PENDAHULUAN
Dalam pengem ba ngan produk olahan ikan diperlukan dukungan sumberdaya
ikan yang memadai. Salah satu jenis ikan air
tawar yang cukup besar potensinya untuk dikembangkan adalah ikan patin. Produksi ikan
patin cenderung mengalami kenaikan sej ak tahun 2004 sampai
dengan tahun 2008. Produksi ikan
patin mengalami kenaikan rata-rata sebesar 22,86% per tahun mulai tahun 2004
sampai dengan tahun 2008. Pada tahun
2004 produksi ikan patin sebesar 23963 ton dan pada tahun 2008 sebesar 52470 ton
(Poernomo, 2009). Ikan patin
siam (P.hypopthalmus) merupakan
salah satu ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk badan yang memanjang
dan warna putih perak
dengan bagian punggung berwarna
kebiru-biruan. Ikan patin siam
memiliki potensi yang cukup besar
untuk dikembangkan menjadi berbagai
macam produk olahan. Daging ikan patin memiliki kandungan protein dan asam lemak tidak jenuh yang
cukup tinggi serta memiliki rasa
gurih. Kandungan asam lemak tidak jenuh
dan asam lemak jenuh dalam minyak ikan patin siam masing- masing sebesar
56,83% dan 43,17% (Amin, 2008), sedangkan kandungan protein daging ikan patin
si itu,
daging ikan patin siam tebal dan tidak mempunyai banyak duri, sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku
produk olahan.
Salah satu produk
olahan daging tradisional yang telah lama dikenal masyarakat adalah dendeng.
Dendeng merupakan produk olahan daging
semi basah yang telah melalui proses pengawetan dengan tujuan untuk
memperpanjang daya simpan. Proses pengawetan
yang dilakukan yaitu dengan menambahkan bahan tambahan makanan seperti garam,
gula, dan rempah-rempah diikuti proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam bahan pangan sampai nilai tertentu yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan bahan pangan dan untuk
memperpanjang daya simpannya. Selain itu, pengeringan juga dapat mengurangi
beban selama pengemasan, penyi mpanan, dan transporta si (Hariyadi &
Kusnandar, 2006). Pada umumnya, dendeng
terbuat dari bahan baku filet daging. Namun karena umumnya kandungan lemak
dalam daging cukup tinggi, maka perlu dilakukan pembuangan lemak dengan
cara pencucian. Proses pencucian daging
lumat dapat membuang sebagian lemak yang melekat dal am daging. Daging ikan um
um nya banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi sehingga
sangat berpengaruh terhadap kestabilan
produk olahan ikan yang dihasilkan karena mudah terjadi oksidasi lemak yang dapat
mengakibatkan ketengikan.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik dendeng yang
dihasilkan dari daging lumat ikan patin siam (P.
hypopthalmus) dengan perlakuan pencucian.
Bahan utama yang
digunakan pada penelitian ini adalah ikan patin siam (P. hypopthalmus) yang diperoleh langsung dari
kolam budidaya ikan patin di Bogor, Jawa
Barat. Bahan bantu yang
digunakan adalah es batu, gula putih, garam, dan rempah-rempah yaitu
jahe, ketumbar, lengkuas, bawang putih, bawang merah, dan asam jawa.
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi bak penampung ikan, pisau, talenan, saringan,
timbangan, blender, kain saring, meat
bone separator, meat dehydrator,
meat mincer, spektrofotometer, dan alat
pengukur tensil strength.
