Sunday, November 27, 2011

PENGARUH PENCUCIAN DAGING LUMAT IKAN PATIN SIAM TERHADAP KARAKTERISTIK DENDENG YANG DIHASILKAN

November 27, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


PENDAHULUAN
Dalam  pengem ba ngan produk  olahan ikan diperlukan dukungan sumberdaya ikan yang memadai. Salah satu jenis ikan air  tawar yang cukup besar potensinya untuk dikembangkan adalah ikan patin. Produksi ikan patin cenderung mengalami kenaikan sej ak tahun 2004  sampai  dengan  tahun 2008. Produksi ikan patin mengalami kenaikan rata-rata sebesar 22,86% per tahun mulai tahun 2004 sampai dengan tahun  2008.  Pada tahun  2004 produksi ikan patin sebesar 23963 ton dan pada tahun 2008 sebesar 52470 ton  (Poernomo, 2009).  Ikan  patin  siam  (P.hypopthalmus) merupakan salah satu ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk badan yang memanjang dan  warna  putih perak  dengan bagian punggung berwarna  kebiru-biruan. Ikan  patin siam memiliki potensi yang cukup  besar untuk  dikembangkan menjadi berbagai macam produk olahan. Daging ikan patin memiliki kandungan protein dan  asam lemak tidak  jenuh yang  cukup  tinggi serta memiliki rasa gurih. Kandungan asam lemak tidak jenuh  dan asam lemak jenuh dalam minyak ikan patin siam masing- masing sebesar 56,83% dan 43,17% (Amin, 2008), sedangkan kandungan protein daging ikan patin si itu, daging ikan patin siam tebal dan tidak mempunyai banyak duri,  sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku produk olahan.
Salah satu produk olahan daging tradisional yang telah lama dikenal masyarakat adalah dendeng. Dendeng merupakan produk  olahan daging semi basah yang telah melalui proses pengawetan dengan tujuan untuk memperpanjang daya  simpan. Proses pengawetan yang dilakukan yaitu dengan menambahkan bahan tambahan makanan seperti garam, gula,  dan rempah-rempah diikuti  proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar  air dalam  bahan pangan sampai nilai tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan bahan pangan dan untuk memperpanjang daya simpannya. Selain itu, pengeringan juga dapat mengurangi beban selama pengemasan, penyi mpanan, dan transporta si (Hariyadi & Kusnandar, 2006).   Pada umumnya, dendeng terbuat dari bahan baku filet daging. Namun karena umumnya kandungan lemak dalam daging cukup tinggi, maka perlu dilakukan pembuangan lemak dengan cara  pencucian. Proses pencucian daging lumat dapat membuang sebagian lemak yang melekat dal am daging. Daging ikan um um nya banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi sehingga sangat  berpengaruh terhadap kestabilan produk olahan ikan yang dihasilkan karena mudah terjadi oksidasi lemak yang dapat mengakibatkan ketengikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dendeng yang  dihasilkan dari daging lumat ikan patin siam  (P.  hypopthalmus) dengan perlakuan pencucian.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan patin siam (P.  hypopthalmus) yang diperoleh langsung dari kolam budidaya ikan patin di Bogor,  Jawa Barat.  Bahan bantu  yang  digunakan adalah es batu, gula putih, garam, dan rempah-rempah yaitu jahe, ketumbar, lengkuas, bawang putih, bawang merah, dan  asam jawa.  Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi bak  penampung ikan, pisau, talenan, saringan, timbangan, blender, kain saring, meat  bone separator, meat  dehydrator, meat  mincer, spektrofotometer, dan alat pengukur tensil strength.
