Tuesday, March 4, 2014

TEKNIK PENGELOLAAN PENGGELONDONGAN BANDENG

March 04, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Kegiatan penggelondongan nener merupakan mata rantai yang bertujuan salah satunya adalah menekan mortalitas benih karenan pengelondongan nener adalah masa awal pemeliharaan yang dianggap sebagai masa paling kritis. Usaha penggelondongan nener bukan lagi sekedar usaha sambilan di samping usaha pembesarannya tambak, melainkan sebagai usaha komersial yang harus ditangani lebih serius dan hati-hati.
Oleh karena usaha penangkapan nener dari alam sulit dilakukan sedangkan kebutuhan atau permintaan akan nener meningkat maka diharapkan teknik pengelolaan penggelondongan dapat lebih dikembangkan.  Salah satu metoda dalam penggelondongan nener adalah penggelondongan di petakan tambak. Usaha ini dilakukan dalam petakan tambak yang ukurannya relatif kecil (500 1.000 m2) atau dengan cara menyekat tambak dengan masa 3 minggu - 1 bulan.
Usaha penggelondongan telah banyak berkembang dibeberapa daerah di Indonesia, antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan DI Aceh.  Untuk itu diupayakan membahas teknik pengelolaan penggelondongan pada tulisan ini.  Tujuan tulisan ini adalah menginformasikan kepada petani maupun pengusaha mengenai teknik mengelola penggelondongan nener yang baik.
2.         PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1)         Mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi seperti tata ruang, sumber air dan pengairan.  Diusahakan tidak begitu jauh dari pantai agar suhu udara yang ada dapat mendukung keberhasilan usaha pemeliharaan benih bandeng.  Suhu air pada tambak berkisar antara 30 - 330 C.
2)         Jarak lokasi ideal dari sumber benih/nener maksimal 12 jam.  Perjalanan selama dalam pengangkutan konsumen tidak melebihi 12 jam.
3)         Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kegagalan usaha penggelondongan bandeng adalah persaingan penggunaan lahan antar sesama pengusaha tambak.
4)         Sarana transportasi.
Kelancaran sarana angkutan terutama jalan, sangat memegang peranan penting dalam usaha penggelondongan nener ini.  Oleh sebab itu dipilih lokasi yang sarana lalu lintasnya dapat menjamin mutu nener tetap baik.
5)         Jaringan listrik.
Sarana yang diperhatikan dalam memilih lokasi adalah yang dekat dengan jaringan listrik negara (PLN).  Namun untuk usaha penggelondongan bandeng kebutuhan listrik bisa diganti dengan alat-alat lain seperti genset.
3.         SISTEM PETAK PENENERAN
1)         Petakan untuk nener.
Petakan untuk nener pada umumnya dangkal, luasnya berkisar antara 500 - 1.000 m2.  Letak petakan nener dekat dengan sumber air tawar maupun air asin.
2)         Petakan untuk gelondongan.
Petakan gelondongan mempunyai areal lebih besar (luas) dan lebih dalam (1.000 - 2.000) m2.  Hal ini digunakan untuk menampung gelondongan dari petakan peneneran tempat untuk menumbuhkan gelondonan kecil ( pre fingerling) atau untuk penyimpanan dan menahan gelondongan besar (post fingerling).
3)         Petakan Aklimatisasi.
Petakan untuk aklimatisasi atau yang biasa disebut ipukan/baby box merupakan petakan kecil yang terbuat dalam penggelondongan dan bersifat hanya sementara.  Ipukan ini dibatasi oleh pematang yang relatif kecil (sempit dan rendah) dibangun berdekatan dengan saluran air, agar mutu lebih baik dan memudahkan pengelolannya.  Ukuran luasnya tergantung kepada banyaknya nener yang akan ditebarkan (stock).  Pada musim kemarau temperatur udara dapat naik mencapai 330C, ipukan dapat menampung 5.000 - 10.000 ekor per m2 selama 3 hari, meskipun dibawah periode yang relatif tenang.
