I. PENDIDIKAN ORANG DEWASA
2.1 FALSAFAH PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan, Orang Dewasa, dan Pendidikan Orang Dewasa
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UU No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Pengertian Orang Dewasa
Mature person (manusia matang=manusia dewasa) adalah seseorang yang terus memperkembangkan dirinya baik mental maupun pengetahuannya. Dia selalu bertambah kaya dan menjadi lebih kuat karena diberi semangat oleh perkembangannya sendiri.
Pikiran kedewasaan adalah salah satu tujuan dari pendidikan dalam membantu seseorang untuk terus belajar.
Harry A Overstree, memberikan 15 dimensi kedewasaan sebagai berikut:
1. Dari ketergantungan orang lain menuju kepada hidup sendiri;
2. Bersikap pasif menuju sikap aktif;
3. Dari tindakan yang subyektif menuju kepada tindakan yang obyektif;
4. Tidak tahu atau menerima informasi menuju kepada mengetahui atau memberi informasi;
5. Kecakapan yang sangat terbatas menuju kepada kecakapan yang luas;
6. Tanggung jawab terbatas menuju pada banyaknya tanggung jawab yang luas;
7. Minat terhadap sesuatu terbatas menuju kepada adanya minat terhadap berbagai hal yang beragam;
8. Mementingkan kepentingan bagi dirinya sendiri menuju kepada mementingkan dan memperhatikan orang lain;
9. Menolak kenyataan diri sendiri menjadi menerima kenyataan dirinya sendiri;
10.Identitas diri yang terpecah menjadi menerima kenyataan dirinya sendiri;
11.Berpikir secara khusus dan teknis menuju kepada berpikir secara luas berdasarkan prinsip
12.Berpandangan sederhana dan mendatar menuju kepada cara memandang sesuatu secara mendalam
13.Adanya tingkah laku meniru menuju kepada tingkah laku keadaan dirinya sendiri;
14.Mengikatkan pada pendapat dan tindakan yang sama menuju pada adanya tenggang rasa terhadap adanya perbedaan; dan
15.Tindakan yang emosional dan mengandalkan kekuatan fisik menuju kepada kekuatan yang rasional.
Implikasi dari ke 15 ukuran kedewasaan tersebut adalah:
1. Setiap program pendidikan menyediakan suatu kesempatan bagi setiap individu untuk mengembangkan perkembangan pribadi;
2. Ukuran kedewasaan itu pada dasarnya saling ketergantungan satu dengan lainnya; dan
3. Setiap orang pada dasarnya bergerak sejak permulaan sampai pada akhirnya melalui perkembangan hidupnya.
3. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
Menurut Santoso (1956) Pendidikan orang dewasa adalah usaha atau kegiatan yang pada umumnya dilakukan dengan kemauan sendiri (bukan dipaksakan dari atas) oleh orang dewasa, termasuk pemuda di laur batas tertinggi kewajiban belajar, dan dilangsungkan di luar lingkungan sekolah biasa. Usaha dan kegiatan berlangsung karena didorong oleh kepentingan-kepentingan perseorangan, kepentingan-kepentingan golongan dimana ia terikat, dan atau kepentingan-kepentingan masyarakat pada umumnya untuk memperkaya pengalaman dan atau perbaikan dalam penghidupannya serta mencapai kebahagiaan hidup dalam arti yang selauas-luasnya.
Pengertian diatas menunjukkan bahwa pendidikan orang dewasa mengandung arti yang sangat luas. Hal ini tampak dalam kata usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa yang apabila dirinci sangat banyak ragamnya. Demikianlah keadaan yang sebenarnya, bahwa segala kegiatan atau usaha orang dewasa yang dilakukan dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan atau dorongan dari pihak lain untuk mengerjakannya. Segala usaha dan kegiatan itu ditujukan agar dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan olehnya serta adanya kepentingan untuk memperkaya pengalaman atau perbaikan dalam penghidupannya.
Seseorang yang melakukan suatu usaha atau kegiatan dengan tujuan untuk memperkaya pengalamannya, ditandai oleh adanya berbagai perbuatan yang dilakukan di luar kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Dia berusaha mencari perbuatan lain yang lebih bermanfaat bagi dirinya maupun bagi kepentingan orang lain dalam kelompoknya, atau bagi masyarakat luas pada umumnya. Orang dewasa tidak saja berbuat apa yang telah biasa dilakukan akan tetapi dia berusaha untuk mencari bentuk tindakan atau usaha lainnya yang dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru yang dapat memperkaya kehidupannya. Hal ini dapat terjadi bagi setiap orang dewasa, baik ia hidup di negara yang sedang berkembang maupun bagi mereka yang hidup di negara yang telah maju. Bagi orang dewasa yang telah maju, pendidikan orang dewasa menduduki tempat yang sangat utama karena didorong oleh adanya dorongan dari diri sendiri untuk melakukan kegiatan. Oleh karena itu jenis dan macamnya kegiatan pendidikan orang dewasa bagi masyarakat yang meliputi kegiatan pengayaan pengalaman lebih banyak jenisnya dibandingkan dengan usaha atau kegiatan yang sifatnya hanya sekedar untuk usaha perbaikan dalam penghidupannya. Usaha perbaikan dalam penghidupan inilah kiranya sejalan dengan permasalahan pendidikan orang dewasa di Indonesia, sehingga usaha untuk meningkatkan kegiatan pendidikan orang dewasa lebih banyak ditujukan bagi masyarakat orang dewasa di perdesaan maupun di daerah perkotaan yang belum terjangkau oleh usaha pendidikan persekolahan.
Sejalan dengan usaha untuk membelajarkan orang dewasa, Malcolm S.Knowles (1970) memberikan suatu pengertian tentang pendidikan orang dewasa yaitu bahwa ”pendidikan orang dewasa adalah pengetahuan dan teknik untuk membantu orang dewasa untuk belajar. Pengertian ini lebih luas lagi karena di dalam pengertian ini sudah menunjukkan suatu bidang keilmuan yang mandiri, bahwa pendidikan orang dewasa adalah suatu ilmu. Karena hal itu menunjukkan ilmu, maka bidang garapan pendidikan orang dewasa sangatlah luas. Walaupun demikian dalam pengertian itu ditandaskan pula bahwa selain suatu ilmu, maka bidang garapan pendidikan orang dewasa sangatlah luas. Walaupun demikian, dalam pengertian itu ditandaskan pula bahwa selain suatu ilmu pendidikan orang dewasa adalah juga suatu teknik dalam membantu orang dewasa untuk belajar.
Pengertian lainnya tentang pendidikan orang dewasa dikemukakan oleh John D.Ingals tahun 1972 yang memberikan suatu batasan bahwa pendidikan orang dewasa adalah sutau cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa. Rumusan ini lebih menekankan kepada teknik belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, cara atau teknik membimbing orang dewasa akan lain dengan cara-cara membimbing atau mengajar bagi anak-anak.
Adapun yang dimaksud dengan proses belajar orang dewasa adalah bagaimana seseorang belajar atau mempelajari sesuatu yang berkelanjutan yang dapat dilakukan secara efektif. Hal ini perlu mendapat kajian secara mendalam agar proses belajar orang dewasa dapat menumbuhkan kegiatan lainnya sehingga dengan cara demikian akan terjadilah suatu kegiatan belajar terus-menerus. Kiranya hal ini sejalan dengan suatu asas belajar orang dewasa yaitu belajar sepanjang hayat dalam usaha menemukan sesuatu yang baru yang dibutuhkan untuk diketahuinya.