Metode
Penelitian diawali
dengan pengambilan ikan dalam keadaan hidup dari kolam budidaya, diikuti dengan
pemberokan selama 24 jam dalam bak
penampung ikan . Setelah itu dilakukan pemfiletan serta penghilangan
tulang/duri dengan meat bone separator dan dilakukan penggilingan dengan mincer
sehingga diperoleh daging lumat. Daging
lumat diberi perlakuan tanpa dan dengan
pencucian sebanyak satu, dua, dan tiga kali dengan air bersuhu 4 - 5oC dengan perbandingan daging
lumat dan air 1:5 (b/v). Daging yang telah dicuci kemudian ditiriskan dan
dilakukan pengepresan dengan meat dehydrator. Daging lumat yang di perol eh
dari masi ng-m asi ng perl akuan pencucian kemudian diolah menjadi
dendeng dengan pencampuran bahan utama (daging lumat) dan bahan tambahan dengan
persentase berdasarkan bobot daging,
yaitu gula putih (20%), garam (3%)
serta rempah-rempah yang telah dihaluskan terlebih dahulu yang terdari
dari ketumbar (2,5%), asam jawa (3%), lengkuas (2,5%), jahe (0,5%) bawang putih
(2%), dan bawang merah (1,5%) (Arif udi
n, 2007)
dengan modifikasi. Proses selanjutnya adalah pencetakan dalam pan-pan
cetakan dan pengeringan dengan sinar matahari selama ±15 jam. Skema proses
pengolahan dendeng dari ikan patin siam
dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengamatan yang dilakukan
terhadap dendeng yang dihasilkan
meliputi : kadar air (BSN, 2006a), kadar
lemak (BSN, 2006b), kadar abu
(BSN, 2006c), kadar protein (BSN, 2006d), kadar total karbohidrat
(Apriyantono et al., 1989), dan
sifat tekstur (tensile strength dan elongasi) (Caner et al., 1998). Analisis organoleptik dilakukan terhadap
dendeng dalam kondisi mentah dan matang dengan dua metode yaitu uji pembedaan
atribut warna, aroma, tekstur, dan rasa serta uji kesukaan (hedonik) (Adawiyah,
2007), angka lempeng total (ALT) (BSN, 2006e) dan kapang (BSN,2006f).
Penelitian di lakukan
dengan menggunakan rancangan acak
lengkap dengan 3 kali ulangan. Data
dianalisis statistik dengan menggunakan metode ANOVA (analysis of variance) dan
jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey
(Steel & Torrie, 1993).
HASIL DAN BAHASAN
Analisis Proksimat
Setiap produk
pangan m em i l iki kandungan
komponen kimia pangan dalam jumlah tertentu yang d a p at m e m pe n g a r uh i k e m u n d u r an m u t un y a . Komponen
kimia pangan juga sangat penting diketahui untuk melihat seberapa besar
kandungan nilai gizi yang terdapat dalam produk tersebut. Hasil analisis
komposisi proksimat dendeng ikan patin siam yang diperoleh dari masing-masing
perlakuan pencucian dapat dilihat pada Tabel 1.am sebesar 19,26% (Suryaningrum
et al., 2007). Selain
Filet ikan
patin siam segar/Fresh fillet siamese catfish
Penggilingan/Mincing
Tanpa Pencucian/ Pencucian I/ Pencucian II/ Pencucian III/
Without washing 1st washing 2nd washing 3rd washing
Pengepresan/Pressing
Pencampuran bahan/Mixing of ingredients Bahan tambahan: gula, garam, rempah- rempah/ Additional
ingredients: sugar,
salt, spices
Pencetakan dalam pan/Moulding in pan
Pengeringan sinar matahari; ±15 jam/Sun drying (± 15 h)
Dendeng ikan patin siam/
Dried spiced fish siamese catfish
Gambar 1. Skema pengolahan dendeng ikan patin siam.