Metode
Penelitian diawali dengan pengambilan ikan dalam keadaan hidup dari kolam budidaya, diikuti dengan pemberokan selama 24 jam dalam  bak penampung ikan . Setelah itu dilakukan pemfiletan serta penghilangan tulang/duri dengan meat bone separator dan dilakukan penggilingan dengan mincer sehingga diperoleh daging lumat.  Daging lumat diberi  perlakuan tanpa dan dengan pencucian sebanyak satu, dua, dan tiga kali dengan air bersuhu  4 - 5oC dengan perbandingan daging lumat dan air 1:5 (b/v). Daging yang telah dicuci kemudian ditiriskan dan dilakukan pengepresan dengan meat dehydrator. Daging lumat yang di perol eh dari  masi ng-m asi ng  perl akuan pencucian kemudian diolah menjadi dendeng dengan pencampuran bahan utama (daging lumat) dan bahan tambahan dengan persentase  berdasarkan bobot daging, yaitu  gula putih (20%),  garam (3%)  serta rempah-rempah yang telah dihaluskan terlebih dahulu yang terdari dari ketumbar (2,5%), asam jawa (3%), lengkuas (2,5%), jahe (0,5%) bawang putih (2%), dan bawang merah (1,5%)  (Arif udi n,  2007)  dengan modifikasi. Proses selanjutnya adalah pencetakan dalam pan-pan cetakan dan pengeringan dengan sinar matahari selama ±15 jam. Skema proses pengolahan dendeng dari  ikan patin siam dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengamatan yang  dilakukan  terhadap dendeng yang  dihasilkan meliputi : kadar  air (BSN,  2006a), kadar  lemak (BSN, 2006b), kadar abu  (BSN, 2006c), kadar  protein  (BSN, 2006d), kadar total karbohidrat (Apriyantono  et al., 1989),  dan  sifat tekstur (tensile strength dan elongasi) (Caner et al., 1998).  Analisis organoleptik dilakukan terhadap dendeng dalam kondisi mentah dan matang dengan dua metode yaitu uji pembedaan atribut warna, aroma, tekstur, dan rasa serta uji kesukaan (hedonik) (Adawiyah, 2007), angka lempeng total (ALT) (BSN, 2006e) dan kapang (BSN,2006f).
Penelitian di lakukan dengan  menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 kali ulangan.  Data dianalisis statistik dengan menggunakan metode ANOVA (analysis of variance) dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey (Steel  & Torrie, 1993).
HASIL DAN BAHASAN Analisis Proksimat
Setiap  produk   pangan m em i l iki  kandungan komponen kimia pangan dalam jumlah tertentu yang d a p at  m e m pe n g a r uh i  k e m u n d u r an m u t un y a . Komponen kimia pangan juga sangat penting diketahui untuk melihat seberapa besar kandungan nilai gizi yang terdapat dalam produk tersebut. Hasil analisis komposisi proksimat dendeng ikan patin siam yang diperoleh dari masing-masing perlakuan pencucian dapat dilihat pada Tabel 1.am sebesar 19,26% (Suryaningrum et al., 2007). Selain
Filet ikan  patin siam segar/Fresh fillet siamese catfish