Salah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan di luar pendidikan persekolahan yaitu Prof. Dr. W.P. Napitupulu bahwa ” Pendidikan orang dewasa adalah suatu penyampaian informasi fungsional, latihan keterampilan dan pemupukan dan pengembangan sikap mental pembaharuan dan pembangunan.
Dalam rumusan ini terkandung makna yang lebih khusus yang berkenaan dengan kegiatan pendidikan bagi orang dewasa yaitu penyampaian informasi fungsional. Hal ini berarti bahwa informasi yang disampaikan hendaknya langsung memberikan fungsi bagi orang dewasa serta mengandung arti yang berguna bagi setiap orang dewasa yang menerimanya. Informasi ini ditekankan kepada masalah peningkatan keterampilan yang memang dirasakan penting bagi masyarakat Indonesia yang sedang membangun.
Hal lain yang lebih penting lagi adalah bahwa setiap informasi yang ditujukan bagi orang dewasa hendaknya dapat memupuk dan mengembangkan sikap mental pembaharuan dan pembangunan. Sikap mental inilah yang diperlukan bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia, yaitu sikap mental Pancasila yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, kebangsaan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Falsafah Pendidikan
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, mewujudkan cita-cita bangsa menuju masyarakat adil makmur lahir batin dalam lindungan ridho Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan kepada Pancasila, sebagai falsafah bangsa.
Pancasila harus menjadi dasar bagi segala bentuk kegiatan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk aspek pendidikan, khususnya pendidikan orang dewasa.
Dalam pembukaan UUD 1945, alinea ke empat dinyatakan tujuan bangsa diantaranya mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan itu pendidikan mempunyai peran yang sangat besar, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, memperkuat kepribadian diri serta mempertebal semangat kebangsaan integritas bangsa.
Pendidikan adalah salah satu wujud dari mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam hal ini sasaran didiknya adalah orang dewasa. Pendidikan bagi orang dewasa dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap mental dan keterampilan dalam menghadapi tugas yang diembannya, yang sekaligus diharapkan dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Sehubungan dengan itu sesuai dengan filosofi pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional yaitu Idealisme, Programatis dan Realisme, dimaksudkan untuk memperkokoh nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan falsafah pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Untuk itu sewajarnya nilai-nilai dari sila-sila Pancasila merupakan landasan sekaligus tujuan dalam mewujudkan harapan yang hendak dicapai. Menurut Malcolms Knowles bahwa konsep akhir dari tujuan pendidikan adalah menjadikan peserta didik mahir atau mampu menerapkan ilmu-ilmu yang diperolehnya pada situasi yang serba cepat berubah.
C. Asas-asas Pendidikan Orang Dewasa
Falsafah Pancasila dalam pendidikan orang dewasa dapat pula merupakan landasan dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap program kegiatan pendidikan orang dewasa. Falsafah dapat pula berperan sebagai pengarah untuk meluruskan tujuan ke arah yang dikehendaki.
Upaya mengarahkan ini dilandasi pula oleh beberapa asas pendidikan orang dewasa yang tentu saja tidak dapat keluar dari asas yang telah ditentukan oleh GBHN, yaitu :
1. Asas Manfaat ialah bahwa segala usaha dan kegiatan harus bermanfaat dan dimanfaatkan bagi tujuan kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan dan pengembangan pribadi masyarakat Indonesia
2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan
3. Asas Demokrasi ialah Pancasila yang meliputi semua bidang kehidupan manusia Indonesia dalam upaya mencapai tujuan dengan musyawarah dan mufakat dalam setiap adanya pengambilan suatu keputusan
4. Asas Adil dan Merata ialah hasil-hasil material dan spiritual yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh bangsa
5. Asas Perikehidupan dan keseimbangan
6. Asas Kesadaran Hukum
7. Asas Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Disamping ke tujuh asas di atas, dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan orang dewasa, masih dikenal beberapa asas diantaranya adalah :
1. Asas Kesatuan: kesatuan ide dalam usaha pencapaian tujuan yang hendak dicapai, kesatuan antara kemampuan jasmani dan rohani, kesatuan antara unsur kejiwaan yaitu akal pikiran, perasaan, kehendak dan lain-lain, kesatuan antara pelajaran teori dan praktek, kesatuan antara yang belajar dan pengajar dan sebagainya
2. Asas Swadaya : kemampuan atas dasar kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan yang dirasakan
3. Asas Inovasi : setiap pemecahan masalah hendaknya dianggap sebagai suatu perubahan untuk perbaikan dan kemajuan
4. Asas Dinamisasi: segala gerak usaha pendidikan yang tercermin dalam asas-asas di atas, menunjukan adanya dinamisasi yang hidup.
2.2 KARAKTERISTIK/CIRI-CIRI ORANG DEWASA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
Menurut Knowles dalam bukunya ”The Modern Practice of Adult Education”. 1997, ada 4 (empat) konsep yang membedakan Andragogi dan Paedagogi. Konsep tersebut adalah bahwa apabila seseorang telah dewasa maka dia memiliki :
1. Konsep Diri (Self Concept)
Konsep diri berkembang dari pribadi yang tergantung pada seseorang menjadi diri sendiri, dengan meningkatkan kedewasaan tersebut, maka berangsur-angsur berkurang rasa ketergantungannya dan mulai meningkatkan keadaan akan kemampuan untuk mengambil keputusan dan arah sendiri.
Implikasinya dalam penyuluhan menyangkut hubungan mengarahkan dan membimbing.
2. Pengalaman (Experience)
Setiap orang dewasa mempunyai banyak pengalaman yang berbeda. Semua pengalaman bagi orang dewasa mengandung arti yang mendalam serta mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupannya.
Dalam penyuluhan; pengalaman petani sangat berharga sebagai sumber belajar. Banyak digunakan teknik-teknik pengalaman (experencial) komunikatif dan atau banyak arah seperti diskusi, simulasi, rileplay dan learning by doing dan sebagainya. Dengan metode tersebut pengalaman semua digunakan sebagai sumber belajar
3. Kesiapan Belajar (Readiness to Learn)
Dalam dunia pendidikan dikenal dengan konsep ”Kesiapan Belajar” (readiness to learn) dan saat mulai mengajar (teachable moment). Maka kesiapan untuk belajar merupakan fase perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada setiap orang. Dalam penyuluhan “kesiapan” orang dewasa ditentukan oleh kebutuhan yang berkembang dengan peranan dan fungsinya sehari-hari, misalnya dalam pekerjaan untuk mencari nafkah ataupun dalam pekerjaannya di rumah tangga. Orang dewasa terdorong untuk belajar kalau ia sadar bahwa kompetensi atau kemampuan untuk dapat melaksanakan peranannya atau fungsinya secara lebih baik.
Penyuluh membantu petani mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka dan mengusulkan berbagai kompetensi yang dapat dicapai untuk memperlancar pelaksanaan fungsi mereka. Bersama fasilitator, para penyuluh menemukan apa yang perlu dipelajari berdasarkan tuntutan untuk menghadapi fungsi mereka sehari-hari.
4. Perspektif atau Orientasi Waktu
Orang dewasa belajar memenuhi kebutuhan sekarang dalam menghadapi masalah-masalah hidupnya. Implikasi dalam penyuluhan, penyuluh membekali keterampilan untuk keperluan sekarang dengan materi penyuluhan yang orientasinya kepada masalah yang perlu dibahas dan diatasi pada masa kini.
Andragogi adalah suatu proses penyempurnaan atau perbaikan situasi dan pengalaman yang berhubungan dengan realitas pada masa kini. Inti proses andragogi adalah “Dimana kita sekarang berada serta kearah mana kita menuju”.
