I.
PENDAHULUAN
Ikan merupakan organisme yang jumlah
biomassanya terbesar dan juga organisme besar yang mencolok yang dapat ditemui
di ekosistem terumbu karang. Banyaknya
celah dan lubang yang terdapat di daerah terumbu karang memberikan tempat
tinggal, perlindungan, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi ikan dan
hewan invertebrata yang berada disekitarnya (Nybakken dan Bertness, 2004). Lebih dari 4000 species ikan (atau sekitar
18% dari jumlah species ikan yang
ada di seluruh dunia) dapat ditemukan di daerah terumbu karang. Umumnya ikan-ikan yang hidup di daerah
terumbu karang ini berukuran kecil dan menetap sepanjang hidupnya di daerah
tersebut. Salah satu jenis ikan karang
yang hidup di daerah terumbu karang adalah ikan-ikan dari Familia
Pomacentridae, subfamilia Amphiprioninae.
Semua
ikan dalam subfamilia Amphiprioninae hidup bersimbiosis dengan anemon laut
(Dunn, 1981; Fautin, 1991) dalam hubungan simbiosis mutualisme (Fautin dan
Allen, 1992) sehingga kelompok ikan ini juga dikenal sebagai ikan anemon
(anemonefish). Pola warnanya yang indah,
kemampuannya untuk hidup dalam akuarium dan hubungan simbiosis yang menarik dengan
anemon membuat ikan ini sangat diminati oleh pencinta ikan hias laut (Fautin
dan Allen, 1997). Akibat kepopularannya,
ikan anemon dijuluki juga ‘ikan mas’ akuarium air laut (Hoff, 1996).
Kepulauan
Spermonde,yang oleh masyarakat di kepulauan ini dikenal dengan nama Pulau-pulau
Sangkarang, adalah gugusan pulau-pulau yang terletak di pesisir barat daya
Pulau Sulawesi. Mata pencaharian utama
penduduk di Kepulauan Spermonde adalah sebagai nelayan yang memanfaatkan
sumberdaya wilayah pesisir. Menurunnya
hasil tangkapan ikan di daerah sekitar Kepulauan Spermonde memaksa hanya
nelayan dengan modal menengah hingga besar yang dapat tetap melaut, sedangkan
yang hanya bermodalkan perahu kecil tanpa motor harus mencari sekitar pulau
saja. Alternatif lain muncul seiring
dengan meningkatnya jumlah pemelihara ikan hias air laut di seluruh dunia
(Ziemann, 2001). Permintaan yang
meningkat akhirnya berdampak juga terhadap ikanikan terumbu karang yang tadinya
tidak dieksploitasi karena tidak dikonsumsi.
Ikan-ikan
anemon termasuk yang paling terkena imbas dari trend ini, karena permintaan
dunia yang memang tinggi untuk kelompok ikan ini (Wood, 2001; Wabnitz,
2003). Selain itu, ketergantungannya
terhadap anemon membuat ikan ini mudah untuk ditangkapi karena di alam ikan ini
tidak pernah jauh meninggalkan anemon simbionnya.
Meskipun
telah dikenal dan dieksploitasi untuk keperluan ekspor, belum ada data akurat
tentang jenis ikan anemon yang dapat ditemukan di pulau-pulau Kepulauan
Spermonde.
Diketahui
di dunia terdapat 28 jenis ikan anemone dari 2 genera yaitu genus Amphiprion
dengan 27 species dan genus Premnas dengan 1 species (Allen, 1991) yang
tersebar di seluruh dunia. Menurut Allen
(1991) di Indonesia ditemukan 9 species yaitu Amphiprion akallopsis, A.
clarkii, A. ephippium, A. frenatus, A. melanopus, A. ocellaris, A. periderion,
A. polymnus, A. sebae, dan A. sandaracinos, lalau oleh Kuiter dan Tonozuka
(2001) ditambahkan dengan A.
percula.
Semua
ikan anemon hidup bersimbiosis mutualistik dengan anemon tertentu (Allen,
1991). Dalam simbiosis ini, ikan
mendapat proteksi dan memakan material non-metabolik yang dikeluarkan oleh
anemon. Di sisi lain, anemon
‘dibersihkan’ dan dilindungi dari predator oleh ikan simbionnya (Randall dan
Fautin, 2002).
