Dengan kemajuan teknologi perikanan seperti sekarang ini, masalah yang sering dihadapi adalah persoalan ekologi. Lingkungan menjadi rusak karena ekosistem yang ada di dalamnya terganggu oleh dampak penggunaan pestisida kimia. Jika tidak segera diatasi, pada akhirnya akan berdampak pada terganggunya rantai makanan makhluk hidup yang ada di lingkungan tersebut. Misalnya, di satu sisi, akan ada ledakan pertumbuhan makhluk hidup tapi di sisi lain, justru ada spesies yang musnah karena penggunaan pestisida kimia.
Seperti halnya dengan manusia, ikan juga akan mengalami sakit atau terserang hama jika kondisi fisiknya tidak baik. Ini karena ada perubahan cuaca atau memang sejak awal bibit yang ditebar tidak baik dan mudah terserang penyakit. Bisa juga, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang kurang mendukung. Untuk mengatasi semua masalah itu, kita memerlukan obat-obatan. Pemilihan obat ini tentu saja bergantung pada jenis penyakitnya. Penggunaan obat ini juga haruslah diperuntukkan membasmi hama ikan secara selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme yang ada di sekelilingnya.
Apabila terpaksa menggunakan pestisida kimia, kita harus menggunakan sesuai dengan takaran yang tepat. Jika tidak, hal ini akan menimbulkan kerugian. Misalnya, air dan tanah bisa tercemar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan makhluk lainnya yang ada di sekitarnya. Guna mengatasi ketidakseimbangan ekosistem akibat pestisida kimia, kita bisa menggunakan pupuk alternatif yang lebih ramah lingkungan atau biasa disebut pestisida organik atau nabati karena berasal dari tumbuh-tumbuhan atau bahan non kimia lainnya yang aman dan mudah terurai.
Pestisida nabati ini merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dan penyakit dengan cepat, tanpa harus merusak ekosistem. Para pembudidayapun bisa dengan mudah membuatnya karena bahan baku yang digunakan ada di sekitar mereka. Karena bahan-bahannya memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitar kita, biaya yang dikeluarkan pun sangat minim.
Saat ini telah teridentifikasi sekitar 40 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Jumlah ini baru 2.6% dari total 1.500 tumbuhan di seluruh dunia yang berpotensi sama sebagai pestisida nabati. Berikut beberapa tanaman yang dapat dipergunakan sebagai pestisida nabati pada ikan. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat. Untuk mencapai target produksi sesuai dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. Permasalahan lainnya adalah degradasi mutu lingkungan budidaya yang semakin buruk, yang disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri maupun dari luar lingkungan budidaya. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan interaksi antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit. Kemungkinan lainnya adalah adanya atau masuknya agen penyakit ikan obligat yang ganas (virulen) meskipun kondisi lingkungannya relatif baik.
Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang mengonsumsinya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap ingkungan sekitarnya.
Menurut Nuryati et al., (2008), upaya pencegahan dan pengobatan yang lazim dilakukan pada ikan-ikan yang terkena penyakit mikotik adalah menggunakan obat-obatan kimia seperti malachite green, formalin, hidrogen peroxida, dan sebagainya. Akan tetapi penggunaan bahan kimia cenderung tidak ramah lingkungan dan ada yang bersifat karsinogenik. Seiring dengan adanya kecenderungan yang memperhatikan masalah keamanan pangan dan lingkungan maka diharapkan adanya metode pencegahan penyakit mikotik yang bersifat aman bagi pembudidaya, ramah lingkungan dan murah.
PEMBAHASAN
1. Jenis-jenis dan Kandungan dari Bahan Nabati
Menurut Selviana et al., (2009), tanaman lengkuas termasuk jenis tanaman yang mudah tumbuh dimana saja, sehingga mudah didapatkan, tersedia melimpah dan harga relative murah. Lengkuas selain digunakan sebagai penyedap makanan juga untuk mengatasi gangguan lambung, menetralkan keracunan makanan dan lain-lain. Akan tetapi khasiat lengkuas yang sudah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian adalah sebagai anti jamur.
