Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermartipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat (Bengen, 2002). Menurut Dahuri (2003), bahwa hewan karang termasuk kelas Anthozoa, yang berarti hewan berbentuk bunga (Antho artinya bunga; zoa artinya hewan). Lebih lanjut dikatakan bahwa Aristoteles mengklasifikasikan hewan karang sebagai hewan-tumbuhan (animal plant). Baru pada tahun 1723, hewan karang diklasifikasikan sebagai binatang. Menurut Dahuri (2003), kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik yang dinamakan zooxanthellae. Sel-sel yang merupakan sejenis algae tersebut hidup di jaringan-jaringan polyp karang, serta melaksanakan fotosintesa. Hasil samping dari aktivitas fotosintesa tersebut adalah endapan kalsium karbonat (CaCO3), yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.
Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan Terumbu Karang
Sebagai sebuah ekosistem, meskipun hewan karang (corals)
ditemukan diseluruh perairan dunia, tetapi hanya di
daerah tropis terumbu karang dapat
berkembang dengan baik. Menurut
Burke et.al., (2002) bahwa karang ditemukan mulai dari perairan es di Artik dan
Antartika, hingga ke perairan tropis
yang jernih. Namun,
terumbu karang dengan dinding
megahnya dan rangka
baru kapur yang sangat
besar, hanya ditemukan
disebagian kecil perairan sekitar khatulistiwa. Dalamjalur tropis, faktor biologi, kimiawi, dan
iklim dapat mendukung
tercapainya keseimbangan yang
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup karang pembentuk terumbu.
Pertumbuhan karang dan penyebarannya tergantung
pada kondisi lingkungannya, yang pada kenyataannya tidak selalu tetap karena adanya gangguan yang berasal
dari
alam atau aktivitas menusia.
Menurut
Dahuri
(1996)
bahwa
terumbu karang terdapat pada lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk
mencapai pertumbuhan yang maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat,
gerakkan gelombang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar
proses sedimentasi.
Menurut
Bengen 2002) bahwa faktor-faktor
fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan
terumbu karang adalah sebagai berikut
;
1.
Suhu air >18 oC, tapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar
23 – 35 oC, dengan
suhu maksimal yang masih dapat ditolerir berkisar antara 36 – 40 oC.
2.
Kedalaman perairan < 50 m, dengan kedalaman bagi perkembangan optimal pada
25 m atau kurang.
3.
Salinitas
air yang konstan berkisar antara 30 – 36 ‰.
4.
Perairan
yang cerah, bergelombang besar dan
bebas dari sedimen.
1. Suhu
Suhu perairan berperan penting bagi pertumbuhan
dan perkembang karang. Menurut Wells (1957) dalam Ramli (2003), terumbu karang tidak berkembang pada
suhu minimum tahunan di bawah 18 oC, dan paling optimal terjadi di perairan rata- rata
suhu tahunannya 25 oC - 29 oC. Sedangkan
menurut Kinsman (1964) dalam Supriharyono (2007) bahwa batas minimum
dan
maksimum suhu berkisar
antara 16 – 17oC dan sekitar 36 oC.
Menurut Begen (2002), terumbu karang ditemukan di perairan
dangkal daerah tropis, dengan suhu perairan
rata-rata tahunan > 18 oC. Umumnya menyebar
pada garis tropis antara Cancer dan Capricorn. Hal ini berkaitan dengan
kebanyakan
karang yang kehilangan kemampuan menangkap
makanan pada suhu di atas 33,5 oC
dan di bawah 16 oC
(Mayor, 1915; dalam Supriharyono, 2007).
Hal inilah yang menyebabkan terumbu karang banyak terdapat dalam wilayah yang luas di perairan tropis.
Walapun demikian, toleransi
penyusun karang terhadap perubahan suhu berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lainnya. Beberapa
spesies tidak dapat mentoleransi
perubahan suhu lebih dari 5oC
dalam waktu yang lama, karena
dapat menimbulkan pemutihan karang yang sangat merusak karang (Lamp. Kepmen Kelautan dan Perikanan
No. KEP.38/MEN/2004).
2. Salinitas
Salinitas berpengaruh besar terhadap
produktivitas terumbu karang. Debit air
tawar dari sungai yang besar sangat berpengaruh pada salinitas perairan
pantai, yang pada gilirannya mempengaruhi
pertumbuhan terumbu karang,
terutama karang tepi. Salinitas air
laut rata-rata di daerah tropis adalah sekitar 35‰, dan binatang karang hidup subur
pada kisaran salinitas sekitar 34-36‰
(kinsman,1964 dalam Supriharyono,
2007).
Menurut Dahuri (2003)
bahwa umumnya terumbu karang
tumbuh dengan baik di wilayah dekat pesisir pada
salinitas 30 - 35 ‰. Meskipun terumbu karang
mampu bertahan
pada salinitas di luar
kisaran tersebut, pertumbuhannya menjadi
kurang baik bila dibandingkan pad
salinitas normal.
Pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang
karang sangat bervariasi bergantung pada kondisi perairan
setempat dan atau pengaruh alam, seperti ron-off, badai dan hujan. Sehingga kisaran salinitas
bisa sampai dari 17,5 – 52,5 ‰ (Vaughan,
1999; Wells, 1932 dalam Supriharyono,
2007).
3. Cahaya matahari
Keberadaan
cahaya matahari sangat
penting bagi terumbu karang untuk melakukan proses
fotosintesa. Mengingat binatang
karang (hermatypic atau Reef-build corlas) hidupnya bersimbiose dengan ganggang (zooxanthellae yang melakukan fotosintesa. Keadaam awan di suatu
tempat akan mempengaruhi pencahayaan pada waktu siang
hari. Kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan karang (Goreau dan Goreau, 1959 dalam Supriharyono,
2007).