Upaya
identifikasi suatu organisme diperlukan dalam pengenalan jenis berdasarkan
sifat-sifat morfologi, anatomi, bahkan perilaku organisme tersebut. Identifikasi didasarkan pada karak-ter fisik
dari bagian-bagian tubuh. Untuk ikan
kelompok Amphiprioninae, karakter yang umum digunakan adalah perpaduan antara
penggunaan karakter morfometrik, meristik dan pola pewarnaan tubuh
(Allen,
1991).
II. METODE
PENELITIAN
Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 11
Penelitian
dilaksanakan dari bulan Juni sampai bulan Agustus 2009 pada 4 zona Kepulauan
Spermonde yang berada dalam kawasan pemerintahan Provinsi Sulawesi
Selatan. Pengambilan sampel dilakukan
pada tanggal 6 hingga 10 Juni 2009.
Untuk zona 1 diwakili oleh Pulau Samalona, zona 2 diwakili oleh P.
Barrang lompo dan P. Koedingareng Keke sedangkan zona 3 diwakili oleh P.
Badi. Pulau Kapoposang dan P. Langkai
adalah pulau-pulau yang mewakili zona 4 (Gambar 1). Sampling dilakukan dengan cara menyelam
menggunakan peralatan selam hingga kedalaman 25 meter. Satu pulau pengamatan dibagi ke dalam 4
daerah untuk memudahkan sampling. Sampling dimulai dengan langsung turun ke
kedalaman 25 meter sebagai posisi awal (starting point), lalu bergerak ke satu
arah hingga batas daerah sampling. Sampling
dilanjutkan dengan berbalik ke arah diagonal mengikuti kontur perairan naik ke
kedalaman 15 meter. Lanjut lagi dengan
cara yang sama ke kedalaman 5 meter dst.
Ikan
anemon yang ditemukan
diamati pola warna tubuh dan kecenderungan bentuk tubuh. Pola warna ikan yang ditemukan kemudian
dibandingkan dengan pola warna ikan pada gambar yang dibawa serta. Setelah proses identifikasi visual selesai,
ikan kemudian diambil gambarnya. Bila Untuk
identifikasi jenis, anemon yang berasosiasi dengan ikan giru dicatat lalu
diambil gambarnya sebagai bahan re-check nantinya untuk keperluan identifikasi
di laboratorium. Pengukuran diameter
anemon kemudian dilakukan lalu dilanjutkan dengan menghitung jumlah ikan yang
ada dalam kelompok itu. Data penunjang
lainnya termasuk organisme lain yang ikut menghuni anemon (bila ada), kondisi
ikan Amphiprion (bertelur atau tidak) dan kondisi ekologi sekitar anemon juga
dicatat dan diamati.
Ikan
yang identifikasi lapangannya dianggap meragukan, ditangkap untuk kemudian
diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium biologi laut dengan menggunakan
kombinasi metode morfometrik dan meristik (Allen, 1991).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Di
lokasi penelitian ditemukan tujuh jenis dari dua genera dari subfamilia
Amphiprioninae, yaitu Amphiprion clarkii, A.melanopus, A. ocellaris, A.
perideraion, A. polymnus, A. sandaracinos dan Premnas biaculeatus. Ketujuh jenis Amphioprioninae yang ditemukan
di lokasi penelitian dapat ditemukan di semua pulau lokasi penelitian yang
masuk pada zona 1, 2 dan 3, namun pada zona 4, hanya ada 5 jenis yang ditemukan
(Tabel 1).