Menurut Kurnia et al., (2012), tanaman pepaya merupakan tanaman herbal yang populer di kalangan masyarakat. Dalam pengobatan tradisional, bagian tanaman pepaya banyak yang dimanfaatkan. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosida, karposid, dan saponin. Alkaloid daun papaya dapat berfungsi sebagai insektisida.
Menurut Yunus et al., (2009), rumput laut Halimeda opuntia mengandung senyawa polifenolik atau flavonoid yang terdiri dari quercitrin, epigallocathecin, cathecol, hesperidin, miricetin dan morin. Epigallocathecin merupakan komponen penting yang digunakan sebagai aktivitas antioksidan. Penggunaan rumput laut Euceuma spinosum juga merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah sebagai bahan antimikroba. Senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Adanya senyawa fenol ini menyebabkan perusakan pada membran sitoplasma. Ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipida pada dinding sel bakteri akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk membrane sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian. Flanovoid mencegah pembentukan energy pada membran sitoplasma dan menghambat motilitas bakteri, yang juga berperan dalam aksi antimicrobial.
Menurut Nuryati et al., (2008), di Indonesia, fitofarmaka sudah sangat dikenal terutama untuk pengobatan manusia, namun belum dimanfaatkan dalam budidaya ikan. Beberapa jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan, karena merupakan bahan alami yang mudah hancur sehingga aman dan ramah lingkungan. Diantaranya adalah penggunaan tanaman paci-paci Leucas sp. dalam pencegahan penyakit mikotik. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi ilmiah mengenai paci-paci terkait dengan efek pencegahan terhadap serangan cendawan pada ikan gurame. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis dan karakteristik serangan cendawan Saprolegnia sp. dan kemudian mengetahui pengaruh ekstrak daun paci-paci dalam mencegah serangan cendawan tersebut pada berbagai dosis yang diberikan.
2. Kegunaan Bahan Nabati pada Kesehatan
Menurut Kurnia et al., (2012), lama perendaman yang optimal perasan daun pepaya (C. papaya) menggunakan konsentrasi 3,3% sebagai pengendali Argulus pada ikan komet (C. auratus auratus) adalah 18 menit.
Menurut Kris et al., (2009), lengkuas memiliki potensi untuk menyembuhkan penyakit jamur pada ikan, dalam penelitian konsentrasi LC50 untuk konsentrasi lengkuas terhadap ikan lais (Kryptopterus macrocephalus) adalah 55,59 (45,77-65,41) mg/L dan konsentrasi yang tepat untuk mengatasi penyakit jamur pada ikan ini adalah 30,29 mg/L dengan presentase kesembuhan maksimal sebesar 91,3%.
Menurut Selviana et al., (2009), saat uji LC50 untuk konsentrsi ekstrak lengkuas terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus) ukuran 5-8 cm adalah 397,51 mg/L dengan kisaran (295,469 – 499,551) mg/L dan konsentrasi yang digunakan untuk mengatasi penyakit jamur pada ikan ini adalah 91,39 mg/L dengan masa pemeliharaan ikan selama 7 hari menunjukkan SR hanya mencapai 73,3%.
Menurut Nuryati et al., (2008), cendawan Saprolegnia sp. merupakan cendawan eksternal yang bersif oportunis yang dapat menginfeksi gurame dengan tanda-tanda klinis yaitu terdapat koloni cendawan berupa benang-benang putih di sekitar permukaan kulit yang terinfeksi dan di sekitar daerah infeksi terdapat lingkaran merah yang menunjukkan terjadinya hemoragi. Secara deskriptif, ekstrak paci-paci (dosis 0,5; 1,0 dan 1,5 g/l) dapat mencegah serangan Saprolegnia sp.
Menurut Yunus et al., (2009), rumput laut spesies Eucheuma spinosum diharapkan berfungsi sebagai zat antibakteri yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Ekstrak rumput laut Eusheuma spinosum terbukti mampu berperan sebagai antibakteri terhadap bakteri Aeromonas hydrophila yaitu bersifat bakteriostatik pada konsentrasi 3%, 6% dan 9%, serta bersifat bakteriosidal pada konsentrasi 12%. Senyawa bioaktif mampu berperan sebagai anti bakteri/bakteriosidal dengan konsentrasi efektif 12%.
