Perkembangan industri perikanan
di Indonesia mengalami peningkatan dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat. Data produksi ikan patin
pada tahun 2005
sebesar 32.575 ton, pada
tahun 2006 sebesar 31.490 ton,
pada tahun 2007
sebesar 36.260 ton, dan
pada tahun 2008 sebesar 51.000 ton (Ferinaldy 2009).
Ikan patin merupakan
ikan hasil budidaya yang produksinya hampir
meningkat setiap tahunnya, biasanya ikan ini dijual dalam keadaan segar dan
juga dalam bentuk olahan seperti ikan asap dan ikan asin. Nilai ekonomis ikan
patin dapat ditingkatkan dengan
berbagai olahan dan cara yang benar, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan pembuatan
dendeng lumat ikan patin.
Dendeng adalah produk
pangan semi basah yang dapat dimakan tanpa rehidrasi dan tidak memberikan rasa
kering pada produk. Dalam pembuatan dendeng biasanya diberikan rempah-
rempah sebagai bumbu
yang berguna untuk menghasilkan aroma, rasa khas dan daya awet.
Bahan baku dalam
pembuatan dendeng lumat adalah gula merah 20%, asam jawa 4%, bawang merah 5%,
bubuk ketumbar 2%, lengkuas 3%, garam 30% dan bawang putih 10% (Anonim, 2010).
Untuk mengolah ikan patin menjadi dendeng diperlukan komposisi yang tepat. Peningkatan kualitas penerimaan
konsumen terhadap tekstur dan mutu merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap
produk yang dihasilkan. Oleh karena itu
diperlukan penambahan jumlah tepung tapioka yang sesuai sebagai bahan pengikat
untuk memperbaiki tekstur dan mutu dendeng.
Prinsip pembuatan dendeng adalah subtitusi air dari
bahan dengan rempah-rempah sebagai bahan pengawet. Sedangkan untuk memperpanjang
daya awet sebagian air dari bahan dihilangkan dengan proses pengeringan. Pengeringan
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan pangan sampai sangat rendah
sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan memperpanjang daya simpannya.
Pengolahan ikan patin
menjadi dendeng lumat ikan patin, diharapkan menghasilkan produk makanan yang
bergizi tinggi dan menambah daya tarik konsumen untuk mengkonsumsi olahan
dari ikan. Dendeng
lumat ikan patin juga dapat menjadi solusi bagi sebagian
masyarakat yang menghindari kandungan kolestrol yang tinggi. Ikan sebagai
sumber protein sangat berbeda dengan protein-protein yang dihasilkan oleh bahan
makanan lainnya, selain itu ikan mengandung kolesterol yang rendah sehingga sangat sehat untuk
dikonsumsi (IPB, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut
penulis melakukan penelitian
tentang ”Studi Pengolahan Dendeng Lumat Ikan Patin (Pangasius hyphopthalmus)”.
Ikan patin selama ini masih
banyak dimanfaatkan untuk dikonsumsi segar dan pembuatan ikan asap
atau ikan asin, diharapkan dengan pembuatan dendeng lumat ikan patin dapat dijadikan
sebagai salah satu upaya menganekaragamkan (diversifikasi) makanan salah
satunya adalah pembuatan dendeng lumat,
tetapi untuk hal tersebut belum diketahui jumlah tepung tapioka yang tepat, ini
adalah masalah yang harus diketahui agar menghasilkan dendeng lumat ikan
patin yang sesuai
dan menghasilkan produk yang bermutu baik.
Bahan - bahan yang
digunakan
selama penelitian
adalah daging ikan patin, garam, bawang merah, bawang putih, asam jawa, ketumbar, gula merah, 1 liter air
untuk mengukus, bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4),
Cu kompleks, natrium hidroksida
(NaOH), asam borax (H2BO3) dan aquades.
Alat-alat yang digunakan
adalah pisau, sendok,
ember, baskom, timbangan, dandang, meatgrender,
erlemeyer, desikator, oven, labu ukur, pipet tetes dan soxhlet.
