Rajungan
(Portunidae) merupakan salah satu famili seksi kepiting (Brachyura) yang banyak
diperjualbelikan. Suku Portunidae memiliki enam subfamilia yaitu Portuninae,
Podophthalminae, Carcinina, Polybiinae, Caphyrinae dan Catoptrinae. Kecuali
Carcininae, kelima sub famili ini terdapat di perairan Indonesia (Moosa dan
Juwana, 1996).
Sistematika
rajungan menurut Stephenson dan Chambel (1959) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Sub
Kingdom : Eumetazoa
Grade
: Bilateria
Divisi
: Eucoelomata
Section
: Protostomia
Filum
: Antrhopoda
Kelas
: Crustacea
Subkelas
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Sub
Ordo : Reptantia
Seksi
: Branchyrhyncha
Famili
: Portunidae
Sub
Famili : Portunninae
Genus
: Portunus
Spesies
: Portunus pelagicus
Moosa et
al. (1980) menyebutkan
bahwa di Indo
Pasifik Barat, jenis kepiting dan rajungan diperkirakan ada
234 jenis, sedangkan di Indonesia ada sekitar
124 jenis. Empat
jenis diantaranya dapat
dimakan (edible crab) selain
tubuhnya berukuran besar juga tidak menimbulkan keracunan, yaitu rajungan
(Portunus pelagicus), kepiting bakau (Scylla serrata), rajungan bintang
(Portunus sanguinolentus), rajungan karang
(Charybdis feriatus), dan
rajungan angin (Podopthalamus
vigil).
2.1.1
Morfologi
Rajungan (Portunus
pelagicus) adalah sejenis
kepiting renang atau swimming crab; disebut demikian karena
memiliki sepasang kaki belakang yang berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk
seperti dayung. Karapasnya memiliki tekstur yang kasar, karapas melebar dan
datar; sembilan gerigi disetiap sisinya; dan gigi terakhir dinyatakan sebagai
tanduk. Karapasnya tersebut umumnya berbintik biru pada jantan dan berbintik
coklat pada betina, tetapi intensitas dan corak dari pewarnaan karapas
berubah-ubah pada tiap individu (Kailola
et al. (1993) diacu dalam Kangas (2000)).
Karapas
pada Portunus pelagicus merupakan lapisan keras (skeleton) yang menutupi organ
internal yang terdiri dari kepala, thorax dan insang. Pada bagian belakang
terdapat bagian mulut dan abdomen. Insang merupakan struktur lunak yang terdapat
di dalam karapas.
Matanya yang menonjol
di depan karapas berbentuk tangkai yang pendek (Museum
Victoria, 2000).
Moosa
dan Juwana (1996) menyebutkan bahwa rajungan (Portunus pelagicus) memiliki
sapit yang memanjang,
kokoh, berduri-duri dan berusuk-
rusuk, permukaan sebelah bawah licin.
Tepi posterior dari merus berduri, tepi anterior berduri tajam tiga atau
empat buah. Karpus mempunyai duri di bagian dalam dan di bagian luar permukaan
sebelah atas dari propundus dihiasi dengan tiga
buah garis biasanya
bergranula, garis sebelah
luar dan tengah
berakhir masing- masing dengan sebuah duri.
Hewan ini
mencapai panjang 18 cm, sapitnya
memanjang, kokoh, dan berduri-duri.
Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan
bercak-bercak putih terang,
sedangkan pada betina
memiliki warna karapas kehijau-hijauan dengan bercak-bercak
keputih-putihan agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak
besar walaupun belum dewasa (Nontji, 1993). Rajungan mempunyai duri yang
panjang yang keluar dari tiap sisi karapas, dan tentu saja Portunus pelagicus
biasanya berwarna biru. Meskipun warnanya dapat berkisar dari coklat hingga
biru atau bahkan ungu, jantan mempunyai capit yang lebih panjang daripada
betina dan biasanya warnanya lebih biru. Rajungan ini tidak takut untuk
menggunakan capitnya untuk mempertahankan diri (Abyss, 2001).
Beberapa ciri
untuk membedakan jenis
kelamin rajungan (Portunus pelagicus) adalah warna bintik,
ukuran dan warna capit dan apron atau
bentuk abdomen. Karapas betina
berbintik warna abu-abu
atau cokelat. Capitnya berwarna abu-abu atau cokelat dan
lebih pendek dari jantan. Karapas jantan berwarna biru terang, dengan capit
berwarna biru. Apron jantan berbentuk T. Pada betina muda yang belum
dewasa, apron berbentuk segitiga
atau triangular dan melapisi badan,
sedangkan pada betina dewasa, apron ini membundar secara melebar atau
hampir semi-circular dan bebas
dari ventral cangkang (FishSA, 2000).
