SEJARAH SINGKAT
Udang
merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh
tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang
terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian
kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai
besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam
keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok
udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa
disebut udang penaeid oleh para ahli.
Udang
merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi.
Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen
dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak
kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru
ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
2. SENTRA PERIKANAN
Daerah
penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan ( Jeneponto,
Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur
(Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara
Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
3. JENIS
Klasifikasi
udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca
(udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia
(kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Varietas : Penaeus
monodon
4. MANFAAT
!)
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan
rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0 ,2%. Kandungan vitaminnya
dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg.
Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor,
masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2) Udang dapat diolah dengan beberapa
cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
3) Limbah pengolahan udang yang berupa
jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang
dan hidrolisat protein.
4) Limbah yang berupa kepala dan kaki
udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang
budidaya.
5) Limbah yang berupa kulit udang
mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam
industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6) Chitosan yang terdapat dalam kepala
udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat
menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi yang cocok untuk tambak udang
adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut)
dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
2) Tanah yang ideal untuk tambak udang
adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah
dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
3) Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur
liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%.
Tanah tidak boleh porous ( ngrokos ).
4) Jenis perairan yang dikehendaki oleh
udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara.
Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan
fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
5) Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30
derajat C; kadar garam/salinitas=035
permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan
secchi disk)
6) Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8
mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter;
H2S<
0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri
(Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=00 ,02 mg/liter;
Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0, 01 mg/liter; Timbal
(Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter;
Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5
mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1.
Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat
konstruksi tambak:
1) Tahan terhadap damparan ombak besar,
angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter
atau minimum 50 meter dari bantara sungai.
2) Lingkungan tambak beserta airnya harus
cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan
sampai dipanen.
2) Tanggul harus padat dan kuat tidak
bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
3) Desain tambak harus sesuai dan mudah
untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.
4) Sesuai dengan daya dukung lahan yang
tersedia.
5) Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil
produksinya.
6) Saluran pemasuk air terpisah dengan
pembuangan air.
Teknik
pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya,
dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan
intensif.
1) Tambak Ekstensif atau Tradisional
a. Dibangun di lahan pasang surut, yang
umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan
rerumputan.
b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak
teratur.
c. Luasnya antara 3-10 ha per petak.
d. Setiap petak mempunyai saluran keliling
(caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di
bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren
30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian
pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
e. Di tengah petakan dibuat petakan yang
lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
f. Selain itu ada beberapa tipe tambak
tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo,
Jawa Timur.
g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
2) Tambak Semi Intensif
a. Bentuk petakan umumnya empat persegi
panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.
b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan
(inlet) dan pintu pengeluaran
(outlet) yang terpisah untuk keperluan
penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10
m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren
miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang
pada waktu panen.
d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari
pelataran.
e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50
cm.
f. Ada juga petani tambak yang membuat
caren di sekeliling pelataran.
3)
Tambak Intensif
a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak,
supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.
b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat
dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok,
sedangkan dasar masih tanah.
c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan
pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran
buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur
sangkar.
d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras,
dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan
air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran
yang terbawa angin, dipasang mati di
sudut petak.
f. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2
dalam air.
g. Penggantian air yang sangat sering
dimungkinkan oleh penggunaan pompa.
Adapun
prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:
1) Petakan Tambak
a. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit.
Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu
air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak
pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan
luas 1:9:90.
b. Selain itu, juga ada petakan pembagi
air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing
petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai
pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan.
Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.
c. Setiap petakan terdiri dari caren dan
pelataran.
2) Pematang/Tanggul
a. Ada dua macam pematang, yaitu pematang
utama dan pematang antara.
b. Pematang utama merupakan pematang
keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar.
Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya
sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk
sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
c. Pematang antara merupakan pematang yang
membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit.
d. Ukurannya tergantung keadaan setempat,
misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring
dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang
jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.
3) Saluran dan Pintu Air
a. Saluran air harus cukup lebar dan
dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan
dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah.
Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
b. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu
air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan).
c. Pintu air berfungsi sebagai saluran
keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.
d. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2
m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya
lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran
pemasukan air.
e. Bahan pembuatannya antara lain:
pasangan semen, atau bahan kayu
(
kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll )
f. Setiap pintu dilengkapi dengan dua
deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.
g. Pintu air dilengkapi dengan saringan,
yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang
menghadap ke petakan tambak.
Saringan
terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.
4) Pelindung:
a. Sebagai bahan pelindung pada
pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting
kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang
juga dapat digunakan sebagai pelindung.
b. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di
tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut,
sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.
5) Pemasangan kincir:
a. Kincir biasanya dipasang setelah
pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan
air.
b. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya
kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.
6.2.
Pembibitan
1)
Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih
udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam.
Di
alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya,
yaitu :
a. Benih yang masih halus, yang disebut
post larva.
Terdapat
di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan
air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau
sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet.
Ekornya membentang seperti kipas.
b. Benih yang sudah besar atau benih kasar
yang disebut juvenil.
Biasanya
telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka
berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air.
Sungutnya berbelang-belang selangseling coklat dan putih atau putih dan hijau
kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman.
Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.
Cara
Penangkapan Benur:
a.
Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.
- Belabar adalah rangkaian memanjang
dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun
bahan-bahan lainnya.
- Kegiatan penangkapan dilakukan
apabila air pasang.
- Belabar dipasang tegak lurus pantai,
dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.
- Atau hanya diikatkan pada patok di
salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil
dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil,
penyeseran dilakukan di sekitar belabar.
b.
Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau
dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan
ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon.
Pembenihan
secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak.
Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional.
Benih
udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik.
Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat
pembibitan adalah:
a. Umur dan ukuran benur harus seragam.
b. Bila dikejutkan benur sehat akan
melentik.
c. Benur berwarna tidak pucat.
d. Badan benur tidak bengkok dan tidak
cacat.
2)
Perlakuan dan Perawatan Benih
a.
Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah
Pemeliharaan
larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae,
kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
- Kolam Diatomae
Diatomae
untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies
Chaetoceros, Skeletonema dan
Tetraselmis
di dalam kolam volume 1000-2000 liter.
Spesies
diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih
menyukai zooplankton.
- Kolam Induk
Kolam
yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh
dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah
dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
- Kolam Larva
Kolam
larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam
diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6).
Artemia
kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva
periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m2,
yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30
benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.
b. Cara Pengipukan/pendederan benur di
petak pengipukan
- Petak pendederan benur merupakan
sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak
di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar
garam 5-25 permil.
- Petak terbuat dari daun kelapa atau
daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau
hujan.
- Benih yang baru datang, diaklitimasikan
dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang
kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan.
Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan
air dari petak pendederan.
- Kepadatan pada petak Ini 1000-3000
ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang
atau ikan yang dihaluskan.
- Pakan tambahan berupa pellet udang
yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat
benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003
gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
- Pellet dapat terbuat dari tepung
rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
- Pakan yang diperlukan: secangkir
pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m2 atau untuk 100.000 ekor
benur dan diberikan 3-4 kali sehari.
c. Cara Pengipukan di dalam Hapa
- Hapa adalah kotak yang dibuat dari
jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
- Hapa dipasang terendam dan tidak
menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah
dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar
petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu
petak tambak.
- Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan
kehendak, misalnya panjang 46 m, lebar
1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
- Kepadatan benur di dalam hapa
500-1000 ekor/m2.
- Pakan benur dapat berupa kelekap atau
lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan
berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
- Lama pemeliharaan benur dalam ipukan
2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
- Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan
seminggu sekali.
- Hapa sangat berguna bagi petani
tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan
menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
d. Cara pengangkutan:
Pengangkutan
menggunakan kantong plastik:
- Kantong plastik yang berukuran
panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0 ,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi
benih 1000 ekor.
- Kantong plastik diberi zat asam
sampai menggelembung dan diikat dengan tali.
- Kantong plastik tersebut dimasukkan
dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong
plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari
berat airnya.
- Benih dapat diangkut pada suhu 27-30
derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
Pengangkutan
dengan menggunakan jerigen plastik:
- Jerigen yang digunakan yang berukuran
20 liter.
