Bakteri Saluran Pencernaan Ikan
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan membelah diri, dan ukurannya sangat kecil. Bakteri termasuk ke dalam golongan prokariot dengan dinding sel yang kompleks. Di sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitokondria (Dwidjoseputro, 2005).
Lingkungan mengandung beranekaragam bakteri dalam jumlah yang berbeda-beda. Keadaan lingkungan menentukan jumlah dan spesies bakteri yang dominan di lingkungan tersebut (Gandjar et al. 1992). Salah satu lingkungan yang menjadi habitat bakteri adalah saluran pencernaan ikan. Saluran pencernaan adalah tabung khusus yang terbagi menjadi beberapa bagian yang memanjang dari bibir hingga anus yang meliputi lambung, usus kecil dan usus besar. Fungsi utama saluran pencernaan adalah mengubah makanan menjadi komponen yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh, dan dalam proses metabolismenya bersimbiosis dengan bakteri (Zoetendal et al. 2004).
Menurut Leano et al. (2005), jumlah bakteri yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan perairan sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran pencernaan ikan menyediakan habitat yang menguntungkan bagi bakteri. Fatimah (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan metode kultur konvensional didapatkan beberapa genus bakteri yang memiliki potensi sebagai bakteri proteolitik, diantaranya adalah dari genus Aeromonas dan Enterobacter. Al-Harbi et al (2005) menyebutkan pada penelitiannya bahwa terdapat 19 spesies bakteri yang berhasil diidentifikasi dari perairan payau di Arab Saudi menggunakan kultur konvensional, dimana sebagian besar ditemukan di usus. Bakteri tersebut di antaranya adalah berasal dari genus Vibrio, Streptococcus dan Chryseomonas.
Usus beberapa spesies ikan laut banyak mengandung bakteri halofilik (Clarke dan Bauchop 1977). Bakteri halofilik telah diisolasi dari usus ikan laut dalam, dengan metode Dorayaki yang menggunakan agar laut di bawah tekanan in situ (Nakayama et al, 1994). Aeromonas salmocida dideteksi dalam mukus ikanikan salmon (Cipriano et al 1992). Berdasarkan kriteria fisiologisnya, telah diindentifikasi 504 jenis total bakteri saluran pencernaan ikan rainbow trout. Dari jumlah tersebut, 153 strain telah ditentukan urutan gen 16S rRNA. Mikroba yang dominan adalah dari subklas Gamma-Proteobacteria (genera Citrobacter, Aeromonas dan Pseudomonas), bakteri gram positif dengan G + C rendah (genus Carnobacterium) dan subklas Beta-Proteobacteria (Spanggaard et al 2000).
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan membelah diri, dan ukurannya sangat kecil. Bakteri termasuk ke dalam golongan prokariot dengan dinding sel yang kompleks. Di sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitokondria (Dwidjoseputro, 2005).
Lingkungan mengandung beranekaragam bakteri dalam jumlah yang berbeda-beda. Keadaan lingkungan menentukan jumlah dan spesies bakteri yang dominan di lingkungan tersebut (Gandjar et al. 1992). Salah satu lingkungan yang menjadi habitat bakteri adalah saluran pencernaan ikan. Saluran pencernaan adalah tabung khusus yang terbagi menjadi beberapa bagian yang memanjang dari bibir hingga anus yang meliputi lambung, usus kecil dan usus besar. Fungsi utama saluran pencernaan adalah mengubah makanan menjadi komponen yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh, dan dalam proses metabolismenya bersimbiosis dengan bakteri (Zoetendal et al. 2004).
Menurut Leano et al. (2005), jumlah bakteri yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan perairan sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran pencernaan ikan menyediakan habitat yang menguntungkan bagi bakteri. Fatimah (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan metode kultur konvensional didapatkan beberapa genus bakteri yang memiliki potensi sebagai bakteri proteolitik, diantaranya adalah dari genus Aeromonas dan Enterobacter. Al-Harbi et al (2005) menyebutkan pada penelitiannya bahwa terdapat 19 spesies bakteri yang berhasil diidentifikasi dari perairan payau di Arab Saudi menggunakan kultur konvensional, dimana sebagian besar ditemukan di usus. Bakteri tersebut di antaranya adalah berasal dari genus Vibrio, Streptococcus dan Chryseomonas.