Kajian
mengenai bubu lipat (wadong) ini masih belum banyak dilakukan. Hal ini menjadi
salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Penelitian yang ada hanya
melihat tingkat keramahan lingkungan alat tangkap bubu lipat yang dilakukan
oleh Agatri (2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai teknologi
pilihan perikanan rajungan yaitu antara bubu lip at (wadong) dan jaring kejer
dilihat secara aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi dengan contoh kasus di
Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, sehingga dalam penerapannya dapat
mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang ada dengan
memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya rajungan. Menurut
Thomson (1974), rajungan berwarna biru dan sangat indah. Rajungan memiliki
sepasang capit panjang yang ramping dimana dapat menggigit hingga berdarah.
Rajungan sedikitnya memiliki lima pasang kaki yang rata agar mereka dapat
melintasi air dengan efisien.
Portunus
pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang kaki renang yang
dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur kasar, karapasnya sangat
lebar mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capit rajungan panjang dan
ramping. Portunus pelagicus berubah
warna dari coklat, biru sampai lembayung dengan batasan moulting (Abyss, 2001;
Moosa dan Juwana, 1996; Sea-ex, 2001).
Jenis rajungan
yang umum dimakan
(edible crab) ialah jenis-jenis
yang termasuk cukup besar yaitu sub famili Portuninae dan
Podopthalminae. Jenis-jenis lainnya
walaupun dapat dimakan,
tetapi berukuran kecil
dan tidak memiliki daging yang berarti. Jenis-jenis
rajungan yang terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah rajungan
(Portunus pelagicus). Jenis
yang kurang umum
tetapi masih sering dijumpai di
pasar adalah rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan angin
(Podopthalamus vigil ), rajungan
karang (Charybdis feriatus) (Moosa et al., 1980; Nontji, 1993). Jenis-jenis lainnya
yang berukuran cukup besar dan biasa dimakan, tetapi jarang dijumpai
dipasar-pasar adalah Charybdis callanassa, Charybdis lucifera, Charybdis
natatas, Charybdis tunicata, Thalamita crenata, Thalamita danae, Thalamita
puguna, dan Thalamita spimmata (Moosa et al., 1980).
Rajungan
jantan memiliki abdomen yang sempit, berbentuk T pada sisi abdomen dan capit
berwarna biru. Sedangkan rajungan betina yang belum matang memiliki bentuk
abdomen “V” atau rajungan dewasa memiliki bentuk abdomen “U” (Blue Crab
Identification, 2001). Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang menyolok
antara jantan dan betina. Jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dan
capit yang lebih panjang dibandingkan dengan rajungan betina (Nontji, 1993).
Gambar 3 menunjukan perbedaan antara abdomen rajungan jantan, betina dan saat
betina bertelur (Mexfish, 1999).
Habitat
dan Penyebaran
Moosa
et al. (1980) menyebutkan bahwa Marga Portunus hidup pada beranekaragam habitat
yaitu : dasar berpasir,
pasir- lumpuran, lumpur-pasiran,
pasir kasar dengan pecahan karang mati.
Rajungan
hidup di wilayah yang luas di pinggir pantai dan wilayah continental shelf,
termasuk pasir, berlumpur atau berhabitat algae dan padang lamun dari zona
intertidal (wilayah pasang surut) sampai perairan dengan kedalaman 50 m
(Sea-ex, 2001 dan CIESM, 2000).
Penyebaran rajungan
(Portunus pelagicus) sangat luas.
Hewan ini dapat hidup di berbagai
ragam habitat mulai
dari tambak, perairan
pantai hingga perairan lepas
pantai dengan kedalaman mencapai 60 m. Substrat dasar perairan berlumpur,
berpasir, campuran lumpur dan pasir, beralga hingga padang lamun. Biasanya rajungan
hidup di dasar
perairan, tetapi sesekali
dapat juga terlihat berada dekat
permukaan atau kolom perairan pada
malam hari saat
mencari makan ataupun berenang dengan sengaja mengikuti arus (Nontji
(1986); Moosa dan Juwana (1996); Williams (1982) dan Edgar (1990) diacu dalam
Kangas (2000)).