2.3 PERBEDAAN ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI
A. Pengertian Andragogi dan Pedagogi
Andragogi
Andra = Dewasa Agogis = Membimbing
Sedangkan Pedagogi
Paid = Anak Agogis = Membimbing
Jadi Pengertian :
Andragogi adalah seni dan ilmu mengajar orang dewasa
Pedagogi adalah seni dan ilmu mengajar orang anak-anak
Pedagogi sebagai seni dan ilmu mendidik anak dalam menstransmisikan sejumlah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan bertujuan agar anak-anak mempersiapkan dirinya dalam mengahdapi hidup dan kehidupannya pada waktu yang akan datang. Seorang anak yang mempelajari sesuatu dalam menghadapi hidup yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Semua pengetahuan dan keterampilan yang ditransmisikan oleh pendidik kepada anak didik didasarkan kepada suatu kemungkinan dan pertimbangan pendidik sendiri, bahwa semua yang dipelajarinya itu akan diperlukan dan digunakan dalam masa-masa yang akan datang. Pendidikanlah yang menentukan kegunaan dan keperluan sesuatu pengetahuan atau keterampilan si anak didik itu menerima segala apa yang disampaikan oleh pendidik.
Adapun andragogi sebagai seni dan ilmu membimbing dan membantu orang dewasa belajar yang merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) sepanjang hayat terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk diketahui. Proses penemuan ini bukan hanya sekedar transmisi pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan kepada pertimbangan pendidik dan fasilitator, akan tetapi didasarkan kepada kepentingan peserta didik (orang dewasa) sendirilah yang menentukan penting atau tidak pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang hendak dipelajarinya. Orang dewasa mempelajari sesuatu, karena adanya suatu kebutuhan yang ia pelajari. Kebutuhan itulah yang menuntut orang dewasa belajar karena dengan pengetahuan baru, keterampilan baru masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat, berjalan dengan sangat cepat menuntut adanya perubahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Inovasi dalam teknologi modern baik dalam lapangan industri dan rumah tangga memerlukan adanya penyesuaian yang dilakukan oleh orang dewasa. Pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan cepat ini, adanya penemuan-penemuan baru dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta adanya perubahan-perubahan sistem sosial dan lain-lain sebagainya. Hal ini menunjukan adanya pengetahuan yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan tadi.
Pengetahuan akan diperolah selama perjalanan hidup sejak anak-anak sampai menjelang dewasa, bahkan sampai pada akhir hayatnya. Pengetahuan yang merupakan sejumlah tumpukan pengalaman selama perjalanan hidup manusia sejak kanak-kanak sampai dewasa. Pengetahuan akan diketemukan dan dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang sengaja untuk menemukan sesuatu hal yang baru. Sesuatu hal yang baru yang berguna bagi kepentingan hidup dan penghidupannya. Pengetahuan dan pengalaman yang dijalani akan diketemukan secara sengaja atau tidak sengaja pada umumnya akan memberikan dukungan dan dorongan terhadap perkembangan dirinya.
Bagi pendidik orang dewasa yang terampil adalah pendidik yang memperhatikan asumsi andragogi sebagai landasan pertimbangan dalam melayani bimbingan dan pengarahannya terhadap proses interaksi belajar dan mengajar terhadap orang dewasa dengan sebaik-baiknya. Layanan bimbingan dan pengarahan kegiatan interaksi belajar dilakukan dengan memperhatikan sejumlah asumsi yang akan memberikan petunjuk dan cara-cara yang paling tepat dilaksanakan.
B. Perbedaan Andragogi dan Pedagogi
Perbedaan Andragogi dan Pedagigo dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain :
No
Aspek
Andragogi
Pedagogi
1
2
3
4
1
Program Penggunaan
Dirancang oleh fasilitator dan peserta
Dirancang oleh guru
2
Kurikulum
Dirancang berdasarkan kebutuhan dan masalah saat ini (kompetensi)
Dirancang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan
3
Hubungan antara pendidik dan sasaran didik
Saling membantu
Hubungan mengarahkan
4
Pendekatan dan Metode
Komunikasi dua arah (diskusi kelompok, bermain peran, studi kasus)
Komunikasi satu arah (ceramah)
5
Sasaran Didik/peserta
Sukarela
Wajib
6
Peran pengajar
Fasilitator
Guru
7
Evaluasi
Evaluasi diri sendiri
Evaluasi dari guru
2.4 PRINSIP-PRINSIP MENGAJAR ORANG DEWASA
A. Prinsip-Prinsip Mengajar Orang Dewasa
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa adalah asas yang harus dijadikan pegangan atau pedoman dalam praktek membimbing orang dewasa. Apakah pengajaran orang dewasa memerlukan tujuan yang jelas atau cukup dengan tujuan yang samar-samar saja? Apakah orang dewasa perlu berperan serta secara aktif dan kepadanya diberikan tanggung jawab atau cukuplah mereka berperan serta secara pasif? Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa merupakan bagian pokok dalam pendidikan orang dewasa. Bagi kita dapat mengusahakan pengajaran terhadap orang dewasa secara benar jika pedoman pokok itu tidak ada. Sebagai contoh atau kegiatan pendidikan orang dewasa, seperti pada umumnya merupakan peserta didik yang heterogen. Katakanlah heterogenitas dalam kesiapan belajar.
Pada kegiatan pendidikan orang dewasa ada kemungkinan fasilitator bingung harus darimana dan bagaimana mulai mengajar? Atau mungkin ia mencoba menerapkan suatu pola yang belum tentu benar. Misalnya ia mencoba menerapkan pengajaran secara seragam dengan disesuaikan kepada peserta didik yang memiliki kecepatan belajar paling rendah atau sebaliknya.
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa itu penting. Setiap kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan kepada pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan cocok sesuai dengan tujuan. Demikianlah prinsip-prinsip mengajar orang dewasa disusun dan harus diterapkan dalam setiap praktek pendidikan atau pengajaran orang dewasa agar pengajaran berjalan secara efektif dan efisien.
Setiap orang yang terlibat dalam pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan orang dewasa harus menguasai prinsip-prinsip pengajaran orang dewasa. Hal ini perlu diungkapkan sebab sifat orang berbeda-beda. Dan ini didasari atau tidak didasari akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Dengan demikian diusahakan agar mengakibatkan terhambatnya proses belajar mengajar.
Dari segi lain, prinsip-prinsip mengajar orang dewasa dalam praktek penerapannya dapat saja mengalami modifikasi (bukan perubahan), misalnya disesuaikan dengan situasi atau ciri-ciri khusus yang ada pada suatu kegiatan pendidikan orang dewasa. Dengan demikian prinsip-prinsip orang mengajar orang dewasa mendasari kegiatan pendidikan orang dewasa secara umum.
Beberapa prinsip pengajaran orang dewasa adalah sebagai berikut :
1. Peserta didik hendaknya mengerti dan menyetujui terhadap tujuan. Suatu kegiatan pendidikan (kursus). Diskusi informasi pada pertemuan pertama akan dapat membantu memberikan suatu gambaran umum mengenai apa yang menjadi tujuan adanya suatu program pendidikan. Hal ini dipandang perluagar para peserta dapat bekerja secara efisien dalam mencapai tujuannya itu.