4)         Tempat pengumpulan (tempat untuk panen)
Berupa petakan kecil untuk penangkapan atau kanal yang sempit atau tempat untuk mengumpulkan gelondongan dalam waktu singkat.  Ikan-ikan dikumpulkan ke tempat pengumpulan dengan cara pengaturan aliran air, dari air pada saat pasang atau air dari petakan lain yang telah disiapkan sebelumnya.
Aerasi dapat diatur dengan aliran air dari tambak yang berdekatan atau dari tambak yang lain, sehingga tidak terjadi efek yang merugikan karena kekurangan oksigen, walaupun di dalam petakan tersebut padat dengan ikan.  Dalam petakan ini ikan-ikan tersebut mudah dijaring dan dipindahkan ke petakan yang lain dengan cara mengunakan jaring untuk pemindahan gelondongan.  Hal ini dipermudah dengan sifat ikan bandeng yang senang menentang arus.
A.        Kanal utama
B.        Kanal pembagi petakan
C.Petak penangkapan
D.Petak penggelondongan
5) Pintu dan gorong-gorong.
Petakan untuk nener, gelondongan dan penangkapan ( pengumpulan ) dilengkapi dengan pintu-pintu atau gorong-gorong, yang dipasang rapi dan diberi saringan.  Yang terutama perlu diperhatikan ialah : petakan untuk nener jangan sampai kemasukan telur-telur maupun larva predator misalnya kakap, kerapu, belut dan lain sebagainya.  Pada pintu perlu dipasang saringan nylon yang halus atau bahan yang serupa.  Bisa juga dipergunakan saringan-saringan yang berbentuk kantong dari nylon yang halus, yang dipasang pada ujung dari gorong-gorong selama persiapan petakan untuk nener dan juga selama sepuluh hari pertama setelah penebaran nener.
4.         PENGELOLAAN PETAKAN PENGELONDONGAN
1) Persiapan petakan untuk aklimatisasi
Beberapa hari sebelum penebaran nener bandeng, petakan aklimatisasi dipersiapkan dengan baik, pematang dilapisi dengan tanah yang lunak, dilengkapi dengan atap yang dibuat dari kisi-kisi bambu.  Pada kaki bagian dalam pematang peneneran sebaiknya diberi berm, guna memudahkan petugas tambak berada atau bertugas lebih dekat dengan perbatasan air. Berm mempunyai 2 (dua) macam kegunaan yaitu merupakan tempat untuk pembetulan bocoran-bocoran pada pematang dan menahan longsoranlongsoran tanah dari pematang.
Selanjutnya petakan dikeringkan dan perataan dasar petakan dikerjakan denan kemiringan yang dibuat menuju arah pintu air selama tanah belum keras (masih basah).  Untuk perataan tanah dapat digunakan garu dari kayu, dan dapat juga menggunakan papan yang agak panjang yang didorong oleh dua atau tiga orang.  Lubang bekas kaki ditutup, sebab kemungkinan dapat dipakai tempat untuk sembunyi ikan-ikan liar atau telurnya yang dapat tahan hidup selama pengeringan pada masa persiapan.
 Alat
A.        Papan garu
B.        Tangkai dari kayu atau bambu
2)         Kultur makanan alami
Makanan yang paling ideal bibit bandeng dan gelondongan adalah klekap, yakni kumpulan diatome dasar, alga biru, inverterbrata tingkat rendah, 200 plankton, juga diperlukan untuk melengkapi nilai gizi makanan.
Gelondongan yang lebih besar dan berukuran panjang 80 mm, sudah dapat memakan alga hijau benang atau lumut (chaetomorpha sp., Entormorpha sp., dan Cladophora sp.).
3)         Kultur klekap pada musim kemarau
Musim kemarau merupakan saat yang paling baik dan cocok untuk menumbuhkan klekap sebagai makanan alami.  Setelah petakan selesai perataannya lalu dibiarkan kering sampai tanahnya retak-retak.  Waktu pengeringannya diperkirakan selama 2 - 3 minggu tergantung pada tenah aslinya.
Keberhasilan atau kegagalan dalam menumbuhkan klekap yang baik dan menahannya agar tetap menempel pada dasar tembak tergantung pada derajat kekeringannya.  Pengeringan yang tidak seimbang atau pengeringan yang kurang sempurna akan menghasilkan klekap yang mudah lepas dari tanah dan akhirnya mengambang.