Penggilingan/Mincing


Tanpa Pencucian/                                 Pencucian I/                          Pencucian II/                                   Pencucian III/
Without washing                                  1st washing                             2nd  washing                                         3rd  washing


Pengepresan/Pressing


Pencampuran bahan/Mixing of ingredients                   Bahan tambahan: gula, garam, rempah- rempah/ Additional ingredients: sugar, salt,  spices

Pencetakan dalam pan/Moulding in pan


Pengeringan sinar matahari; ±15 jam/Sun drying 15 h)


Dendeng ikan  patin siam/
Dried spiced fish siamese catfish

Gambar 1. Skema pengolahan dendeng ikan patin siam.

Tabel 1.  Komposisi proksimat dendeng ikan patin siam

Dari Tabel 1 diketahui kadar air dendeng ikan patin siam berkisar antara 11,51–12,27 (%)  jauh lebih rendah dari kadar air dendeng hewan mamalia seperti sa pi, domba, dan kuda. Suharyanto (2007) menyatakan kadar air dendeng sapi sebesar 22,70%, dendeng domba sebesar 20,93% dan dendeng kuda sebesar 21,90%. Perbedaan yang cukup besar pada kadar air dendeng tersebut disebabkan struktur molekul protein  daging dari masing-masing jenis hewan berbeda. Struktur jaringan sel daging hewan mamalia lebih besar daripada daging ikan. Sedangkan dari hasil uji ANOVA diketahui bahwa kadar air dendeng i kan pati n  si am yang di hasi l kan dari perlakuan tanpa pencucian dan  dengan pencucian satu sampai tiga  kali tidak  berbeda nyata. Dalam pengolahan dendeng dilakukan  proses pengeringan selama ± 15 jam sehingga terjadi proses penguapan air dari permukaan adonan ke udara hingga dendeng menjadi mengering secara merata. Kadar air dendeng ikan  patin  siam  ini mendekati atau dalam  kisaran persyaratan dendeng sapi yaitu minimal 12% (BSN,1992).
Terdapat perbedaan kadar protein  dendeng ikan patin siam (Tabel 1) yang nyata pada perlakuan tanpa pencucian dan perlakuan pencucian satu kali dengan pencucian dua dan tiga kali. Dendeng daging  lumat tanpa pencuci an m engandung protein  sebesar
35,23%, sedangkan dendeng daging lumat dengan pencucian satu, dua,  dan  tiga kali masing-masing sebesar 35,95;  32,58;  dan  32,23%. Kadar lemak dendeng ikan patin siam tidak berbeda nyata di antara perlakuan tanpa pencucian maupun dengan pencucian satu, dua maupun tiga kali yaitu berkisar antara 2,33– 3,34%.  Kadar protein dan kadar lemak dendeng ikan patin siam ini lebih kecil daripada dendeng sapi, domba dan  kuda.  Suharyanto (2007)  menyatakan kadar protein dendeng sapi 46,50%; dendeng domba 43,49%; kuda 45,39%; serta kadar  lemak dendeng sapi 5,90%;  dendeng domba 8,87%;  dan  dendeng kuda 6,81%.
Umumnya kandungan lemak dalam daging ikan berupa asam lemak tidak jenuh yang sangat mudah teroksidasi. Daging ikan patin  siam  mengandung asam lemak tidak jenuh yang  jauh lebih tinggi dari pada daging  sapi  dan hewan mamalia  l ainnya. Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak ikan patin siam adalah sebesar 56,83% (Amin, 2008), sedangkan daging  sapi  mengandung asam lemak tidak jenuh sebesar 44,9%  (Suparno, 1998).  Kadar karbohidrat dendeng ikan patin  siam  juga berbeda nyata pada perlakuan  tanpa pencuci an dengan perlakuan pencucian satu kali, dua kali maupun tiga kali. Perlakuan pencucian cenderung menyebabkan terjadinya penurunan kadar   protein,   lemak, dan karbohidrat karena pencucian dapat menyebabkan sebagian protein,  lemak, dan  karbohidrat terbuang bersama air pencucian. Dendeng daging lumat tanpa pencucian mengandung karbohidrat yang  terbesar yaitu  31,50%; sedangkan  dendeng daging lumat dengan pencucian satu  kali, dua kali dan  tiga kali masing-masing adalah sebesar 29,80%; 28,57%; dan 28,91%.