Tabel 1. Formulasi
bahan pembuatan dendeng lumat ikan patin
Bahan
|
A0
|
A1
|
A2
|
A3
|
A4
|
Daging lumat ikan
patin
|
500 g
|
500 g
|
500 g
|
500 g
|
500 g
|
Tepung
tapioka 0
g 50 g 100 g 150
g 200 g
|
|||||
Gula merah
|
100 g
|
100 g
|
100 g
|
100 g
|
100 g
|
Asam jawa
|
20 g
|
20 g
|
20 g
|
20 g
|
20 g
|
Bubuk
ketumbar
|
10 g
|
10 g
|
10 g
|
10 g
|
10 g
|
Lengkuas giling
|
15 g
|
15 g
|
15 g
|
15 g
|
15 g
|
Garam
|
12,5 g
|
12,5 g
|
12,5 g
|
12,5 g
|
12,5 g
|
Bawang merah giling
|
25 g
|
25 g
|
25 g
|
25 g
|
25 g
|
Bawang putih giling
|
50 g
|
50 g
|
50 g
|
50 g
|
50 g
|
Pembuatan dendeng lumat
ikan patin diawali dengan penyiangan dan pembersihan ikan patin, pelumatan
daging ikan patin, pencampuran bahan dan pembuatan adonan, pencetakan dan
pengukusan dan terakhir pengeringan.
Parameter yang diamati
adalah uji organoleptik, kadar air, kadar abu dan kadar protein. Dari hasil pengamatan yang diperoleh masing-
masing perlakuan dianalisis secara statistika
dengan menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA), dan diuji lanjut menggunakan
LSDT. Hasil
uji organoleptik dendeng lumat ikan patin memperlihatkan penilaian rupa
dendeng lumat ikan patin yang tertinggi yaitu tanpa penambahan tepung tapioka (A0) yaitu 3,00 yang memiliki rupa
coklat muda dan utuh dan nilai terendah
pada penambahan tepung tapioka (A4) yaitu 2,41 memiliki rupa coklat tua dan
utuh.
Pada perlakuan A0 lebih disukai oleh panelis karena rupanya lebih menarik dibandingkan dengan perlakuan A4
yang memiliki rupa kurang disukai panelis karena rupanya lebih coklat tua. Hal
ini disebabkan semakin banyak ditambahkan tepung tapioka semakin rendah penilaian
terhadap rupa dendeng lumat ikan patin. Penambahan tepung tapioka akan
mengakibatkan konsentrasi gula dalam adonan menjadi semakin sedikit dansebaliknya semakin sedikit
ditambahkan tepung tapioka konsentrasi gula dalam adonan banyak kemudian
berinteraksi dengan protein dan mengalami reaksi hingga menghasilkan warna coklat pada dendeng lumat ikan patin.
Suparmi dalam Zulfebriadi (1993) menyatakan peristiwa ini merupakan proses browning
non enzimatis yang disebabkan oleh beberapa faktor: a) reaksi antara gula-gula reduksi
(misalnya glukosa dan fruktosa) dengan asam-asam amino membentuk pigmen coklat,
b) dekomposisi karbohidrat dan asam-asam (misalnya asam askorbat) membentuk
hidroksil metil furfural yang kemudian berpolimer
dengan nitrogen membentuk pigmen coklat,
c) karamelisasi gula pada suhu tinggi membentuk pigmen coklat. Menurut
Mulyoharjo (1988), apabila tepung tapioka
dipanaskan, maka senyawa kompleks besi dan HCN akan menghasilkan warna biru dan
abu-abu sehingga warna dendeng akan semakin gelap.