Usus beberapa spesies ikan laut banyak mengandung bakteri halofilik (Clarke dan Bauchop 1977). Bakteri halofilik telah diisolasi dari usus ikan laut dalam, dengan metode Dorayaki yang menggunakan agar laut di bawah tekanan in situ (Nakayama et al, 1994). Aeromonas salmocida dideteksi dalam mukus ikanikan salmon (Cipriano et al 1992). Berdasarkan kriteria fisiologisnya, telah diindentifikasi 504 jenis total bakteri saluran pencernaan ikan rainbow trout. Dari jumlah tersebut, 153 strain telah ditentukan urutan gen 16S rRNA. Mikroba yang dominan adalah dari subklas Gamma-Proteobacteria (genera Citrobacter, Aeromonas dan Pseudomonas), bakteri gram positif dengan G + C rendah (genus Carnobacterium) dan subklas Beta-Proteobacteria (Spanggaard et al 2000).
Filum
|
: Chordata
|
Kelas
|
: Pisces
|
Subkelas
|
: Actinopterygii
|
Ordo
|
: Perciformes
|
Famili
|
: Characidae
|
Genus
|
: Trachinotus
|
Species
|
: Trachinotus blochii
|
Aeromonas sp. diidentifikasi pada 6 jenis ikan air tawar yaitu Cyprinus carpio, Carassius auratus, Tilapia sp., Plecoplossusaiuvelis, Ictalurus puctatus dan Oncorhynchus mykiss (Sugita et al 1994). Aeromonas sp., Plesiomonas sp. dan beberapa famili Enterobanteriaceae adalah bakteri anaerob fakultatif dominan dan banyak terdapat pada ikan air tawar, bersifat patogen dan berhubungan dengan kesehatan ikan (Sakata dan Yuki 1991). Eubacterium nitrogenous telah ditemukan dalam usus ikan mas (Clarke dan Bauchop 1977). Suhu adalah salah satu variabel yang paling utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Tingkat pencernaan pada beberapa spesies ikan 5 sampai 10 kali lebih tinggi pada suhu 25°C dibandingkan pada suhu 5°C (Fabian et al. 1963 dalam Clarke dan Bauchop 1977). Dengan demikian, pada beberapa isolasi mikroba saluran pencernaan ikan digunakan suhu 25°C. Pertumbuhan mikroba pada media kultur menurut Cummings (2004), dapat dibedakan menjadi 4 model pertumbuhan:
a. Fase lag, selama tahap ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan pertumbuhan. Periode ini merupakan tahap pematangan bakteri dan belum dapat membelah diri. Pada siklus pertumbuhan lag phase, sintesis RNA, enzim dan molekul lain terjadi.
b. Fase Log (eksponential phase), pada fase ini dicirikan dengan terjadinya penggandaan sel, jumlah dari bakteri yang baru bermunculan per unit waktu yang proporsional dengan populasi awal. Jika pertumbuhan tidak dibatasi, maka penggandaan sel akan terus terjadi hingga lajunya konstan, sehingga perbanyakan sel dan populasinya menjadi dua kali lipat seiring berurutan waktu. Pada fase ini merupakan fase pertumbuhan spesifik, pertambahan sel per unit waktu. Fase ini tidak dapat terjadi secara terus menerus, karena lamakelamaan nutrient media akan berkurang dan terjadi penumpukan sisa metabolisme.
c. Fase stationer, pada fase ini terjadi pertumbuhan yang lamban karena kekurangan nutrien pada media dan akumulasi produk toksik. Fase ini dicapai ketika bakteri sudah kehabisan energi untuk memenuhi nutrisi dari media hidupnya. Fase ini memiliki nilai yang konstan, laju pertumbuhan bakteri sama dengan tingkat kematian bakteri, pada fase ini mikroba cenderung memproduksi senyawa metabolit sekunder seperti enzim.
d. Fase kematian (death phase), pada fase ini, bakteri kehabisan nutrient dan mati. Mikroba yang mengalami fase lethal, akan lisis dan dapat dijadikan sumber protein bagi inang.