Selain itu, proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya oksidasi lemak dan  penguapan air yang terikat dalam  komponen pangan seperti protein dan karbohidrat. Hal ini menyebabkan terjadi pemecahan ikatan struktur molekul protein dan karbohidrat yang selanjutnya saling  berinteraksi di antaranya dalam reaksi Maillard (kecoklatan). Pada proses pengolahan, molekul protein sangat reaktif berinteraksi dengan komponen pangan lainnya seperti gula pereduksi dan h a s i l   o k si d a s i   l e m a k  ( a l d e h i d )  y a n g   d a p a t menghasilkan senyawa-senyawa turunan yang tidak dapat terdeteksi dan menyebabkan warna berubah menjadi coklat (Hurrel, 1984).  Namun demikian, kadar protein dendeng ikan patin siam telah melebihi persyaratan mutu  dendeng sapi  yaitu  25%  (BSN,1992). Kadar abu  dendeng ikan  patin  siam  tidak berbeda di antara perlakuan pencucian yaitu sekitar 6,94–7,80% yang tidak jauh berbeda dengan kadar abu dendeng sapi (7,77%),  dendeng domba (7,59%) dan dendeng kuda (7,67%) (Suharyanto, 2007).
Analisis Organoleptik
Hasil analisis organoleptik dendeng mentah dan matang disajikan pada Gambar 2 dan 3. Gambar 2 memperlihatkan bahwa semakin sedikit perlakuan pencucian menyebabkan nilai warna dendeng mentah meningkat, dengan nilai warna tertinggi pada dendeng dari daging lumat tanpa pencucian sebesar 4,5 yaitu coklat kekuningan. Nilai warna terendah diperoleh dendeng daging  lumat  dengan pencucian tiga kali yaitu  sebesar 3,53  dengan  warna cokl at muda kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pencucian  berpengaruh nyata terhadap  warna dendeng.  Pada daging lumat tanpa pencucian, protein tidak terbuang sehingga berinteraksi dengan gula dan mengalami reaksi Maillard hingga menghasilkan warna coklat pada dendeng.
Pada pengujian atribut aroma panelis memberikan penilaian berkisar antara 3,89–4,22 dengan deskripsi aroma spesifik ikan cenderung berkurang namun aroma rempah-rempah cenderung menajam pada semua contoh  dendeng mentah. Hasil sidik ragam aroma menunjukkan perlakuan pencucian tidak memberikan perbedaan yang nyata  terhadap aroma dendeng yang dihasilkan.
Tanaman rempah-rempah mengandung banyak essential oil yang bersifat mudah menguap dan dapat menimbulkan aroma dan  flavor.  Komponen kimia essential oil yang  banyak terdapat dalam rempah- rempah adalah eugenol,  thymol,  pella ndrene, caryophylene, cineol, dan methyl eugenol.  Selain itu, essential oil pada rempah-rempah juga mengandung terpen yang  banyak mengandung gugus karbon. Komponen terpen yang  memiliki 10 gugus karbon dinamakan monoterpen yang  umumnya memiliki aroma yang kuat dan bersifat  sangat volatil (Hirasa & Takemasa, 1998).
Hasi l  si di k  ragam  tekstur dendeng  m entah menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0 antar="" banyak="" eptik="" frekuensi="" nilai="" organol="" pencucian="" perlakuan.="" semakin="" span="" style="mso-spacerun: yes;">  tekstur semakin  tinggi .  Gambar 2 menunjukkan nilai tekstur  dendeng tertinggi dalam kondisi mentah dihasilkan dari daging lumat pencucian tiga kali yaitu sebesar 3,20  yang  mengindikasikan bahwa dendeng agak  kenyal dan agak tidak mudah sobek. Nilai tekstur dendeng terendah dalam kondisi mentah dihasilkan dari daging lumat pencucian satu kali yaitu sebesar 1,93 yang mengindikasikan bahwa dendeng agak  keras dan tidak mudah sobek.
Dari Gambar 3 diketahui  nilai tertinggi  tekstur dendeng matang dihasilkan daging lumat tanpa pencucian yaitu sebesar 3,04 yang tidak berbeda nyata dengan dendeng daging lumat dengan pencucian tiga kali yaitu 2,93.