Kebanyakan terumbu karang dapat berkembang pada kedalaman 25 meter atau
kurang. Pertumbuhan karang sangat berkurang saat tingkat laju produksi primer sama
dengan respirasinya (zona kompensasi)
yaitu kedalaman dimana kondisi
intensitas cahaya berkurang
sekitar 15 – 20 persen dari intensitas cahaya di lapisan permukaan air (Dahuri, 2003).
Sebaran terumbu
karang berdasarkan kedalaman yang
sangat berbeda dikarenakan bentuk atau tipe-tipe terumbu karang itu sendiri. Menurut
Loya (1985) dalam Ramli
(2003), terumbu
karang tipe bercabang
(Branching) akan bertahan hidup pada kedalaman di bawah
10 meter karena mampu memecahkan
hantaman ombak, sehingga
karang bercabang lebih mendominasi pada kedalaman 11 meter keatas.
Menurut Suharsono (1996) bahwa pertumbuhan, penutupan dan kecepatan tumbuh karang berkurang secara eksponensial dengan kedalaman.
Faktor utama yang mempengaruhi sebaran
vertikal adalah intensitas
cahaya, oksigen, suhu
dan kecerahan. Titik kompensasi binatang karang terhadap cahaya adalah pada
intensitas cahaya antara 200 – 700
f.c. (atau umumnya terletak antara
300-500 f.c.). sedangkan intensitas cahaya secara
umum permukaan laut 2500 – 5000 f.c. (Kanwisher dan Waiwright, 1967 dalam
Supriharyono, 2007).
4. Sedimen dan
sirkulasi arus.
Sedimen
juga merupakan unsur penting bagi
kehidupan karang. Namun sedimentasi/siltasi yang terlampau besar dari daratan merupakan ancaman besar bagi
kehidupan karang. Lumpur halus dalam bentuk sedimen terlarut
yang mengendap akan menutupi pori-pori binatang karang
dan menyebabkan kematian
(Lamp. Kepmen Kelautan dan Perikanan, 2004).
Menurut Pastorok dan Bilyard (1985) dalam Supriharyono (2007) bahwa
pengaruh sedimen terhadap petumbuhan
binatang karang secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh tidak langsung adalah melalui penetrasi cahaya dan banyaknya energi yang dikeluarkan
oleh binatang karang untuk menghalau sediment
tersebut, yang berakibat turunnya laju pertumbuhan
karang. Sedimen dapat langsung mematikan binatang
karang, yaitu apabila
sedimen tersebut berukuran cukup besar
dan banyak
jumlahnya
sehingga
menutupi
polyp (mulut) karang (Hubbard dan
Pocock, 1972; dalam Supriharyono
2007).
Menurut Supriharyono (2007), bahwa ada sedimen yang dikenal dengan carbonat sediment, yaitu sedimen yang berasal dari erosi karang-karang.
Secara fisik ataupun biologis (bioerosion). Bioeorsi
ini biasanya dilakukan oleh hewan-hewan laut, seperti
bulu babi, ikan, bintang laut dan sebagainya. Keberadaan sedimen ini,
baik terrigeneous sediments
maupun carbonat sediment, menyebabkan perairan disekitar terumbu karang menjadi keruh, terutama setelah terjadi hujan besar atau badai,
dan ini dapat mempengaruhi kehidupan karang.
Menurut Burke et. al., (2002), bahwa sedimen dalam
kolom air laut dapat sangat mempengaruhi
pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan
kematian karang. Kandungan unsur hara
yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang
pertumbuhan alga yang beracun.
Keadaan ini mendorong pertumbuhan alga
lain yang tidak saja memanfaatkan
energi matahari tetapi juga menghambat kolonisasi larva karang dengan cara menumbuhi substrat
yang merupakan tempat penempelan larva karang..
Di sisi lain, arus diperlukan dalam proses pertumbuhan karang dalam hal menyuplai makanan berupa mikroplankton.
Arus juga berperan dalam proses pembersihan dari endapan-endapan material
dan menyuplai oksigen yang berasal dari laut
lepas. Oleh sebab itu arus sangat berperan penting dalam
proses transfer energi (Dahuri, 2003).
Lebih lanjut dikatakan bahwa Arus
dan sirkulasi air berperan dalam proses sedimentasi.
sedimen dari partikel lumpur
padat yang dibawa oleh aliran permukaan
(surface
run
off)
akibat
erosi
menutupi
permukaan
terumbu karang. Sehingga tidak hanya berdampak negatif terhadap hewan karang, tetapi juga terhadap biota yang hidup berasosiasi
dengan habitat tersebut.
5. Klasifikasi Terumbu Karang
Dilihat dari
bentuk pertumbuhannya,
karang dibedakan
menjadi enam
kategori utama, yaitu : (1) karang
bercabang (branching); (2) karang padat (massive); (3)
karang mengerak (encrusting);
(4) karang meja (tabulate);
(5) karang berbentuk daun (foliose);
dan (6) karang jamur (mushroom)
(Coremap II, 2007). Sedangkan berdasarkan struktur geomorphologi dan proses pembentukannya, terumbu karang terdiri atas 4 (empat)
tipe terumbu, yaitu : (1) terumbu
karang tepi (fringing reef); (2) terumbu karang penghalang (berrier reef); (3) terumbu
karang cincin (attol);
dan (4) terumbu karang
takat/ gosong (Patch reef) (Sudarsono, 1996).
0 comments:
Post a Comment