Era industrialisasi kelautan dan perikanan perikanan dengan
pendekatan ekonomi biru (blue economy) yang dicanangkan Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) menunjukkan perkembangan positif. Indikator Kinerja Utama
(IKU) KKP tahun 2012 terutama pembangunan di bidang ekonomi dan lingkungan
hidup menjadi cerminan keberhasilan tersebut. Beberapa indikator menunjukkan,
pertumbuhan PDB perikanan sebesar 6,48, produksi perikanan mencapai 15,26 juta
ton, produksi garam menyentuh angka 2,02 juta ton, tingkat konsumsi ikan dalam
negeri naik hingga 33,89 kg/kapita serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang memberi
gambaran peningkatan taraf hidup nelayan sudah mencapai angka 105,37.
Konsep Blue Economy mengajarkan
bagaimana menciptakan produk nirlimbah (`zero waste`) sekaligus menjawab
ancaman kerentanan pangan serta krisis energi. Menurut dia, penerapan ekonomi
biru juga bakal semakin memperkuat pengelolaan potensi kelautan secara
berkelanjutan, produktif, dan berwawasan lingkungan, serta mendorong
pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi
teknologi.
Ikan segar yang diperoleh dari
laut tidak hanya akan menggunakan dagingnya saja sebagai santapan bahan
konsumsi, tetapi juga menghasilkan berbagai produk seperti tepung ikan, minyak
ikan, makanan ternak, kulit samak, gelatin, dan kerajinan. Dari produk tersebut
dapat dihasilkan produk turunan paling tidak enam jenis.
Demikian pula, ujar dia,
komoditas udang juga dapat menghasilkan beberapa produk, seperti daging udang
dan limbah udang sebagai bahan baku.
Ia memaparkan, limbah udang dapat
diproses menjadi Khitin dan Khitosan guna menghasilkan berbagai produk seperti
bahan untuk fotografi, kertas, farmasi, kosmetik, pengolahan dan pengawetan
kayu.
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan
pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI
dalam berbagai forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan
penerapan konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal
tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus berada di
garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan
yang berkelanjutan. Pada dasarnya semua pihak sangat berkepentingan dengan
pembangunan yang tidak mengorbankan masa depan. Apa yang kita lakukan sekarang
tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga harus menjadi warisan yang lebih
baik bagi generasi mendatang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif menegaskan, prinsip
blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan KKP, terutama
dalam program percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Blue economy
merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan kemudian dioperasionalkan
dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep ini selain mampu
menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, juga dapat
melipatgandakan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian
masyarakat sekitar.
KKP telah mengadakan serangkaian diskusi, baik di lingkup
internal maupun melibatkan para pakar dan ahli dari luar KKP. Diantaranya
dengan mengundang pemrakarsa blue economy, yakni Gunter Pauli yang dikenal dengan
bukunya The Blue Economy: 10 years, 100 innovations, and 100 million jobs. Dari
rangkaian diskusi yang telah dilaksanakan tersebut telah berhasil menggali
berbagai informasi, prospek, dan peluang penerapan prinsip-prinsip blue economy
untuk diterapkan di sektor kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
“Seminar nasional seperti ini diharapkan dapat semakin melengkapi konsepsi dan
rencana kerja implementasi prinsip-prinsip blue economy dalam industrialisasi
kelautan dan perikanan, khususnya pada industri perikanan tangkap.
Untuk mendukung program tersebut KKP telah mengundangkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang Usaha
Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI. Sebagaimana
kita ketahui, usaha perikanan tangkap di laut lepas meliputi wilayah samudera
hindia dan samudera pasifik dan dapat dilakukan dengan menggunakan kapal perikanan
dengan ukuran di atas 30 GT dengan ketentuan harus didaftarkan oleh Pemerintah
pada organisasi pengelolaan perikanan regional. Dengan Permen ini diharapkan
kegiatan penangkapan ikan di laut lepas dapat meningkatkan hasil tangkapan yang
berdampak pada meningkatnya ekspor hasil perikanan.
Permen Nomor PER.30/MEN/2012 ini, memiliki keunggulan
dibanding peraturan sebelumnya. Diantaranya, mempercepat industrialisasi
perikanan tangkap, dengan aturan yang membolehkan pengadaan kapal perikanan
baru dan bukan baru dari dalam negeri dan luar negeri dengan ukuran yang
memadai atau lebih besar. Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan dan produksi hasil
penangkapan ikan di ZEEI di luar 100 mil. Selain itu, Permen ini diharapkan
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perikanan, melalui aturan
kewajiban usaha perikanan tangkap terpadu dan pemilik kapal kumulatif di atas
200 GT untuk mengolah ikan hasil tangkapan pada unit pengolahan ikan di dalam
negeri. “Sesuai dengan konsep Blue Economy, Permen ini sangat mendukung
pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab. Terutama melalui pendataan
statistik dan pelaporan hasil tangkapan yang lebih baik.
Ditambahkan, Permen Nomor PER.30/MEN/2012 secara langsung
akan memberikan kemudahan lain bagi para pelaku usaha. Dimana, persyaratan
perizinan lebih disederhanakan dan pemeriksaan fisik kapal hanya dilakukan pada
saat permohonan awal dan apabila terjadi perubahan. Selain itu, masa waktu
pembayaran pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan
(PHP) lebih diperpanjang yang semula 5 (lima) hari menjadi 10 (sepuluh) hari.
