Huhate (Skipjack
pole and line) atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara
pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan
cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya dikatakan
juga menurut Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line
sering pengertian kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole
and line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
Alat tangkap
yang umum digunakan oleh para nelayan di kawasan Timur Indonesia salah satunya
adalah Pole and line. Studi yang dilakukan Bustaman S dan Hurasan (1997)
menunjukkan bahwa ada tujuh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap
ikan tuna/cakalang. Diantara ketujuh jenis alat tangkap tersebut, Pole and
line, Long line dan Trawl line merupakan tiga jenis alat tangkap yang paling
produktif untuk menangkap ikan tersebut (Winarso, 2004).
Untuk Cakalang,
alat yang berperan besar dalam penangkapan adalah Pole and line, tonda dan
pancing ulur (Ditjen Perikanan, 1989).
Di antara sekian
banyak alat tangkap ikan untuk tujuan komersial yang paling sederhana dan murah
harganya adalah pole and line ini. Peralatan yang hanya terdiri dari tiga
komponen pokok yang ukurannya juga tidak terlalu besar dan khusus ini adalah
joran, tali dan pancing saja. Joran bisa dibuat dari bambu yang ruasnya tidak
terlalu panjang, tebal dan lurus, panjangnya sekitar 4-6 meter. Memang ada
jenis bambu yang untuk joran pole and line ini sangat baik, karena mempunyai
daya lentur yang tinggi (Surur, 2007).
Menurut Ditjen
Perikanan (1989), sebagai penangkap ikan, alat ini sangat sederhana desainnya.
Hanya terdiri dari joran, tali dan pancing. Tetapi sesungguhnya sangat komplek
karena dalam pengoperasiannya memerlukan umpan hidup untuk merangsang kebiasaan
menyambar pada ikan sebelum pemancingan dilakukan serta semprotan air untuk
mempengaruhi visibility ikan terhadap kapal dan para pemancing.
Huhate atau pole
and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang. Oleh karena digunakan hanya
untuk menangkap cakalang, maka alat ini sering disebut “pancing cakalang”.
Huhate dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di
sekitar kapal. Alat tangkap ini bersifat aktif, kapal akan mengejar gerombolan
ikan, setelah gerombolan ikan berada di sekitar kapal lalu diadakan
pemancingan. (http://fiqrin.wordpress.com/)
Ada beberapa
keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata pancing huhate tidak berkait
seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau
potongan rafia yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal
huhate mempunyai konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang,
sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh pemancing. Kapal huhate umumnya
berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa cm di bawah dek,
terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer
adalah alat penyemprot air (http://fiqrin.wordpress.com/).
Pemancingan
dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing duduk di sekeliling kapal
dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan memancing yaitu :
1. Pemancing I adalah pemancing
paling unggul dengan kecepatan mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60
ekor per menit. Pemancing I diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan
agar lebih banyak ikan tertangkap.
2. Pemancing II diberi posisi di
bagian lambung kiri dan kanan kapal.
3. Pemancing III berposisi di bagian
buritan, umumnya adalah orang-orang yang baru belajar memancing dan pemancing
berusia tua yang tenaganya sudah mulai berkurang atau sudah lamban
(http://fiqrin.wordpress.com/).
Menurut Surur
(2007), hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pemancingan dilakukan
jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali ke perairan, karena dapat
menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar kapal. Umpan yang digunakan
adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan
akan berusaha kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang
untuk mengikuti naik ke dekat permukaan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan air
melalui sprayer. Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan,
sehingga tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata
pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah
teri (Stolephorus commersoni).
Klasifikasi
Huhate (Pole and Line)
Menurut Direkorat Kapal Perikanan dan Alat
Penangkap Ikan (2009), berdasarkan
Statistik Indonesia alat tangkap huhate termasuk dalam kelompok pancing. Alat
tngkap ini disebut juga pancing “gandar” karena menggunakan gandar “walesan”
atau “joran” atau tangkin. Sedangkan berdasarkan FAO, penggolongan alat tangkap
ikan menurut (Nedelec, 1996); dalam International Standart Statistical
Classification On Fishing Gear (ISSCFG) Pole and Line termasuk dalam kelompok
alat tangkap pancing berjoran biasa.
