Penggunaan
antibiotik sintetis sebagai pemicu pertumbuhan lebih banyak menimbulkan
masalah, maka kini mulai berkembang penggunaan pemacu pertumbuhan lain yang
dikenal dengan probiotik. Sebuah “Probiotik”
berdasarkan definisi yang kini
disepakati umum ialah suplemen pakan berupa
mikroba hidup yang
bermanfaat dalam mempengaruhi
hewan induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroba dalam usus
(Fuller, 1992).
Meskipun dalam
definisi ini probiotik hanyalah merupakan
pakan tambahan bagi ikan/ternak, namun dapat juga diaplikasikan pada
manusia. Konsumsi probiotik pada manusia umumnya dalam bentuk makanan berasal
dari air susu sapi perah yang mengandung mikroorganisme hidup lactobacilli dan bifidobactria.
Efek mikroorganisme di atas
ialah mempengaruhi komposisi mikroba
usus, yang berarti mempengaruhi ekosistem usus. Beberapa efek yang muncul
akibat perubahan ekosistem usus ialah:
meningkatkan resistensi terhadap penyakit infeksi, khususnya penyakit
saluran pencernaan, mengurangi durasi diarrhea dan menurunkan konsentrasi
kholesterol dalam serum (Saavedra, et.al. 1994).
Mekanisme
probiotik yang cukup menguntungkan ialah
dapat merangsang reaksi enzimatik yang berkaitan dengan detoksifikasi,
khususnya pada racun yang potensial menyebabkan keracunan, baik yang berasal dari makanan
(exogenous) maupun dari dalam tubuh (endogenous); merangsang enzim yang
berkaitan dengan proses pencernaan
bahan yang kompleks atau
enzim tersebut tidak
ada dalam saluran pencernaan
mammalia; dan mensintesis zat-zat
yang esensial yang tidak cukup
jumlahnya dari makanan.
2.2. Deskripsi Bacillus licheniformis
B.
licheniformis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dengan panjang
antara 1,5 µm sampai 3 µm dan lebar antara 0,6 µm sampai 0,8 µm. Spora dari bateri ini berbentuk batang
silindris atau elips dan terdapat
pada sentral atau parasentral. Suhu maksimum pertumbuhannya adalah 50
– 55oC dan suhu minimumnya 15oC (Mao, et al., 1992). B. licheniformis merupakan
species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif
tinggi. Jenis protease yang dihasilkan
oleh bakteri ini adalah enzim ekstraselular yang tergolong proteinase serin
karena mengandung serin pada sisi aktifnya.
Enzim ini bekerja sebagai endopeptida (memutuskan ikatan peptida yang
berada dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida) dan
dihambat kuat oleh senyawa diisopropil-fluorofosfat (DFP),
3,4-dichloroisocoumarin (3,4-DCL), L-3-carboxy-
trans-2,3-epoxypropyl-leucylamido (4-guanidine), butane, henymethyl-sulfonylfluoride
(PMSF), dan tosyl-L-lysine chlorometyl ketone (TLCK) (Rao et al., 1998). Selain itu, protease sirin tahan
terhadap EDTA (Ethylene diame tetraacetic acid) dan adanya ion Ca++ dapat
menstabilkan enzim pada suhu tinggi.
Deskripsi
Aspergillus niger
Aspergillus
niger mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu berupa benang tunggal disebut hypa,
atau berupa kumpulan benang-benang padat menjadi satu yang disebut miselium,
tidak mempunyai klorofil dan hidup heterotrop. Bersifat
aerobik dan berkembang biak secara vegetatif dan generatif melalui pembelahan
sel dan spora-spora yang dibentuk di dalam askus atau kotak spora (Raper dan
Fennel, 1977). Kapang ini tumbuh dengan
baik pada suhu 30 – 35 0C. Kisaran pH
yang dibutuhkan 2,8 sampai 8,8 dengan kelembaban 80 – 90 persen. Aspergillus
niger merupakan spesies dari Aspergillus yang tidak menghasilkan
mycotoxin, bahkan dapat menekan terbentuknya racun aflatoksin yang dihasilkan
oleh Aspergillus parasiticus, sehingga tidak membahayakan.
Kapang
tersebut juga menghasilkan beberapa enzim, antara lain :
amilase,
β-amilase, selulase, glukoamilase, katalase,
pektinase, lipase, dan galaktosidase (Ratledge,
1994). Aspergillus niger merupakan salah satu strain kapang yang
dilaporkan mampu memproduksi enzim selulase. Selulase yang
berasal dari Aspergillus niger berbentuk selulase
kompleks dan mampu diproduksi dalam jumlah yang cukup
banyak.
Menurut
Ramadanil (1994), enzim yang dihasilkan mikroorganisme mempunyai kelebihan
untuk dikembangkan, karena:
(1) Mikroorganisme tumbuh
sangat cepat dan
mudah dikembangkan sehingga
dapat digunakan dalam skala industri.
(2) Substrat
tumbuh mikroorganisme relatif
tidak mahal, umumnya terdiri atas limbah industri pertanian.
(3) Enzim
yang dihasilkan mikroorganisme dapat
diproduksi dalam jumlah yang
tidak terbatas.