- Jerigen diisi air setengah bagiannya
dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.
- Jumlah benih yang dapat diangkut
antara 500-700 ekor/liter. Selama 68 jam
perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
- Dalam perjalanan jerigen harus
ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.
- Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan
es batu.
e. Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya
benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.
6.3.
Pemeliharaan Pembesaran 1) Pemupukan
Pemupukan
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu:
kelekap,
lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan: a. Untuk pertumbuhan kelekap
- Tanah yang sudah rata dan dikeringkan
ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
- Kemudian ditaburi pupuk kandang
(kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
- Tambak diairi sampai 5-10 cm,
dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.
- Setelah itu tambak diairi lagi sampai
5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
- Pada saat itu ditambahkan pula pupuk
anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan SP-36 (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
- Sesudah 5 hari kemudian, kelekap
mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga
dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
- Selama pemeliharaan, diadakan
pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha
dan SP-36 5-15 kg/ha.
b. Untuk pertumbuhan lumut
- Tanah yang telah dikeringkan, diisi
air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke
dalam lumpur.
- Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm,
kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha
dan SP-36 8 kg/ha.
- Air ditinggikan sampai 40 cm setelah
satu minggu.
- Mulai minggu kedua, setiap seminggu
dipupuk lagi dengan urea dan SP-36, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
- Lumut yang kurang pupuk akan berwarna
kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut
yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya
digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.
c. Untuk pertumbuhan Diatomae
- Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk
fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya
mendekati 1:1 , yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
- Sebagai sumber N, pupuk yang
mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena
dapat terlarut lebih lama dalam air.
- Contoh pupuk:
* Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
* Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4:
prosentase N=21.
* Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase
N=25
* Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
* Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase
N=17
* Double superphosphate-Ca(H2PO4):
prosentase P=26
* Triple superphosphate-P2O5: prosentase
P=39
- Pemupukan diulangi sebanyak beberapa
kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10
hari sekali.
- Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm
N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm,
membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg SP-36.
- Pertumbuhan plankton diamati dengan
secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.
- Takaran pupuk dikurangi bila secci
disc tidak terlihat pada kedalaman 25
cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.
2)
Pemberian Pakan
Makanan
untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat
digunakan dalam budidaya terdiri dari:
a.
Makanan alami:
- Burayak tingkat nauplius, makanan
dari cadangan isi kantong telurnya.
- Burayak tingkat zoea, makanannya
plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan
Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
- Burayak tingkat mysis, makanannya
plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus) ,
anak kutu air (Copepoda), dll.
- Burayak tingkat post larva (PL), dan
udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan
Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip,
anak udanngudangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa
hewan dan tumbuhan yang membususk).
- Udang dewasa, makanannya daging
binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut
cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus) , dll.
- Dalam usaha budidaya, udang dapat
makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan
bentos.
b. Makanan Tambahan
Makanan
tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan
tambahan tersebut dapat berupa:
- Dedak halus dicampur cincangan ikan
rucah.
- Dedak halus dicampur cincangan ikan
rucah, ketam, siput, dan udangudangan.
- Kulit kerbau atau sisa pemotongan
ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm2, kemudian ditusuk sate.
- Sisa-sisa pemotongan katak.
- Bekicot yang telah dipecahkan
kulitnya.
- Makanan anak ayam.
- Daging kerang dan remis.
- Trisipan dari tambak yang dikumpulkan
dan dipech kulitnya.
c. Makanan Buatan (Pelet):
- Tepung kepala udang atau tepung ikan
20 %.
- Dedak halus 40 %.
- Tepung bungkil kelapa 20 %.
- Tepung kanji 19 %.
- Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
Cara
pembuatan:
- Tepung kanji diencerkan dengan air
secukupnya, lalu dipanaskan sampai mengental.
- Bahan-bahan yang dicampurkan dengan
kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.
- Setelah merata, dibentuk bulat-bulat
dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai
kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
Takaran
Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
a. Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit
demi sedikit.
b. Jumlah pakan yang diberikan kepada
benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
c. Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10%
berat tubuhnya/ hari.
d. Pemberian pakan dilakukan pada sore
hari lebih baik.