Konstruksi
Huhate (Pole and Line)
Menurut Surur
(2007) konstruksi Pole and Line terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya
tidak terlalu besar dan khusus ini adalah joran, tali dan pancing.
1. Joran panjangnya sekitar 4-6
meter, ada sejenis bambu untuk Pole and line yang sangat baik dipakai untuk
joran karena mempunyai daya lentur yang tinggi. Diameter joran berkisar 5-6 cm
dan diujungnya 2,5 - 2 cm, sehingga sesuai untuk pegangan orang Asia pada
umumnya.
2. Tali pancing yang digunakan
berdiameter sekitar 1 mm dari bahan nylon. Sekarang banyak yang menggunakan
monofilament dengan diameter yang sama. Panjang tali tidak lebih panjang dari
panjang joran.
3. Pancing yang digunakan untuk Pole
and Line ini juga khusus, tidak menggunakan janggut. Untuk menambah berat
pancing, pada bagian shank dipasang pemberat yang berupa besi yang dilapis
bagan anti karat yang mengkilat. Penambahan berat pancing juga diperlukan
mengingat pancing Pole and Line juga dipasangi bulu ayam atau bulu burung
sebagai umpan.
Pengoperasian
Operasi
penangkapan tentunya dimulai dari persiapan-persiapan terutama perbekalan dan
perlengkapan, persiapan itu meliputi : bahan makanan, es, lampu, dan bahan
bakar minyak, alat navigasi, persiapan mesin, persiapan pengaturan alat tangkap
dan bahan lainnya (Sadhori 1985).
Menurut Malawa
dan Sudirman (2004), setelah persiapan yang harus dilakukan di laut adalah mempersiapkan peralatan penangkapan yang
menunjang keberhasilan penangkapan ikan cakalang serta penyediaan umpan hidup.
Adanya faktor umpan hidup membuat cara penangkapan ini menjadi agak rumit. Hal
ini disebabkan karena umpan hidup tersebut harus sesuai dalam ukuran dan jenis
tertentu, disimpan, dipindahkan, dan dibawa dalam keadaan hidup
Operasi
penangkapan dengan huhate dilakukan dengan cara mencari dan memburu kelompok
ikan cakalang. Pencarian gerombolan ikan dilakukan oleh seorang pengintai yang
tempatnya biasa berada di anjungan kapal dan menggunakan teropong (Mallawa dan Sudirman, 2004).
Keberadaan ikan
cakalang dapat dilihat melaui tanda-tanda antara lain: adanya buih atau
cipratan air, loncatan ikan cakalang ataupun gerombolan burung-burung yang
terbang menukik ke permukaan laut dimana gerombolan ikan berada.
Setelah
menemukan gerombolan ikan, yang harus diketahui adalah arah renang kemudian
mendekati gerombolan ikan tersebut. Sementara pemancing sudah bersiap
masing-masing pada sudut kiri, kanan, dan haluan kapal.
Pelemparan umpan
dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada dalam jarak
jangkauan lemparan, kemudian ikan dituntun ke arah haluan kapal. Pelemparan
umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan dapat mengikuti
gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan umpan tersebut, mesin
penyemprot sudah dihidupkan agar ikan tetap berada di dekat kapal. Pada saat
gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka mesin kapal dimatikan.
Sementara jumlah umpan yang dilemparkan ke laut dikurangi, mengingat
terbatasnya umpan hidup. Selanjutnya, pemancingan dilakukan dan diupayakan
secepat mungkin mengingat kadang-kadang gerombolan ikan tiba-tiba menghilang
terutama jika ada ikan yang berdarah atau ada ikan yang lepas dari mata pancing
dan jumlah umpan yang sangat terbatas. Hal lain yang perlu diperhatikan pada
saat pemancingan adalah menghindari ikan yang telah terpancing jatuh kembali ke
laut. Hal ini akan mengakibatkan gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri
ke kedalaman yang lebih dalam dan meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan yang baru tentu akan
mengambil waktu. (Mallawa dan Sudirman, 2004).