Tabel 1. Komposisi proksimat dendeng ikan patin siam
Dari Tabel 1
diketahui kadar air dendeng ikan patin siam berkisar antara 11,51–12,27
(%) jauh lebih rendah dari kadar air
dendeng hewan mamalia seperti sa pi, domba, dan kuda. Suharyanto (2007) menyatakan
kadar air dendeng sapi sebesar 22,70%, dendeng domba sebesar 20,93% dan dendeng
kuda sebesar 21,90%. Perbedaan yang cukup besar pada kadar air dendeng tersebut
disebabkan struktur molekul protein
daging dari masing-masing jenis hewan berbeda. Struktur jaringan sel
daging hewan mamalia lebih besar daripada daging ikan. Sedangkan dari hasil uji
ANOVA diketahui bahwa kadar air dendeng i kan pati n si am yang di hasi l kan dari perlakuan tanpa
pencucian dan dengan pencucian satu
sampai tiga kali tidak berbeda nyata. Dalam pengolahan dendeng
dilakukan proses pengeringan selama ± 15
jam sehingga terjadi proses penguapan air dari permukaan adonan ke udara hingga
dendeng menjadi mengering secara merata. Kadar air dendeng ikan patin
siam ini mendekati atau
dalam kisaran persyaratan dendeng sapi
yaitu minimal 12% (BSN,1992).
Terdapat perbedaan
kadar protein dendeng ikan patin siam
(Tabel 1) yang nyata pada perlakuan tanpa pencucian dan perlakuan pencucian
satu kali dengan pencucian dua dan tiga kali. Dendeng daging lumat tanpa pencuci an m engandung
protein sebesar
35,23%, sedangkan
dendeng daging lumat dengan pencucian satu, dua, dan
tiga kali masing-masing sebesar 35,95;
32,58; dan 32,23%. Kadar lemak dendeng ikan patin siam
tidak berbeda nyata di antara perlakuan tanpa pencucian maupun dengan pencucian
satu, dua maupun tiga kali yaitu berkisar antara 2,33– 3,34%. Kadar protein dan kadar lemak dendeng ikan
patin siam ini lebih kecil daripada dendeng sapi, domba dan kuda.
Suharyanto (2007) menyatakan
kadar protein dendeng sapi 46,50%; dendeng domba 43,49%; kuda 45,39%; serta
kadar lemak dendeng sapi 5,90%; dendeng domba 8,87%; dan
dendeng kuda 6,81%.
Umumnya kandungan lemak
dalam daging ikan berupa asam lemak tidak jenuh yang sangat mudah teroksidasi.
Daging ikan patin siam mengandung asam lemak tidak jenuh yang jauh lebih tinggi dari pada daging sapi
dan hewan mamalia l ainnya.
Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak ikan patin siam adalah sebesar
56,83% (Amin, 2008), sedangkan daging
sapi mengandung asam lemak tidak
jenuh sebesar 44,9% (Suparno,
1998). Kadar karbohidrat dendeng ikan
patin siam juga berbeda nyata pada perlakuan tanpa pencuci an dengan perlakuan pencucian
satu kali, dua kali maupun tiga kali. Perlakuan pencucian cenderung menyebabkan
terjadinya penurunan kadar
protein, lemak, dan karbohidrat
karena pencucian dapat menyebabkan sebagian protein, lemak, dan
karbohidrat terbuang bersama air pencucian. Dendeng daging lumat tanpa
pencucian mengandung karbohidrat yang
terbesar yaitu 31,50%;
sedangkan dendeng daging lumat dengan
pencucian satu kali, dua kali dan tiga kali masing-masing adalah sebesar
29,80%; 28,57%; dan 28,91%.
Selain itu, proses
pengeringan dapat menyebabkan terjadinya oksidasi lemak dan penguapan air yang terikat dalam komponen pangan seperti protein dan karbohidrat.
Hal ini menyebabkan terjadi pemecahan ikatan struktur molekul protein dan
karbohidrat yang selanjutnya saling
berinteraksi di antaranya dalam reaksi Maillard (kecoklatan). Pada
proses pengolahan, molekul protein sangat reaktif berinteraksi dengan komponen
pangan lainnya seperti gula pereduksi dan h a s i l o k si d a s i l e m a k
( a l d e h i d ) y a n g d a p a t menghasilkan senyawa-senyawa
turunan yang tidak dapat terdeteksi dan menyebabkan warna berubah menjadi
coklat (Hurrel, 1984). Namun demikian,
kadar protein dendeng ikan patin siam telah melebihi persyaratan mutu dendeng sapi
yaitu 25% (BSN,1992). Kadar abu dendeng ikan
patin siam tidak berbeda di antara perlakuan pencucian
yaitu sekitar 6,94–7,80% yang tidak jauh berbeda dengan kadar abu dendeng sapi
(7,77%), dendeng domba (7,59%) dan
dendeng kuda (7,67%) (Suharyanto, 2007).
