LATAR BELAKANG
Manusia dalam hidupnya pasti membutuhkan makanan. Makanan yang baik
adalah makanan yang alami tanpa campuran zat aditif. Manusia harus mengonsumsi
makanan yang sehat untuk menjaga kesehatannya. Indonesia memiliki beragam
jajanan kuliner yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, salah
satunya adalah bakso. Dalam pengolahan bakso diperlukan suatu zat pengenyal
agar bakso menjadi kenyal dan bertahan lebih lama. Sayangnya, banyak produsen
bakso yang kemudian menggunakan zat aditif berbahaya untuk mendapatkan hasil
bakso yang bagus, yakni dengan menggunakan boraks.
Boraks merupakan zat aditif berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh.
Boraks adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat dapat mengembangkan, memberi
efek kenyal, serta dapat membunuh mikroba. Pengaruh boraks dalam kesehatan:
jika terhirup muncul rasa terbakar pada hidung serta tenggorokan, susah
bernafas, nafas pendek, pusing, kanker paruparu. Jika terkena kulit timbul
warna merah, terbakar serta gatal. Jika terkena mata akan menimbulakan mata
merah, gatal, berair, kerusakan mata, pandangan kabur bahkan kebutaan. Jika
tertelan akan menimbulkan perut mual, muntah, perih, dapat pula menyebabkan
kurang darah, muntah darah, serta kematian (Githa, 2010).
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki garis pantai
terpanjang di dunia. Berdasarkan wawasan nusantara, segi sosial dan ekonomi,
perikanan Indonesia memiliki peran yang penting karena wilayah negaranya
terdiri dari lautan yang memiliki kekayaan potensial berupa sumber daya alam
hayati terutama hasil perikanan (Suharjo dan Noor Harini, 2005).
Salah satu hasil melimpahnya laut adalah ikan. Ikan bandeng
merupakan salah satu ikan laut yang memiliki sisik cukup banyak. Keberadaannya
di Indonesia pun sudah dikenal luas serta mudah didapat. Selain dagingnya enak
dikonsumsi, ternyata sisiknya mempunyai manfaat sebagai bahan pengenyal. Pada
umumnya ikan memiliki sisik yang mengandung chitosan. Chitosan adalah produk
alami dari chitin, polysaccharide pada exoskeleton ikan, seperti udang dan
rajungan. Bahan dasar chitosan antara lain dari sisik ikan. Sisik ikan
dihilangkan mineralnya (de-mineralisai) dengan cara dijemur di bawah sinar
matahari karena organisme laut kaya mineral. Chitosan mempunyai kelebihan dan
tingkat keamanan lebih dibandingkan dengan boraks karena mempunyai gugus aktif
yang akan berikatan dengan mikroba maka chitosan mampu menghambat pertumbuhan
mikroba. Dan sangat menyerap bahan anorganik dan komponen logam. Melihat
melimpahnya ketersediaan sumber daya yang ada, maka penelitian ini mencoba
mengekstrak dan menguji potensi chitosan yang ada dalam sisik ikan sebagai
bahan pengawet yang aman pada bakso.
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Pengawet Buatan Bahan pengawet merupakan bahan kimia yang
berfungsi untuk menghambat kerusakan pada makanan baik yang disebabkan oleh
mikroba pembusuk, ragi, maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah,
menghentikan proses pembusukan fermentasi dari bahan makanan (Norman, 1988).
G.2 Boraks Boraks adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat dapat
mengembangkan, memberi efek kenyal, serta dapat membunuh mikroba. Boraks sering
diguanakan oleh produsen untuk dijadikan zat tambahan makanan (ZTM) pada bakso,
tahu, mie basah, bihun, krupuk maupun lontong.
Ciri-ciri bakso yang mengandung boraks: tekstur kenyal susah
dihancurkan, warna tidak kecoklatan namun keputihan. Pengaruh boraks dalam
kesehatan: jika terhirup muncul rasa terbakar pada hidung serta tenggorokan,
susah bernafas, nafas pendek, pusing, kanker paru-paru. Jika terkena kulit
timbul warna merah, terbakar serta gatal. Jika terkena mata akan menimbulakan
mata merah, gatal, berair, kerusakan mata, pandangan kabur bahkan kebutaan.
Jika tertelan akan menimbulkan perut mual, muntah, perih, dapat pula
menyebabkan kurang darah, muntah darah, serta kematian (Remajagaptek, 2011).
Ikan Bandeng Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan penghasil
protein hewani tinggi, memiliki bentuk tubuh memanjang, padat, pipih, dan oval.
Kepala tidak bersisik, mulut terletak diujung dan berukuran kecil dan rahangnya
tanpa gigi. Ikan bandeng memiliki nama latin Chanos chanos, merupakan ikan
campuran antara air asin dan air tawar atau payau.
Morfologi Ikan bandeng menurut Djuhanda (1981) mempunyai tubuh yang
ramping dan ditutupi oleh sisik dengan jari-jari yang lunak. Sirip ekor yang
panjang dan bercagak. Mulut sedang dan non protractile dengan posisi mulut satu
garis dengan sisi bawah bola mata dan tidak memiliki sungut. Ikan ini memiliki
tubuh langsing dengan sirip ekornya bercabang sehingga mampu berenang dengan
cepat. Warna tubuhnya putih keperak – perakan. mulut tidak bergerigi sehingga
menyukai makanan ganggang biru yang tumbuh di dasar perairan (Adelaide, dkk,
2011).