Rasa
Dari hasil uji organoleptik
penilaian rasa terhadap dendeng lumat ikan patin pada penambahan tepung tapioka
100 g (A2) menunjukkan nilai tertinggi
dan perlakuan terbaik
yaitu 3,61 yang memiliki
rasa gurih, enak dan bumbu seimbang yang berarti rasa
khas dendeng lumat ikan patin. Perlakuan A1tidak
jauh berbeda dengan perlakuan A2, akan
tetapi karena adanya rasa manis yang terasa pada panelis sehingga panelis lebih
memilih perlakuan A2 sebagai rasa terbaik. Rasa khas dendeng lumat ikan patin
ini cenderung ke arah bumbu rempah-rempah. Menurut Hirasa dan Takemasa (1998), pada
umumnya setiap tanaman rempah-rempah dapat memberikan rasa yang spesifik karena
kandungan komponen kimia dalam minyak esensial
yang berbeda. Goldshall dan Solms
(1992), mengemukakan bahwa penggunaan tepung sebagai pengisi juga
dapat mempengaruhi rasa, sebab amilosa
dalam tepung dapat membentuk inklusi dengan senyawa cita rasa seperti garam dan
bumbu-bumbu.
Tekstur merupakan
sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan
oleh elemen struktural bahan pangan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha
untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan (Satriowibisono,2008). Tekstur menjadi salah satu pilihan
konsumen untuk memilih suatu produk pangan.
Berdasarkan uji organoleptik
nilai tekstur dendeng lumat ikan patin tertinggi tanpa penambahan tepung tapioka
(A0) yaitu 3,80 yang tidak jauh berbeda dengan pemberian tepung tapioka 100 g
(A2) yaitu 3,44. Penilaian terendah tekstur dendeng lumat ikan patin pada
penambahan tepung tapioka 200 g (A4) yaitu 2,75
yang mengindikasikan bahwa dendeng lumat ikan patin sangat liat, sulit dirobek
dan dikunyah karena konsentrasi tepung yang lebih banyak dalam adonan. Perbedaan penilaian tekstur dendeng
lumat ikan patin diduga karena adanya serabut rempah-rempah yang ditambahkan
dalam pengolahan yang tidak menyatu secara sempurna dalam struktur komponen
dendeng lumat ikan patin sehingga terbentuk jaringan yang kuat.
Menurut Triatmojo (1992), adonan yang emulsinya stabil akan menyebabkan
tekstur yang lebih baik. Tekstur juga dipengaruhi oleh penambahan
tepung tapioka, karena pada saat dimasak
protein daging yang mengalami pengkerutan
akan diisi oleh molekul-molekul pati yang dapat
mengkompakkan tekstur. Menurut Yuliasari (1993), tepung
tapioka jika digunakan sebagai tambahan dapat menentukan kelezatan
bahan makanan. Aroma dapat dikenali konsumen setelah uap atau molekul-molekul
komponen aroma tersebut menyentuh silia olfaktori dan diteruskan ke otak dalam
bentuk impuls listrik oleh ujung- ujung saraf olfaktori.
Berdasarkan hasil uji
organoleptik terhadap aroma dendeng lumat ikan patin menunjukkan nilai
tertinggi pada penambahan tepung tapioka 150
g (A3) yaitu
3,85 yang tidak jauh berbeda
dengan penambahan tepung tapioka 100 g (A2) yaitu 3,79. Dari hasil uji lanjut
tidak berbeda nyata terhadap penilaian aroma. Hal ini menunjukkan aroma dari sampel dendeng umat ikan
patin dinilai
normal. Adanya penambahan tepung tapioka ternyata tidak berpengaruh terhadap perubahan aroma.
Analisa Kimia
Daging lumat merupakan
bahan baku ikan yang sering digunakan
industri perikanan. Adanya perubahan sifat fisik dan kimia produk olahan ikan dapat dilihat
dari hasil pengamatan awal terhadap bahan bakunya.
Setiap fungsional daging lumat merupakan karakteristik awal yang harus
diketahui agar menghasilkan produk pangan yang bermutu baik dan disukai
konsumen. Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan hal penting bagi konsumen
dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang dikonsumsi. Salah satu cara untuk
menentukan kandungan gizi suatu produk adalah dengan menggunakan analisa kimia.