Analisis Organoleptik
Hasil analisis
organoleptik dendeng mentah dan matang disajikan pada Gambar 2 dan 3. Gambar 2
memperlihatkan bahwa semakin sedikit perlakuan pencucian menyebabkan nilai
warna dendeng mentah meningkat, dengan nilai warna tertinggi pada dendeng dari
daging lumat tanpa pencucian sebesar 4,5 yaitu coklat kekuningan. Nilai warna
terendah diperoleh dendeng daging
lumat dengan pencucian tiga kali
yaitu sebesar 3,53 dengan
warna cokl at muda kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
pencucian berpengaruh nyata
terhadap warna dendeng. Pada daging lumat tanpa pencucian, protein
tidak terbuang sehingga berinteraksi dengan gula dan mengalami reaksi Maillard
hingga menghasilkan warna coklat pada dendeng.
Pada pengujian atribut
aroma panelis memberikan penilaian berkisar antara 3,89–4,22 dengan deskripsi
aroma spesifik ikan cenderung berkurang namun aroma rempah-rempah cenderung
menajam pada semua contoh dendeng
mentah. Hasil sidik ragam aroma menunjukkan perlakuan pencucian tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap
aroma dendeng yang dihasilkan.
Tanaman rempah-rempah
mengandung banyak essential oil yang bersifat mudah menguap dan dapat
menimbulkan aroma dan flavor. Komponen kimia essential oil yang banyak terdapat dalam rempah- rempah adalah
eugenol, thymol, pella ndrene, caryophylene, cineol, dan methyl
eugenol. Selain itu, essential oil pada
rempah-rempah juga mengandung terpen yang
banyak mengandung gugus karbon. Komponen terpen yang memiliki 10 gugus karbon dinamakan monoterpen
yang umumnya memiliki aroma yang kuat
dan bersifat sangat volatil (Hirasa
& Takemasa, 1998).
Hasi l si di k
ragam tekstur dendeng m entah menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0 antar="" banyak="" eptik="" frekuensi="" nilai="" organol="" pencucian="" perlakuan.="" semakin="" span="" style="mso-spacerun: yes;"> 0>tekstur semakin tinggi .
Gambar 2 menunjukkan nilai tekstur dendeng tertinggi dalam kondisi mentah
dihasilkan dari daging lumat pencucian tiga kali yaitu sebesar 3,20 yang
mengindikasikan bahwa dendeng agak
kenyal dan agak tidak mudah sobek. Nilai tekstur dendeng terendah dalam
kondisi mentah dihasilkan dari daging lumat pencucian satu kali yaitu sebesar
1,93 yang mengindikasikan bahwa dendeng agak
keras dan tidak mudah sobek.
Dari Gambar 3
diketahui nilai tertinggi tekstur dendeng matang dihasilkan daging
lumat tanpa pencucian yaitu sebesar 3,04 yang tidak berbeda nyata dengan
dendeng daging lumat dengan pencucian tiga kali yaitu 2,93.
Nilai tekstur tersebut
mengindikasikan tekstur dendeng matang agak liat dan agak
mudah dikunyah. Dendeng yang
dihasilkan dari daging lumat tanpa pencucian masih banyak mengandung protein
sarkoplasmik dan myofibril dalam satu struktur molekul yang berikatan pula
dengan komponen pangan lainnya seperti lemak.