3. Kegunaan Bahan Nabati pada Lingkungan
Menurut Kurnia et al., (2012), penggunaan insektisida sintesis dalam mengatasi permasalahan akibat serangan parasit pada ikan terutama yang disebabkan oleh Argulus masih banyak digunakan. Namun dilain pihak kebanyakan insektisida sintesis memiliki sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organism lain. Penggunaan insektisida sintesis dapat menimbulkan dampak negatif seperti resistensi dan residu. Oleh karena itu penggunaan insektisida sintesis tidak boleh berlebihan atau tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga tidak menimbulkan resistensi yang dapat menyulitkan dalam pengendalian ektoparasit berikutnya. Berkaitan dengan masih banyaknya penggunaan insektisida sintesis, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit parasit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat yang bersifat anti parasit. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Tumbuhan obat itu salah satunya adalah daun pepaya.
Menurut Nuryati et al., (2008), penggunaan fitofarmaka yang mulai menjadi perhatian dunia sekarang ini merupakan salah satu alternatif pengobatan yang ramah lingkungan. Di Indonesia, fitofarmaka sudah sangat dikenal terutama untuk pengobatan manusia, namun belum dimanfaatkan dalam budidaya ikan. Beberapa jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan, karena merupakan bahan alami yang mudah hancur sehingga aman dan ramah lingkungan. Diantaranya adalah penggunaan tanaman paci-paci Leucas sp. dalam pencegahan penyakit mikotik.
Menurut Yunus et al., (2009), berbeda dengan obat-obatan maupun senyawa antibakteri seperti antibiotik, obat-obatan yang berasal dari alam, seperti rumput laut belum memiliki standart daya hambat yang dibakukan. Pada penelitian ini belum dapat dilakukan penggolongan tingkat sensitifitas dan resistensi Aeromonas hydrophila terhadap ekstrak rumput laut. Namun dari hasil penelitian dapat member informasi bahwa konsentrasi ekstrak rumput laut yang berbeda mempengaruhi diameter daerah hambatan yang terbentuk.
Kesimpulan
Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
Maka dari itu diperlukan bahan-bahan nabati atau alami yang dapat mencegah timbulnya resistensi di lingkungan. Bahan-bahan yang dimaksud antara lain rumpu laut, daun papaya, lengkuas dan daun paci-paci. Setiap bahan tersebut memiliki fungsi dan kegunaan tersendiri.
Seperti halnya dengan manusia, ikan juga akan mengalami sakit atau terserang hama jika kondisi fisiknya tidak baik. Ini karena ada perubahan cuaca atau memang sejak awal bibit yang ditebar tidak baik dan mudah terserang penyakit. Bisa juga, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang kurang mendukung. Untuk mengatasi semua masalah itu, kita memerlukan obat-obatan. Pemilihan obat ini tentu saja bergantung pada jenis penyakitnya. Penggunaan obat ini juga haruslah diperuntukkan membasmi hama ikan secara selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme yang ada di sekelilingnya.
Apabila terpaksa menggunakan pestisida kimia, kita harus menggunakan sesuai dengan takaran yang tepat. Jika tidak, hal ini akan menimbulkan kerugian. Misalnya, air dan tanah bisa tercemar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan makhluk lainnya yang ada di sekitarnya. Guna mengatasi ketidakseimbangan ekosistem akibat pestisida kimia, kita bisa menggunakan pupuk alternatif yang lebih ramah lingkungan atau biasa disebut pestisida organik atau nabati karena berasal dari tumbuh-tumbuhan atau bahan non kimia lainnya yang aman dan mudah terurai.
Pestisida nabati ini merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dan penyakit dengan cepat, tanpa harus merusak ekosistem. Para pembudidayapun bisa dengan mudah membuatnya karena bahan baku yang digunakan ada di sekitar mereka. Karena bahan-bahannya memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitar kita, biaya yang dikeluarkan pun sangat minim.
Saat ini telah teridentifikasi sekitar 40 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Jumlah ini baru 2.6% dari total 1.500 tumbuhan di seluruh dunia yang berpotensi sama sebagai pestisida nabati. Berikut beberapa tanaman yang dapat dipergunakan sebagai pestisida nabati pada ikan. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat. Untuk mencapai target produksi sesuai dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. Permasalahan lainnya adalah degradasi mutu lingkungan budidaya yang semakin buruk, yang disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri maupun dari luar lingkungan budidaya. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan interaksi antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit. Kemungkinan lainnya adalah adanya atau masuknya agen penyakit ikan obligat yang ganas (virulen) meskipun kondisi lingkungannya relatif baik.
Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang mengonsumsinya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap ingkungan sekitarnya.
Menurut Nuryati et al., (2008), upaya pencegahan dan pengobatan yang lazim dilakukan pada ikan-ikan yang terkena penyakit mikotik adalah menggunakan obat-obatan kimia seperti malachite green, formalin, hidrogen peroxida, dan sebagainya. Akan tetapi penggunaan bahan kimia cenderung tidak ramah lingkungan dan ada yang bersifat karsinogenik. Seiring dengan adanya kecenderungan yang memperhatikan masalah keamanan pangan dan lingkungan maka diharapkan adanya metode pencegahan penyakit mikotik yang bersifat aman bagi pembudidaya, ramah lingkungan dan murah.
PEMBAHASAN
1. Jenis-jenis dan Kandungan dari Bahan Nabati
Menurut Selviana et al., (2009), tanaman lengkuas termasuk jenis tanaman yang mudah tumbuh dimana saja, sehingga mudah didapatkan, tersedia melimpah dan harga relative murah. Lengkuas selain digunakan sebagai penyedap makanan juga untuk mengatasi gangguan lambung, menetralkan keracunan makanan dan lain-lain. Akan tetapi khasiat lengkuas yang sudah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian adalah sebagai anti jamur.
Menurut Kurnia et al., (2012), tanaman pepaya merupakan tanaman herbal yang populer di kalangan masyarakat. Dalam pengobatan tradisional, bagian tanaman pepaya banyak yang dimanfaatkan. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosida, karposid, dan saponin. Alkaloid daun papaya dapat berfungsi sebagai insektisida.
Menurut Yunus et al., (2009), rumput laut Halimeda opuntia mengandung senyawa polifenolik atau flavonoid yang terdiri dari quercitrin, epigallocathecin, cathecol, hesperidin, miricetin dan morin. Epigallocathecin merupakan komponen penting yang digunakan sebagai aktivitas antioksidan. Penggunaan rumput laut Euceuma spinosum juga merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah sebagai bahan antimikroba. Senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Adanya senyawa fenol ini menyebabkan perusakan pada membran sitoplasma. Ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipida pada dinding sel bakteri akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk membrane sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian. Flanovoid mencegah pembentukan energy pada membran sitoplasma dan menghambat motilitas bakteri, yang juga berperan dalam aksi antimicrobial.
Menurut Nuryati et al., (2008), di Indonesia, fitofarmaka sudah sangat dikenal terutama untuk pengobatan manusia, namun belum dimanfaatkan dalam budidaya ikan. Beberapa jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan, karena merupakan bahan alami yang mudah hancur sehingga aman dan ramah lingkungan. Diantaranya adalah penggunaan tanaman paci-paci Leucas sp. dalam pencegahan penyakit mikotik. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi ilmiah mengenai paci-paci terkait dengan efek pencegahan terhadap serangan cendawan pada ikan gurame. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis dan karakteristik serangan cendawan Saprolegnia sp. dan kemudian mengetahui pengaruh ekstrak daun paci-paci dalam mencegah serangan cendawan tersebut pada berbagai dosis yang diberikan.
2. Kegunaan Bahan Nabati pada Kesehatan
Menurut Kurnia et al., (2012), lama perendaman yang optimal perasan daun pepaya (C. papaya) menggunakan konsentrasi 3,3% sebagai pengendali Argulus pada ikan komet (C. auratus auratus) adalah 18 menit.
Menurut Kris et al., (2009), lengkuas memiliki potensi untuk menyembuhkan penyakit jamur pada ikan, dalam penelitian konsentrasi LC50 untuk konsentrasi lengkuas terhadap ikan lais (Kryptopterus macrocephalus) adalah 55,59 (45,77-65,41) mg/L dan konsentrasi yang tepat untuk mengatasi penyakit jamur pada ikan ini adalah 30,29 mg/L dengan presentase kesembuhan maksimal sebesar 91,3%.