Kemudahan lain, pengusaha yang telah memiliki SIUP di Laut Lepas dapat
digunakan juga di WPP-NRI, begitupun sebaliknya. “Pemerintah juga akan
memberikan insentif bagi pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha
pengolahan ikan maupun pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha
penangkapan ikan.
Kegiatan ini merupakan salah satu cara dalam rangka
menanamkan jiwa kebaharian semenjak dini kepada para generasi muda Indonesia,
agar mempunyai kesadaran tinggi akan hal ini, mengingat potensi kelautan dan
perikanan yang dimiliki Indonesia begitu besar dan dapat menjadi sumber
kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Mc Kinsey Global Institute, dalam laporannya “The Archipelago
Economy: Unleashing Indonesia's Potential” menyebutkan bahwa sektor perikanan
merupakan salah satu sektor utama (disamping sektor jasa, pertanian, dan
sumberdaya alam) yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara yang maju
perekonomiannya pada tahun 2030, di mana ekonomi Indonesia akan menempati
posisi ke-7 Ekonomi Dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris, sehingga Indonesia
harus terus berbenah diri melaksanakan pembangunan di segala sektor termasuk
membangun sumber daya alam kelautan dan perikanan yang mempunyai potensi cukup
besar untuk diolah secara optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa membangun
sumberdaya alam kelautan dan perikanan adalah mengelola SDM-nya, maka
peningkatan kapasitas SDM merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan
industrialisasi kelautan dan perikanan.
Guna mewujudkan pengembangan SDM mendukung industrialisasi
kelautan dan perikanan, maka perlu terciptanya SDM sebagai pelaku industri yang
mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Hal itu penting
dilakukan mengingat Indonesia sedang bersiap diri menyambut Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 dan menyongsong
Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economy Community) 2015. Untuk itu, KKP tetap
konsisten menata kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan
mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada konsep
Ekonomi Biru.
Konsep Blue Economy akan bertumpu pada pengembangan ekonomi
rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara
keseluruhan. Konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan
pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI
dalam berbagai forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan
penerapan konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal
tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus berada di
garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan
yang berkelanjutan.
Prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai
kebijakan KKP, terutama dalam program percepatan industrialisasi kelautan dan
perikanan. Blue economy merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan
kemudian dioperasionalkan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep
ini selain mampu menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah
lingkungan, juga dapat melipatgandakan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja
dan menggerakan perekonomian masyarakat sekitar. “Untuk itu, KKP akan terus
mendorong para pemangku kepentingan, baik itu pemerintah daerah, dunia usaha,
perguruan tinggi maupun masyarakat luas untuk terus menggali peluang penerapan
blue economy dan strategi operasional dalam industrialisasi kelautan dan
perikanan.
Implementasi Blue Economy
Ekonomi biru meliputi berbagai sektor yang cukup luas seperti
perikanan dan budidaya, pembangunan industri kelautan, wisata bahari, energi
laut serta perlindungan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai implementasinya,
KKP berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan
budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan diiringi produk yang
memenuhi standar mutu pangan (food safety). Selain itu, KKP juga menerapkan
sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut
jaminan mutu. Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan
prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan
maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Terkait implementasi konsep blue economy, KKP tengah mengembangkan
model industrialisasi rumput laut berbasis blue economy, produk turunan
industri udang dan crustasea, Model industrialisasi Tuna, Tongkol, Cakalang
berbasis ekonomi biru, Minawisata berbasis sumberdaya kelautan dan lain
sebagainya.
Industri pengolahan yang menganut prinsip blue economy sudah
berjalan, hal ini ditandai dengan berdirinya sejumlah pabrik chitosan yang saat
ini terkonsentrasi di Banten dan Jawa Tengah. Menurutnya, terdapat tiga negara
yang potensial dalam menyerap produk-produk turunan tersebut yakni Jepang, Korea dan China. Udang
merupakan salah satu dari komoditi ekspor yang menggiurkan, karena memiliki
peluang pasar dan harganya yang cukup tinggi di pangsa internasional. Selama ini ekspor udang produk utamanya dalam
bentuk daging, sedangkan kepala dan kulitnya menjadi limbah hasil perikanan
yang tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan
filosofi Blue Economy, sisa hasil perikanan tersebut dapat diolah
menjadi berbagai produk turunan bernilai tambah tinggi seperti chitin dan chitosan.
Chitosan merupakan salah satu bahan pengawet ikan selain garam, karena itu
chitosan dapat diaplikasikan terhadap produk perikanan sebagai pengganti formalin
yang terbilang berbahaya. Pemanfaatan kulit udang menjadi edible coating
chitosan bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha industri pengolahan,
akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang
ditimbulkan.
Kendati tingginya akan permintaan ikan tidak berarti harus
mengeksploitasi sumber daya laut secara berlebihan, tetapi bagaimana dapat
memanfaatkan sumber daya tersebut secara berkelanjutan. Untuk itu, perlu
memulai kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola sumber
daya perikanan kita secara berkelanjutan. Karena itu, KKP berupaya untuk
mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan, baik pada perikanan tangkap maupun
budidaya untuk mendukung industrialisasi perikanan. KKP tengah mengembangkan
teknologi ramah lingkungan seperti, teknologi alat tangkap ikan, instalansi
pendingin dengan menggunakan tekanan air laut sebagai penggerak, instalansi
produksi es balok dengan bahan baku air laut. Pada prinsipnya, Blue economy
akan bersinergi dengan pelaksanaan triple track strategy yakni, program
pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job
(perekrutan tenaga kerja), dan pro-environment (pelestarian lingkungan).
0 comments:
Post a Comment