Protein sarkoplasmik akan melepas molekul air pada saat proses pengeringan
dan penggorengan dengan suhu tinggi sehingga rantai struktur molekul protein daging terpecah dan menyebabkan tekstur dendeng lebih mudah
sobek. Protein sarkoplasmik mulai mengalami agregasi dan koagulasi pada suhu antara 40–60oC (Tonberg,
2005). Perbedaan nilai tekstur di antara dendeng yang dihasilkan dari perlakuan pencucian pertama,
kedua dan ketiga tersebut disebabkan oleh protein miofibril yang membentuk ikatan silang di antaranya sehingga
terbentuk struktur jaringan gel daging selama proses pengeringan. Tonberg
(2005) menyatakan miosin mulai mengalami pembentukan gel pada suhu antara 30–50oC.
Hasil uji organoleptik
atribut rasa menunjukkan bahwa perl akuan pencuci an ti dak berpengaruh terhadap
rasa dendeng yang dihasilkan. Penilaian rasa dendeng cukup tinggi yaitu sekitar 3,93–4,38 yang berarti
rasa dendeng yang disukai oleh panelis adalah yang cenderung memiliki rasa
rempah-rempah dan gurih. Rasa gurih pada dendeng ditimbulkan karena adanya
kandungan asam glutamat yang cukup banyak dalam daging ikan patin siam. Kandungan asam glutamat daging segar dan dendeng ikan patin siam
masing-masing sebesar 1,61% dan 1,16% (Suryanti, 2009). Selain itu, umumnya setiap tanaman rempah-
rempah dapat memberikan flavor yang spesifik karena kandungan komponen kimia
dalam essential oil yang berbeda. Beberapa flavor spesifik dapat ditimbulkan
oleh komponen-komponen kimia yang terdapat dalam tanaman rempah-rempah seperti
ketumbar, bawang putih dan jahe.
Ketumbar mengandung komponen kimia linalool, α,β-pinene dan p-cymene. Bawang
putih mengandung komponen kimia diallyl disulfide, diallyl trisulfide, allyl
propyl disulfide, sedangkan jahe mengandung komponen kimia gingiberene,
phellandrene, borneol, linalool, shogaol, dan gingiroene (Hirasa &
Takemasa, 1998).
Hasil analisis
organoleptik dengan metode uji hedonik dendeng dalam kondisi mentah dan matang
disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan panelis memberi nilai kesukaan
tertinggi pada dendeng yang dihasilkan dari daging lumat dengan pencucian tiga kali. Hal
ini terlihat dari nilai uji hedonik tertinggi dendeng dalam kondisi
mentah dan matang yaitu berasal dari daging lumat dengan pencucian tiga kali
dengan nilai 6 dan 5,56.
Sifat Tekstur Dendeng Ikan Patin Siam
Rheologi dasar
pengukuran sifat tekstur bahan pangan adalah hubungan antara gaya atau
tekanan yang diberikan kepada bahan dengan besaran tertentu yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan terhadap ukuran dan bentuk bahan. Secara
matematis, perubahan bahan tersebut dihitung berdasarkan besarnya gaya per unit
area (Vliet, 1999). Berdasarkan sifat
rheologinya, bahan pangan dikelompokkan menjadi produk yang bersifat padat, semi padat
(elastis), dan v iskoelastis. Produk
pangan yang bersifat padat adalah produk yang tidak
mengalami perubahan bentuk (deformasi) apabila dikenakan gaya tarik/tekan.
Produk semi padat (elastis) adalah produk yang mengalami perubahan bentuk
apabila dikenakan gaya dan apabila bahan
tidak mampu lagi menahan gaya tersebut, maka akan mengalami patah atau hancur. Produk yang
bersifat viskoelastis adalah
produk yang memiliki sifat elastis dan mengalir. Salah satu parameter rheologi
bahan pangan yang sering digunakan dalam
menganalisis produk pangan yang bersifat semi padat adalah elastisitas. Dasar
rheologi pengukuran elastisitas tekstur dalam analisis secara obyektif adalah daya
tahan bahan untuk putus akibat gaya tarik (Faridah et
al., 2008).
Pada penelitian ini
dilakukan pengujian sifat tekstur dendeng ikan patin siam dan dendeng sapi
komersial secara obyektif dengan menggunakan alat pengukur tensil strength yang
menggambarkan kekuatan tarik dan elongasi dengan hasil.