Sisik ikan Badan ikan pada umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang
sama dan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu kepala , badan (tubuh) ,dan ekor.
Seluruh badan ikan di tertutup oleh kulit , terkadang di lengkapi dengan sisik
yaitu lempengan-lempengan tulang yang tersusun rapidi permukaan badan ikan .
Sisik ikan terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar tipis merupakan
epidermisnya di bentuk oleh sel-sel ephiteal. Pada lendir. Lapisan di bawahnya
adalah dermis , kutin dan korium . Di bawah dermis terdapat lapisan sel-sel
yang mengandung kitin . Sisik ikan terbentuk dari lempeng-lempeng tulang rawan
yang lentur dan saling tumpang tindih.
Sisik ikan bersifat impermiabel terhadap mikroorganisme dan
senyawa-senyawa yang larut dalam air. Ada empat tipe sisik, yaitu plakoid,
ganoid, sikloid, dan stenoid (Suwedo, 1993). G.5 Chitosan Chitosan adalah poli
2-amino-2deoksi-β-D-glukosa, merupakan kitin yang terdeasetilasi, dimana gugus
asetil pada kitin disubstitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan
penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi (Fernandez,dkk, 2008).
Chitosan adalah produk alami dari chitin, polysaccharide pada
exoskeleton ikan, seperti udang dan rajungan. Bahan dasar Chitosan antara lain
dari sisik ikan. Sisik ikan dihilangkan mineralnya (demineralisai) dengan cara
dijemur di bawah sinar matahari karena organisme laut kaya mineral. Chitosan
mempunyai kelebihan dan tingkat keamanan lebih dibandingkan dengan boraks
karena mempunyai gugus aktif yang akan berikatan dengan mikroba maka chitosan
mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Dan sangat menyerap bahan anorganik dan
komponen logam. Keunikan bahan ini hingga berfungsi sebagai pengawet karena
mempunyai gugus amoni yang bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif
dari senyawa lain (Roberts, 1992).
Karena sifat kimianya tersebut, khitosan dapat berfungsi sebagai
anti mikrobial, pelapis (coating), pengikat protein dan lemak. Pelapis dari
polisakarida merupakan penghalang yang baik, sebab pelapis jenis ini bisa
membentuk matrik yang kuat dan kompak yang bersifat permiabel terhadap CO2
dan O2. Sebagai pelapis, khitosan mampu melindungi dan melapisi
bahan makanan sehingga dapat mempertahankan rasa asli dan menjadi penghalang
masuknya mikroba (Suseno, 2006 ; Hardjito, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Adelaide, dkk. 2011. Identifikasi Parasit pada Bandeng (Chanos
chanos). Jurnal Identifikasi Parasit pada Bandeng.
http://adelaidearsenal.blogspot.com/2011/12/jurnal-identifikasi-parasit-padaikan.html.
Diakses tanggal 24 Oktober 2012. Fernandez,dkk. 2008. Characterization of
Antimikrobial Properties on The Growth of S.aureus of Novel Renewable Blends of
Gliadins and Chitosan of Interest in Food Packaging and Coating Aplications,
dalam Studi Analisis Antibakteri dari Film Gelatin-Chitosan Menggunakan
Staphylococcus aureus oleh Mardian Darmanto, dkk, Prosiding Skripsi Semester
Genap 2010/2012 ITS Surabaya. Githa, 2010. Dampak Formalin Terhadap Kesehatan,
dampak Penggunaan Formalin dan Borax. http://githa.student.umm.ac.id/2010/07/02/dampakformalin-terhadap-kesehatan.
Diakses tanggal 29 September 2012. Latipun. 2002. Psikologi Eksperimen. Malang:
UMM Press. Mardian Darmanto, dkk, 2011. Studi Analisis Antibakteri dari Film
GelatinChitosan Menggunakan Staphylococcus aureus. Prosiding Skripsi Semester
Genap 2010/2012 ITS Surabaya. Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Edsisi
III, di terjemahkan oleh Muschji Muljoharjo. Jakarta : Penerbit UI.
Remajagaptek. 2011. http://www.remajagaptek.com/2011/10bahayaborax.html?m=1.
Diakses tanggal 1 Oktober 2012. Roberts. 2006. Dalam Pengaruh Konsentrasi
Khitosan Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus heterolubus) Asin Kering Selama
Pentimpanan Suhu Kamar. Tesis oleh sri Sedjati, 2006. Semarang : Universitas
Diponegoro. Soekidjo Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : PT. Rineka Cipta. Suharjo dan Noor Harini. 2005. Ekstrak Chitosan
dari Cangkang Udang Windu (Penaeus Monodon Sp.) Secara Fisik-Kimia (Kajian
Berdasarkan Ukuran Partikel Tepung Chitin dan Konsentrasi NaOH). GAMMA volume 1
No.1, September 2005 : 7-15. Suseno, 2006 ; Hardjito, 2006. Dalam Pengaruh
Konsentrasi Khitosan Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus heterolubus) Asin
Kering Selama Pentimpanan Suhu Kamar. Tesis oleh sri Sedjati, 2006. Semarang :
Universitas Diponegoro.
• 10 Suwedo
Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada.
0 comments:
Post a Comment