Tabel
1. Penyebaran Amphiprioninae berdasarkan
zona di Kepulauan Spermonde
Zona
|
Pulau
|
Jenis
Amphiprioninae
|
Kedalaman
(m)
|
1
|
Samalona
|
Amphiprion
clarkii
|
1-10
|
Amphiprion
melanopus
|
1-10
|
||
Amphiprion
ocellaris
|
1- 10
|
||
Amphiprion
perideraion
|
1- 10
|
||
Amphiprion
polymnus
|
16
|
||
Amphiprion
sandaracinos
|
1- 2
|
||
Premnas
biaculeatus
|
1- 10
|
||
2
|
Kodingareng
Keke dan Barrang
Lompo
|
Amphiprion
clarkii
|
1- 19
|
Amphiprion
melanopus
|
6
|
||
Amphiprion
ocellaris
|
1- 13
|
||
Amphiprion
perideraion
|
1- 12
|
||
Amphiprion
polymnus
|
23
|
||
Amphiprion
sandaracinos
|
2
|
||
Premnas
biaculeatus
|
1- 15
|
||
3
|
Pulau Badi
|
Amphiprion
clarkii
|
1-19
|
Amphiprion
melanopus
|
4-6
|
||
Amphiprion
ocellaris
|
4- 11
|
||
Amphiprion
perideraion
|
1- 15
|
||
Amphiprion
polymnus
|
9
|
||
Amphiprion
sandaracinos
|
3- 9
|
||
Premnas
biaculeatus
|
2- 12
|
||
4
|
Kapoposang
& Langkai
|
Amphiprion
clarkii
|
3-11
|
Amphiprion
ocellaris
|
5 -15
|
||
Amphiprion
perideraion
|
4-29
|
||
Amphiprion
polymnus
|
4-14
|
||
Premnas
biaculeatus
|
5-11
|
Pada
zona 1, zona 2 dan zona 3 ditemukan Amphiprion clarkii, A. melanopus, A.
ocellaris, A. Polymnus, A. Sandaracinos,
A. perideraion dan Premnas biaculeatus.
Pada Zona 4 yang merupakan zona terluar, hanya 5 jenis Amphiprioninae
yang ditemukan tanpa A. sandaracinos dan A. melanopus. Pola penyebaran yang tidak merata pada
kelompok ikan kemungkinan besar disebabkan oleh kondisi lingkungan pulau,
seperti gelombang, arus, kedalaman perairan dan kompleksitas terumbu karang
pada masing-masing zona. Pada zona 1, 2
dan 3, kontur kedalaman terumbu sekeliling pulau berupa reef flat yang
dilanjutkan dengan reef slope.
Kompleksitas terumbu karang yang relatif bagus dan beragam jenisnya di
hampir semua sisi pulau memungkinkan beragam anemon hidup yang pada akhirnya menyediakan
tempat berlindung bagi ikan Amphiprioninae (Allen, 1998). Zona-zona ini relatif berbeda dibandingkan
dengan zona 4 dengan areal yang cenderung sempit, dan keberagaman kondisi
terumbunya yang kurang. Beberapa bagian
pulau yang berupa drop off dengan kondisi arus yang cukup kuat kemungkinan
besar menjadi kendala bagi anemon simbion ikan Amphiprioninae untuk hidup.
Keberadaan
jenis anemon juga turut mempengaruhi sebaran ikan Amphiprioninae (Allen, 1972
dan Dunn, 1981). Jenis dan jumlah anemon
yang ditemukan di setiap pulau pada zona 1, 2 dan 3 cukup banyak bila
dibandingkan dengan jenis dan jumlah anemon yang ditemukan di pulau-pulau yang
mewakili zona 4. Adanya beberapa jenis
ikan Amphiprioninae yang anemon simbionnya spesifik seperti A. sandaracinos
yang hanya berasosiasi dengan Stichodactyla mertensii dan Premnas biaculeatus
dengan Entacmaea quadricolor (Allen,
1991),
membuat penyebarannya tidak merata.A. clarkiiditemukan di setiap zona
penelitian karena mampu menerima berbagai jenis anemon sebagai simbionnya. Dengan kata lain, jenis ini tidak memiliki
'host' yang spesifik (Allen, 1991; Dunn, 1981).
Jenis
anemon yang berbeda mempunyai jenis toksin yang berbeda pula, sehingga beberapa
anemon memiliki toksin yang lebih kuat daya racunnya dibandingkan dengan jenis
yang lain (Mebs, 1994). Di lokasi
penelitian ditemukan A. clarkii yang mampu bersimbiosis dengan 5 (lima) jenis
anemon yaitu Stichodactyla mertensii, S. gigantea, Heteractis crispa, H. aurora
dan Entacmaea quadricolor. Dari hasil
analisis kimia lendir yang menyelimuti A. clarkii disimpulkan kalau jenis ini
menghasilkan lendir sendiri yang spesifik yang menyebabkan nematocyst anemon
tidak ditembakkan (Mebs, 2009).