Pada teknik pengukuran
untuk menentukan sifat rheologi bahan pangan yang bersifat semi padat dapat
diperhitungkan secara matematis sebagai persentase perubahan bentuk bahan dari bentuk semula.
Hasil sidik ragam
kekuatan tarik (tensile strength) dan nilai elongasi menunjukkan terdapat
perbedaan nyata antara dendeng dari
daging lumat tanpa pencucian dan
dengan pencucian satu, dua, dan tiga kali (P<0 adanya="" span="" style="mso-spacerun: yes;"> 0>ikatan antara protein daging dengan komponen daging lainnya
menyebabkan adanya daya adhesi da n
kohesi prote i n yang meningkat sehingga sifat kekuatan tarik
dendeng juga meningkat dengan semakin banyaknya perlakuan pecucian daging lumat.
Diketahui bahwa dendeng
daging lumat tanpa pencucian memiliki sifat kekuatan tarik dan elongasi yang
paling kecil di antara perlakuan karena masih banyak mengandung protein
sarkoplasmik yang kurang memiliki
daya adhesi dan kohesi yang
kuat yaitu terjadi interaksi protein dengan air dalam jumlah besar,
sehingga mudah lepas di antara ikatan protein daging. Nilai kekuatan tarik
dan elongasi dendeng daging lumat tertinggi
berasal dari daging
lumat digunakan tension-compression atau instrumen yang
dapat memberikan sifat bahan dengan adanya gaya tarik atau tekan (Vliet, 1999). Kekuatan gaya tarik (tensile strength) produk pangan yang
berasal dari daging hewani dapat menggambarkan adanya sifat el
astis dari mol ekul
protei n dagi ng (Greaser & Pearson, 1999). Pengukuran sifat elastisitas suatu bahan
dapat menggunakan alat pengukur tensile
strenght yang ditunjukkan dengan nilai elongasi yang dengan pencucian tiga kali
yaitu 67,16 kgf/cm2 dan 66,19% yang
hampir mendekati nilai kekuatan tarik dan
elongasi dendeng giling sapi komersial yaitu sebesar 70,30 kgf/cm2
dan 63,53%. Daging lumat dengan pencucian tiga kali
banyak mengandung p r ot e i n m
y of i b r i l y an g m em i l i k i k em a m pu a n membentuk gel yang kuat.
Pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan hidrogen, ikatan ionik dan
hidrofobik serta ikatan disulfida (Zayas, 1997). Adanya ikatan protein
daging tersebut menyebabkan daya adhesi
dan kohesi meningkat sehingga sifat kekuatan tarik dan elastisitas dendeng
meningkat juga.
Analisis Mikrobiologi
Pada penelitian ini
dilakukan analisis mikrobiologi yang
meliputi angka lempeng total (ALT) dan
kapang. Apabila dibandingkan dengan bakteri,
kapang lebih tahan terhadap kekeringan, sehingga analisis kapang sangat
diperlukan untuk produk pangan kering.
Hasil analisis mikrobiologi dendeng ikan patin siam yang meliputi analisis angka lempeng total (ALT) dan kapang dapat dilihat pada Tabel 3.
Dendeng ikan patin siam yang diamati pada hari ke-7 tidak ditumbuhi kapang dan memiliki nilai
angka lempeng total berkisar antara <25 102="" span="" style="mso-spacerun: yes;" x=""> 25>sampai dengan 1,6 x 104 koloni/g (Tabel 3). Nilai mikrobiologi
dendeng ikan patin siam tersebut masih memenuhi persyaratan untuk produk perikanan. Menurut NHPD (2007), batasan cemaran mikroba
pada produk perikanan adalah <1 105="" span="" style="mso-spacerun: yes;" x="">
1>
untuk ALT dan < 1 x 104 untuk
kapang. Proses pengawetan yang dilakukan
dalam pengolahan dendeng dengan penggunaan bahan tambahan makanan yaitu
rempah- rempah (bawang putih, bawang merah, jahe, lengkuas, ketumbar, asam
jawa) dan pengeringan sinar matahari kemungkinan mencegah tumbuhnya kapang dan
mikroorganisme lainnya.