Nilai tekstur tersebut mengindikasikan tekstur dendeng matang agak liat dan  agak  mudah dikunyah.  Dendeng yang dihasilkan dari daging lumat tanpa pencucian masih banyak mengandung protein sarkoplasmik dan myofibril  dalam  satu struktur molekul yang berikatan pula dengan komponen pangan lainnya seperti lemak.  Protein  sarkoplasmik akan  melepas molekul air pada saat proses pengeringan dan penggorengan dengan suhu tinggi sehingga rantai struktur  molekul protein daging terpecah dan  menyebabkan tekstur dendeng lebih mudah sobek. Protein sarkoplasmik mulai mengalami agregasi dan  koagulasi pada suhu antara 40–60oC (Tonberg, 2005).   Perbedaan nilai tekstur  di antara dendeng yang  dihasilkan dari perlakuan pencucian pertama, kedua dan ketiga tersebut disebabkan oleh protein  miofibril yang  membentuk ikatan silang di antaranya sehingga terbentuk struktur jaringan gel daging selama proses pengeringan. Tonberg (2005) menyatakan miosin mulai mengalami pembentukan gel pada suhu antara 30–50oC.
Hasil uji organoleptik atribut rasa menunjukkan bahwa perl akuan pencuci an ti dak berpengaruh terhadap rasa dendeng yang dihasilkan. Penilaian rasa dendeng cukup  tinggi yaitu sekitar 3,93–4,38 yang berarti rasa dendeng yang disukai oleh panelis adalah yang cenderung memiliki rasa rempah-rempah dan gurih. Rasa gurih pada dendeng ditimbulkan karena adanya kandungan asam glutamat yang cukup banyak dalam daging ikan patin  siam. Kandungan asam glutamat daging  segar dan dendeng ikan patin siam masing-masing sebesar 1,61% dan 1,16% (Suryanti, 2009).  Selain itu, umumnya setiap tanaman rempah- rempah dapat memberikan flavor yang spesifik karena kandungan komponen kimia dalam essential oil yang berbeda. Beberapa flavor spesifik dapat ditimbulkan oleh komponen-komponen kimia yang terdapat dalam tanaman rempah-rempah seperti ketumbar, bawang putih dan  jahe. Ketumbar mengandung komponen kimia linalool, α,β-pinene dan p-cymene. Bawang putih mengandung komponen kimia diallyl disulfide, diallyl trisulfide,  allyl  propyl  disulfide,  sedangkan jahe mengandung komponen kimia gingiberene, phellandrene, borneol, linalool, shogaol, dan gingiroene (Hirasa & Takemasa, 1998).
Hasil analisis organoleptik dengan metode uji hedonik dendeng dalam kondisi mentah dan matang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa secara  keseluruhan panelis memberi nilai kesukaan tertinggi pada dendeng yang dihasilkan dari daging  lumat dengan pencucian tiga  kali. Hal  ini terlihat dari nilai uji hedonik tertinggi dendeng dalam kondisi mentah dan matang yaitu berasal dari daging lumat dengan pencucian tiga kali dengan nilai 6 dan 5,56.
Sifat  Tekstur Dendeng Ikan  Patin Siam
Rheologi dasar pengukuran sifat  tekstur  bahan pangan adalah hubungan antara gaya  atau  tekanan yang diberikan kepada bahan dengan besaran tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan terhadap ukuran dan bentuk bahan. Secara matematis, perubahan bahan tersebut dihitung berdasarkan besarnya gaya per unit area (Vliet, 1999). Berdasarkan sifat  rheologinya, bahan pangan dikelompokkan menjadi produk  yang bersifat padat, semi padat (elastis),  dan  v iskoelastis.  Produk  pangan yang bersifat padat adalah produk yang tidak mengalami perubahan bentuk (deformasi) apabila dikenakan gaya tarik/tekan. Produk semi padat (elastis) adalah produk yang mengalami perubahan bentuk apabila dikenakan gaya  dan apabila bahan tidak mampu lagi menahan gaya tersebut, maka akan  mengalami patah atau hancur. Produk   yang  bersifat   viskoelastis adalah produk yang memiliki sifat elastis dan mengalir. Salah satu parameter rheologi bahan pangan yang  sering digunakan dalam menganalisis produk pangan yang bersifat semi padat adalah elastisitas. Dasar rheologi pengukuran elastisitas tekstur dalam analisis secara obyektif adalah daya tahan bahan untuk putus akibat gaya tarik (Faridah  et  al.,  2008).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian sifat tekstur dendeng ikan patin siam dan dendeng sapi komersial secara obyektif dengan menggunakan alat pengukur tensil strength yang menggambarkan kekuatan tarik dan elongasi dengan hasil.