Menurut Selviana et al., (2009), saat uji LC50 untuk konsentrsi ekstrak lengkuas terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus) ukuran 5-8 cm adalah 397,51 mg/L dengan kisaran (295,469 – 499,551) mg/L dan konsentrasi yang digunakan untuk mengatasi penyakit jamur pada ikan ini adalah 91,39 mg/L dengan masa pemeliharaan ikan selama 7 hari menunjukkan SR hanya mencapai 73,3%.
Menurut Nuryati et al., (2008), cendawan Saprolegnia sp. merupakan cendawan eksternal yang bersif oportunis yang dapat menginfeksi gurame dengan tanda-tanda klinis yaitu terdapat koloni cendawan berupa benang-benang putih di sekitar permukaan kulit yang terinfeksi dan di sekitar daerah infeksi terdapat lingkaran merah yang menunjukkan terjadinya hemoragi. Secara deskriptif, ekstrak paci-paci (dosis 0,5; 1,0 dan 1,5 g/l) dapat mencegah serangan Saprolegnia sp.
Menurut Yunus et al., (2009), rumput laut spesies Eucheuma spinosum diharapkan berfungsi sebagai zat antibakteri yang mampu mengontrol pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Ekstrak rumput laut Eusheuma spinosum terbukti mampu berperan sebagai antibakteri terhadap bakteri Aeromonas hydrophila yaitu bersifat bakteriostatik pada konsentrasi 3%, 6% dan 9%, serta bersifat bakteriosidal pada konsentrasi 12%. Senyawa bioaktif mampu berperan sebagai anti bakteri/bakteriosidal dengan konsentrasi efektif 12%.
3. Kegunaan Bahan Nabati pada Lingkungan
Menurut Kurnia et al., (2012), penggunaan insektisida sintesis dalam mengatasi permasalahan akibat serangan parasit pada ikan terutama yang disebabkan oleh Argulus masih banyak digunakan. Namun dilain pihak kebanyakan insektisida sintesis memiliki sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organism lain. Penggunaan insektisida sintesis dapat menimbulkan dampak negatif seperti resistensi dan residu. Oleh karena itu penggunaan insektisida sintesis tidak boleh berlebihan atau tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga tidak menimbulkan resistensi yang dapat menyulitkan dalam pengendalian ektoparasit berikutnya. Berkaitan dengan masih banyaknya penggunaan insektisida sintesis, perlu ada alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit parasit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan obat yang bersifat anti parasit. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Tumbuhan obat itu salah satunya adalah daun pepaya.
Menurut Nuryati et al., (2008), penggunaan fitofarmaka yang mulai menjadi perhatian dunia sekarang ini merupakan salah satu alternatif pengobatan yang ramah lingkungan. Di Indonesia, fitofarmaka sudah sangat dikenal terutama untuk pengobatan manusia, namun belum dimanfaatkan dalam budidaya ikan. Beberapa jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan, karena merupakan bahan alami yang mudah hancur sehingga aman dan ramah lingkungan. Diantaranya adalah penggunaan tanaman paci-paci Leucas sp. dalam pencegahan penyakit mikotik.
Menurut Yunus et al., (2009), berbeda dengan obat-obatan maupun senyawa antibakteri seperti antibiotik, obat-obatan yang berasal dari alam, seperti rumput laut belum memiliki standart daya hambat yang dibakukan. Pada penelitian ini belum dapat dilakukan penggolongan tingkat sensitifitas dan resistensi Aeromonas hydrophila terhadap ekstrak rumput laut. Namun dari hasil penelitian dapat member informasi bahwa konsentrasi ekstrak rumput laut yang berbeda mempengaruhi diameter daerah hambatan yang terbentuk.
Kesimpulan
Untuk mengatasi permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotika dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun dilain pihak pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
Maka dari itu diperlukan bahan-bahan nabati atau alami yang dapat mencegah timbulnya resistensi di lingkungan. Bahan-bahan yang dimaksud antara lain rumpu laut, daun papaya, lengkuas dan daun paci-paci. Setiap bahan tersebut memiliki fungsi dan kegunaan tersendiri.
0 comments:
Post a Comment