2. Peserta didik hendaknya mau untuk belajar. Setiap peserta didik diduga mau untuk belajar dengan hadirnya di dalam suatu pertemuan, walaupun demikian fasilitator perlu juga mendorong peserta didik untuk mau belajar sejalan dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Memberikan stimulasi serta memberikan dorongan yang lebih jelas yang dilakukan oleh fasilitator, kiranya akan lebih banyak para anak didik mau untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
3. Menciptakan stimulasi belajar yang bersahabat dan tidak formal. Adanya suatu interaksi di antara peserta didik merupakan hal yang sangat penting yang harus diciptakan oleh fasilitator agar terciptanya suatu saling pengertian, saling menerima, saling hormat menghormati diantara peserta didik. Fasilitator hendaknya membantu para peserta untuk saling kenal mengenal serta mencoba menggali minat dan pengalaman dari setiap peserta didik. Apabila hal ini dapat diciptakan, maka proses belajar tidak akan mengalami hambatan yang bersifat psikologis.
4. Penataan ruangan hendaknya menyenangkan para peserta perlu diperhatikan pula keadaan penataan ruang yang berkenaan dengan tempat atau letak kursi, meja, papan tulis dan alat-alat bantu belajar lainnya sehingga senang dipandang dan enak digunakan. Penataan ini memungkinkan setiap peserta didik dapat saling pandang satu sama lain. Demikian pula keadaan temperatur ruangan tidak terlalu dingin atau panas serta menjauhkan diri dari suasana gaduh yang menggangu. Demikian pula hal penerangan.
5. Peserta didik hendaknya berperan serta mempunyai tanggung jawab terhadap jalannya proses belajar. Cara yang paling baik untuk belajar ialah bekerja. Seseorang yang mengerjakan sesuatu atau mengatakan sesuatu menurut gaya bahasanya sendiri, hal ini menunjukan bahwa dia sebenarnya ingin belajar lebih banyak lagi, apabila dia merasa ikut bertanggungjawab terhadap proses pendidikan yang sedang dilakukannya. Bijaksana sekali apabila fasilitator lebih banyak menyerahkan keputusan yang dibuat oleh kelompok. Mengatur kelompok lebih luas lagi akan menghasilkan pengalaman belajar yang lebih baik serta tidak banyak ketergantungan kepada fasilitator. Peran serta yang aktif dan rasa tanggung jawab di antara peserta akan menumbuhkan rasa senang untuk berlangsungnya proses belajar
6. Belajar itu hendaknya erat hubungannya dengan pengalaman peserta didik. Penyampaian pemikiran dan pengetahuan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pengalaman peserta didik agar hal itu dapat dimengerti dan berguna. Seorang dewasa biasanya belajar dengan menghubungkan pengalaman yang telah lalu, dihubungkan dengan hal yang belum diketahui dan yang telah diketahuinya. Pengalaman peserta didik yang hadir dalam situasi belajar itu akan memperkaya pengetahuan kita. Pengalaman yang berbeda itu akan memberikan keuntungan bagi pengalaman orang lain.
7. Fasilitator hendaknya mengenal benar akan materi pelajarannya. Fasilitator hendaknya mengenal dan memiliki pengetahuan yang luas terhadap bidang yang diajarkannya.
8. Fasilitator hendaknya tahu betul sumber-sumber buku mana yang dapat dijadikan bahan bacaan untuk memperluas pengetahuan tentang hal yang dibicarakan.
9. Perhatikanlah kesungguhan dan ketekunan dalam mengajar. Gelora semangat dalam mengajar akan menularkan kesungguhan bagi anak didik. Semangat atau antusiasme merupakan suatu motivasi yang paling baik untuk belajar. Semangat belajar yang diperlihatkan oleh fasilitator akan berpengaruh pula kepada terciptanya semangat belajar pada para peserta didik.
10. Peserta didik hendaknya dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya. Setiap orang akan berbeda dalam hal pengalaman, pendidikan, pembawaan, minat dan kemampuannya. Oleh karena itu, bagi peserta didik yang cepat sebaiknya diberikan suatu tugas yang dapat dikerjakannya sendiri. Bagi peserta didik yang lamban hendaknya tidak perlu disesuaikan dengan peserta didik yang belajar lebih cepat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dirinya.
11. Peserta didik hendaknya sadar akan kemajuan dirinya dan memiliki rasa kepuasan. Setiap peserta didik yang memasuki suatu program kegiatan pendidikan tertentu mempunyai suatu tujuan tertentu. Apabila minat belajarnya itu untuk memelihara hal yang telah dimiliki, maka menumbuhkan motivasi untuk mencapai tujuannya itu. Sangat bijaksana apabila pendidik dalam proses belajarnya itu menggunakan metode demonstrasi, pertunjukan, wawancara pribadi, diskusi dan lain sebagainya, yang dapat dijadikan alat pengukur kreativitas peserta didik. Berikanlah pujian karena hal ini merupakan stimulasi belajar yang baik dari pada memberikan suatu hukuman.
12. Gunakan metode belajar yang bervariasi. Di dalam suatu situasi belajar tertentu, sebenarnya guru dapat mempergunakan suatu metode belajar tertentu yang tepat untuk digunakan. Misalnya tentang masalah perubahan, di samping diberi informasi, sebaiknya dilengkapi dengan pertunjukan film, pembeberan flipchart atau membawanya langsung ke lapangan. Seorang pendidik yang baik tentu saja ”secara terampil dapat mempergunakan alat bantu belajar sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan yang dikehendaki oleh para peserta didik. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dan membantu terciptanya minat, menstimulasi keterlibatan serta menghargai adanya perbedaan individual peserta didik.
13. Fasilitator hendaknya turut tumbuh dalam proses belajar mengajar. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan oleh setiap pendidik karena sikap pendidik dengan pengalaman mengajarkan itu hendaknya memberikan suatu kesempatan untuk adanya perkembangan dirinya didalam proses belajar. Pendidikan yang mengikatkan dirinya bersama peserta didik akan lebih banyak menstimulasi peserta didik, jika dibandingkan dengan pendidik yang hanya sekedar menyampaikan apa-apa yang ingin dia sampaikan kepada peserta didik, ini merupakan suatu kekuatan yang menentukan juga dalam menciptakan situasi belajar pada kelompok dan sikap dari peserta didik.
14. Pendidik hendaknya memiliki rencana yang fleksibel dalam proses belajar mengajar, hal ini dapat membantu guru dan peserta didik terhadap hendak kemanan dan apa yang hendak dikerjakan secara jelas, didasarkan pada tujuan bersama yang telah disetujui bersama pula. Perencanaan hendaknya berkesinambungan antara suatu topik dengan topik pembicaraan lainnya.
15. Ego-involment adalah suatu kondisi yang merasa terikat erat dengan suatu kegiatan bersama, terikat dengan minat tujuan, serta nilai-nilai bersama untuk dipertahankan bersama.
2.5 PERANAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN DALAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA
A. Peranan Pendidik
Pendidk orang dewasa yaitu setiap orang yang bertanggung jawab dalam membantu orang dewasa untuk belajar. Oleh karena itu peranan pendidik orang dewasa sangatlah luas meliputi :
1. Pimpinan suatu program, pimpinan pendidikan, pimpinan diskusi dari organisasi sukarela untuk pria dan wanita, organisasi pelayanan sosial, perkumpulan orang tua murid, kumpulan profesi, civi club, perkumpulan, perdagangan kelompok officer, supervisor, mandor pada perusahaan, pemerintah dan badan sosial
2. Pelaksanan, training offiscers, supervisor, mandor pada perusahaan, pemerintah dan badan sosial
3. Guru, administratur, pemimpin kelompok masyarakat dan sebagainya
4. Direktur program, penulis alat media seperti koran, radio, televisi dan majalah
5. Tenaga-tenaga yang terlatih khusus dalam bidang kegiatan pendidikan orang dewasa sebagai tempat pengembangan lainnya.
B. Fungsi Fasilitator dalam Andragogi
Menurut Malco Knowles, fungsi fasilitator ada 6 (enam) fungsi, yaitu :
1. Fungsi Diagnosa (Diagnostic Function)
Fungsi fasilitator adalah mendiagnosa kebutuhan belajar peserta (audience) oleh karena itu fasilitator harus menguasai teknik mendiagnosa dan menganalisis kebutuhan belajar, sehingga apa yang dilatihkan benar-benar didasarkan pada kebutuhan peserta bukan atas dasar kemampuan yang dimiliki fasilitator.
