A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower atau carped cod, nama lokal (Gorontalo) Goropa. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6488. 1-2000, (2005) klasifikasi ikan kerapu macan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Osteichtyes
Subclassis : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidae
Familia : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus,Forskal
Nama lain ikan kerapu macan berdasarkan Food Agricultural Organization (FAO) (2005) :
Inggris : Marbled – brown grouper
Prancis : Merau marron
Spanyol : Mero manchado
Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2005) bahwa ikan kerapu macan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dan gepeng (compressed), tetapi kadang-kadang ada juga agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan yang berderet dua baris, ujungnya lancip, dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi - gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan.Menurut Kordi (2001), bentuk tubuh ikan kerapu macan menyerupai kerapu lumpur, tetapi tubuh kerapu macan lebih tinggi. Kulit tubuh ikan kerapu macan dipenuhi dengan bintik-bintik gelap yang rapat. Sirip dadanya berwarna kemerahan, sedangkan sirip-sirip yang lain mempunyai tepi coklat kemerahan. Pada garis rusuknya, terdapat 110 - 114 buah sisik. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
B. Penyebaran dan Habitat
Daerah penyebaran kerapu macan adalah Afrika Timur, Kepulauan Ryukyu
(Jepang Selatan), Australia, Taiwan, Mikronesia, dan Polinesia. Weber dan Beaufort (1931) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2005) menyatakan bahwa perairan di Indonesia yang memiliki jumlah populasi kerapu cukup banyak adalah adalah Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikatornya adalah perairan karang, Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensial sumber daya ikannya sangat besar (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).
Ikan kerapu muda umumnya hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 - 3,0 m. Habitat yang paling disenangi adalah perairan pantai di dekat muara sungai. Setelah menginjak dewasa beruaya (berpindah) ke perairan yang lebih dalam, yaitu di kedalaman 7 - 40 m, biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan sore hari. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulate dan Gracillaria sp. Setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar pasir berlumpur (www.marintekprogressio.or.id, 1996). Parameter biologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperature antara 24 - 32 0C, salinitas antara 30 - 33 ppt, oksigen terlarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara7,8 - 8,0 (Chua and Teng, 1978 dalam Antoro, dkk, 1998).
C. Kebiasaan Makan
Ikan kerapu macan dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu pemangsa jenis ikan-ikan kecil, zooplankton, udang-udangan, invertebrata, rebon dan hewan-hewan kecil lainnya (Kordi, 2001). Ikan kerapu macan termasuk jenis karnivora dan cara makannya memangsa satu per satu makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar, sedangkan larva ikan kerapu pemakan larva moluska (trokofor), rotifer, microcrustacea, copepoda dan zooplankton
(www. marintekprogressio.or.id, 1996).
Tampubolon dan Mulyadi (1989) menjelaskan bahwa spesies kerapu yang mempunyai panjang usus lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, diduga memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini disebabkan oleh aktifitas dan kebiasaan dalam tingkat pemilihan jenis makanan. Panjang usus relative ikan kerapu sebagai ikan karnivor berkisar 0,26 - 1,54 meter, selain itu usus ikan kerapu yang diamati memiliki lipatan-lip;atan yang dapat menambah luas permukaan usus ikan dan berfungsi sebagai penyerapan makanan.
Antoro et al. (1998) menyatakan bahwa kapasitas penyerapan makanan meningkat dengan meningkatnya luas permukaan dinding usus ikan melaui pengembangan klep spiral lipatan usus. Nybakken dalam Antoro dkk, (1998) menambahkan bahwa ikan kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolam air. Selain itu mereka juga mempunyai sifat buruk, yakni kanibalisme yang muncul pada larva kerapu macan akibat pasokan makanan yang tidak mencukupi.
D. Persyaratan Lokasi Pembenihan
Persyaratan lokasi pembenihan yang baik meliputi faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu macan yang berhubungan langsung dengan aspek teknis dalam memproduksi benih (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) beberapa aspek penting yang harus dipenuhi adalah letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut. Pantai yang tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi. Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 - 35 ppt. Sumber air laut dapat dipompa minimal 20 jam per hari. Sumber air tawar tersedia dengan salinitas maksimal 5 ppt. peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW).
Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis dalam pemilihan lokasi pembenihan. Persyaratan lokasi yang termasuk dalam faktor non teknis meliputi beberapa kemudahan seperti sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, laboratorium, asrama, tempat ibadah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, hal lain yang dapat menunjang kelangsungan usaha yakni adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat, termasuk dukungan masyarakat sekitar (Subyakto dan
Cahyaningsih, 2005).
E. Pemeliharaan Benih
1. Persiapan Bak
Minjoyo, dkk., (1998) menyatakan bahwa bak pemeliharaan benih biasanya berbentuk segi empat atau bulat dengan kedalaman air 1 - 1,5 m. Umumnya bak yang digunakan adalah 10 - 20 ton. Penggunaan bak yang berukuran besar bertujuan untuk mengurangi fluktuasi suhu, khususnya pada waktu larva masih berumur 0 - 10 hari. Terlebih dahulu, bak dibersihkan lalu dikeringkan dan dibilas dengan kaporit.
2. Padat Penebaran Benih
Padat penebaran benih yaitu banyaknya jumlah ikan yang ditebarkan per satuan luas atau volume. Apabila populasi atau padat penebaran terlalu padat, ikan sangat rentan untuk terserang penyakit. Penebaran benih yang terlalu padat bisa menyebabkan pertumbuhan lambat dan kematian tinggi selama pemeliharaan (Sudradjat, 2008). Selain itu, kepadatan yang tinggi akan menyebabkan kematian yang cukup tinggi pula. Kematian terjadi dikarenakan tingkat kompetisi yang tinggi, sehingga akhirnya memunculkan sifat kanibalisme benih ikan kerapu (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Padat penebaran ikan yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan konsumsi makanan yang lebih rendah karena akan mengurangi keleluasaan ikan untuk bergerak ke arah makanan, sehingga pertambahan panjang dan berat benih ikan tidak diperoleh dengan optimal (Endrawati dkk., 2008).
Endrawati dkk., (2008) untuk mengetahui pertumbuhan juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dengan padat penebaran yang berbeda, maka percobaan dilakukan di akuarium berukuran 40 x 40 x 60 cm, dengan media air laut 10 liter. Larva ikan kerapu yang digunakan berumur 4 minggu dengan panjang awal 2,33 cm dan berat 0,25 gram. Perlakuan yang diterapkan dengan tingkat kepadatan 5, 10 dan 15 ekor per aquarium, Pemeliharaan dilakukan selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pertambahan bobot dan panjang terbaik dicapai ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan padat penebaran 5 ekor/wadah dengan berat 3,67 gram dan panjang 0.63 cm. Pertambahan bobot dan panjang terendah pada perlakuan 15 ekor/wadah sebesar 2,16 gram dan 0,5 cm. Hal ini menunjukkan adanya persaingan dan kanibalisme. Dalam penelitian Supriyatna dkk (2008), pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan ikan kerapu macan yang dipelihara dalam wadah terkontrol. Pengujian dilakukan dengan perlakuan kepadatan masing-masing 50, 100, 150 ekor dalam bak beton ukuran 4 m3, dengan bobot awal 33 – 43 gr dan panjang total 12 - 14 cm. Dengan padat penebaran 50 ekor/bak memperlihatkan panjang dan bobot yang baik dari pada ikan yang di pelihara dengan kepadatan 100 ekor maupun 150 ekor/bak.
3. Pakan
Ikan kerapu merupakan ikan laut yang buas (karnivora) dan sifat kanibalisme akan muncul bila kekurangan pakan. Oleh sebab itu pakan yang diberikan harus cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Pemilihan jenis dan ukuran pakan yang tepat akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan yang digunakan dapat berupa pakan alami/pakan segar atau pakan buatan. Ikan rucah merupakan pakan segar yang biasa digunakan untuk ikan kerapu yang dibudidayakan dikurungan apung. Ikan rucah yang digunakan diusahakan agar dalam keadaan segar. Pakan ikan segar harus dicacah hingga ukurannya sesuai dengan bukaan mulut ikan. Apabila telah busuk atau rusak jangan dipakai karena dapat mengakibatkan kematian ikan, pakan di berikan dengan sistem addlibitum yaitu dimana memberi makan secara sedikit – sedikit sampai ikan tersebut kanyang (Sudirman dan Karim, 2008).