Sistem Osmoregulasi
Setiap organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Pengaturan osmotik cairan pada tubuh ikan disebut osmoregulasi. Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau dengan kata lain suatu proses pengaturan tekanan osmosis di dalam air (Fujaya 2004).
Perbedaan proses osmoregulasi pada beberapa golongan ikan, menyebabkan struktur organ osmoregulasinya juga berbeda. Beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan yaitu ingsang, ginjal dan usus. Organ ini melakukan fungsi adaptasi dibawah kontrol hormon osmoregulasi terutama hormon yang di sekresi oleh pituitary, ginjal dan urofisis (Lesmana 2001)
Stickney (1979) menyatakan salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vetebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu. Menurut Brotowijoyo (1995), reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh kadar air, distribusi dan lama hidup ikan serta orientasi migrasi dan kadar garam karena itu dapat mempengaruhi regulasi osmotik dan menentukan banyaknya telur-telur ikan yang dapat melayang di permukaan.
Menurut Gilles dan Jeuniaux (1997) dalam Affandi et al (2002), osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda yaitu :
• Usaha untuk menjaga konsentrasi osmotik cairan diluar sel (ekstraseluler) agar tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik medium eksternalnya.
• Usaha untuk memelihara isoosmotik cairan dalam sel (intraseluler) terhadap cairan luar sel.
Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara :
• Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya.
• Mengurangi permeabilitas air dan garam.
• Melakukan pengambilan garam secara selektif
Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ ekresi yang mempunyai peranan di dalam proses penyaringan (filtrasi). Jumlah glomerulus ginjal ikan bertulang sejati (teleostei) air tawar lebih banyak dan diameternya juga lebih besar apabila dibandingkan dengan ikan bertulang sejati air laut. Kondisi ini dikaitkan dengan fungsinya untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh tidak keluar dan memompa air keluar dengan mengeluarkan urine, sehingga urine yang dikeluarkan sangat encer.
2. Insang
Insang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai organ yang mampu dilewati air maupun mineral, serta tempat dibuangnya sisa metabolisme (Moyle dan Cech 1999 dalam affandi 2001). Permeabilitas insang yang tinggi terhadap ion-ion monovalen Na¯ dan Cl¯, sehingga pasif bergerak dari media atau lingkungan air laut ke dalam plasma.
3. Kulit
Pada ikan yang bersifat hiperosmotik terhadap media atau lingkungan hidupnya, masalah utama yang muncul adalah bagaimana memasukkan air secara osmose.
4. Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan yang berperan dalam osmoregulasi adalah bagian esofagus dan usus. Dinding saluran pencernaan lebih resisten terhadap difusi garam-garam dan air ke dalam ruangan cairan ekstraseluler pada kelompok ikan tidak bertaring atau belut, untuk mengganti kehilangan air hasil dari gradien difusi medium eksternal. Sedangkan pada ikan bawal diferensiasi usus yang disebut rectum dapat membantu proses osmoregulasi tersebut.
Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion (Boyd1990 dalam Arista 2001). Ada tiga pola regulasi ion dan air, yakni:
1. Regulasi hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada potadrom (ikan air tawar). Teleostei potadrom bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk ke dalam tubuh dan ion-ion ke luar lingkungan dengan cara difusi. Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, ikan air tawar berosmoregulasi dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali.