3)
Pemeliharaan Kolam/Tambak
a. Penggantian Air. Pembuangan air
sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk.
Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui
lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.
b. Pengadukan secara mekanis (belum biasa
dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau
tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin
pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
c. Penambahan bahan kimia (belum biasa
dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat
(PK/KMnO4) . Takaran 5-10 ppm (5-10
gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200
kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.
d. Penambahan volume air. Bila suhu air
tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.
e. Menghentikan pemupukan dan pemberian
pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita
dan tambak dalam kondisi buruk.
f. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati
dengan menggunakan alat penyerok.
g. Penambahan pemberian pakan. Udang
diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai
pertumbuhan makanan alami normal kembali.
Perbaikan
teknis yang diperlukan:
a. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk
memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan
kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.
b. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di
daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap
waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.
c. Perbaikan konstruksi tambak, yang
meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar
tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.
d. Perbaikan manajemen budidaya yang
meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara
pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1.
Hama
1) Lumut
Lumut
yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng
yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2) Bangsa ketam
Membuat
lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran.
3) Udang tanah (Thalassina anomala) ,
Membuat lubang di pematang.
4) Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan
merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis) , dan lain-lain.
5) Tritip (Balanus sp.) dan tiram
(Crassostrea sp.) Menempel pada bangunan-bangunan pintu air.
Pengendalian
hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama
dengan pengendalian lumut.
Golongan
pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan
buas, antara lain:
1) Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops
hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting
(Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
2) Ketam-ketaman, antara lain adalah
kepiting (Scylla serrata).
3) Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola
ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan
(Phalacrocorax carbo sinensis) , pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster) , dan
lain-lain.
4) Bangsa ular, seperti ular air atau ular
kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5) Wingsang, wregul, sero, atau otter
(Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).
Golongan
penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik
mengenai pangan maupun papan.
1) Bangsa siput, seperti trisipan
(Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
2) Ikan liar, seperti mujair (Tilapia
mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet
(Aplocheilus javanicus) , dan lain-lain.
3) Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan
Uca sp.
4) Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama
jenis Cardina denticulata, dan lainlain.
Pengendalian:
1) Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan
bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
a. Bungkil biji teh adalah ampas yang
dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
b. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji
teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha
tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang
dipelihara.
c. Daya racun saponin terhadap ikan 50
kali lebih besar daripada terhadap udang.
d. Daya racun saponin akan hilang sendiri
dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air
tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan
tambaknya.
e. Daya racun saponin berkurang apabila
digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter
dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan
cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk
penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang
diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi,
sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
f. Penggunaan bungkil ini akan lebih
efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
g. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu
menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam.
Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur
bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
2) Rotenon dari akar deris (tuba).
a. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o
rotenon. Akar yang masih kecil lebih
banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm,
tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
b. Dalam air berkadar garam rendah, daya
racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
c. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong
kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar
ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air
berwarna putih susu.
d. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha
tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4
hari.
3) Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat
juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau
dengan takaran antara 200400 kg/Ha.
a. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak
sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
b. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama
2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya
dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
c. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa
dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi
sebagai pupuk.
4) Brestan-60 dapat digunakan untuk
memberantas hama, terutama trisipan.
a. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia
yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah
trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
b. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha,
apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya
dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
c. Daya racunnya lebih baik pada waktu
terik matahari.
d. Cara penggunaan:
- Air dalam petakan disurutkan sampai ±
10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
- Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar
dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
- Air dibiarkan menggenang selama 4-10
hari, agar siputnya mati semua.
- Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali,
dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
5) Sevin dicampur dengan cincangan daging
ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni
kepiting.
Karbid
(Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan
kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting. Abu sekam yang
dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat
mematikan.
6) Usaha untuk mengusir burung adalah
dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
7) Cara memberantas udang renik (wereng
tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama
dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang
adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
7.2.
Penyakit asal virus.
1) Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya
tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang.
Penyebab: kondisi stres saat pemindahan
post larva ke kolam pembesaran.