Sebagian besar tanam an
rempah–rempah mengandung komponen kimia eugenol yang bersifat antimikroba serta
dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dan kapang sehingga dapat mengawetkan makanan. Pada konsentrasi
200 ppm eugenol dapat menghambat pertumbuhan Acinetobacter dan Aspergillus
serta pada konsentrasi 800 ppm dapat menghambat Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. Komponen kimia lainnya
seperti terpen dan fenol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan Salmonella (Hirasa & Takemasa, 1998). Selain itu, ekstrak bawang merah mempunyai
efek bakterisidal terhadap Staphylococcus
aureus dan Shigella dysentriae. Ekstrak bawang putih mentah mempunyai
aktiv i tas antimi kroba terhadap
Escherichia coli, Staphylococcus
sp. Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia marcescens, dan Shigella dysentriae serta jahe mempunyai efek bakterisidal
terhadap Micrococcus varians, Leuconostoc sp., dan Bacillus subtilis, serta be rsi f at bakteri ostati k terhadap Pseudomonas sp. dan Enterobacter aerogenes (Astawan, 2005).
Adapun pengeringan dapat m engurangi
kandungan ai r yang teri kat
dalam komponen bahan pangan yang dapat m emi cu pertumbuhan
mikroorganisme.
Berdasarkan hasil analisis
sifat tekstur secara obyektif dan
subyektif terhadap dendeng ikan patin siam diketahui bahwa dendeng yang
dihasilkan dari perlakuan pencucian tiga kali memberikan nilai yang terbaik
yaitu memiliki sifat tekstur, kekuatan tarik dan elongasi yang mendekati
dendeng giling sapi komersial serta paling disukai oleh panelis. Kandungan air dan protein dendeng tersebut
juga telah mendekati persyaratan mutu dendeng sapi serta memiliki nilai
mikrobiologi yang telah memenuhi persyaratan produk perikanan.
KESIMPULAN
Perlakuan pencucian
terhadap daging lumat ikan patin siam
(P. hypopthalmus)
berpengaruh nyata terhadap beberapa
karakteristik mutu dendeng yang dihasilkan. Semakin banyak frekuensi pencucian
yang dilakukan, kandungan protein dan karbohidrat dendeng cenderung berkurang
secara nyata, sedangkan kandungan air
dan lemak tidak berubah. Hasil analisis
mikrobiologi dendeng dari semua perlakuan pencucian daging lumat menunjukkan
bahwa angka lempeng total (ALT) berkisar antara <25 102="" span="" style="mso-spacerun: yes;" x=""> 25>sampai dengan 1,6 x 104 koloni/g dan tidak ditemukan pertumbuhan
kapang.
Dendeng mentah dari
daging lumat dengan dan tanpa pencucian
memberikan warna tidak berbeda nyata yaitu coklat kekuningan dan memiliki tekstur yang agak kenyal dan agak
mudah sobek. Dendeng matang dari daging lumat dengan dan tanpa pencucian mem
berikan tekstur agak li at dan agak
mudah dikunyah dengan rasa dan aroma spesifik
ikan cenderung berkurang namun aroma rempah-rempah cenderung
menajam. Adapun dendeng matang dan mentah yang disukai
panelis adalah dendeng yang berasal dari perlakuan pencucian tiga kali.
Dendeng dengan
perlakuan pencucian tiga kali memberikan karakteristik mutu yang
terbaik yaitu memiliki sifat tekstur
(kekuatan tarik dan elongasi)
yang mendekati sifat tekstur dendeng giling sapi komersial serta
paling disukai oleh panelis. Selain itu juga memiliki kandungan
air dan
protein yang mendekati
persyaratan mutu dendeng sapi.
0 comments:
Post a Comment