2. Regulasi hipotonik atau hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misalnya pada ikan air laut. tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh, sehingga secara alami air akan mengalir dari dalam tubuh teleostei oseanodrom ke lingkungannya secara osmose melewati ginjal, insang, dan mungkin juga kulit. Sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi. Untuk mempertahankan konsentrasi garam dan air dalam tubuh, teleostei oseanodrom memperbanyak minum air laut dan melakukan osmoregulasi
3. Regulasi isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang hidup pada daerah estuari.
Sistem osmoregulasi pada ikan laut berbeda dengan ikan air tawar. Teleostei laut yang mempunyai cairan tubuh hipoosmotik terhadap air laut, mempunyai mekanisme adaptasi tertentu yang bermanfaat untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya. Kehilangan air dari tubuh terutama terjadi melalui insang. Sebagai penggantinya, hewan ini akam meminum air laut dalam jumlah yang banyak sehingga terjadi peningkatan garam yang ikut masuk ke dalam tubuh. Kelebihan garam dikeluarkan dalam jumlah besar melalui insang, karena insang ikan mengandung sel khusus yang disebut sel klorid.
Sel klorid adalah sel yang berfungsi untuk mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif (Isnaeni, 2006). Insang juga dilengkapi dengan lapisan selsel penghasil mukus dan sel-sel yang mengekskresikan amonia dan kelebihan garam. Insang teleotei terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas empat lekungan tulang rawan dan tulang keras yang menyusun sisi-sisi jaring. Pada golongan ikan teleostei terdapat gelembung air seni (urinary bladder) untuk menampung air seni. Di sini dilakukan penyerapan kembali terhadap ion-ion, dindingnya impermeabel terhadap air seni ( Rachman 2003).
Sistem osmoregulasi melibatkan salah satu saluran pencernaan yaitu usus sehingga bakteri yang terdapat pada usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dan bawal bintang (Trachinotus blochii) berbeda tergantung pada habitat. Pada perairan tawar banyak terdapat bakteri golongan Pseudomonas sp,
Bacillus sp. dan Aeromonas sp., sedangkan pada perairan laut banyak terdapat bakteri halofilik seperti Vibrio sp., Flavobacterium sp dan Pseudomonas sp (Nursyirwani, 2003).
2.4 Marka 16S rRNA
Ribosomal RNA adalah RNA yang terdapat pada ribosom yang berperan dalam sintesis protein (Clarridge 2004). Di antara berbagai makromolekul di dalam sel, molekul rRNA dipertimbangkan sebagai indikator yang tepat untuk memprediksi evolusi dan identitas suatu organisme prokariot. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu informasi genetika pada rRNA memiliki laju mutasi yang sangat lambat dan terdistribusi secara universal pada setiap organisme. Selain itu rRNA bersifat homolog, dan urutan basa nukleotida di antara molekul-molekul rRNA dapat dibandingkan dengan tepat, sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi keanekaragamannya (Madigan dkk. 2010). Pada organisme prokariotik, terdapat tiga macam rRNA, yaitu 23S rRNA (S=Svedberg units; 2900 nukleotida), 16S rRNA (1550 nukleotida), dan 5S rRNA (120 nukleotida) (Gambar 5). Di antara ketiga melekul rRNA tersebut, 16S rRNA yang paling umum digunakan. Molekul 16S rRNA memiliki informasi genetik yang cukup banyak dan lebih mudah dianalisis.Molekul 23S rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang, sehingga menyulitkan analisis, sedangkan molekul 5S rRNA memiliki urutan basa yang terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis statistika (Madigan dkk. 2010). Analisis gen penyandi 16S rRNA telah menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis suatu ekosistem (Pangastuti 2006).
Gen 16S rRNA disebut penanda sejarah evolusi yang baik (Jung-Hoon dkk. 1997). Hal tersebut karena gen 16S rRNA memiliki fungsi yang konstan, terdapat conserved region, variable region, dan bersifat universal (pada bakteri). Letak conserved region gen 16S rRNA adalah pada bagian awal gen (contoh: posisi basa 9--27), daerah tengah (contoh: posisi basa 515--531, 519--536) dan bagian akhir (contoh: 1524--1541), sedangkan sisanya adalah variable region (Clarridge 2004).