Kapal Huhate
(Pole and Line)
Skipjack pole
and line adalah jenis kapal yang digunakan untuk menangkap ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis). Tipe kapal jenis ini memerlukan palka ikan, tangki untuk
menyimpan umpan hidup serta system sirkulasi airnya, pipa - pipa dan pompa
untuk memercikan air, tempat duduk untuk pemancing serta geladak kapal untuk
tempat menjatuhkan ikan hasil pancingan.
Jenis kapal yang
digunakan dalam operasi penangkapan ikan cakalang adalah pole and line tipe
skipjack fishing boat. Kapal ini memiliki persyaratan tertentu yaitu pada
haluan kapal dibuat anjungan yang mencuat kedepan untuk tempat pemancingan
(tempat duduk pemancing), memiliki bak tempat umpan hidup (live bait tank),
tempat penyimpanan hasil tangkapan, mempunyai system penyemburan air/spoit
(water pump) dan palka yang dapat menampung ikan hasil tangkapan. Ayodhoya,
(1981)
Menurut Subani
dan Barus, (1989), bentuk kapal cakalang mempunyai beberapa pengkhususan,
antara lain:
1. Di bagian atas dek kapal bagian depan
terdapat plataran (plat form) dimana
pada tempat tersebut para pemancing melakukan pemancingan.
2. Dalam kapal harus tersedia bak-bak untuk
menyimpan ikan umpan hidup.
3. Kapal cakalang perlu dilengkapi dengan
sistem semprotan air (water splinker system) yang dihubungkan dengan suatu
pompa. Kapal cakalang yang umumnya digunakan mempunyai ukuran 20 GT dengan
kekuatan 40 – 60 HP.
Menurut Ben – Yami, FAO, (1980) dalam
perkembangannya huhate dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Huhate (Skipjack Pole and line) Industri
Dalam operasi penangkapan mengunakan
kapal lebih dari 100 GT, bahan terbuat dari besi dengan dilengkapi palka
pendingin (freezer).
2. Huhate (Skipjack Pole and line) Skala
Besar
Dalam operasi penangkapan menggunakan
kapal mulai dari 10 s/d 100 GT, kebanyakan kapal terbuat dari kayu atau
fibreglass.
3. Huhate (Skipjack Pole and line) Skala
Kecil
Dalam operasi penangkapan menggunakan
kapal kecil dari 5 GT yang terbuat dari kayu atau fibreglass.
Kapal Pole and
Line
Gambar 1. Sketsa
kapal Pole and Line (Direktorat Jenderal Perikanan,1994)
Alat bantu
penangkapan
Menurut Subani dan Barus, (1989),
berhasil tidaknya tiap usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya adalah
bagaimana mendapatkan daerah penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan dan
keadaan potensinya, untuk kemudian dilakukan operasi penangkapannya. Adapun
alat-alat bantu penangkapan yang digunakan dalam menunjang kegiatan penangkapan
adalah sebagai berikut:
1. Rumpon
Menurut Sudirman
dan Mallawa, (2004) Rumpon biasanya juga disebut dengan Fish Agregation Device
(FAD) yaitu suatu alat bantú penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar
berkumpul dalam suatu catchbie area.
Ada beberapa
prediksi mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon :
1. Rumpon merupakan tempat berkumpulnya
plankton dan ikan – ikan kecil lainnya, sehingga mengundang ikan – ikan yang
lebih besar untuk tujuan feedingi,
2. Merupakan suatu tingkah laku dari
berbagai jenis ikan untuk berkelompok di sekitar kayu terapung (seperti jenis –
jenis tuna dan cakalang). Dengan demikian, tingkah laku ikan ini dimanfaatkan
untuk tujuan penangkapan.
Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon
diketahui oleh nelayan berdasarkan buih atau gelembung – gelembung udara yang
timbul di permukaan air, warna air yang gelap kerena pengaruh gerombolan ikan
atau banyaknya ikan – ikan yang bergerak di sekitar rumpon.
