan
tersebut sering disebut
sebagai kerusakan putrefaktif.
Mikroba yang paling berperan
dalam kerusakan ini adalah bakteri. Cara kerja bakteri-bakteri tersebut
adalah dengan memecah protein menjadi
senyawa-senyawa sederhana seperti
cadaverin; putrescin; skatola; atau
H2S dan NH3, yang menyebabkan
bau busuk. Ikan yang sudah
busuk biasanya juga mengalami kerusakan struktur jaringan sehingga menjadi
lembek dan membuat cita rasa ikan menjadi tidak enak dan berair akibat dari
pencairan jaringan protein.
Bakteri-bakteri tersebut
juga memecah lemak dan minyak
yang terdapat pada
bahan makanan menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya, asam lemak
(khususnya asam lemak tak jenuh) yang memiliki ikatan rangkap akan mengalami
pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana seperti
aldehid dan keton serta
senyawa lain yang menimbulkan
bau khas tengik. Proses
terjadinya kerusakan makanan karena aktivitas mikroba biasanya terjadi secara
simultan dan bersama-sama.
Sebagai bahan baku,
ikan bandeng termasuk jenis pangan yang mudah rusak. Oleh karena itu, perlu
dijaga kesegarannya, dimulai dari
pemanenan hingga pengolahan dengan
cara menggunakan pola penanganan rantai dingin. Cuaca saat melakukan
transportasi bahan baku juga perlu diperhatikan, yakni bila cuaca panas, jumlah
es yang digunakan sebagai bahan pendingin menjadi lebih banyak daripada saat tidak panas. Begitu pula dengan lama
penyimpanan, ikan bandeng jika disimpan pada suhu 0°C bisa bertahan sampai 16
hari, pada suhu 10°C bertahan selama 6 hari, dan pada suhu 20°C bias bertahan
sampai 2 hari.
Cara yang paling mudah
dan murah untuk mempertahankan mutu ikan agar tetap segar selama penyimpanan
adalah dengan menggunakan
es. Wadah yang biasa
digunakan untuk menempatkan ikan
di antaranya sebagai berikut.
• Oblong (tong dari
plastik).
• Kotak pendingin (cool
box) yang terbuat dari bahan polystyrene.
• Ruang pendingin
(chill room).
• Kotak berinsulasi
(insulated box).
Wadah berinsulasi dapat dibuat sendiri berupa peti berkonstruksi kuat dengan menggunakan insulator dari styrofoam atau poliuretan,
kemudian peti dilapisi pelat
aluminium setebal 0,6 mm
- 0,7 mm, seng BWG
30, atau fiber glass dengan
ketebalan 0,8 mm. Penggunaan es
yang dianjurkan adalah dalam bentuk, pecahan, atau curah, perbandingan yang paling ideal antara es
dengan ikan minimal 1:1. Es dengan
bentuk curah lebih efektif dalam mendinginkan dari pada bentuk es balok. Hal
itu karena semakin kecil ukuran butiran es, semakin cepat kemampuan
mendinginkannya dan semakin mudah
mencair. Selain faktor
es, tempat/ wadah yang
dipergunakan juga ikut mempengaruhi kecepatan
es mencair. Tempat yang mempunyai sifat insulator tinggi akan
memperlama proses pencairan es.
Setelah sampai
di tempat pengolahan, ikan bandeng
sebaiknya segera diolah.
Bila menunggu beberapa lama, perlu disimpan di tempat bersuhu rendah,
baik dengan menggunakan es untuk
jangka pendek maupun
disimpan dalam freezeer untuk penyimpanan jangka waktu yang
relatif lama.
Ikan yang digunakan
sebagai bahan baku harus memiliki tingkat kesegaran yang tinggi sehingga produk
bandeng yang dihasilkan memiliki mutu yang lebih baik. Mutu produk yang dihasilkan tergantung dari
bahan baku maupun proses pengolahan yang dilakukan. Berikut adalah ciri-ciri
ikan segar yang bermutu tinggi maupun yang bermutu rendah (Tabel 2).
Tabel 2. Ciri-ciri ikan
segar yang yang bermutu tinggi maupun yang bermutu rendah
Parameter
|
Ikan segar bermutu
tinggi
|
Ikan segar bermutu
rendah
|
Mata
|
Cerah, bola mata menonjol,
kornea jernih
|
Bola
mata cekung, pupil putih susu,
kornea keruh
|
Insang
|
Warna
merah cemerlang, tanpa lendir
|
Warna
kusam, dan berlendir
|
Lendir
|
Lapisan lender jernih, transparan, mengkilat
cerah,
belum ada
perubahan warna
|
Lender berwarna
kekuningan
sampai coklat tebal, warna
cerah hilang,
pemutihan nyata
|
Daging dan perut
|
Sayatan daging sangat
cemerlang, berwarna asli, tidak
ada pemerahan sepanjang
tulang belakang, perut utuh,
ginjal merah terang, dinding
perut dagingnya
utuh, bau
isi perut segar
|
Sayatan daging kusam, warna
merah jelas sepanjang tulang belakang, dinding perut membubar,
bau busuk
|
Bau
|
Segar, bau rumput laut, bau
spesifik menurut jenis
|
Bau
busuk
|
Konsistensi
|
Padat, elastis
bila ditekan
dengan jari, sulit
menyobek
daging dari
tulang belakang
|
Sangat lunak, bekas jari tidak
mau hilang bila
ditekan,
mudah
sekali menyobek
daging dari
tulang
belakang
|
Sumber: SNI
No.01-2729.1-2006
0 comments:
Post a Comment