Bilamana terjadi sebaliknya, terlalu lama pengeringannya sehinga lapisan permukaan tanah kekeringan, maka terjadi suatu kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk pertumbuhan klekap.  Pengeringan dianggap cukup bilamana kandungan air dari lapisan tanah yang tebalnya sekitar 10 cm itu kira-kira 18 - 20%.  Suatu hal yang praktis untuk mengetahinya ialah dengan jalan diatas tanah yang dikeringkan tersebut.  Bilamana tanah tersebut cukup kuat menahan orang sehingga hanya turun (tenggelam) sekitar 2 cm, berat badan orang tersebut maka pengeringan tanah dianggap telah cukup.
Pupuk organik kemudian ditebarkan setelah tanah cukup mengeras. Kwantitasnya tergantung kepada jumlah dari kemerosotan bahan organik dalam tanah tambak yang akan dipupuk.  Pada umumnya rata-rata tanah memerlukan 500 - 1.000 kg bekatul atau bungkil jagung per hektar; 500 3.000  kg kotoran ternak untuk tiap hektar tambak.  Pupuk anorganik segera ditebarkan di tanah tambak, setelah tanah tambak tersebut digenangi air pasang yang baru, sedalam kira-kira 10 cm dan pintu-pintu ditutup serta diblok dengan tanah untuk menahan air tersebut.  Beberapa petani tambak menggunakan pupuk Urea atau Ammonium sulfate (ZA) sebanyak 50 kg atau 100 kg per hektar untuk segera ditebarkan pada petak-petak agar lebih mempercepat proses pembusukkan pupuk organik tersebut.
Air di dalam petakan dibiarkan menguap seluruhnya atau dialirkan keluar bila sudah jernih sekali.  Pada dasar petakan dikeringkan lagi seperti keadaan pengeringan pertama sebelum ditebari pupuk organik.  Pada akhirnya praktis semua pupuk organik akan membusuk (mengurai).
Kegiatan berikutnya memasukkan air ke dalam petakan dengan cara hatihati, disaring melalui saringan halus yang berbentuk kantong dan diikatkan pada pintu air kira-kira 10 cm dan sekali lagi petakan dipupuk dengan urea sebanyak 45 kg ditambah 45 - 55 kg pupuk SP-36 untuk tiap hektar.  Jikalau klekap belum mulai tumbuh pada saat pengenangan air yang pertama, pada saat ini akan mulai tumbuh dan menutupi semua permukaan dasar tambak. Selanjutnya sedalaman di tambak secara bertahap sampai sekitar 20 cm dan petakan siap untuk ditebari ikan (nener atau gelondongan bandeng).
4)         Kultur klekap pada musim hujan.
Untuk menanggulangi pertumbuhan klekap pada musim hujan agak sulit. Penurunan kadar garam menghalangi pertumbuhan dan kemungkinan penyebab kerusakan total dari makanan bilamana terjadi perubahan mendadak.  Oleh karena itu waktu (saat) yang penting dalam mempersiapkan peneneran pada musim hujan.  Paling sedikit diperlukan waktu 1 minggu yang cuacanya baik secara terus menerus jikalau ingin mencapai keberhasilan.
Petakan dikeringkan, diratakan dan dibiarkan paling sedikit 3 hari, kemudian air dimasukkan dan dipupuk dengan pupuk organik yang kuantitasnya sama dengan yang biasa digunakan pada pemupukan anorganis yang kedua di musim kemarau.  Pada saat itu juga ditambahkan bekatul sebanyak 200 kg/Ha.
Perlu diketahui klekap yang tumbuh pada musim hujan ini tidak sebanyak yang tumbuh di musim kemarau dan cenderung mudah lepas dari tanah dasar petakan yang kemudian mengapung, yang akhirnya mengelompok di sisi-sisi petakan akibat dihembus oleh angin.  Dalam hal demikian, klekap tidak dapat dimanfaatkan oleh ikan yang dipelihara.