Pengunaan rumpon
secara tradisional di indonesia telah lama dilakukan terutama para nelayan dari
Mamuju, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, sedangkan penggunaan rumpon secara
modern baru dimulai pada tahun 1980 oleh Lembaga Penelitian Perikanan Laut,
Monintja dan zulkarnain (1995). Selanjutnya menurut Subani dan Barus, (1989),
dilihat dari kedalaman air dimana rumpon ditanam (dipasang) dibedakan antara
rumpon laut dangkal dan rumpon laut dalam atau yang dikenal dengan payaos.
Rumpon ini
umumnya dipasang pada kedalaman antara 30 - 75 m. Setelah dipasang kedudukan
rumpon yang ada mudah diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersifat tetap
tergantung dari pemberat yang digunakan.
Rumpon yang
beratnya antara 25 - 35 kg biasanya berupa jangkar, sedangkan rumpon yang
beratnya antara 75 - 100 kg bahkan lebih terdiri dari batu-batu yang diikat
satu sama lain atau dimasukkan di dalam suatu keranjang dari rotan, atau dapat
juga terdiri dari cor - coran semen.
Rumpon laut dalam (payaos)
pelampungnya agak istimewa. Pelampungnya bisa terdiri dari 60 - 100 batang
bambu yang disusun dan diikat menjadi satu sehingga membentuk rakit. Tali
pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dengan pemberat) dapat
mencapai 1000 - 1500 m. Pemberatnya berkisar 1000 - 3500 kg terdiri dari
batu-batu yang dimasukkan dalam keranjang rotan
atau berupa rangkaian ikatan batu gunung.
1. Pila – pila
Terletak pada kedua lambung kapal,
sejajar dengan deck. Kadang–kadang pila-pila hanya pada salah satu sisi kapal.
Pada bagian bawahnya terdapat
pipa-pipa semprotan air, sehingga pemancing yang berdiri diatas terlindung dari
penglihatanikan karena semprotan air tesebut tergantung dari panjang kapal,
tetapi lebarnya antara 50 – 60 cm.
Konstruksi dibuat sedemikian rupa,
sehingga kuat menahan beban dari orang-orang yang berdiri disepanjang pila-pila
tersebut. (Soepratman, 1982)
2. Pipa penyemprot
Pipa penyemprotan digunakan untuk
menyemprotkan air secara percikan ke permukaan air laut. Tujuannya adalah untuk
mengelabui ikan-ikan seolah-olah pada permukaan air laut terdapat banyak ikan
terutama pada cakalang. Pipa-pipa penyemprotan ditempatkan sepanjang pila-pila.
Pipa tersebut bisa terbuat dari paralon atau dari besi dan pada bagian ujungnya
dipasang kran untuk dipergunakan menyemprotkan air. Penyemprotan air terjadi
karena dilengkapi dengan water pump (pompa air). (Dirjen Perikanan, 1994).
4. Palkah ikan
Palkah ini fungsinya untuk
menempatkan ikan hasil tangkapan, disamping itu pula bisa digunakan untuk
brine. (Dirjen Perikanan, 1994).
5. Bak umpan
Bak umpan digunakan sebagai tempat
umpan. Pada bak umpan tersebut sebaiknya diberi warna putih supaya lebih muda
dan dengan lampu penerang di beberapa tempat masing-masing berkekuatan 50 watt.
Fungsi dari lampu tersebut agar dapat memberikan fototaksis positif dari ikan,
sehingga ikan-ikan tersebut dapat membentuk schooling yang baik. Apabila dalam
bak umpan tidak dipasang lampu, maka dapat menyebabkan umpan banyak bergerak
secara tidak menentu, antara umpan yang satu dengan lainnya saling bertubrukan
dan membuat umpan tersebut rusak tidak dapat dipergunakan. (Dirjen Perikanan,
1994)
6. Jaring tangguk/seser
Jaring tangguk berguna untuk
memojokkan umpan ke suatu sudut agar mudah di tangguk dengan churchill.
