Pendahuluan
Pengawetan
dengan cara pengasapan sejak dulu telah sering digunakan. Banyaknya masyarakat
yang masih menggunakan metode pengasapan secara tradisional membuktikan bahwa
cara pengawetan menggunakan asap cair masih jarang digunakan secara luas oleh
masyarakat maupun dalam industri makanan. Tetapi, penggunaan asap cair dalam
mengawetkan ikan telah semakin dimanfaatkan karena dapat menciptakan citarasa
yang diinginkandan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Selama
lebih dari 40 tahun pemberi rasa asap (Smoke Flavouring) telahbanyak digunakan
sebagai aditif penyedap komersial untuk varietasmakanan, seperti daging, ikan,
susu (keju), kacang-kacangan danproduk makanan ringan. Bahan-bahan makanan
tersebut merupakan beberapa contoh bahan makanan yang sering dijadikan produk
asapan secara tradisional.Perasa asap dianggap sebagai zat aditif alami. Asap
diperoleh dari kayu sebagai produkdekomposisi termal dalam kondisi fisik (suhu,
akses oksigen)yang terkontrol, dimana diikuti oleh pembentukan dua fase, yaitu
air dan tar.
Pengasapan
ikan merupakan metode pengawetan memberikan cita rasa yang khas, warna terhadap
produk dan meningkatkan daya simpan. Hasil dari penggabungan tahap pengasinan
dan adanya aktivitas antimikroba darikomponen senyawa yang terdapat dalam asap
(formaldehida, asam karboksilat dan fenol).Teknik tradisional melibatkan
beberapa tahapan yang dimulai dari persiapan ikan sebelum proses penggaraman
hingga proses fillet ikan diasap.
Asap
diproduksi oleh serutan bara atau serbuk gergaji dari jenis kayu tertentu yang
ditempatkan dalam oven langsung, di mana letaknya di bawahikan yang
menggantung. Selanjutnya, asap dapat ditambahkan dari ruang asap, dimana asap
berasal dari dari generator asap eksternal yang kondisi suhu dan udaranya
terkendali.
Selama
pembakaran senyawa yang tidak diinginkan dapatterbentuk, terutama Polycyclic
Aromatic Hydrocarbon(PAH). Senyawa ini sangat karsinogenik. PAH bereaksi dengan
protein dan asam nukleat sehingga dapat menyebabkan terjadinya mutasi sel dan
akhirnya akan mengganas. Selain menyebabkan kanker, PAH juga telahdilaporkan
menyebabkan hemato, kardio, ginjal, saraf, immuno,reproduksi dan perkembangan
toksisitas pada manusia dan laboratorium hewan.Kontaminasi PAH terhadap makanan
dapat dikurangi secara signifikan dengan menggunakan perasa asap cair. Asap
cair diproduksidari asap kental yang kemudian difraksinasi dan dimurnikan.
Asap
cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena adanya sifat antimikroba
dan antioksidan senyawa, seperti aldehid, asam karboksilat dan fenol. Teknik
pengasapan dengan menggunakan asap cair memilikibeberapa keuntungan
dibandingkan dengan teknik pengasapan tradisional. Pengasapan dengan asap cair
mudah, cepat, keseragaman produk, karakteristik makanan yang didapatkan baik
serta tidak terdepositnya senyawa karsinogenik hidrokarbon aromatik polisiklik
dalam makanan yang diawetkan.
Asap
cair merupakan
hasil sampingan dari industri arang
aktif tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan
dibuang ke atmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian
senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam kayu sewaktu proses pirolisis.Untuk
mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu keras seperti kayu bakau,
kayu rasamala, serbuk dan gergajian kayu jati serta tempurung kelapa sehingga
diperoleh produk asapan yang baik.
Penelitian
ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh penggunaan asap cair tempurung kelapa
pada pembuatan ikan kering serta membandingkan kualitas ikan kering yang
dihasilkan yaitu ikan kering menggunakan pengawet NaCl, campuran NaCl-asap cair
dan asap cair, ditinjau dari bau, warna, daya simpan, kadar air, kadar abu
serta kadar proteinnya.
Metodologi
Penelitian
1. Bahan
kimia, peralatan dan instrumentasi
Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran selen (SeO2, K2SO4,
CuSO4.5H2O), asam klorida (HCl) 0,01 N (Merck), natrium hidroksida (NaOH) 30 %
(Merck), asam borat (H3BO3) 2 % (Merck),
asam nitrat (HNO3), natrium klorida (NaCl) 30 %, indikator metil merah (mm),
indikator phenolphthalein (pp), akuades dan akuabides.
Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Gas-Spektrometri Massa
(GC-MSShimadzhuQP 2010 Plus), seperangkat alat pembuat asap cair, desikator,
oven (Memmert), tanur listrik (Nabertherm), neraca analitik (Sartorius), kertas
saring (Whatman No. 42), cawan penguap, cawan porselen, labu Kjeldahl, wadah
plastik, waring, aluminium foil dan peralatan gelas.
2. Prosedur
penelitian
Pembuatan Asap Cair Tempurung kelapa kering
sebanyak ± 2000 gram dimasukkan ke wadah stainless steel, kemudian ditutup
untuk dilakukan pirolisis. Rangkaian alat kondensasi dipasang dan pemanasan pun
dilakukan. Kondensasi diakhiri sampai asap cair tidak ada yang menetes ke dalam
tabung penampung. Cairan yang diperoleh merupakan campuran heterogen antara
asap cair dan tar. Cairan disimpan selama satu minggu agar tar dan pengotornya
mengendap, kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk proses selanjutnya.
Karakterisasi
Asap Cair dengan GC–MS
Sampel
asap cair dikarakterisasi dengan GC–MS ShimadzhuQP 2010 Plus dengan kondisi
operasional: temperatur injeksi 210 oC, temperatur detektor 300 oC, temperatur
kolom terprogram 100–300 oC, detektor FID, gas pembawa helium, tekanan 43,5
kPa, jenis kolom Rtx_5MS (30 m x 0,25 mm ID), waktu pengukuran 13 menit. Hasil
karakterisasi didapatkan sebagai puncakpuncak. Puncak-puncak yang muncul
kemudian diidentifikasi.
Pembuatan
Ikan Tandeman Kering Dibuat 4 perlakuan yang berbeda untukpembuatan ikan
tandeman kering, dimanaperendaman ikan dilakukan dengan variasi larutan, yaitu sebagai
berikut: larutan NaCl 30 %, larutan NaCl 30 % + asap cair 2 %, larutan asap
cair 2 %, air.Semua perlakuan perendaman dilakukan pada wadah plastik yang
ditutup selama satu hari. Setelah proses perendaman selesai, ikan dikeluarkan
dan dikeringkan. Pengeringan ikan dilakukan selama dua minggu dengan bantuan
sinar matahari.
Penentuan
Kadar Air Ikan Kering6 Kadar air ditentukan dengan cara sebagai berikut:Timbang
sampel sebanyak ± 2 gram dalam cawan yangtelah diketahui beratnya. Masukkan
dalam oven dengan suhu 105 oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan dalam
desikator selama ± 30 menit danditimbang.Panaskan lagi dalam oven, didinginkan
dalam desikator dan diulangi sampai beratkonstan.
Penentuan
Kadar Abu Ikan Kering
Kadar
abu ditentukan dengan cara sebagai berikut:Timbang sampel ± 2 gram dalam cawan
porselen yang telah diketahui bobotnya. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu
abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna.
Dinginkan dalam desikator, lalu timbang sampai berat konstan.
Kadar
protein ditentukan dengan metode Mikro-Kjehdahl. Tahapannya adalah sabagai
berikut: Sampel ditimbang sebanyak ± 0,5100 gram dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl.Campuran selen ditimbang 2 gram kemudian tambahkan campuran selen pada
sampel dalam labu Kjeldahl.H2SO4 pekat ditambahkan 25 mL dan beberapa butir
batu didih ke dalam labu Kjeldahl.Proses destruksi dilakukan di atas nyala api
kompor gas dengan api kecil, dimana labu Kjeldahl dipasang miring 45o pada
standar dan klem saat proses destruksi berlangsung.Api kompor gas dibesarkan
setelah pemanasan sekitar 15 menit dan dikocok larutan yang didestruksi setiap
15 menit.Destruksi dihentikan jika warna larutan telah berubah menjadi hijau
jernih.Jika larutan telah hijau jernih, proses destruksi dihentikan dan
dinginkan larutan.
Larutan
hasil destruksi dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan
volumenya.Dipipet 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu suling.Larutan NaOH 30%
ditambahkan 5 mL dengan pipet takar ke dalam labu suling.Rangkaian alat
distilasi dipasang.Erlenmeyer untuk menampung distilat diisi 10 mL H3BO3 2 %
dan 3 tetes indikator metil merah.Mulut labu suling ditutup dengan gabus,
distilasi larutan tersebut. Proses distilasi dihentikan jika warna distilat
telah berwarna kuning.Pendingin lurus dibilas dengan akuades dan hasil bilasan
ditampung pada distilat.Hasil distilasi dititer dengan HCl 0,01 N sampai
berwarna oranye. Kemudian dicatat volume HCl yang terpakai. Hal yang sama
dilakukan juga untuk larutan blanko.
3. Hasil
dan Pembahasan
Pengamatan
Warna dan Bau Asap Cair
Pada
pembuatan asap cair ini, tempurung kelapa dikeringkan dan diperkecil ukurannya.