5)         Kultur plankton
Disini harus kita perhatikan upaya untuk menumbuhkan plankton agar mencapai hasil yang memuaskan (sukses) diperlukan air yang dalam serta rendah kadar garamnya, terutama selama musim hujan.
Mula-mula petakan dikerjakan dan dibiarkan untuk 2 - 3 hari, kemudian segera diisi (digenangi) dengan air pasang yang baru.  Pupuk organik yang diberikan harus cukup yang biasanya terdiri dari kombinasi antara Urea atau Amonium sulfate (ZA) sebagai N (nitrogen) dan Superfosfate (SP-36) sebagai sumber P2O5 (fosfate) ditambah bekatul yang digunakan untuk membuat air menjadi hijau warnanya, yang sebagian besarnya adalah phytoplankton.
Pada umumnya petani tambak memulai dengan dosis 6 gram N, 6 - 9 gram P2O5 dan 50 - 100 gram bekatul untuk setiap m3 air yang kemudian dinaikkan dosisnya sampai didapatkan hasil yang diinginkan.  Blooming phytoplankton akan terjadi dalam 48 jam pada cuaca yang memungkinkan.  Petakan siap ditebari ikan jikalau suatu obyek yang putih berada dalam air hilang (lenyap) dari pandangan pada kedalaman kurang lebih 30 cm.
5.         PENEBARAN (PENANAMAN, STOCKING)
1) Persiapan petakan untuk aklimatisasi (ipukan).
Petakan untuk aklimatisasi (ipukan) perlu dibuat, atau bila telah ada perlu disiapkan dengan baik.  Pematangnya diplester (dilapisi) dengan tanah yang lunak dan sekalian menutupi bocoran-bocoran.  Atap diperlukan yang biasanya dibuat dari kisi-kisi bambu (kere) untuk memberikan kesejukan kita dapat memanfaatkan cabang-cabang dari pohon api-api yang baru dipotong, seperti daun kelapa, daun nipah diletakkan di aasnya sebagai atap (dapat digunakan daun nipah atau daun kelapa yang dibuat khusus untuk atap). Ada juga yang ditancapkan pada keliling ipukan dapat, agar memberikan suasana kesejukan.  Dengan cara demikian ipukan tidak menerima sinar matahari lansung dan suhu menjadi rendah di dalamnya.
Untuk mengantisipasi adanya hujan turun, atap perlu dilapisi atau ditutup dengan plastik (polyethelene sheet).  Bila ipukan dibuat dengan 1 atau dengan 2 pematang dari petakan sebagai sisinya, perlu adanya kanal (saluran kecil) sepanjang berm untuk mengalirkan air hujan terutama dari pematang petakan agar masuk ke petakan besar dan tidak masuk ke ipukan. Semua pematang ipukan ditutupi dengan lembaran plastik.  Air hujan terutama yang mengalir  dari pematang petakan dan masuk ke dalam ipukan dapat menyebabkan kematian nener yang disimpan di ipukan dalam keadaan padat.
Pada saat yang singkat sebelum nener datang semua air di dalam ipukan dikuras keluar.  Air tawar secukupnya dapat juga air sumur atau dari mata air yang lain diisikan pada ipukan pelan-pelan, selanjutnya air dipasang yang baru dilewatkan melalui saringan yang halus ditambahkan sampai kadar garam mencapai 15 - 20 ppt.  Air dibiarkan jernih, sedimen dibiarkan mengendap dahulu dan semua kotoran-kotoran yang mengambang dibuang ( bisa juga diambili ).
2) Penebaran Nener
Nener dibawa ke tambak dengan kantong plastik dan diberi oksigen. Biasanya pada pengangkutan nener digunakan air yang kadar garamnya antara 15 - 20 ppt.  Hal inilah yang mengharuskan ipukan diisi air tawar agar kadar garam sesuai dengan air untuk pengangkutan nener.  Pelepasan nener biasanya dilaksanakan pada pagi atau sore hari, pada saat suhu udara relatif lebih dingin (sejuk).  Untuk mempermudah dalam aklimatisasi nener terhadap suhu air maka kantong plastik dibiarkan mengambang di dalam ipukan untuk satu atau dua jam lamanya sebelum dilepaskan.  Dan di dalam petakan penggelondongan diusahakan untuk kepadatan penebaran antara 40 - 50 ekor per m2.