Sedangkan seser yang besar berguna untuk memindahkan umpan hidup ke ember dan
seser kecil digunakan untuk menyebar umpan. (http://fiqrin.wordpress.com/)
7. Ember
Ember digunakan untuk mengangkat umpan
hidup dari bagan nelayan ke dalam palka umpan, dan juga untuk berbagai
keperluan. Ember ini juga menjadi ukuran dalam menentukan banyaknya umpan yang
dimasukkan ke dalam palka umpan. (http://fiqrin.wordpress.com/)
8. Umpan hidup
Jenis umpan
hidup yang paling baik digunakan dalam perikanan Pole and line adalah ikan teri
(Subani, 1973; Murdianto, Rosana dan Penturi, 1995 dalam Simbolon, 2003). Jenis
ikan umpan tersebut sangat disenangi oleh cakalang karena memiliki sifat –
sifat sebagai berikut :
1. Berwarna terang dan memikat atau keputih –
putihan sehingga mudah menarik perhatian ikan cakalang,
2. Tahan terhadap lama di dalam bak
penyimpanan pada saat pelayaran dari daerah penangkapan ikan umpan menuju
daerah penangkapan cakalang,
3. Umpan yang disebarkan di antara schooling
cakalang memiliki sifat yang cenderung bergerak mendekati kapal untuk
berlindung.
4. Sisi umpan tidak mudah terkelupas, sehingga
tingkat kecerahan warna dapat dipertahankan,
5. Panjang (size) umpan hidup sesuai dengan
ukuran yang disenangi oleh cakalang yang menjadi target penangkapan.
Sesuai dengan sifat – sifat tersebut
di atas, pemilihan jenis dan ukuran umpan yang sesuai perlu dilakukan secara
seksama. Subani, (1973) dalam Simbolon, (2003) menyatakan bahwa ukuran umpan
yang ideal dengan tipe badan memanjang (streem line) berkisar antara 7,5 – 10,0
cm. Selanjutnya disebutkan bahwa ukuran panjang umpan dengan tipe badan melebar
sebaiknya berkisar antara 5,0 – 7,5 cm.
Masalah utama yang sering dialami
dalam perikanan pole and line adalah ketersediaan umpan hidup pada waktu –
waktu tertentu dan tingginya tingkat kematian umpan dalam bak penyimpanan di
atas kapal. Di lain pihak, kegiatan operasi penangkapan cakalang dengan pole
and line tidak akan berhasil apabila
umpan hidup tidak tersedia dalam jumlah yang memadai. Dengan demikian, umpan
hidup merupakan salah satu faktor pembatas (limiting factor) paling penting
dalam perikanan pole and line (Gafa dan Merta, 1987 dalam Simbolon, 2003).
Penangkapan
umpan hidup
Alat tangkap yang sangat umum
digunakan untuk menangkap ikan umpan hidup adalah jaring yang dioperasikan dari
pantai atau kapal, jaring lampara, purse seine, dan ring net, jaring yang
digerakkan (drive in net) dan lift net, termasuk stickheld dipnet dan jaring
kantong (FAO, 1980).
Pemeliharaan
umpan hidup di dalam tangki kapal
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup ikan umpan di dalam palka umpan dikapal antara lain
kandungan oksigen didalam air dan konsumsi oksigen, penyinaran, suhu air dan
kualitas air beserta perubahannya.
Sebagai awal pertimbangan tentunya
bagaimana memindahkan umpan secara aman kedalam tangki umpan bahwa alat yang
sebaiknya digunakan adalah keranjang. Dalam tahap ini diperlukan seorang
pembantu yang cermat dalam menjaga ikan umpan karena memerlukan beberapa
perlakuan yang cukup penting dalam hal pengawasan dan mengarahkan agar
pencemaran yang timbul sekecil mungkin yang diakibatkan kotoran ikan dan sisik
ikan yang terlepas.
Menurut FAO (1980), selain itu
kondisi lingkungan dapat dibuat lebih mendukung dengan cara meningkatkan
sejumlah oksigen kedalam tangki umpan, menurunkan temperatur, menurunkan
salinitas dan pada saat yang sama menghindari kepadatan ikan dan menghindari
rangsangan untuk membantu agar mereka menjadi tenang.
Penanganan ikan
hasil tangkapan
Cara penanganan yang dipilh umumnya sesuai
kondisi yang dikehendaki pasar dengan prinsip yang sama yaitu menjaga mutu ikan
agar tetap segar, sehat, aman dan menarik saat disajikan sehingga harganya
mampu bersaing saat dipasarkan dan dapat
menguntungkan bagi produsennya.