2) Infectious Hypodermal Haematopoietic
Necrosis Virus (IHHNV)
Gejala:
(1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke
permukaan dan mengambang dengan perut di ata; (2) bila alat geraknya (pleopod
dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam; (3) udang
akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang
penderita banyak yang mati pada saat moulting; (4) pada kondisi yang akut,
kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5)
permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
(6) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada
mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian:
perbaikan kualitas air.
3) Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga
dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan
adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
4) Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala: (1) udang berkumpul di tepi kolam dan
berenang di permukaan air; (2) kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah
penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting
adalah perbaikan kualitas air.
5) Ricketsiae
Gejala:
(1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah; (2) udang berwarna
lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat
benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid
gut) ; (3) adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
(4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran
benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7,
sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga
hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen.
Pengendalian: menggunakan antibiotik
(oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat
mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian
akan timbul lagi.
7.3.
Penyakit asal Bakteri
1) Bakteri nekrosis
Penyebab: (1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan
infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan
kimia atau lainnya. Gejala: (1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan)
di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan
beberapa alat tambahan lainnya; (2) usus penderita kosong, karena tidak ada
nafsu makan. Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan,
miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
(2) Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta
menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan; (3) pemeliharaan kualias air dan
sanitasi yang baik.
2) Bakteri Septikemia
Penyebab:
(1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas
sp.; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan
defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat. Gejala: (1) menyerang larva dan post larva; (2)
terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
Pengendalian: (1) pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya
furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2)
pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
7.4.
Penyakit asal Parasit
Dapat
menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap
infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan kemandulan
(Bopyrid).
1) Parasit cacing
Cacing
Cestoda, yaitu
- Polypochepalus sp., bentuk cyste dari
cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
- Parachristianella monomegacantha,
berparasit dalam jaringan intertubuler hepatopankreas.
Cacing
Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan
usus.
Cacing
Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara
alamiah.
2) Parasit Isopoda
Dapat
menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah
branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga
menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
7.5.
Penyakit asal Jamur
Menyerang
udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
Penyebab: (1) Jamur Phycomycetes yang
termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium; (2) penyebarannya terjadi pada waktu
pemberian pakan. Pengendalian: (1)
pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali
sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat; (2) jalan filtrasi
air laut untuk pembenihan; (3) pencucian telur udang berkali-kali dengan air
laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin,
karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
8. PANEN
Udang
yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan.
Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
1) ukurannya besar
2) kulitnya keras, bersih, licin, bersinar
dan badan tidak cacat 3) masih dalam keadaan hidup dan segar.
8.1.
Penangkapan
1) Penangkapan sebagian
a. Dengan menggunakan Prayang, yang
terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah
dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di
tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya
berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada
pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang
prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada
lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak
masing-masing sekitar 4 cm.
b. Dengan menggunakan jala lempar.
Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk
memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak.
Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak
tersebut seragam.
c. Dengan menggunakan tangan kosong.
Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
2) Penangkapan total
a. Penangkapan total dapat dilakukan
dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air
atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini
hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahanlahan
waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren,
sehingga kedalaman air 10-20 cm.
b. Dengan menggunakan seser besar yang
mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil
mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan
cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
c. Dengan menggunakan jala, biasanya
dilakukan banyak orang.
d. Dengan menggunakan kerei atau jaring
yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi
didorong beramairamai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu,
menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul
di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
e. Dengan memasang jaring penadah yang
cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur
agar air mengalir perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal
bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam
jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
f. Dengan menggunakan jaring (trawl)
listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan
persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat
tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang
di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat
dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar
mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan meloncat dan
masuk ke dalam jaring.
8.2.
Pembersihan
Udang
yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang
ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.
9. PASCAPANEN
Beberapa
hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
1) Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2) Penanganan harus cepat, cermat, dan
hati-hati.
3) Hindarkan terkena sinar matahari
langsung.
4) Cucilah udang dari kotoran dan lumpur
dengan air bersih.
5) Masukkan ke dalam keranjang, ember,
atau tong, dan siram dengan air bersih.
6) Selalu menggunakan es batu untuk
mendinginkan dan mengawetkan udang.
7) Selain didinginkan, dapat juga direndam
dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan
untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8) Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
0 comments:
Post a Comment