Ikan
Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal
dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas
perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar
internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350%
yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan,
1990).
Ikan
Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena
pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan
pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup.
Berkembangnya
pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan
mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat
untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya.
Budidaya
ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses
pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih
mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman.
Namun sejak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
sudah dapat dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perikanan, telah melakukan upaya untuk menghasilkan
benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.
2. BIOLOGI
1) Klasifikasi
Ikan
kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Class : Chondrichthyes
Sub
class : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Species : Epinepheus
sp
2) Morfologi, habitat dan kebiasaan makan
dan makanannya.
Ikan
kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam,
maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat
bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian
dorsal dan poterior. Habitat benih ikan
kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan
Gracilaria sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar
terdiri dari pasar berlumpur. Ikan
kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya "mencaplok" satu
persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai kenis krustaceae
(rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan
belanak).
3) Cara berkembang biak.
Di
dalam tangki percobaan ikan betina yang telah dewasa bila akan memijah
mendekati jantan. Bila waktu memijah
tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara
pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah
telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8
kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir.
Telur yang telah dibuahi bersifat "non adhesive" yaitu telur
yang satu tidak melekat pada telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan
transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 0 ,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi
benih yang aktif berenang. Benih inilah
yang umum tertangkap oleh nelayan.
Kelimpahan benih ikan kerapu ini sepanjang tahun tidak sama. Kelimpahan yang paling tinggi disekitar Teluk
Banten terjadi pada bulan Februari sampai April.
3. TEKNIK PEMBENIHAN
1)
Sarana Pembenihan
a. Induk sebanyak 5 ekor betina dan 2 ekor
jantan. Induk jantan berukuran panjang
77 - 78 cm dan berat 9,5 - 11 kg/ekor.
Induk betina berukuran panjang 60 - 70 cm dan berat 5,3 - 7,8 kg/ekor.
b. Pakan induk berupa ikan segar dari
jenis selar, japuh dan jantan yang kandungan proteinnya tinggi dan kandungan
lemaknya rendah.
c. Kurungan apung untuk pemeliharaan induk
berukuran 3 x 3 x 3 m3.
d. Bak pemijahan dengan kapasitas 100 ton.
e. Bak penetasan sekaligus juga merupakan
bak pemeliharaan larva yang berukuran 4 x 1 x 1 m3 terbuat dari beton,
berbentuk empat persegi panjang.
2) Metoda
Metoda
yang digunakan adalah manipulasi lingkungan.
Untuk merangsang terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina
matang kelamin digunakan metoda manipulasi lingkungan di bak terkontrol. Teknik pemijahan dengan manipulasi lingkungan
ini dikembangkan berdasarkan pemijahan ikan kerapu di alam, yaitu dengan
rangsangan atau kejutan faktorfaktor lingkungan seperti suhu, kadar garam,
kedalaman air dan lain-lain. Pemijahan mengikuti fase peredaran bulan; pada
saat bulan terang atau bulan gelap.
3) Pemeliharaan Induk
Induk
ikan kerapu yang dipijahkan dipelihara di laut dalam kurungan apung dengan
padat penebaran induk 7,5 - 10 kg/m3.
Pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar berkadar lemak rendah. Diluar pemijahan ikan, takaran pakan yang
diberikan sebesar 3 - 5% dari total berat badan ikan/hari, sedangkan pada musim
pemijahan diturunkan menjadi 1%.
Disamping itu diberikan pula vitamin E dengan dosis 10 - 15 mg/ekor/minggu.
4) Sex reversal
Kerapu
termasuk ikan yang "hermaprodit protogyni", yaitu pada kehidupan awal
belum ditentukan jenis kelaminnya. Sel
kelamin betina terbentuk setelah berumur 2 tahun dengan panjang 50 cm dan berat
5 kg. Sel kelamin betina berubah menjadi
sel kelamin jantan pada umur 4 tahun dengan panjang tubuh sekitar 70 cm dan
berat 11 kg. Ada kenyataannya lebih
banyak ditemui ikan kerapu jantan atau mempercepat perubahan kelamin dari
betina ke jantan dapat dipacu/dirangsang dengan hormon testosteron. Pemberian
hormon testosteron dilakukan secara oral melalui makan setiap minggu, diikuti
dengan penambahan multivitamin.