Selain itu prinsip penanganan ikan
lainnya yang harus dilakukan, antara lain menjaganya dari benturan atau tekanan
fisik yang dapat melukai tubuh ikan atau membuat dagingnya memar, melindungi
dari sinar panas matahari langsung dan mencegahnya dari kontaminasi bahan-bahan
yang kotor dan berbahaya. (Prayitno, 2004-website: www.cofish.net).
Keberhasilan penanganan ikan di atas kapal untuk menjaga
mutunya sangat ditentukan oleh :
1. Kesadaran dan pengetahuan semua ABK untuk
melaksanakan cara penangkapan ikan dengan es secara benar,
2. Kelengkapan sarana penyimpana di atas kapal
yang memadai, seperti:
palkah yang berisi es atau peti wadah
ikan yang berisolasi dengan
kapasitas yang cukup sesuai dengan ukuran kapal.
3. Kecukupan jumlah es yang dibawa saat
berangkat menangkap ikan di laut.
Prinsip penanganan ikan di atas kapal
untuk ikan ukuran besar (kurang dari 10 kg) menurut Prayitno (2004), adalah
sebagai berikut:
1. Ikan-ikan
berukuran besar umumnya ditangkap dengan alat tangkap pancing dan biasanya
masih dalam keadaan hidup saat diangkat dari air, untuk ini ikan harus segera
dibunuh dengan memukul kepalanya atau dengan cara lain yang tidak merusak fisik
ikan.
2. Segera
mendinginkannya dengan mencelupkan ikan di bak chiling yang telah diisi air es
sambil menunggu saat penyiangannya. Suhu air akan selalu terjaga pada suhu 00C.
3. Melakukan
penyiangan (buang insang dan isi perut, dan untuk ikan-ikan besar juga mengiris
sebagian operculum dan membuang sirip) dan membuang darahnya. Pembersihan
dilakukan dengan mencucinya memakai air dingin yang telah didinginkan dengan
es.
4. Selanjutnya
ikan disusun secara bercampur dan berselang-seling dengan es curah.
Daerah
Penangkapan
Menurut
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2005), penagkapan ikan dengan alat
tangkap huhate hanya diijinkan pengoperasiannya di wilayah perairan tertentu
dan ZEEI Laut Sulawesi dan ZEEI Samudera Pasifik.
Secara garis
besarnya, cakalang mempunyai daerah penyebaran dan migrasi yang luas, yaitu
meliputi daerah tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran terbesar
terdapat disekitar perairan khatulistiwa. Daerah penangkapan merupakan salah
satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu operasi
penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat tangkap, maka daerah penangkapan
tersebut haruslah baik dan dapat menguntungkan. Dalam arti ikan berlimpah,
bergerombol, daerah aman, tidak jauh dari pelabuhan dan alat tangkap mudah
dioperasikan. (Waluyo, 1987).
Lebih lanjut
Paulus (1986), menyatakan bahwa dalam memilih dan menentukan daerah
penangkapan, harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
1) Kondisi daerah tersebut harus sedemikian
rupa sehingga ikan dengan mudah datang dan berkumpul.
2) Daerahnya aman dan alat tangkap mudah
dioperasikan.
3) Daerah tersebut harus daerah yang secara
ekonomis menguntungkan.
Menurut Monintja
et al, 2001 dalam Simbolon (2003), potensi cakalang di Indonesia sebagian besar
terdapat di perairan kawasan timur indonesia. Daerah penangkapan yang potensial
bagi ikan tersebut di KTI terdapat di perairan Sulawesi Utara, Halmahera,
Maluku dan Irian Jaya dengan basis penangkapan masing – masing di Bitung,
Ternate, Ambon dan Sorong. Wilayah yang memiliki potensi cakalang di kawasan
barat indonesia terdapat di perairan selatan Jawa Barat (Pelabuhan Ratu),
Sumatera Barat dan Aceh
Musim
penangkapan ikan cakalang di perairan indonesia pada umumnya dapat dilakukan
sepanjang tahun, namun puncak musim penangkapan sering kali bervariasi menurut
wilayah perairan.
0 comments:
Post a Comment