Pelepasan nener secara langsung ke ipukan dapat juga dilakukan, akan tetapi lebih aman kalau hal tersebut tidak dilakukan.  Mula-mula nener bersama airnya dituangkan ke dalam baskom plastik kemudian air dari ipukan ditambahkan ke baskom sedikit demi sedikit sampai kira-kira sama denan kondisinya dengan air ipukan itu sendiri.  Setelah itu baskom secara pelan-pelan dimiringkan dan dibiarkan nener itu berenang keluar.  Pada permukaan kolam nener akan berenang-renang di dekat permukaan air tetapi setelah beradaptasi dan merasa segar lagi, mereka mulai makan Benthic algae yang tipis di dasar.  Untuk adaptasi nener sepenuhnya dalam ipukan diperlukan waktu sekitar 12 jam.
Nener yang lemah kondisinya akan memerlukan waktu lebih lama untuk adaptasi dan berenang-berenang di dekat permukaan air dalam ipukan.
Jika nener telah tampak aktif bergerak dan makan, maka pematang ipukan dapat dipotong sedikit dan disisipkan saringan dengan bahan yang halus ditempat tersebut.  Pematang yang dipotong ini dipergunakan untuk memudahkan pertukaran air di dalam maupun di luar ipukan ( biasanya kadar garam air di luar ipukan lebih dari 40 ppt) dan dalam sekitar 12 jam sesudahnya, kadar garam akan sama atau yang di dalam ipukan akan lebih rendah sedikit dari pada garam di petakan luar ( di luar ipukan).
Bilamana nener tampak mulai berkumpul disekitar saringan atau berenangrenang menentang arus yang melewati saringan, hal ini menunjukkan bahwa nener ini telah cukup aklimatisasi terhadap kondisi garam dari petakan untuk nener.  Saringan telah dapat diambil dan nener dibiarkan berenang keluar. Hal ini dikerjakan pada pagi hari atau sore hari ketika air di petakan rendah suhunya.
Ipukan tidak diperlukan di saat musim hujan bila kadar garam di petakan telah menjadi rendah.  Nener dapat dilepaskan langsung ke dalam air setelah cukup aklimatisasi di dalam baskom.  Jikalau Nener Payus (Elops sp.) belum terambil (belum diseleksi), nener hendaknya dilepaskan dalam happa nylon (dengan ukuran mata jaring : 5 - 6 tiap cm) yang dipasang dalam petakan.  Nener Bandeng dapat lolos ke luar sedang di dalam happa tertinggal Payus serta nener Bandeng yang agak besar sedikit ukurannya dari mata happa nylon.
3)         Pengaturan Air
Pada umumnya selama 7 - 10 hari sesudah pelepasan nener, tidak dilakukan penggantian air.  Selama itu nener tambah menjadi lebih besar dan perlu adanya saringan di pintu yang dapat menahan nener keluar, akan tetapi dapat memasukkan air ke dalam petakan.  Penyegaran dapat dilakukan dengan mengalirkan air ke luar kemudian diganti dengan air pasang yang baru.  Saringan perlu di cek setiap saat membuka pintu.  Penutupan harus dilakukan dengan hati-hati, terutama dalam pemasangan papan-papan pintu.
Petakan untuk Nener mempunyai dasar yang lebih tinggi dan rata bila dibandingakn dengan petakan-petakan yang lain.  Oleh karena itu perlu adanya tindakan bila masih terjadi bocoran-bocoran pada waktu pemasukkan air di saat pasang terakhir.  Pilihan lain ialah perlu menyediakan pompa air untuk pasang yang rendah bila tidak dapat mencapai petak peneneran.
Nener tumbuh lebih cepat pada air yang berkadar garam agak rendah.  Oleh karena itu perlu pada musim kemarau dilakukan penyegaran dengan penggantian air.  Penyegaran yang dilakukan pada musim hujan terutama untuk menjaga (memelihara) klekap atau untuk memperbaiki kondisi air. Jikalau plankton merupakan makanan utama diperlukan kadar garam yang rendah dan sering ada hujan akan lebih bermanfaat.