4. Pengelolaan Kualitas Air
Pada hari pertama setelah menetas dilakukan penyifonan untuk membuang cangkang dan telur yang menetas. Minjoyo dkk, (1998) menyatakan larva umur 2 - 7 hari tidak dilakukan penyifonan kerena masih dalam masa kritis sehingga sangat membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Penyifonan dilakukan pada larva umur 8 - 20 hari tiap 3 hari sekali, larva umur 21 hari penyifonan dilakukan setiap 2 hari sekali. Pergantian air mulai dilakukan pada larva umur 8 - 15 hari sebanyak 5 - 10% tiap 3 hari sekali. Pada larva umur 15 - 25 hari sebanyak 10 - 25% dan umur 25 - 35 hari sebanyak 20 - 30% tiap hari sekali. Pada larva umur 35- 45 hari sebanyak 40 - 60% tiap hari.
5. Penyeragaman Ukuran (Grading)
Minjoyo dkk, (1998) menyatakan bahwa grading dimaksud untuk menyeragamkan ikan pemeliharaan yang ditempatkan dalam satu wadah dan bukan merupakan jalan pemecahan untuk mengatasi sifat kanibalmelainkan mengurangi sifat kanibalismenya. Sifat kanibal menurunkan tingkat populasi dan cara yang paling tepat untuk menguranginya adalah menyediakan pakan secara optimal. Grading pada ikan dilakukan pada waktu larva berumur 35 hari diman larva sudah menjadi benih.
Ikan kerapu macan di pasaran internasional dikenal dengan nama flower atau carped cod, nama lokal (Gorontalo) Goropa. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6488. 1-2000, (2005) klasifikasi ikan kerapu macan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Osteichtyes
Subclassis : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidae
Familia : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus,Forskal
Nama lain ikan kerapu macan berdasarkan Food Agricultural Organization (FAO) (2005) :
Inggris : Marbled – brown grouper
Prancis : Merau marron
Spanyol : Mero manchado
Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2005) bahwa ikan kerapu macan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dan gepeng (compressed), tetapi kadang-kadang ada juga agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan yang berderet dua baris, ujungnya lancip, dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi baris luar adalah gigi - gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan.Menurut Kordi (2001), bentuk tubuh ikan kerapu macan menyerupai kerapu lumpur, tetapi tubuh kerapu macan lebih tinggi. Kulit tubuh ikan kerapu macan dipenuhi dengan bintik-bintik gelap yang rapat. Sirip dadanya berwarna kemerahan, sedangkan sirip-sirip yang lain mempunyai tepi coklat kemerahan. Pada garis rusuknya, terdapat 110 - 114 buah sisik. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
B. Penyebaran dan Habitat
Daerah penyebaran kerapu macan adalah Afrika Timur, Kepulauan Ryukyu
(Jepang Selatan), Australia, Taiwan, Mikronesia, dan Polinesia. Weber dan Beaufort (1931) dalam Subyakto dan Cahyaningsih (2005) menyatakan bahwa perairan di Indonesia yang memiliki jumlah populasi kerapu cukup banyak adalah adalah Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikatornya adalah perairan karang, Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensial sumber daya ikannya sangat besar (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).
Ikan kerapu muda umumnya hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 - 3,0 m. Habitat yang paling disenangi adalah perairan pantai di dekat muara sungai. Setelah menginjak dewasa beruaya (berpindah) ke perairan yang lebih dalam, yaitu di kedalaman 7 - 40 m, biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan sore hari. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulate dan Gracillaria sp. Setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar pasir berlumpur (www.marintekprogressio.or.id, 1996). Parameter biologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperature antara 24 - 32 0C, salinitas antara 30 - 33 ppt, oksigen terlarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara7,8 - 8,0 (Chua and Teng, 1978 dalam Antoro, dkk, 1998).