Takaran
yang diberikan adalah :
Hormon
testosteron 2 mg/kg induk
Multivitamin 10
mg/kg induk
5) Seleksi Induk
Kematangan
kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui denan cara mengurut bagian perut
ikan (stripping) ke arah awal sperma yang keluar warnan putih susu dan
jumlahnya banyak diamati untuk menentukan kualitasnya. Kematangannya kelamin induk betina diketahui
dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik ke dalam lubang kelamin
ikan, kemudian dihisap. Telur yang
diperoleh diamati untuk mengetahui tingkat kematangannya, garis tengah
(diameter) telor diatas 450 mikron.
6) Pemijahan
a. Induk kerapu matang kelamin dipindahkan
ke bak pemijahan yang sebelumnya telah diisi air laut bersih dengan ketingian
1,5 m dan salinitas + 32 ‰.
b. Manipulasi lingkungan dilakukan
menjelang bulan gelap yaitu dengan cara menaikkan dan menurunkan
permukaan/tinggi air setiap hari. Mulai
jam 09.00 sampai jam 14.00 permukaan air
diturunkan sampai kedalaman 40 cm dari
dasar bak. Setelah jam 14.00 permukaan
air dikembangkan ke possisi semula (tinggi air 1,5 m). Perlakuan ini dilakukan terus menerus sampai
induk memijah secara alami.
c. Rangsangan hormonal induk kerapu matang
kelamin disuntik dengan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HGG) dan Puberogen
untuk merangsang terjadinya pemijahan.
Takaran hormon yang diberikan adalah :
HGG 1.000 - 2.000
IU/kg induk Puberogen 150
- 225 RU/kg induk
d. Pengamatan pemijahan ikan dilakukan
setiap hari setelah senja sampai malam hari.
Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam 22.00 - 24.00
WIB. Diduga musim pemijahannya terjadi 2
kali bulan Juni September dan bulan Nopember - Januari.
e. Bila diketahui telah terjadi pemijahan,
telur segera dipanen dan dipindahkan ke bak penetasan.bak pemeliharaan larva.
7)
Penetasan telur
Bak
yang dipergunakan untuk penetasan telur sekaligus juga merupakan bak
pemeliharaan larva, terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang dengan
ukuran 4 x 1 x 1 m3. Tiga hari sebelum
bak penetasan/bak pemeliharaan larva digunakan, perlu dipersiapkan dahulu
dengan cara dibersihkan dan dicuci hamakan memakai larutan chlorine (Na OCI) 50
- 100 ppm.
Setelah
itu dinetralkan dengan penambahan larutan Natrium thiosulfat sampai bau yang
ditimbulkan oleh chlorine hilang. Air
laut dengan kadar garam 32 ‰ dimasukkan ke dalam bak, satu hari sebelum larva
dimasukkan dengan maksud agar suhu badan stabil berkisar antara 27 - 280C.
Telur
hasil pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang dibuahi akan mengapung dipermukaan
air dan berwarna jernih (transparan). Sebelum telur ditetaskan perlu direndam
dalam larutan 1 - 5 ppm acriflavin untuk mencegah serang bakteri.
Padat
penebaran telur di Bak Penetasan berkisar 20 - 60 butir/liter air media. Ke
dalam bak penetasan perlu ditambahkan Chlorella sp sebanyak 50.000 100.000 sel/ml untuk menjaga kualitas air.
Telur
akan menetas dalam waktu 18 - 22 jam setelah pemijahan pada suhu 27 - 280C dan
kadar garam 30 - 32 ‰.