Rajungan
banyak terdapat di perairan Indonesia sampai perairan kepulaun Pasifik serta
terdapat di sepanjang negara- negara Indo Pasifik Barat, Samudera Hindia, Asia
Timur dan Tenggara (Singapura, Fhilipina, Jepang, Korea, China, Teluk
Benggala), Turki, Lebanon, Sicilia, Syiria, Cyprus, dan sekitar Australia (CIESM,
2000; Delsman dan de man, 1925).
Rajungan
jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga penyebarannya di
sekitar perairan pantai
yang dangkal. Sedangkan
rajungan betina menyenangi perairan
dengan salinitas lebih
tinggi terutama untuk melakukan pemijahan,
sehingga menyebar ke
perairan yang lebih
dalam dibanding jantan (Wharton, (1975), Rudiana (1989) diacu dalam
Saedi (1997)). Hal ini diperkirakan disebabkan
oleh kondisi lingkungan
yang berubah. Perubahan
salinitas dan suhu di suatu perairan mempengaruhi aktivitas dan keberadaan
suatu biota (Gunarso, 1985).
Tahap
Perkembangan
|
Lokasi
|
Ukuran
|
Keterangan
|
Dewasa
|
Estuaria, teluk yang terlindungi dan perairan pantai sampai kedalaman 65 m (CEISM, 2000)
|
7=CW=9 cm, (Kumar et al., 2000 diacu dalam Suadela,
2004) 3,7 cm CL (Rousenfell, 1975 diacu dalam Solihin, 1993)
|
Usia sekitar satu tahun
|
Bertelur
|
Daerah pesisir pantai dekat teluk (Thomson, 1974)
|
|
|
Memijah
|
Daerah pesisir pantai dekat teluk (Thomson, 1974)
|
|
|
Larva
|
Perairan terbuka (West
Australian Government,
1997)
|
CW = 0.48 mm
|
Sifat planktonik
|
Juvenil
|
Teluk terbuka lalu menuju muara dan berakhir disekitar perairan estuaria (West Australian Government,
1997)
|
CW antara 0.4 cm = CW =
1.0 cm
|
Transisi dari plantonik menuju
Benthik
|
Muda
|
Estuaria (West Australian
Government,
1997)
|
|
Benthik
|
Tingkah
laku Rajungan (Portunus pelagicus)
Tingkah laku
rajungan (Portunus pelagicus)
dipengaruhi oleh beberapa faktor alami dan buatan. Beberapa
faktor alami diantaranya adalah perkembangan hidup, feeding habit, pengaruh
siklus bulan dan reproduksi. Sedangkan faktor buatan yang
mempengaruhi tingkah laku
rajungan salah satunya
adalah pengunaan umpan pada penangkapan rajungan dengan menggunakan crab
pots.
Salah satu tingkah laku (behaviour)
penting dari rajungan dalah perkembangan
siklus hidupnya yang terjadi di beberapa tempat. Pada fase larva dan fase
pemijahan, rajungan berada di laut terbuka (off-shore) dan fase juvenil
sampai dewasa berada
di perairan pantai
(in-shore) yaitu muara dan estuaria (Kangas, 2000).
Rajungan
(Portunus pelagicus) adalah aktif tetapi saat tidak aktif, mereka mengubur diri
dalam sedimen menyisakan mata, antena di permukaan dasar laut dan ruang
insang terbuka (FishSA, 2000; Sea-ex, 2001). Rajungan akan melakukan
pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umur, rajungan
tersebut menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan (Nontji, 1993;
Sea-ex, 2001). Anonim (1973) diacu dalam Muslim (2000) mengungkapkan bahwa pada
umumnya udang dan kepiting berkeliaran pada waktu malam untuk mencari makan.
Susilo (1993) menyebutkan bahwa perbedaan fase bulan memberikan pengaruh yang
nyata terhadap tingkah laku rajungan (Portunus pelagicus), yaitu ruaya dan
makan. Pada fase bulan gelap, cahaya bulan yang masuk ke dalam air relatif
tidak ada, sehingga perairan menjadi gelap. Hal ini mengakibatkan rajungan
tidak melakukan aktifitas ruaya, dan berkurangnya aktifitas pemangsaan. Hal
tersebut ditunjukkan dengan perbedaan jumlah hasil tangkapan antara
fase bulan gelap
dengan bulan terang,
dimana rajungan cenderung lebih
banyak tertangkap saat fase bulan terang, sedangkan pada fase bulan gelap
rajungan lebih sedikit tertangkap. Oleh sebab itu, waktu yang paling baik untuk
menangkap binatang tersebut ialah malam hari saat fase bulan terang.