Teknik yang akurat untuk identifikasi molekular bakteri adalah identifikasi terhadap gen penyandi 16S rRNA, dikenal dengan sebutan ribotyping/riboprinting. Identifikasi tersebut didasarkan pada tingkat kesamaan dalam sekuens gen 16S rRNA sebagai sidik jari genetik bakteri atau disebut sekuens sidik jari. Gen 16S rRNA dari setiap spesies bakteri memiliki bagian yang stabil dalam sekuens dan satu sel bakteri memiliki ribuan kopi RNA. Gen 16S rRNA berupa polinukleotida besar (1500-2000 basa) dan merupakan bagian dari subunit kecil dari ribosom prokariot. Gen 16S rRNA bersama dengan beberapa protein kecil tergabung dalam subunit kecil ribosom. Analisis terhadap gen penyandi 16S rRNA merupakan metode terpilih untuk identifikasi dan melihat filogenitas bakteri. Keuntungannya adalah RNA secara umum dimiliki oleh semua bakteri, sedikit berubah dalam waktu tertentu, merupakan unit yang konstan dan merupakan target yang sensitif karena terdapat dalam jumlah banyak dalam sel yang aktif. Jika sekuens nukleotida dari gen 16S rRNA dari dua tipe organisme sangat mirip atau memiliki sedikit perbedaan basa dalam rRNA, maka kedua organisme tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, ditinjau dari kedekatan secara evolusinya (Anglia, 2008).
a. Fase lag, selama tahap ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan pertumbuhan. Periode ini merupakan tahap pematangan bakteri dan belum dapat membelah diri. Pada siklus pertumbuhan lag phase, sintesis RNA, enzim dan molekul lain terjadi.
b. Fase Log (eksponential phase), pada fase ini dicirikan dengan terjadinya penggandaan sel, jumlah dari bakteri yang baru bermunculan per unit waktu yang proporsional dengan populasi awal. Jika pertumbuhan tidak dibatasi, maka penggandaan sel akan terus terjadi hingga lajunya konstan, sehingga perbanyakan sel dan populasinya menjadi dua kali lipat seiring berurutan waktu. Pada fase ini merupakan fase pertumbuhan spesifik, pertambahan sel per unit waktu. Fase ini tidak dapat terjadi secara terus menerus, karena lamakelamaan nutrient media akan berkurang dan terjadi penumpukan sisa metabolisme.
c. Fase stationer, pada fase ini terjadi pertumbuhan yang lamban karena kekurangan nutrien pada media dan akumulasi produk toksik. Fase ini dicapai ketika bakteri sudah kehabisan energi untuk memenuhi nutrisi dari media hidupnya. Fase ini memiliki nilai yang konstan, laju pertumbuhan bakteri sama dengan tingkat kematian bakteri, pada fase ini mikroba cenderung memproduksi senyawa metabolit sekunder seperti enzim.
d. Fase kematian (death phase), pada fase ini, bakteri kehabisan nutrient dan mati. Mikroba yang mengalami fase lethal, akan lisis dan dapat dijadikan sumber protein bagi inang.
Sistem Osmoregulasi
Setiap organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Pengaturan osmotik cairan pada tubuh ikan disebut osmoregulasi. Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau dengan kata lain suatu proses pengaturan tekanan osmosis di dalam air (Fujaya 2004).
Perbedaan proses osmoregulasi pada beberapa golongan ikan, menyebabkan struktur organ osmoregulasinya juga berbeda. Beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan yaitu ingsang, ginjal dan usus. Organ ini melakukan fungsi adaptasi dibawah kontrol hormon osmoregulasi terutama hormon yang di sekresi oleh pituitary, ginjal dan urofisis (Lesmana 2001)
Stickney (1979) menyatakan salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vetebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu. Menurut Brotowijoyo (1995), reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh kadar air, distribusi dan lama hidup ikan serta orientasi migrasi dan kadar garam karena itu dapat mempengaruhi regulasi osmotik dan menentukan banyaknya telur-telur ikan yang dapat melayang di permukaan.
Menurut Gilles dan Jeuniaux (1997) dalam Affandi et al (2002), osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda yaitu :
• Usaha untuk menjaga konsentrasi osmotik cairan diluar sel (ekstraseluler) agar tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik medium eksternalnya.