2.4. Deskripsi Saccharomyces cereviseae, Saccharomyces cereviseae
adalah fungi uniseluler yang juga disebut ragi, berbentuk bulat atau
oval, berukuran 5-12 µ, bermultifikasi membentuk bud, dan setelah dewasa akan
pecah menjadi sel induk. Strukturnya
mempunyai dinding polisakarida tebal yang menutup protoplasma. Shin (1966) mengemukakan bahwa keuntungan
umum yang diperoleh dari kultur Saccharomyces cereviseae hidup adalah :
meningkatkan pertambahan bobot badan, efisiensi ransum, dan feed intake.
Keuntungan
ini diperoleh berdasarkan mekanisme kerja kultur Saccharomyces cereviseae
sebagai berikut :
1) Menstmulasi
appetite (nafsu makan),
karena ragi ini
memiliki flavor natural yang menarik (asam glutamate) yang dapat
memperbaiki palatablitas,
2) Mengandung vitamin B komplek ,
3) Mengasilmilasi protein dan mensekresi asam
amino,
4)
Menyediakan mineral dalam bentuk chelat setelah sel ragi mengalami otolisis dan
sejumlah mineral siap diabsorpsi oleh ternak
5) memproduksi sejumlah enzm meliputi amylase,
lipase, protease dan lan-lain.
6) Sel aktif mempunyai materi absorbative yang
kuat dalam dinding selnya dan dapat berperan sebagai nutrient reservoir dan ph
buffer.
7) Meningkatkan homeostasis usus, karena
mempunyai kemampuan memindahkan oksigen
untuk menciptakan kondisi
anaerob sebagai fasilitas pertumbuhan bakteri anaerob. Berdasarkan
penggolongan bahan baku pakan, bahan yang digunakan untuk pakan ikan terdiri
dari Bahan Pakan Sumber Energi, Sumber
Protein, Sumber Vitamin, Sumber Mineral, Feed Aditif, dan Feed Suplemen
(Hartadi, 1986). Bahan pakan sumber
vitamin, mineral dan imbuhan pakan (feed suplemen) juga dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas dan manfaat, serta efisiensi ransum. Feed suplemen adalah
bahan pakan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun diperlukan untuk
melengkapi zat-zat makanan dalam ransum serta meningkatkan nilai manfaat
ransum.
Pengukuran
Kecernaan
Potensi
nilai gizi ransum yang mengandung feed suplemen produk bioproses untuk
penyediaan zat-zat makanan dan energi dapat ditentukan dengan jalan analisis
kimia yang disebut analisis proksimat. Nilai sebenarnya ditunjukkan dari bagian
yang hilang setelah bahan makanan dicerna, diserap dan dimetabolis (Ranjhan,
1980; Tillman dkk., 1991). Makin banyak
zat makanan yang dapat
diserap oleh tubuh ikan maka
nilai kecernaan ransum makin
tinggi. Hal ini merupakan suatu
indikator tingginya kualitas ransum yang
mengandung produk bioproses. Beberapa para
ahli telah melakukan
penelitian untuk menguji produk
bioproses. Peningkatan kualitas gizi bioproses mengakibatkan molekul- molekul
kompleks atau senyawa-senyawa organik seperti protein, karbohidrat dan lemak
menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna (Darana, 1995).
Penggunaan
feed suplemen dari produk bioproses dalam ransum ikan diharapkan nilai kecernaan ransum lebih
baik. Zat makanan yang berpengaruh besar
terhadap daya cerna adalah serat kasar (Tillman dkk., 1991), Dengan adanya
Probiotik BAS sebagai feed suplement
dari bakteri (Bacillus licheniformis), kapang (Aspergillus niger), dan
ragi/yeast (Saccharomyces cerevisiae).
Daya
cerna dapat didefinisikan sebagai bagian zat makanan yang tidak disekresikan
dalam feses, sehingga dapat diartikan
bahwa nilai kecernaan adalah banyaknya zat-zat makanan yang dicerna dan
diserap dalam alat pencernaan atau yang
tidak disekresikan dalam feses dibandingkan dengan zat makanan yang dikonsumsi
(Tillman dkk., 1991). Jadi nilai
kecernaan dapat diartikan
banyaknya atau jumlah proposional zat
makanan yang diserap tubuh. Makin
banyak zat makanan yang diserap oleh tubuh, maka nilai kecernaan makin tinggi.
Hal tersebut merupakan salah satu indikator tingginya kualitas pakan yang
diberikan.
Metode pengukuran
daya cerna untuk
ikan telah dikembangkan oleh
Sklan dan Hurwitz (1980), yang disitir oleh Wiradisastra (1986) dan
dimodifikasi oleh Haetami dkk. (2000) yaitu menggunakan teknik pembedahan pada
ikan, dan mengambil sampel feses berasal dari usus besar. Penelitian kecernaan
menggunakan indikator internal sebagai pembanding, yaitu lignin untuk
menentukan nilai kecernaan produk bioproses (Ranjhan, 1980; Close dan Menke,
1986).
Feed
suplement produk terjadi perubahan kualitas bahan yang disebabkan proses
fermentasi yang dilakukan oleh mikroba
(Bacillus licheniformis, Aspergillus
niger dan Saccharomyces cerevisiae), mengakibatkan perubahan kimia dari
senyawa yang bersifat kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana dan mudah dicrena sehingga memberikan efek positif
terhadap nilai kecernaan pada ikan (Schneider dan Flat, 1975;
0 comments:
Post a Comment