Gambar
1. Grafik Prosentase Telur yang Dibuahi
4. PERKEMBANGAN DAN PEMELIHARAAN LARVA
1)
Perkembangan Larva
Larva
yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya tidak
aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah bentuk menyerupai kerapu
dewasa setelah berumur 31 hari. ( Gambar 2)
Gambar
2. Perkembangan Bentuk Larva Ikan Kerapu
Adapun
perkembangan larva kerapu dari umur 1 hari (D1) sampai umur 31 hari (D31) dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel
1. Perkembangan larva ikan kerapu.
Hari
ke Tahap Perkembangan Panjang (mm)
D1 Larva baru menetas transparan, melayang
dan tidak aktif. 1 ,89 - 2, 11
D3 Timbul bintik hitam di kepala dan pangkal
perut. 2 ,14 - 2, 44
D7-8 Timbul calon sirip punggung yang keras dan
panjang. 7 ,98 - 8, 96
D9-11 Timbul calon sirip punggung yang keras dan
panjang. 15 ,88 - 17, 24
D15-17 Duri memutih, bagian ujung agak
kehitaman. 17 ,2 - 18, 6
D23-26 Sebagian duri mengalami reformasi
dan patah, pada bagian ujung tumbuh sirip awal lunak. 20 ,31 - 22, 64
D29-31 Sebagian larva yang pertumbuhannya
capat telah berubah menjadi burayak (juvenil), bentuk dan warnanya telah
menyerupai ikan dewasa. 22 ,40 - 23,
42
Masa
kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari
(D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat
panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik
dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke
22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah
besar mulai nampak adanya kematian.
Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali
kemudian terbalik lalu mati.
Pada
kasus tersebut diupayakan dengan cara merubah pakan Artemia dengan kandungan W3
HUFA yang lebih tingi. Dari kasus ini
tentunya dapat diajukan suatu hepotesa sementara bahwa kurannya unsur tertentu
pada larva kerapu dalam waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kondisi fisik
dan kelangsungan hidup larva.
2)
Pemeliharaan Larva
Larva
kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2
(D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan
dari luar.
Umur
3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari
luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 - 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton
chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10
sel/ml. Pemberian pakan ini
sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara bertahap hingga
mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media.
Pada
hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan
kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media.
Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25
hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media.
Disamping
itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah
berumur 1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari
Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva
berumur 50 hari.
Skema
jenis dan pemberian pakan larve kerapu dapat dilihat pada Gambar 3 . Pemberian
pakan dengan cincangan daging ikan mulai dicoba pada saat metamorfosa larva
sempurna menjadi benih ikan kerapu.
Gambar
3. Skema Jenis dan Pakan Pemberian Pakan
Larve Ikan Kerapu
5. PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bak
penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan larva perlu dijaga
kualitas airnya dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan
5.103 - 104 sel/ml. Phytoplankton akan
menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan
sisa cangkang telur yang ditinggalkan.
Pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama
dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang
telur. Penggantian air dilaksanakan
pertama kali pada saat larva berumur 6
hari (D6) yaitu sebanyak 5 - 10%.
Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur
larva, maka volume air yang perlu diganti juga semakin banyak.
Pada
saat larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20 %
dan bila larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40%.
Prosentase pengantian air selama pemeliharaan larve kerapu dapat dilihat pada
gambar 4.
Gambar
4. Prosentase Penggantian Air
6. DAFTAR PUSTAKA
1) Kisto Mintardjo dan Sigit B,
"Pemijahan Ikan Kerapu (Epinephelus tauvina) Dengan Manipulasi
Lingkungan", Buletin Budidaya Laut No. 2, Balai Budidaya Laut Lampung,
Ditjen Perikanan, 1991.
2) Sigit Budileksono dan Yayan Sofyan,
"Pemijahan Alami Ikan Kerapu Macan ( Epinephelus fuscoguttatus) di Bak
Terkontrol", Buletin Budidaya,
1993.
3) Anonimus, "Teknologi Reproduksi
Ikan Kerapu (Epinephelus sp)", Riset dan Teknologi Balai Budidaya Laut
Lampung, Ditjen Perikanan, 1993.
4) Sigit Budileksono, " Pembenihan
Ikan Kerapu di Balai Budidaya Laut Lampung", Ditjen Perikanan, 1995.
7. SUMBER
Pembenihan
Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus), Direktorat Bina Pembenihan,
Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
8. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat
Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta
Jakarta,
Maret 2001
Disadur
oleh : Tarwiyah
KEMBALI
KE MENU
0 comments:
Post a Comment