Menurut
Thomson (1974), dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium
menunjukkan bahwa larva rajungan betina menghabiskan waktu sepanjang malam
terkubur didalam pasir. Sedangkan larva jantan aktif berenang pada malam hari.
Larva rajungan sama seperti udang bersifat planktonik dan berenang bebas
mengikuti arus.
Kepiting dalam
pertumbuhannya perlu meluruhkan
cangkang luar yang keras; proses ini disebut moulting.
Sesaat sebelum moulting atau pergantian cangkang, kulit
di bawah cangkang
keras atau eksoskeleton
mengeluarkan substansi yang memisahkan hubungan antara kepiting dan
cangkangnya. Lapisan tipis dari cangkang
baru dikeluarkan di
bawah cangkang lama.
Kepiting memasukkan air agar terjadi pembelahan dalam cangkang lama pada
bagian ujung dimana karapas menyatu dengan lapisan. Kepiting tersebut lalu
memanjat ke belakang keluar dari cangkang lama. Kepiting harus berkembang
dengan cepat untuk merenggangkan skleton
baru yang mengkerut menjadi
ukuran penuh sebelum mengeras.
Setelah cangkang menyesuaikan
terhadap ukuran barunya, kulit mengeluarkan
substansi yang mengoksidasi
dan mengeraskan cangkang baru, kepiting sangat rentan
terhadap predasi dan
akan lebih sering sembunyi (FishSA, 2000).
Waktu untuk
siklus reproduksi yang
sempurna atau lengkap
bermacam- macam berdasarkan perubahan atau variasi temperatur tahunan.
Pemijahan rajungan berlangsung sepanjang tahun di perairan tropik dan subtropik
(Campbell & Fielder (1986) dan Potter et al. (1998) diacu dalam Kangas
(2000)).
Ukuran
Kedewasaan Rajungan (Portunus pelagicus)
Rajungan
menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan terjadi dapat
berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu di lokasi
manapun. Betina terkecil Portunus pelagicus yang telah
diobservasi memiliki moult/pergantian kulit yang cukup umur di
Peel-Harvey Estuary adalah 89
mm CW, sedangkan di Leschenault Estuary ukuran terkecil adalah 94 mm CW Smith
(1982), Campbell & Fielder (1986), Sukumaran & Neelakantan (1996) dan
Potter et al. (1998) diacu dalam Kangas (2000)). Karapas rajungan yang dapat
berkembang hingga 21
cm dan mereka
dapat berukuran hingga
seberat 1 kg (Abyss, 2001).
Rajungan
di perairan Australia Selatan dikatakan legal jika panjangnya lebih dari 11 cm
yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau dasar duri. Batas
ukuran sekarang digunakan di semua perairan. Selama pemijahan kemungkinan terdapat
massa telur di
bawah lapisan pada
betina. Untuk memelihara spesies
ini, rajungan yang masih ada telurnya dilindungi sepenuhnya di perairan
Australia Selatan. Umumnya ukuran tersebut berumur 14 hingga 18 bulan. Rajungan
pada ukuran tersebut telah matang secara seksual dan telah memproduksi
setidaknya 2 kelompok telur untuk satu musim (Kangas, 2000).
Rajungan
mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian
rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun yang mempunyai
nilai ekonomi setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228 mm (Rounsenfell
(1975) diacu dalam Solihin (1993)). Moosa dan Juwana (1996) menyebutkan di
Queensland berdasarkan penelitian Williams dan Lee (1980), rajungan yang
ditangkap dari perairan tersebut telah ditentukan memiliki ukuran tubuh minimum
yaitu panjang karapas (CL) 3,7 cm. Batasan ukuran rajungan yang dianggap telah mencapai dewasa mempunyai beberapa pendapat,
diantaranya adalah 9 cm CW dan 3,7 cm CL (Kumar et al. (2000) diacu dalam
Suadela (2004) dan Rousenfell (1975) diacu dalam Solihin (1993)).
keluarga kami sangat suka dengan masakan seafood, saat saya memasak rajungan , mereka minta lagi, eh, ternyata sedap sekali bisa memasak masakan seafood sendiri di rumah untuk makan bareng keluarga. Sip deh
ReplyDeleteboleh minta link daftar pustaka, butuh banget literatur mengenai rajungan
ReplyDelete