4)         Pakan
Pemberian makanan tambahan mengakibatkan bertambahnya input.  Hal ini hanya diberikan (dilaksanakan) jika makanan alami habis dan tidak ada tempat yang layak atau yang siap untuk dipergunakan.  Pengusaha gelondongan bandeng melaksanakan penimbunan ( penahanan ) gelondongan dengan memberikan makanan tambahan, karena itu pengusaha tersebut berani menggunakan padat penebaran yang tinggi pada tambaknya.
Beberapa macam mkanan tambahan yang sering digunakan ialah :
a.         Katul yang halus hasil sisa penggilingan padi yang baru berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
b.         Tepung gandum (terigu), berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
c.         Bungkil jagung (bungkil dari lembaga jagung), berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
d.         Bungkil kacang tanah, berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
e.         Bungkil kelapa berbentuk tepung atau dijadikan pellet.
f.          Roti yang basi atau telah lama.
g.         Kotoran kandang ternak atau lebih baik kotoran ayam.
Penambahan makanan sebaiknya habis dimakan dalam jangka waktu dua sampai tiga jam.  Bilamana tidak maka air akan mengalami pencemaran. Setidak-tidaknya makanan diberikan tiga kali setiap hari atau cukup dua kali ( pagi dan sore hari).  Makanan dapat diberikan dengan cara ditaburkan atau ditempelkan pada suatu tempat tertentu yang berada di dalam kolam ( di petakan).
Kondisi gelondongan yang kurang baik (kurus) perlu diperbaiki sebagai persiapan untuk pemindahannya ke tambak lain.  Gelondongan yang kurus mudah sekali mengalami tekanan.  Sisiknya mudah lepas walupun diperlakukan biasa saja dan tempat yang tidak bersisik akan mudah mengalami infeksi dari bakteri dan jamur.
6.         HAMBATAN PENGELOLAAN
Dalam usaha pengelolaan tambak sering dijumpai hal-hal yang menghambat kelancaran usaha, di antaranya adalah sebagai berikut :
1)         Kondisi nener yang jelek pada saat penebaran.
Pedagang nener biasanya menampung dalam kondisi yang sangat padat sambil menunggu pembeli.  Selama musim nener, pedagang nener mengumpulkan hasil penangkapan tiap hari kemudian ditampung dan dikumpulkan sampai cukup banyak jumlahnya untuk memenuhi pesanan dari pembeli yang datang pertama.  Sering pula terjadi bahwa nener tidak diberi makan untuk beberapa hari, yang mengakibatkan lapar dan lemah menyebabkan kondisi nener menjadi lamban geraknya dan mudah mendapat tekanan (stress) waktu dalam penghitungan.
Bila diangkut dalam kondisi yang berjejal dalam kantong plastik, suhu tinggi, terjadi pertukaran zat-zat dalam tubuhnya, eksresi, tekanan oksigen dan jalanan yang kasar dapat menambah kelelahan nener.  Banyaknya perlakuan di tambak dapat menambah makin lelah dan memberatkan situasi dan tidak tahan terhadap kondisi dalam petakan yang sedikit kurang baik.
2)         Aklimatisasi yang kurang cukup.
Dalam melepaskan nener ke petak peneneran diperlukan waktu yang cukup untuk aklimatisasi, sehingga nener dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan atau kondisi lingkungan.
Penggantian air secara mendadak dengan perbedaan kadar garam atau suhu yang besar dapat mengakibatkan yang kurang baik.  Nener tidak cukup waktu untuk menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap kondisi lingkungan dan akhirnya menjadi lemah, bahkan dapat menyebabkan kematian.
3)         Bocoran-bocoran.
Sifat naluri yang senang menentang arus air menyebabkan nener mudah lolos melalui bocoran yang ada di pematang.  Dasar pintu saringan-saringan dan papan-papan penutup pintu yang tidak betul pemasangannya memungkinkan nener dan gelondongan kecil dapat lolos ke luar.  Hal tersebut memungkinkan pula masuknya ikan-ikan buas yang masih kecil yang akhirnya dapat memangsa nener dalam petakan.