2. Fungsi Perencanaan (The Planning Function)
Dalam buku “Principles and Practice Management” TN. Chabra. Perencanaan adalah proses penentuan tentang :
1) Siapa yang mengerjakan
2) Apa yang akan dikerjakan
3) Kapan dikerjakan
4) Dimana dikerjakan
5) Bagaimana cara mengerjakan
Kegiatan-kegiatan spesifik yang perlu dilaksanakan :
1) Merumuskan tujuan relajar secara spesifik/TIK
2) Menyiapkan materi belajar, serta strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan (paket keterampilan atau modul)
3) Menyiapkan alat dan bahan belajar
4) Menyiapkan lat bantu melatih
5) Menyiapkan kondisi belajar, baik fisik maupun non fisik
3. Fungsi Motivasi (The Motivation Function)
Motivasi adalah daya gerak orang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Motivasi pada kegiatan memberikan dorongan seseorang/diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Jadi motivasi berarti memberikan motif/daya gerak menggerakan seseorang/diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan/tujuan.
Ditinjau dari sumbernya, ada 2 (dua) jenis motivasi :
1) Motivasi Intrinsik : motivasi yang timbul dari dalam individu yang belajar. Motivasi ini timbul tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain
2) Motivasi Eksentrik : Motivasi yang timbul dari luar individu yang belajar. Motivasi ini karena adanya ajakan, perintah atau paksaan dari orang lain. Dari kondisi demikian mau melakukan sesuatu.
Motivasi penting dalam kegiatan belajar :
1) Mempergunakan dan menggabungkan motif yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu kegiatan
2) Memberikan reinforcement / menggiatkan sasaran didik dalam belajar
4. Fungsi Metodologi (The Methodologi Function)
Fungsi metodologi merupakan keterampilan memilih metode yang tepat dalam membimbing peserta
5. Fungsi Nara Sumber (The Resource Function)
Belajar merupakan proses kerjasama. Melalui kerjasama peserta akan saling mengungkapkan pengalaman kehidupan sehari-hari. Ungkapan pengalaman akan dipertukarkan, diproses dan dihasilkan suatu pengalaman baru yang menyempurnakan perilakunya.
v Dalam situasi belajar tertentu, pengalaman peserta belum cukup untuk diproses jadi pengalaman baru,
v Maka perlu sumber belajar lain untuk menyempurnakan ; dalam situasi seperti ini diperlukan fasilitator untuk membantu dengan memberi informasi yang diperlukan
v Dalam memberi informasi, peserta jangan seperti digurui
6. Fungsi Evaluasi (The Evaluation Function)
Dalam setiap proses belajar mengajar kegiatan evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses. Prinsip orang dewasa tidak mau dinilai oleh orang lain.
Fasilitator menyiapkan instrument evaluasi dan meminta peserta menjawab dan mereka sendiri yang memeriksa.
2.6 MODEL ELC SEBAGAI MODEL MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Model belajar dengan ELC menyajikan suatu pendekatan yang bersifat pembaharuan (inovatif) terhadap latihan perikanan. Untuk memudahkan memperoleh kecakapan khusus selama latihan dan untuk mendorong penerapan kecakapan tersebut oleh peserta, maka para pelatih menggunakan suatu pendekatan belajar ekseperensial yang bersifat mudah disesuaikan dan dipusatkan pada peserta latihan.
Pendekatan ini mempunyai dasar dalam pengiraan atau peranggapan sebagai berikut :
1. Oleh karena perorangan itu khas (unik) terutama dalam hal proses belajar, maka suatu kurikulum latihan haruslah memasukan aneka ragam pendekatan pendidikan untuk dapat menampung bermacam-macam cara orang belajar.
2. Belajar bukanlah sesuatu yang dapat disuntian kepada orang lain, lebih baik dia tumbuh dari mereka sebagai hasil dari pengalaman mereka.
3. belajar akan berhasil lebih efektif jika tujuan belajar itu mempunyai arti dan kaitan bagi peserta sehubungan dengan kehidupan mereka sendiri, apa yang mereka telah ketahui dan tujuan pribadi mereka.
4. Belajar itu adalah suatu proses yang sudah menjadi sifat hidup. Latihan akan lebih efektif jika dia memberikan kemudahan belajar dengan memusatkan pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hidup manusia
5. Belajar tidak akan ada artinya, jika ia dibatasi hanya untuk mendapatkan tambahan fakta dan angka. Dalam memperoleh informasi haruslah ditambahkan suatu pengertian tentang kenapa informasi itu penting dan bagaimana menggunakannya secara produktif. Latihan yang efektif adalah suatu proses yang memudahkan hal tersebut.
Model eksperensial menggunakan suatu bentuk yang dapat ditukar-tukar dari kegiatan-kegiatan didalam kelas, latihan tiruan (simulasi) dan pengalaman sesungguhnya dalam situasi hidup nyata. Untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka, para peserta diberi kemudahan oleh para pelatih. Peranan pokok dari pelatih adalah untuk menciptakan suasana yang belajar merangsang, relevan dan efektif.
Pendekantan eksperensial terhadap pelatihan yang berpusatkan pada peserta ini membolehkan peserta perorangan mengelola dan menerima tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri.
Belajar eksperensial arti sebenarnya adalah bagaimana yang ditunjukan oleh namanya yakni belajar dari pengalaman. Strategi latihan yang efektif, yang memakai pendekatan belajar eksperensial, dirancang berdasarkan model ini dengan menyediakan bagi peserta, situasi, keadaan dan lingkungan yang merangsang proses mengalami. Dalam hubungan dengan kurikulum latihan, pengalaman-pengalaman belajar dalam situasi, keadaan dan lingkungan semacam itu dapat berbentuk kegiatan dalam kelas, simulasi atau kegiatan hidup sehari-hari.
Belajar eksperimental terjadi jika seseorang terlibat dalam suatu kegiatan, meninjau lagi kegiatan tersebut dengan kritis, memisahkan beberapa pengetahuan yang mendalam dan bermanfaat dari penganalisaan kegiatan dan menerapkan hasil penganalisaan tersebut dalam situasi praktis.
A. Daur Ulang Berdasarkan Pengalaman ELC
1. Mengalami
Ini adalah tahap, baik bagi kegiatan awal maupun bagi menghasilkan data dari lingkungan belajar eksperiensial. Mengalami adalah sesungguhnya suatu unsur yang menjadi sifatnya hidup. Dalam belajar eksperiensial bagimanpun, kegiatan mengalami itu dihubungkan dengan suatu proses yang terdiri atas menafsirkan pengalaman, membuat generalisasi dari padanya dan menentukan bagimana cara menerapkan hasil belajar tersebut. Proses belajar eksperiensial membantu perorangan untuk mengurangi reaksi-reaksi yang subjektif, dan mengambil unsur-unsur objektif dari pengalaman mereka.