Pada teknik pengukuran untuk menentukan sifat rheologi bahan pangan yang bersifat semi padat dapat diperhitungkan secara matematis sebagai persentase  perubahan bentuk bahan dari bentuk semula.
Hasil sidik ragam kekuatan tarik (tensile strength) dan nilai elongasi menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara dendeng dari  daging lumat  tanpa pencucian dan dengan pencucian satu, dua, dan tiga kali (P<0 adanya="" span="" style="mso-spacerun: yes;">  ikatan antara protein  daging dengan komponen daging lainnya menyebabkan adanya  daya adhesi  da n  kohesi  prote i n  yang meningkat sehingga sifat kekuatan tarik dendeng juga meningkat dengan semakin banyaknya perlakuan pecucian daging  lumat.
Diketahui bahwa dendeng daging lumat tanpa pencucian memiliki sifat kekuatan tarik dan elongasi yang paling kecil di antara perlakuan karena masih banyak mengandung protein sarkoplasmik yang kurang  memiliki daya  adhesi dan  kohesi yang  kuat yaitu terjadi interaksi protein dengan air dalam jumlah besar, sehingga mudah lepas di antara ikatan protein daging. Nilai kekuatan tarik dan  elongasi dendeng daging lumat  tertinggi  berasal  dari  daging  lumat digunakan tension-compression atau instrumen yang dapat memberikan sifat bahan dengan adanya gaya tarik atau tekan  (Vliet, 1999).  Kekuatan gaya tarik (tensile strength) produk  pangan yang  berasal dari daging hewani dapat menggambarkan adanya sifat el astis  dari  mol ekul  protei n  dagi ng  (Greaser & Pearson, 1999).   Pengukuran sifat elastisitas suatu bahan dapat menggunakan alat  pengukur tensile strenght yang ditunjukkan dengan nilai elongasi yang dengan pencucian tiga kali yaitu 67,16  kgf/cm2 dan 66,19% yang hampir mendekati nilai kekuatan tarik dan  elongasi dendeng giling sapi komersial yaitu sebesar 70,30  kgf/cm2  dan  63,53%. Daging  lumat dengan pencucian tiga  kali  banyak mengandung p r ot e i n  m y of i b r i l  y an g  m em i l i k i  k em a m pu a n membentuk gel yang kuat. Pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan hidrogen, ikatan ionik dan hidrofobik serta ikatan disulfida (Zayas, 1997).   Adanya ikatan protein daging  tersebut menyebabkan daya adhesi dan kohesi meningkat sehingga sifat kekuatan tarik dan elastisitas dendeng meningkat juga.
Analisis Mikrobiologi
Pada penelitian ini dilakukan  analisis mikrobiologi yang meliputi  angka lempeng total (ALT) dan kapang. Apabila dibandingkan dengan bakteri,  kapang lebih tahan terhadap kekeringan, sehingga analisis kapang sangat diperlukan untuk produk pangan kering.  Hasil analisis mikrobiologi dendeng ikan patin siam  yang meliputi analisis angka lempeng total  (ALT) dan kapang dapat dilihat pada Tabel 3. Dendeng ikan patin siam yang  diamati  pada hari ke-7  tidak ditumbuhi kapang dan memiliki nilai angka lempeng total berkisar antara <25 102="" span="" style="mso-spacerun: yes;" x="">  sampai dengan 1,6 x 104  koloni/g (Tabel 3). Nilai mikrobiologi dendeng ikan patin siam tersebut masih memenuhi persyaratan untuk produk perikanan.  Menurut NHPD (2007), batasan cemaran mikroba pada produk perikanan adalah <1 105="" span="" style="mso-spacerun: yes;" x=""> 