Kemampuan ini menyebabkan A. clarkii dapat hidup di banyak jenis anemon. A. clarkii dapat hidup di tujuh jenis anemon
(Tabel 1, Fautin dan Allen, 1997), namun di lokasi penelitian, hanya ditemukan
berasosiasi dengan lima jenis anemon saja (Tabel 2).
Berbeda
dengan A. clarkii, A. sandaracinos ditemukan hanya berasosiasi dengan anemon
jenis Stichodactyla mertensii. Anemon
jenis ini ditemukan di semua pulau di zona 1, 2 dan 3, sedangkan di zona 4
hanya ditemukan di P. Langkai dengan ko-simbion A. clarkii. Premnas biaculeatus dan A. melanopus di
lokasi penelitian hanya ditemukan berasosiasi dengan anemon Entacmaea
quadricolor. Padahal menurut Allen
(1991), A. melanopus juga ditemukan bersimbiosis dengan H. crispa dan H.
magnifica. Kedua jenis anemon ini juga
dijumpai di lokasi penelitian. Tidak
dihuninya kedua jenis anemon ini oleh A. melanopus di lokasi penelitian
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
H.
crispa dan E. quadricolor masing-masing dapat bersimbiosis dengan 3 jenis
Amphiprioninae (Tabel 2), namun H. crispa adalah jenis yang paling banyak ditemukan
dan juga paling banyak dihuni oleh ikan Amphiprioninae. Hal ini disebabkan karena H. crispa dapat
hidup di semua habitat yang bisa di tempati anemon untuk hidup.
Berdasarkan
pengamatan di lapangan, jenis ini umumnya menghuni habitat dengan kondisi pecahan
karang hancur, pasir dan celah-celah karang.
Kondisi ekologi ini pula yang mendominasi lokasi penelitian.
Selain
ikan dari
subfamilia Amphiprioninae, di lokasi
penelitian ditemukan beberapa jenis biota lain yang juga hidup berasosiasi
dengan anemon. Yang paling umum
ditemukan adalah ikan damsel Dascyllus trimaculatus, kepiting Neopetrolisthes
maculatus, dan udang Periclemenes tosaensis.
Namun jenis ini ditemukan tidak di semua jenis anemon. Untuk Dascyllus trimaculatus hanya ditemukan
di anemon jenis H. magnifica, S. mertensii, H. crispa, S. haddoni dan S.
gigantea. Neopetrolisthes maculatus
hanya di anemon jenis S. mertensii, E.
quadricolor, S. haddoni dan S. gigantea. Udang Periclimenes tosaensis hanya
ditemukan bersimbiosis dengan anemon H. crispa, H. magnifica dan S. haddoni banyak
dihuni oleh ikan Amphiprioninae. Hal ini
disebabkan karena H. crispa dapat hidup di semua habitat yang bisa di tempati
anemon untuk hidup.
Berdasarkan
pengamatan di lapangan, jenis ini umumnya menghuni habitat dengan kondisi
pecahan karang hancur, pasir dan celah-celah karang. Kondisi ekologi ini pula yang mendominasi
lokasi penelitian.
Selain
ikan dari
subfamilia Amphiprioninae, di lokasi
penelitian ditemukan beberapa jenis biota lain yang juga hidup berasosiasi
dengan anemon. Yang paling umum
ditemukan adalah ikan damsel Dascyllus trimaculatus, kepiting Neopetrolisthes
maculatus, dan udang Periclemenes tosaensis.
Namun jenis ini ditemukan tidak di semua jenis anemon. Untuk Dascyllus trimaculatus hanya ditemukan
di anemon jenis H. magnifica, S. mertensii, H. crispa, S. haddoni dan S.
gigantea. Neopetrolisthes maculatus
hanya di anemon jenis S. mertensii, E.
quadricolor, S. haddoni dan S. gigantea. Udang Periclimenes tosaensis hanya
ditemukan bersimbiosis dengan anemon H. crispa, H. magnifica dan S. haddoni
(Tabel 2).