Banyak sekali kegiatan-kegiatan dan latihan-latihan untuk memperlengkapi peserta dengan pengalaman-pengalaman, darimana mereka dapat menggali data-data untuk diolah dan membuat generalisasi.
Kegiatan-kegaiatan perorangan dan kelompok yang digunakan untuk memudahkan langkah ”mengalami” termasuk:
§ Bermain peran
§ Studi kasus
§ Pertunjukan film dan slide
§ Membagi dengan orang lain bagaiman gambaran dari pengalaman-pengalaman khusus
§ Menempatkan peserta kedalam situasi dan atau melakukannya.
§ Membolehkan peserta melatih satu sama lain
Setelah tahap mengalami ini, adalah tidak mungkin untuk mengawasi atau untuk menyusun dengan dengan tepat pengalaman-pengalaman yang bakal terjadi. Hal ini tidak menjadi persoalan , karena belajar ekperiensial adalah suatu proses yang terdiri atas berbagai tahap, dan fungsi dari tahap ”mengalami” adalah hanya untuk membentuk data awal yang dipakai sebagai dasar sari keseluruhan proses.
2. Mengolah
Ini adalah langkah yang penting sekali dalam lingkaran belajar eksperiensial. Selama tahap ini perorangan membagi dengan oarang lain pengalaman-pengalaman khusus yang dia peroleh selama tahap yang telah lewat. Hal ini dapat terjadi pada perorangan, pada kelompok kecil dari peserta atau pada kelompok keseluruhan dari peserta.
Perorangan membagi dengan orang lain reaksi-reaksi kognitif maupun efektif mereka terhadap kegiatan-kegiatan, didalam mana mereka terlibat. Dan selama membagi itu, mencoba menghubungkan pemikiran dan perasaan secara bersama-sama adar dapat dipetik beberapa pengertian darin pengalaman tersebut. Pada permulaanya, perngalaman tersebut dapat atau tidak dapat merupakan sesuatu yang berarti bagi peserta, tetapi tahap ini dari lingkungan memberi keleluasaan bagi mereka tapi berfikir terus sepanjang pengalaman itu dan dapat memeberikan pengertian tentang alasan-alasan untuk sampai pada kesimpulan seperti itu.
Peran pelatih sebagai fasilitator adalah sangat penting selama tahap ini dari belajar eksperiensial. Dia harus siap membantu peserta untuk berfikir secara kritis tentang pengalaman sebagai tambahan, juga merupakan tanggung jawab pelatih untuk membantu peserta mengungkapkan dengan kata-kata, perasaan dan persepsi mereka dan juga menarik perhatian mereka kepada setiap tema dan pola yang berulang yang timbul pada reaksi-reaksi peserta terhadap pengalaman. Secara pendek, peran pelatih adalah membantu peserta membentuk pengertian dan pengalaman mereka sehingga mereka memperoleh data yang kongkrit yang dapat dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan dan generalisasi.
”Mengolah” membentuk kaitan untuk tahap berikutnya dari lingkaran eksperiensial yakni ”generalisasi”. Oleh karena itu setiap pengalaman yang diperoleh peserta selama latihan, apakah itu film, bermain peran, pengalam dilapangan dan sebagainya, haruslah diproses (diolah). Artinya peserta harus siberi waktu untuk memikirkan pengalaman-pengalaman seperti itu, agar dapat dinilai apakah peserta membantu memudahkan proses belajar mereka.
Teknik yang dipakai untuk memudahkan langkah mengolah termasuk: diskusi kelompok tentang pola dan tentang topik dan tema yang berulang, yang timbul membagi hasil dari pengalaman-pengalaman perorangan :
1. Generalisasi dan analisa data
2. Pelaporan
3. Umpan balik antar perorangan
4. Pewawancara
5. Peserta berfungsi sebagai pengamat proses.
3. Menyimpulkan
Tahap ini mencapuk penarikan kesimpulan dari pola dan tema yang telah dikenal. Peserta menentukan bagaimana hubungan antara pola-pola yang berkembang selama pengalaman belajar yang dirancang secara cermat dari session latihan dengan pengalaman-pengalaman yang tidak dirancang dari kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain peserta dalam proses eksperimensial mendapat kesempatan untuk mengenal kesamaan antara pengalaman dalam session latihan dan pengalaman-pengalaman yang mereka kemukakan dari kehidupan sehari-hari. Mereka diberi kesempatan untuk melihat hubungan antara latihan, tujuan pribadi mereka dan cara hidup mereka setelah mendapatkan latihan.
Kegiatan-kegiatan yang digunakan untuk memudahkan langkah generalisasi termasuk:
§ Meringkaskan pengetahuan kedalam pernyataan singkat atau generalisasi.
§ Diskusi kelompok mengenai dan persetujuan atas definisi konsep, istilah kunci dan pernyataan.
4. Menerapkan
Jika belajar didefinisikan debagai perubahan yang relatif stabil dari prilaku, maka langkah menerapkannya didalam proses belajar eksperiensial memudahkan pekerja untuk mengubah prilaku masa mendatang. Mempergunakan pelajaran yang mendalam dan kesimpulan-kesimpulan yang mereka capai pada waktu proses belajar, peserta memasukkan pengetahuan mereka kedalam hidup mereka dengan jalan mengembangkan rencana untuk prilaku yang lebih efektif.
Teknik dan kegiatan yang digunakan untuk memudahkan langkah menerapkan termasuk: tanggapan perorangan dan kelompok terhadap pertanyaan. Bagaimana anda menggunakan pelajar ini agar dapat lebih efektif di dalam penugasan anda pada letak geografis dan keadaan budaya yang spesifik. Dan meninjau kembali daftar-daftar yang dihasilkan pada waktu session latihan yang terdahuludan membuat perubahan-perubahan yang menggambarkan pelajaran, rencana dan perilaku baru.
B. LANGKAH-LANGKAH PENYAJIAN DENGAN ELC
1. MENCIPTAKAN SUASANA BERLATIH (Climate Setting)
§ Merangsang minat, keinginan dan mendorong peserta untuk mulai memikirkan topik.
§ Ciptakan dasar pemikiran, mengapa topik penting bagi peserta dan sejauhmana topik tersebut berguna bagi mereka.
§ Hubungan session ini dengan session sebelumnya dan letakkan ia (topik) ke dalam kerangka umum dari penataran
Caranya :
§ Mengajukan pertanyaan
§ Cerita (singkat), peristiwa
§ Kegiatan yang dapat merangsang pemikiran kearah topik
§ Data yang dapat mendukung topik
2. MENJELASKAN TUJUAN (Goal Clarification)
§ Saatnya bagi pelatih untuk membawa setiap peserta dalam suatu kesatuan sebelum kegiatan belajar/berlatih tahap berikutnya.
§ Tampilkan pada peserta pertanyaan yang menjelaskan maksud, tujuan dari kegiatan latihan
§ Beri kesempatan kepada peserta untuk mendapatkan kejelasan tujuan, perlu perbaikan atau tambahan.
Rumusan tujuan yang baik:
§ Jelas
§ Pendek
§ Kata-katanya sederhana
§ Dapat diukur/dinilai
§ Mungkin dicapai
3. MENGALAMI (Experience)
§ Merupakan kegiatan belajar/berlatih dari peserta
§ Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memperoleh pengalaman dari situasi yang relevan dengan topik
§ Pengalaman yang diperoleh merupakan data yang menghasilkan suatu situasi dimana peserta dapat menganalisa dan merangkum didalam mereka melengkapi siklus belajar/belatih
Dengan Cara :
§ Tugas perorangan
§ Tugas kelompok
§ Bermain peran (Role Plays)
§ Studi Kasus
§ Diskusi Kelompok
§ Petunjuk film/slide
4. MENGOLAH (Processing)
§ Untuk melihat reaksi peserta terhadap pengalaman yang diberikan/dilihat.