• Usaha untuk memelihara isoosmotik cairan dalam sel (intraseluler) terhadap cairan luar sel.
Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara :
• Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya.
• Mengurangi permeabilitas air dan garam.
• Melakukan pengambilan garam secara selektif
Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ ekresi yang mempunyai peranan di dalam proses penyaringan (filtrasi). Jumlah glomerulus ginjal ikan bertulang sejati (teleostei) air tawar lebih banyak dan diameternya juga lebih besar apabila dibandingkan dengan ikan bertulang sejati air laut. Kondisi ini dikaitkan dengan fungsinya untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh tidak keluar dan memompa air keluar dengan mengeluarkan urine, sehingga urine yang dikeluarkan sangat encer.
2. Insang
Insang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai organ yang mampu dilewati air maupun mineral, serta tempat dibuangnya sisa metabolisme (Moyle dan Cech 1999 dalam affandi 2001). Permeabilitas insang yang tinggi terhadap ion-ion monovalen Na¯ dan Cl¯, sehingga pasif bergerak dari media atau lingkungan air laut ke dalam plasma.
3. Kulit
Pada ikan yang bersifat hiperosmotik terhadap media atau lingkungan hidupnya, masalah utama yang muncul adalah bagaimana memasukkan air secara osmose.
4. Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan yang berperan dalam osmoregulasi adalah bagian esofagus dan usus. Dinding saluran pencernaan lebih resisten terhadap difusi garam-garam dan air ke dalam ruangan cairan ekstraseluler pada kelompok ikan tidak bertaring atau belut, untuk mengganti kehilangan air hasil dari gradien difusi medium eksternal. Sedangkan pada ikan bawal diferensiasi usus yang disebut rectum dapat membantu proses osmoregulasi tersebut.
Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion (Boyd1990 dalam Arista 2001). Ada tiga pola regulasi ion dan air, yakni:
1. Regulasi hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada potadrom (ikan air tawar). Teleostei potadrom bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk ke dalam tubuh dan ion-ion ke luar lingkungan dengan cara difusi. Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, ikan air tawar berosmoregulasi dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali.
2. Regulasi hipotonik atau hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misalnya pada ikan air laut. tekanan osmosis air laut lebih tinggi daripada cairan tubuh, sehingga secara alami air akan mengalir dari dalam tubuh teleostei oseanodrom ke lingkungannya secara osmose melewati ginjal, insang, dan mungkin juga kulit. Sebaliknya garam-garam akan masuk ke dalam tubuh melalui proses difusi. Untuk mempertahankan konsentrasi garam dan air dalam tubuh, teleostei oseanodrom memperbanyak minum air laut dan melakukan osmoregulasi
3. Regulasi isotonik atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang hidup pada daerah estuari.
Sistem osmoregulasi pada ikan laut berbeda dengan ikan air tawar. Teleostei laut yang mempunyai cairan tubuh hipoosmotik terhadap air laut, mempunyai mekanisme adaptasi tertentu yang bermanfaat untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya. Kehilangan air dari tubuh terutama terjadi melalui insang. Sebagai penggantinya, hewan ini akam meminum air laut dalam jumlah yang banyak sehingga terjadi peningkatan garam yang ikut masuk ke dalam tubuh. Kelebihan garam dikeluarkan dalam jumlah besar melalui insang, karena insang ikan mengandung sel khusus yang disebut sel klorid.
Sel klorid adalah sel yang berfungsi untuk mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif (Isnaeni, 2006). Insang juga dilengkapi dengan lapisan selsel penghasil mukus dan sel-sel yang mengekskresikan amonia dan kelebihan garam. Insang teleotei terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas empat lekungan tulang rawan dan tulang keras yang menyusun sisi-sisi jaring. Pada golongan ikan teleostei terdapat gelembung air seni (urinary bladder) untuk menampung air seni. Di sini dilakukan penyerapan kembali terhadap ion-ion, dindingnya impermeabel terhadap air seni ( Rachman 2003).