Berdasarkan
hasil uji statistik dengan analisis regresi menunjukan bahwa tidak ada pengaruh
yang nyata antara besarnya koloni dengan ukuran anemon simbionnya
(P>0,05). Besar atau kecilnya koloni
ikan simbionnya sepertinya lebih tergantung pada perilaku dari masing-masing
jenis daripada ukuran anemon simbionnya.
Anemon
dari jenis S. haddoni dengan diameter 51 cm bersimbiosis dengan A. polymnus
dengan jumlah hingga 31 ekor. Anemon
jenis E. quadricolor yang umumnya berukuran besar, hanya dihuni oleh sepasang
P. biaculeatus. Hal ini kemungkinan
besar disebabkan karena pola perilaku jenis yang beragam. Sebagai contoh P. biaculeatus cenderung
sangat agresif terhadap apapun yang mendekati anemon simbionnya termasuk
peneliti sendiri. Jenis ini juga terkait
sangat dekat dengan anemonnya.
. Bila merasa terancam, koloni A. polymnus yang
mendiami anemon cenderung meninggalkan anemone simbionya meskipun tidak terlalu
jauh. Tetapi dua ikan dari koloni
tersebut yang berukuran paling besar akan berlindung dengan cara masuk ke dalam
mulut anemon untuk kemudian keluar lagi bila sumber gangguan telah hilang.
IV. KESIMPULAN
Terdapat tujuh jenis dari dua genera
Amphiprioninae yang ditemukan di Kepulauan Spermonde berdasarkan pembagian zona
yaitu Amphiprion clarkii, A. melanopus, A. perideraion, A. polymnus, A.
ocellaris, A. sandaracinos dan Premnas biaculeatus. Ketujuh jenis Amphioprioninae yang ditemukan
di lokasi penelitian berada pada zona 1, 2 dan 3, sedangkan di zona 4, hanya
ditemukan lima jenis. Terdapat tujuh
jenis anemon yang hidup bersimbiosis dengan genera Amphiprioninae di Kepulauan Spermode yaitu Heteractis
aurora, H.crispa, H. magnifica, Stichodactyla mertensii, S. haddoni, S.
gigantea dan Entacmaea quadricolor.
DAFTAR
PUSTAKA
Allen,
G. R. 1991. Damselfishes of the world. Germany, Hans A. Baensch.
Dunn,
D. F. 1981. The clownfish sea anemones: Stichodactylidae
(Coelenterata: Actiniaria) and other sea anemones symbiotic with pomacentrid
fishes. Transactions of the American Philosophical Society, 71:115.
Fautin,
D. G. 1991. The anemonefish symbiosis: what is known and what is not.
Symbiosis, 10:23-46.
Fautin,
D.G. and G.R. Allen. 1992. Field guide to anemonefishes and their host sea
anemones. Australia, Western Australian Museum.
Fautin,
D.G. and G.R. Allen. 1997. Anemone fishes and their host sea anemones: a guide
for aquarists and divers. Western Australian Museum.
Hoff,
F.H. 1996. Conditioning, spawning and rearing of fish with emphasis on marine
clownfish. Florida, Dade City, Aquaculture Consultants, Inc.
Kuiter
R.H. and T. Tonozuka. 2001. Pictorial guide to Indonesian reef fishes –
Zoonetics- Australia
Mebs,
D. 1994. Anemonefish symbiosis:
vulnerability and resistance of fish to the toxin of the sea anemone. Toxicon,
32:1059-1068.
Mebs,
D. 2009. Chemical biology of the
mutualistic relationships of sea anemones with fish and crustaceans,
Toxicon, doi:10.1016/ j.toxicon.
2009.02.027
Nybakken,
J. W. and M. D. Bertness. 2004. Marine
Biology: An Ecological Approach.
Randall,
J. E dan D.G. Fautin. 2002. Fishes other than anemonefishes that
associate with sea anemones.
Coral
Reefs, 21:188–190 Wabnitz, C.; M. Taylor; E. Green and T. Razak. 2003.
From Ocean to Aquarium. Cambridge, UK, UNEPWCMC: 64.
Wood,
E.M. 2001. Collection of coral reef fish for aquaria:
global trade, conservation issues and management strategies. Marine Conservation Society, UK. 80pp.
0 comments:
Post a Comment