C. Kebiasaan Makan
Ikan kerapu macan dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu pemangsa jenis ikan-ikan kecil, zooplankton, udang-udangan, invertebrata, rebon dan hewan-hewan kecil lainnya (Kordi, 2001). Ikan kerapu macan termasuk jenis karnivora dan cara makannya memangsa satu per satu makanan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar, sedangkan larva ikan kerapu pemakan larva moluska (trokofor), rotifer, microcrustacea, copepoda dan zooplankton
(www. marintekprogressio.or.id, 1996).
Tampubolon dan Mulyadi (1989) menjelaskan bahwa spesies kerapu yang mempunyai panjang usus lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, diduga memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini disebabkan oleh aktifitas dan kebiasaan dalam tingkat pemilihan jenis makanan. Panjang usus relative ikan kerapu sebagai ikan karnivor berkisar 0,26 - 1,54 meter, selain itu usus ikan kerapu yang diamati memiliki lipatan-lip;atan yang dapat menambah luas permukaan usus ikan dan berfungsi sebagai penyerapan makanan.
Antoro et al. (1998) menyatakan bahwa kapasitas penyerapan makanan meningkat dengan meningkatnya luas permukaan dinding usus ikan melaui pengembangan klep spiral lipatan usus. Nybakken dalam Antoro dkk, (1998) menambahkan bahwa ikan kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolam air. Selain itu mereka juga mempunyai sifat buruk, yakni kanibalisme yang muncul pada larva kerapu macan akibat pasokan makanan yang tidak mencukupi.
D. Persyaratan Lokasi Pembenihan
Persyaratan lokasi pembenihan yang baik meliputi faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu macan yang berhubungan langsung dengan aspek teknis dalam memproduksi benih (Subyakto dan Cahyaningsih, 2005). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) beberapa aspek penting yang harus dipenuhi adalah letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut. Pantai yang tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi. Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 - 35 ppt. Sumber air laut dapat dipompa minimal 20 jam per hari. Sumber air tawar tersedia dengan salinitas maksimal 5 ppt. peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah/Wilayah (RUTRD/RUTRW).
Faktor non teknis merupakan pelengkap dan pendukung faktor-faktor teknis dalam pemilihan lokasi pembenihan. Persyaratan lokasi yang termasuk dalam faktor non teknis meliputi beberapa kemudahan seperti sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja, pemasaran, laboratorium, asrama, tempat ibadah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, hal lain yang dapat menunjang kelangsungan usaha yakni adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat, termasuk dukungan masyarakat sekitar (Subyakto dan
Cahyaningsih, 2005).
E. Pemeliharaan Benih
1. Persiapan Bak
Minjoyo, dkk., (1998) menyatakan bahwa bak pemeliharaan benih biasanya berbentuk segi empat atau bulat dengan kedalaman air 1 - 1,5 m. Umumnya bak yang digunakan adalah 10 - 20 ton. Penggunaan bak yang berukuran besar bertujuan untuk mengurangi fluktuasi suhu, khususnya pada waktu larva masih berumur 0 - 10 hari. Terlebih dahulu, bak dibersihkan lalu dikeringkan dan dibilas dengan kaporit.
2. Padat Penebaran Benih
Padat penebaran benih yaitu banyaknya jumlah ikan yang ditebarkan per satuan luas atau volume. Apabila populasi atau padat penebaran terlalu padat, ikan sangat rentan untuk terserang penyakit. Penebaran benih yang terlalu padat bisa menyebabkan pertumbuhan lambat dan kematian tinggi selama pemeliharaan (Sudradjat, 2008). Selain itu, kepadatan yang tinggi akan menyebabkan kematian yang cukup tinggi pula. Kematian terjadi dikarenakan tingkat kompetisi yang tinggi, sehingga akhirnya memunculkan sifat kanibalisme benih ikan kerapu (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Padat penebaran ikan yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan konsumsi makanan yang lebih rendah karena akan mengurangi keleluasaan ikan untuk bergerak ke arah makanan, sehingga pertambahan panjang dan berat benih ikan tidak diperoleh dengan optimal (Endrawati dkk., 2008).