Sistem osmoregulasi melibatkan salah satu saluran pencernaan yaitu usus sehingga bakteri yang terdapat pada usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dan bawal bintang (Trachinotus blochii) berbeda tergantung pada habitat. Pada perairan tawar banyak terdapat bakteri golongan Pseudomonas sp,
Bacillus sp. dan Aeromonas sp., sedangkan pada perairan laut banyak terdapat bakteri halofilik seperti Vibrio sp., Flavobacterium sp dan Pseudomonas sp (Nursyirwani, 2003).
2.4 Marka 16S rRNA
Ribosomal RNA adalah RNA yang terdapat pada ribosom yang berperan dalam sintesis protein (Clarridge 2004). Di antara berbagai makromolekul di dalam sel, molekul rRNA dipertimbangkan sebagai indikator yang tepat untuk memprediksi evolusi dan identitas suatu organisme prokariot. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu informasi genetika pada rRNA memiliki laju mutasi yang sangat lambat dan terdistribusi secara universal pada setiap organisme. Selain itu rRNA bersifat homolog, dan urutan basa nukleotida di antara molekul-molekul rRNA dapat dibandingkan dengan tepat, sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi keanekaragamannya (Madigan dkk. 2010). Pada organisme prokariotik, terdapat tiga macam rRNA, yaitu 23S rRNA (S=Svedberg units; 2900 nukleotida), 16S rRNA (1550 nukleotida), dan 5S rRNA (120 nukleotida) (Gambar 5). Di antara ketiga melekul rRNA tersebut, 16S rRNA yang paling umum digunakan. Molekul 16S rRNA memiliki informasi genetik yang cukup banyak dan lebih mudah dianalisis.Molekul 23S rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang, sehingga menyulitkan analisis, sedangkan molekul 5S rRNA memiliki urutan basa yang terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis statistika (Madigan dkk. 2010). Analisis gen penyandi 16S rRNA telah menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis suatu ekosistem (Pangastuti 2006).
Gen 16S rRNA disebut penanda sejarah evolusi yang baik (Jung-Hoon dkk. 1997). Hal tersebut karena gen 16S rRNA memiliki fungsi yang konstan, terdapat conserved region, variable region, dan bersifat universal (pada bakteri). Letak conserved region gen 16S rRNA adalah pada bagian awal gen (contoh: posisi basa 9--27), daerah tengah (contoh: posisi basa 515--531, 519--536) dan bagian akhir (contoh: 1524--1541), sedangkan sisanya adalah variable region (Clarridge 2004).
Teknik yang akurat untuk identifikasi molekular bakteri adalah identifikasi terhadap gen penyandi 16S rRNA, dikenal dengan sebutan ribotyping/riboprinting. Identifikasi tersebut didasarkan pada tingkat kesamaan dalam sekuens gen 16S rRNA sebagai sidik jari genetik bakteri atau disebut sekuens sidik jari. Gen 16S rRNA dari setiap spesies bakteri memiliki bagian yang stabil dalam sekuens dan satu sel bakteri memiliki ribuan kopi RNA. Gen 16S rRNA berupa polinukleotida besar (1500-2000 basa) dan merupakan bagian dari subunit kecil dari ribosom prokariot. Gen 16S rRNA bersama dengan beberapa protein kecil tergabung dalam subunit kecil ribosom. Analisis terhadap gen penyandi 16S rRNA merupakan metode terpilih untuk identifikasi dan melihat filogenitas bakteri. Keuntungannya adalah RNA secara umum dimiliki oleh semua bakteri, sedikit berubah dalam waktu tertentu, merupakan unit yang konstan dan merupakan target yang sensitif karena terdapat dalam jumlah banyak dalam sel yang aktif. Jika sekuens nukleotida dari gen 16S rRNA dari dua tipe organisme sangat mirip atau memiliki sedikit perbedaan basa dalam rRNA, maka kedua organisme tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, ditinjau dari kedekatan secara evolusinya (Anglia, 2008).
0 comments:
Post a Comment