Unsur-unsur gizi yang
perlu ada dalam makanan tercermin pada komposisi tubuh yaitu air, protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan berbagai komponen lainnya
(Buckle at al., 1987). Menurut SNI dendeng no. SNI 01-2908-1992 yaitu kadar air
12%, kadar protein 25% dan kadar abu 1%.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan kadar air tertinggi dendeng lumat ikan patin pada penambahan tepung
tapioka 50 g (A1) yaitu 22,42% namun tidak berbeda jauh dengan penambahan
tepung tapioka 100 g (A2) yaitu
16,94%. Kadar air terendah yaitu tanpa
penambahan tepung tapioka (A0) yakni 5,26%. Pengukuran kadar air pada setiap bahan
pangan sangat penting,
tinggi atau rendahnya kandungan
air dalam bahan pangan. Menurut Kramlich (1971), granula tepung tapioka akan
berfungsi sebagai engisi rongga-ronga protein yang mengkerut pada saat
pemanasan dan dapat menyerap air serta mengembang. Kadar
air merupakan data komposisi
yang sangat penting dalam produk pangan, karena kadar air sangat menentukan
kadar komponen lainnya. Kadar air selalu dicantumkan dalam analisis pangan dan
komposisi komponen lainnya
yang dinyatakan dalam basis
basah dan basis kering (Faridah, 2008).
Abu merupakan residu anorganik dari proses
pembakaran atau oksidasi komponen organik
bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
total mineral yang terkandung di dalamnya untuk mengevaluasi nilai gizi suatu
bahan pangan.
Hasil rata-rata kadar abu
dendeng lumat ikan
patin tertinggi tanpa penambahan
tepung tapioka (A0) yaitu 6,18% dan tidak jauh berbeda dengan penambahan
tepung tapioka 100 g yaitu 5,75%.
Protein merupakan makromolekul yang paling banyak terdapat dalam sel dan menyusun lebih
dari setengah berat kering
semua organisme makhluk hidup, sehingga protein sangat
penting bagi
tubuh. Selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein juga
dapat digunakan sebagai sumber energi apabila keperluan energi tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak yang ada di dalam tubuh (Lehninger,1982).
Rata-rata kadar protein
dendeng lumat ikan patin dengan semakin banyak jumlah tepung yang ditambahkan
kadar proteinnya semakin rendah. Kadar
protein tertinggi tanpa penambahan tepung
tapioka (A0) yaitu 32,66% lebih
tinggi dari SNI yang hanya 25% dan terendah pada penambahan tepung tapioka 200
g (A4) yaitu 13,37%. Berdasarkan uji lanjut menunjukkan kadar protein dendeng
lumat ikan patin tidak berbeda nyata, hal ini
dikarenakan komposisi protein
dalam tepung tapioka rendah, sehingga tidak berpengaruh pada dendeng
lumat ikan patin. Menurut Haryanto et al., dalam Anggraini (2008), komposisi
kimia tepung tapioka setiap
100 g adalah kadar air 9,20%, protein 0,5%, lemak
0,3% dan karbohidrat 80,9%.
Studi Pengolahan
Dendeng Lumat Ikan Patin (Pangasius hyphopthalmus) dapat disimpulkan bahwa
perlakuan dengan penambahan tepung tapioka pada tingkat kepercayaan 95% berbeda
nyata terhadap mutu dendeng
lumat ikan patin. Hasil uji organoleptik menunjukkan perlakuan
dengan penambahan tepung tapioka 100 g (A2) mendapatkan nilai rasa tertinggi
dan untuk nilai tekstur, aroma dan rupa tidak jauh berbeda dari perlakuan lainnya dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa perlakuan A2 merupakan hasil terbaik. Berdasarkan
analisa kandungan proksimat dendeng lumat ikan patin pada perlakuan A2
memiliki kandungan protein 17,08%, air 16,94%, dan abu 5,75%,
persentase kandungan proksimat tersebut masih masuk dalam kriteria standar
minimal dendeng.
Saran Ikan patin dapat didiversifikasikan
menjadi dendeng. Untuk menghasilkan produk yang bermutu baik dalam pembuatan dendeng lumat ikan patin sebaiknya
menambahkan 100 g tepung tapioka.
0 comments:
Post a Comment