Endrawati dkk., (2008) untuk mengetahui pertumbuhan juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara dengan padat penebaran yang berbeda, maka percobaan dilakukan di akuarium berukuran 40 x 40 x 60 cm, dengan media air laut 10 liter. Larva ikan kerapu yang digunakan berumur 4 minggu dengan panjang awal 2,33 cm dan berat 0,25 gram. Perlakuan yang diterapkan dengan tingkat kepadatan 5, 10 dan 15 ekor per aquarium, Pemeliharaan dilakukan selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pertambahan bobot dan panjang terbaik dicapai ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan padat penebaran 5 ekor/wadah dengan berat 3,67 gram dan panjang 0.63 cm. Pertambahan bobot dan panjang terendah pada perlakuan 15 ekor/wadah sebesar 2,16 gram dan 0,5 cm. Hal ini menunjukkan adanya persaingan dan kanibalisme. Dalam penelitian Supriyatna dkk (2008), pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan ikan kerapu macan yang dipelihara dalam wadah terkontrol. Pengujian dilakukan dengan perlakuan kepadatan masing-masing 50, 100, 150 ekor dalam bak beton ukuran 4 m3, dengan bobot awal 33 – 43 gr dan panjang total 12 - 14 cm. Dengan padat penebaran 50 ekor/bak memperlihatkan panjang dan bobot yang baik dari pada ikan yang di pelihara dengan kepadatan 100 ekor maupun 150 ekor/bak.
3. Pakan
Ikan kerapu merupakan ikan laut yang buas (karnivora) dan sifat kanibalisme akan muncul bila kekurangan pakan. Oleh sebab itu pakan yang diberikan harus cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Pemilihan jenis dan ukuran pakan yang tepat akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan yang digunakan dapat berupa pakan alami/pakan segar atau pakan buatan. Ikan rucah merupakan pakan segar yang biasa digunakan untuk ikan kerapu yang dibudidayakan dikurungan apung. Ikan rucah yang digunakan diusahakan agar dalam keadaan segar. Pakan ikan segar harus dicacah hingga ukurannya sesuai dengan bukaan mulut ikan. Apabila telah busuk atau rusak jangan dipakai karena dapat mengakibatkan kematian ikan, pakan di berikan dengan sistem addlibitum yaitu dimana memberi makan secara sedikit – sedikit sampai ikan tersebut kanyang (Sudirman dan Karim, 2008).
4. Pengelolaan Kualitas Air
Pada hari pertama setelah menetas dilakukan penyifonan untuk membuang cangkang dan telur yang menetas. Minjoyo dkk, (1998) menyatakan larva umur 2 - 7 hari tidak dilakukan penyifonan kerena masih dalam masa kritis sehingga sangat membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Penyifonan dilakukan pada larva umur 8 - 20 hari tiap 3 hari sekali, larva umur 21 hari penyifonan dilakukan setiap 2 hari sekali. Pergantian air mulai dilakukan pada larva umur 8 - 15 hari sebanyak 5 - 10% tiap 3 hari sekali. Pada larva umur 15 - 25 hari sebanyak 10 - 25% dan umur 25 - 35 hari sebanyak 20 - 30% tiap hari sekali. Pada larva umur 35- 45 hari sebanyak 40 - 60% tiap hari.
5. Penyeragaman Ukuran (Grading)
Minjoyo dkk, (1998) menyatakan bahwa grading dimaksud untuk menyeragamkan ikan pemeliharaan yang ditempatkan dalam satu wadah dan bukan merupakan jalan pemecahan untuk mengatasi sifat kanibalmelainkan mengurangi sifat kanibalismenya. Sifat kanibal menurunkan tingkat populasi dan cara yang paling tepat untuk menguranginya adalah menyediakan pakan secara optimal. Grading pada ikan dilakukan pada waktu larva berumur 35 hari diman larva sudah menjadi benih.
0 comments:
Post a Comment