§ Penggalian/penyampaian pengalaman individu masing-masing peserta/grup
§ Gambaran dan analisa grup terhadap pengalaman
§ Dilakukan setelah mengalami (experiencing)
Caranya:
§ Mengajukan pertanyaan kepada peserta yang mengarah pada tujuan-tujuan dan pengalaman.
§ Pelaporan
§ Umpan balik
§ Wawancara
§ Minta beberapa penjelasan dari peserta
5. MENYIMPULKAN (Generalizing)
§ Untuk melihat hasil belajar/berlatih dari peserta terhadap topik yang diberikan/pengalaman yang didapat
§ Penarikan kesimpulan dari pola atau tema yang telah dikenal.
Caranya :
§ Mengajukan pertanyaan kepada peserta yang mengarah kepada tujuan (goal) dari topik yang disajikan
Contoh pertanyaan :
§ Apakah yang dapat kita tarik dari hal tadi?
§ Apa yang telah anda pelajari
§ Apa prinsif-prinsif/ketentuan yang anda lihat berlaku disini?
§ Bagaimana hunungan dengan pengalaman lain?
6. MENERAPKAN (Applying)
§ Mengembangkan rencana penerapan apa yang telah dipelajari
§ Sebagai jawaban dari :
o Sekarang apa
o Bagaimana saja menggunakan apa yang telah Saya pelajari
o Membantu peserta didik untuk melihat kepentingan apa yang mereka pelajari
o Tanpa rencana penerapan, kegiatan berlatih belum lengkap
o Penerapan dari apa yang dipelajari adalah tujuan yang sangat penting dari pengajaran/latihan.
o Tanpa peserta dapat menerapkan apa yang telah ia pelajari, latihan sia-sia.
Contoh pertanyaan:
§ Bagaimana Anda dapat melaksanakan apa yang telah anda pelajari untuk masa yang akan datang
§ Bagaimana pendapat anda tentang kemungkinan penggunaan hal ini.
§ Bagaimana anda dapat menerapkan apa yang telah anda pelajari disini dilingkungan kerja anda
§ Bagaimana cara anda mengusahakan apa yang telah anda pelajari disini sehingga dapat diterapkan dilingkungan kerja anda?
§ Bagaimana cara anda mempengaruhi pimpinan anda, sehingga ia setuju untuk menerapkan apa yang telah anda pelajari disini?
7. PENUTUP (Closure)
§ Kesimpulan ringkas dari penyajian (session)
§ Hubungan dengan goal, apakah sudah tercapai
§ Tutup penyajian dengan memberikan suatu kesempurnaan pengertian
§ Hubungan dengan penyajian selanjutnya.
2.1 FALSAFAH PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan, Orang Dewasa, dan Pendidikan Orang Dewasa
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UU No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Pengertian Orang Dewasa
Mature person (manusia matang=manusia dewasa) adalah seseorang yang terus memperkembangkan dirinya baik mental maupun pengetahuannya. Dia selalu bertambah kaya dan menjadi lebih kuat karena diberi semangat oleh perkembangannya sendiri.
Pikiran kedewasaan adalah salah satu tujuan dari pendidikan dalam membantu seseorang untuk terus belajar.
Harry A Overstree, memberikan 15 dimensi kedewasaan sebagai berikut:
1. Dari ketergantungan orang lain menuju kepada hidup sendiri;
2. Bersikap pasif menuju sikap aktif;
3. Dari tindakan yang subyektif menuju kepada tindakan yang obyektif;
4. Tidak tahu atau menerima informasi menuju kepada mengetahui atau memberi informasi;
5. Kecakapan yang sangat terbatas menuju kepada kecakapan yang luas;
6. Tanggung jawab terbatas menuju pada banyaknya tanggung jawab yang luas;
7. Minat terhadap sesuatu terbatas menuju kepada adanya minat terhadap berbagai hal yang beragam;
8. Mementingkan kepentingan bagi dirinya sendiri menuju kepada mementingkan dan memperhatikan orang lain;
9. Menolak kenyataan diri sendiri menjadi menerima kenyataan dirinya sendiri;
10.Identitas diri yang terpecah menjadi menerima kenyataan dirinya sendiri;
11.Berpikir secara khusus dan teknis menuju kepada berpikir secara luas berdasarkan prinsip
12.Berpandangan sederhana dan mendatar menuju kepada cara memandang sesuatu secara mendalam
13.Adanya tingkah laku meniru menuju kepada tingkah laku keadaan dirinya sendiri;
14.Mengikatkan pada pendapat dan tindakan yang sama menuju pada adanya tenggang rasa terhadap adanya perbedaan; dan
15.Tindakan yang emosional dan mengandalkan kekuatan fisik menuju kepada kekuatan yang rasional.
Implikasi dari ke 15 ukuran kedewasaan tersebut adalah:
1. Setiap program pendidikan menyediakan suatu kesempatan bagi setiap individu untuk mengembangkan perkembangan pribadi;
2. Ukuran kedewasaan itu pada dasarnya saling ketergantungan satu dengan lainnya; dan
3. Setiap orang pada dasarnya bergerak sejak permulaan sampai pada akhirnya melalui perkembangan hidupnya.
3. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
Menurut Santoso (1956) Pendidikan orang dewasa adalah usaha atau kegiatan yang pada umumnya dilakukan dengan kemauan sendiri (bukan dipaksakan dari atas) oleh orang dewasa, termasuk pemuda di laur batas tertinggi kewajiban belajar, dan dilangsungkan di luar lingkungan sekolah biasa. Usaha dan kegiatan berlangsung karena didorong oleh kepentingan-kepentingan perseorangan, kepentingan-kepentingan golongan dimana ia terikat, dan atau kepentingan-kepentingan masyarakat pada umumnya untuk memperkaya pengalaman dan atau perbaikan dalam penghidupannya serta mencapai kebahagiaan hidup dalam arti yang selauas-luasnya.
Pengertian diatas menunjukkan bahwa pendidikan orang dewasa mengandung arti yang sangat luas. Hal ini tampak dalam kata usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa yang apabila dirinci sangat banyak ragamnya. Demikianlah keadaan yang sebenarnya, bahwa segala kegiatan atau usaha orang dewasa yang dilakukan dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan atau dorongan dari pihak lain untuk mengerjakannya. Segala usaha dan kegiatan itu ditujukan agar dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan olehnya serta adanya kepentingan untuk memperkaya pengalaman atau perbaikan dalam penghidupannya.