Tempurung kelapa tersebut dimasukkan ke dalam panci stainless steelAsap cair
yang dihasilkan dari pirolisis 2000 gramtempurung kelapa didapatkan sebanyak
400 mL. Warna yang dihasilkan dari asap cair berwarna cokelat pekat dan berbau
asap cukup keras. Setelah didekantasiselama satu minggu terbentuk dua lapisan.
Lapisan bawah berwarna hitam dan bagian atas berwarna coklat bening. Setelah
satu minggu, cairan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga
didapatkan cairan berwarna coklat bening. Bau yang dihasilkan asap cair yang
sudah disaring tidak sekeras sebelumnya namun tetap berbau asap.
Hasil
Karakterisasi Senyawa dalam Asap Cair dengan Menggunakan GC-MS Adapun kandungan
senyawa yang terdapat dalam asap cair dapat dilihat pada kromatogram.
Berdasarkan
kromatogram di atas, kandungan senyawa yang terdapat dalam asap cair adalah
sebagai berikut:
Dalam
asap cair ini kandungan asam palmitat paling banyak, yaitu 19,89 % sedangkan
asam dodekanoat paling sedikit, yaitu 2,25 %. Dengan GC-MS dapat diketahui
senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel uji. Senyawa asam mempunyai
peranan sebagai antimikroba dan membentuk cita rasa pada produk asapan.Komponen
asam menghambat pembentukan spora, pertumbuhan bakteri, fungi dan aktivitas virus
pada produk asapan.8 Jadi, hasil karakterisasi ini menunjukkan bahwa kandungan
utama dalam asap cair adalah senyawa asam.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa asap cair dapat diaplikasikan sebagai
pengawet pada pembuatan ikan kering.Kualitas ikan kering yang dibuat dengan
larutan NaCl–asap cair lebih bagus daripada ikan kering yang dibuat hanya
dengan larutan asap cair atau pun hanya dengan larutan NaCl. Hal ini dapat
dilihat dari bau yang tidak terlalu berbau asap, warna kurang coklat (hampir
sama dengan warna daging ikan segar), daya simpan 63 hari, kadar air sebesar
32,89 %, kadar abu sebesar 24,40 % serta kadar proteinnya sebesar 13,57 %.
Referensi
1. Swastawati, F.,Eko Susanto, Bambang
Cahyono, Wahyu AjiTrilaksono, 2012, Quality Characteristic and Lysine Available
of Smoked Fish. APCBEE Procedia Journal.,No. 2, hal. 1–6
2. Kostyra, E., Nina Baryłko-Pikielna,
2006, Volatiles Composition and Flavour ProfileIdentity of Smoke Flavourings.
Food Quality and Preference Journal.,No. 17, hal. 85-95
3. Visciano, P., M. Perugini, F. Conte, M.
Amorena, 2008, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Farmed Rainbow
Trout(Oncorhynchus mykiss) Processed by Traditional Flue Gas Smoking and by
Liquid Smoke Flavourings.Food and Chemical Toxicology Journal., No. 46, hal.
1409–1413
4. Alcicek, Z., 2011, The Effects of Thyme
(Thymus vulgaris L.) Oil Concentration on Liquid-SmokedVacuum-Packed Rainbow
Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792) FilletsDuring Chilled Storage.Food
Chemistry Journal., No. 128, hal. 683–688
5. Prananta, J., 2008, Pemanfaatan Sabut
dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai
Pengawet Makanan Alami. Skripsi.,
Universitas Malikussaleh, Aceh
6. Sudarmadji, S.,1984, Prosedur Analisa
untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty Yogyakarta, hal. 77
7. Standar Nasional Indonesia, 1992, Cara Uji
Makanan dan
Minuman, Departemen Perindustrian,
hal. 4 dan 7-9
8. Wahyuni, R., 2007, Pengaruh persentase
dan lama perendaman asap cair terhadap kualitas sosis asap ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus). Jurnal Primordia., Vol. 3 No. 2, hal. 95-104
9. Zainuddin, Muhammad, 2010, Studi
tentang teknik pengolahan ikan kering jambal roti di ud. joyo desa brondong
kecamatan brondong kabupaten lamongan propinsi Jawa Timur., Praktek Kerja
Lapangan., Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban
10. Arizona R., Edi Suryanto dan Yuny
Erwanto, 2011, The effect of canary shell liquid smoke concentration and
storage timeon chemical and physical quality of beef. Buletin Peternakan., Vol.
35 No. 1, hal. 50-56
11. Rahmani, Yunianta dan Erryana Martati,
2007, Effect of wet salting method on the characteristic of salted snakedhead
fish (Ophiocepalus striatus). Jurnal Teknologi Pertanian., 8
(3),
hal. 142-152
0 comments:
Post a Comment