4)         Terjerat
Alga benang, klekap yang lebar-lebar dan lepa dari dasar tambak, kantongkantong telur dari cacing-cacing Polychaeta merupakan benda-benda yang dapat menyebabkan nener di tambak terjerat.  Nener terjerat (terbelit) oleh alga benang atau terjebak dalam gelembung telur-telur Polychaeta.  Pada petakan yang dangkal, selapis klekap yang lebar tiba-tiba mengambang ke permukaan akibat terkumpulnya gelembung-gelembung oksigen dari hasil asimilasi komponen tumbuh-tumbuhan dapat menyebabkan nener yang sedang makan atau berenang di atasnya ikut terangkat ke permukaan dan akhirnya akan mati karenan terdampar tidak dapat kembali ke air.
5)         Keracunan
Oleh karena petakan untuk nener umumnya berukuran kecil, maka mudah mengalami kontaminasi unsur-unsur yang beracun yang bersama air atau dari sumber lain.  Kematian secara besar-besaran kadang-kadang terjadi di tambak yang mengalami air dari sungai yang mengalirkan sisaa-sisa dari pabrik (sampah industri) dibuang.  Hal tersebut juga sering terjadi pada daerah-daerah yang dekat dengan daerah pertanian, terutama daerah sawah yang sering menebari pestisida (untuk pemberantasan hama).
Kadang-kadang pematang tambak sendiri dapat menjadi asal ( sumber ) material yang mempunyai daya racun yang tinggi.  Banyak contoh kematian total yang terjadi di peneneran begitu selesai hujan pertama yang lebat setelah musim kemarau yang panjang.  Kasus demikian juga sering terjadi di tambak-tambak yang beru dibangun dari daerah rawa-rawa yang banyak pohon bakaunya (mangrove).
Pematang dibuat dari tanah-tanah yang terdiri dari banyak akar-akaran yang membusuk dan terkumpul bahan organik yang mengandung unsur racun asam humus dan asam Sulfida (H2S) di lereng di atas pematang tersebut digambarkan sebagai hasil penguapan dari pematang yang banyak mengandung air (kadar air yang tinggi).
Senyawaan belerang dapat pula terbentuk dari pembusukkan akar yang tampak di pematang-pematang.  Tetesan air hujan mencucinya dan membawanya masuk ke tambak karena terbatasnya areal di peneneran, unsur yang dikehendaki tersebut segera menyebar sehingga menyebabkan nener maupun gelondongan banyak yang mati karena keracunan.
6) Penanganan yang salah.
Pengeringan yang mendadak disebabkan penutupan pintu kurang sempurna adalah yang sering menyebabkan banyak nener dan gelondongan yang hilang atau mati.  Saringan-saringan yang rusak, yang robek atau kesalahan dalam pemasangannya adalah faktor penyebab hilangnya nener pula.  Sifat masa bodoh dari manusia (penjaga) tidak dapat dianggap sepi begitu saja. Penjaga yang sangat lelah kadang-kadang mudah (cepat) jatuh tertidur, sedang periode pengeringan atau pengisian peneneran berlangsung pada malam hari di saat terjadi surut yang rendah atau pasang yang tinggi, karena tertidur maka penjaga tidak dapat mengontrol keadaan deangan baik, yang mengakibatkan lingkungan pematang yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
1)         Lopez, Juan V., 1975.  Bangos Nursery Operation in the Philippines.  BFAR, Intramuros, Manila (Mimeo, ZIPP).
2)         Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1979.  "Teknik Pengelolaan Peneneran Bandeng".
3)         Balai Budidaya Air Payau, Direktorat Jenderal Perikanan, 1995.  "Kumpulan Paper Materi Latihan Pembenihan Bandeng Skala Rumah Tangga".
4)         Djajadiredja, R., dan Sutarjo, 1967.  Intensifikasi Pemeliharaan Nener Gelondongan.  Salah Satu Usaha Mengatasi Kekurangan Benih, Laporan No, 28, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Bogor, 1967.
5)         Soesono S., 1988.  Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak, 1988.  PT. Gramedia.
6)         Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Jakarta, 1993.  "Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng".

0 comments:

Post a Comment