untuk ALT dan < 1 x 104  untuk kapang. Proses pengawetan yang dilakukan  dalam pengolahan dendeng dengan penggunaan bahan tambahan makanan yaitu rempah- rempah (bawang putih, bawang merah, jahe, lengkuas, ketumbar, asam jawa) dan pengeringan sinar matahari kemungkinan mencegah tumbuhnya kapang dan mikroorganisme lainnya.
Sebagian besar tanam an rempah–rempah mengandung komponen kimia eugenol yang bersifat antimikroba serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri  dan  kapang sehingga  dapat mengawetkan makanan. Pada konsentrasi 200 ppm eugenol dapat menghambat pertumbuhan Acinetobacter dan Aspergillus serta pada konsentrasi 800 ppm dapat menghambat Bacillus sp. dan  Pseudomonas sp. Komponen kimia lainnya seperti terpen dan fenol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli  dan Salmonella (Hirasa & Takemasa, 1998).  Selain itu, ekstrak bawang merah mempunyai efek bakterisidal terhadap Staphylococcus  aureus dan Shigella dysentriae. Ekstrak bawang putih mentah mempunyai aktiv i tas antimi kroba terhadap  Escherichia  coli, Staphylococcus sp. Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia marcescens, dan Shigella  dysentriae serta jahe mempunyai efek bakterisidal terhadap Micrococcus varians, Leuconostoc sp., dan Bacillus subtilis,  serta be rsi f at bakteri ostati k  terhadap Pseudomonas sp.  dan Enterobacter aerogenes (Astawan,  2005).    Adapun pengeringan dapat m engurangi  kandungan ai r  yang teri kat dalam komponen bahan  pangan  yang dapat m emi cu pertumbuhan mikroorganisme.
Berdasarkan hasil  analisis  sifat  tekstur secara obyektif dan subyektif terhadap dendeng ikan patin siam diketahui bahwa dendeng yang dihasilkan dari perlakuan pencucian tiga kali memberikan nilai yang terbaik yaitu memiliki sifat tekstur, kekuatan tarik dan elongasi yang mendekati dendeng giling sapi komersial serta paling disukai oleh panelis.  Kandungan air dan protein dendeng tersebut juga telah mendekati persyaratan mutu dendeng sapi serta memiliki nilai mikrobiologi yang telah memenuhi persyaratan produk perikanan.
KESIMPULAN
Perlakuan pencucian terhadap daging lumat ikan patin siam  (P.  hypopthalmus) berpengaruh  nyata terhadap beberapa karakteristik mutu dendeng yang dihasilkan. Semakin banyak frekuensi pencucian yang dilakukan, kandungan protein dan karbohidrat dendeng cenderung berkurang secara  nyata, sedangkan kandungan air dan lemak tidak berubah.  Hasil analisis mikrobiologi dendeng dari semua perlakuan pencucian daging lumat menunjukkan bahwa angka lempeng total (ALT) berkisar antara <25 102="" span="" style="mso-spacerun: yes;" x="">  sampai dengan 1,6 x 104  koloni/g dan tidak ditemukan pertumbuhan kapang.
Dendeng mentah dari daging  lumat dengan dan tanpa pencucian memberikan warna tidak berbeda nyata yaitu coklat kekuningan dan  memiliki tekstur yang agak kenyal dan agak mudah sobek. Dendeng matang dari daging lumat dengan dan tanpa pencucian mem berikan  tekstur agak li at dan agak mudah dikunyah dengan rasa dan aroma spesifik  ikan cenderung berkurang namun aroma rempah-rempah cenderung menajam.  Adapun  dendeng matang dan mentah yang  disukai  panelis adalah dendeng yang berasal dari perlakuan pencucian tiga kali.
Dendeng dengan perlakuan pencucian tiga kali memberikan karakteristik mutu  yang  terbaik yaitu memiliki sifat tekstur  (kekuatan tarik dan  elongasi) yang  mendekati sifat  tekstur dendeng giling sapi komersial serta paling disukai  oleh  panelis. Selain itu juga memiliki kandungan air  dan  protein  yang mendekati persyaratan mutu dendeng sapi.


0 comments:

Post a Comment