Seseorang yang melakukan suatu usaha atau kegiatan dengan tujuan untuk memperkaya pengalamannya, ditandai oleh adanya berbagai perbuatan yang dilakukan di luar kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Dia berusaha mencari perbuatan lain yang lebih bermanfaat bagi dirinya maupun bagi kepentingan orang lain dalam kelompoknya, atau bagi masyarakat luas pada umumnya. Orang dewasa tidak saja berbuat apa yang telah biasa dilakukan akan tetapi dia berusaha untuk mencari bentuk tindakan atau usaha lainnya yang dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru yang dapat memperkaya kehidupannya. Hal ini dapat terjadi bagi setiap orang dewasa, baik ia hidup di negara yang sedang berkembang maupun bagi mereka yang hidup di negara yang telah maju. Bagi orang dewasa yang telah maju, pendidikan orang dewasa menduduki tempat yang sangat utama karena didorong oleh adanya dorongan dari diri sendiri untuk melakukan kegiatan. Oleh karena itu jenis dan macamnya kegiatan pendidikan orang dewasa bagi masyarakat yang meliputi kegiatan pengayaan pengalaman lebih banyak jenisnya dibandingkan dengan usaha atau kegiatan yang sifatnya hanya sekedar untuk usaha perbaikan dalam penghidupannya. Usaha perbaikan dalam penghidupan inilah kiranya sejalan dengan permasalahan pendidikan orang dewasa di Indonesia, sehingga usaha untuk meningkatkan kegiatan pendidikan orang dewasa lebih banyak ditujukan bagi masyarakat orang dewasa di perdesaan maupun di daerah perkotaan yang belum terjangkau oleh usaha pendidikan persekolahan.
Sejalan dengan usaha untuk membelajarkan orang dewasa, Malcolm S.Knowles (1970) memberikan suatu pengertian tentang pendidikan orang dewasa yaitu bahwa ”pendidikan orang dewasa adalah pengetahuan dan teknik untuk membantu orang dewasa untuk belajar. Pengertian ini lebih luas lagi karena di dalam pengertian ini sudah menunjukkan suatu bidang keilmuan yang mandiri, bahwa pendidikan orang dewasa adalah suatu ilmu. Karena hal itu menunjukkan ilmu, maka bidang garapan pendidikan orang dewasa sangatlah luas. Walaupun demikian dalam pengertian itu ditandaskan pula bahwa selain suatu ilmu, maka bidang garapan pendidikan orang dewasa sangatlah luas. Walaupun demikian, dalam pengertian itu ditandaskan pula bahwa selain suatu ilmu pendidikan orang dewasa adalah juga suatu teknik dalam membantu orang dewasa untuk belajar.
Pengertian lainnya tentang pendidikan orang dewasa dikemukakan oleh John D.Ingals tahun 1972 yang memberikan suatu batasan bahwa pendidikan orang dewasa adalah sutau cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa. Rumusan ini lebih menekankan kepada teknik belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, cara atau teknik membimbing orang dewasa akan lain dengan cara-cara membimbing atau mengajar bagi anak-anak.
Adapun yang dimaksud dengan proses belajar orang dewasa adalah bagaimana seseorang belajar atau mempelajari sesuatu yang berkelanjutan yang dapat dilakukan secara efektif. Hal ini perlu mendapat kajian secara mendalam agar proses belajar orang dewasa dapat menumbuhkan kegiatan lainnya sehingga dengan cara demikian akan terjadilah suatu kegiatan belajar terus-menerus. Kiranya hal ini sejalan dengan suatu asas belajar orang dewasa yaitu belajar sepanjang hayat dalam usaha menemukan sesuatu yang baru yang dibutuhkan untuk diketahuinya.
Salah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan di luar pendidikan persekolahan yaitu Prof. Dr. W.P. Napitupulu bahwa ” Pendidikan orang dewasa adalah suatu penyampaian informasi fungsional, latihan keterampilan dan pemupukan dan pengembangan sikap mental pembaharuan dan pembangunan.
Dalam rumusan ini terkandung makna yang lebih khusus yang berkenaan dengan kegiatan pendidikan bagi orang dewasa yaitu penyampaian informasi fungsional. Hal ini berarti bahwa informasi yang disampaikan hendaknya langsung memberikan fungsi bagi orang dewasa serta mengandung arti yang berguna bagi setiap orang dewasa yang menerimanya. Informasi ini ditekankan kepada masalah peningkatan keterampilan yang memang dirasakan penting bagi masyarakat Indonesia yang sedang membangun.
Hal lain yang lebih penting lagi adalah bahwa setiap informasi yang ditujukan bagi orang dewasa hendaknya dapat memupuk dan mengembangkan sikap mental pembaharuan dan pembangunan. Sikap mental inilah yang diperlukan bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia, yaitu sikap mental Pancasila yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, kebangsaan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Falsafah Pendidikan
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, mewujudkan cita-cita bangsa menuju masyarakat adil makmur lahir batin dalam lindungan ridho Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan kepada Pancasila, sebagai falsafah bangsa.
Pancasila harus menjadi dasar bagi segala bentuk kegiatan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk aspek pendidikan, khususnya pendidikan orang dewasa.
Dalam pembukaan UUD 1945, alinea ke empat dinyatakan tujuan bangsa diantaranya mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan itu pendidikan mempunyai peran yang sangat besar, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, memperkuat kepribadian diri serta mempertebal semangat kebangsaan integritas bangsa.
Pendidikan adalah salah satu wujud dari mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam hal ini sasaran didiknya adalah orang dewasa. Pendidikan bagi orang dewasa dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap mental dan keterampilan dalam menghadapi tugas yang diembannya, yang sekaligus diharapkan dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Sehubungan dengan itu sesuai dengan filosofi pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional yaitu Idealisme, Programatis dan Realisme, dimaksudkan untuk memperkokoh nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan falsafah pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Untuk itu sewajarnya nilai-nilai dari sila-sila Pancasila merupakan landasan sekaligus tujuan dalam mewujudkan harapan yang hendak dicapai. Menurut Malcolms Knowles bahwa konsep akhir dari tujuan pendidikan adalah menjadikan peserta didik mahir atau mampu menerapkan ilmu-ilmu yang diperolehnya pada situasi yang serba cepat berubah.
C. Asas-asas Pendidikan Orang Dewasa
Falsafah Pancasila dalam pendidikan orang dewasa dapat pula merupakan landasan dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap program kegiatan pendidikan orang dewasa. Falsafah dapat pula berperan sebagai pengarah untuk meluruskan tujuan ke arah yang dikehendaki.
Upaya mengarahkan ini dilandasi pula oleh beberapa asas pendidikan orang dewasa yang tentu saja tidak dapat keluar dari asas yang telah ditentukan oleh GBHN, yaitu :
1. Asas Manfaat ialah bahwa segala usaha dan kegiatan harus bermanfaat dan dimanfaatkan bagi tujuan kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan dan pengembangan pribadi masyarakat Indonesia
2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan
3. Asas Demokrasi ialah Pancasila yang meliputi semua bidang kehidupan manusia Indonesia dalam upaya mencapai tujuan dengan musyawarah dan mufakat dalam setiap adanya pengambilan suatu keputusan
4. Asas Adil dan Merata ialah hasil-hasil material dan spiritual yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh bangsa
5. Asas Perikehidupan dan keseimbangan
6. Asas Kesadaran Hukum
7. Asas Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Disamping ke tujuh asas di atas, dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan orang dewasa, masih dikenal beberapa asas diantaranya adalah :
1. Asas Kesatuan: kesatuan ide dalam usaha pencapaian tujuan yang hendak dicapai, kesatuan antara kemampuan jasmani dan rohani, kesatuan antara unsur kejiwaan yaitu akal pikiran, perasaan, kehendak dan lain-lain, kesatuan antara pelajaran teori dan praktek, kesatuan antara yang belajar dan pengajar dan sebagainya
2. Asas Swadaya : kemampuan atas dasar kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan yang dirasakan
3. Asas Inovasi : setiap pemecahan masalah hendaknya dianggap sebagai suatu perubahan untuk perbaikan dan kemajuan
4. Asas Dinamisasi: segala gerak usaha pendidikan yang tercermin dalam asas-asas di atas, menunjukan adanya dinamisasi yang hidup.
2.2 KARAKTERISTIK/CIRI-CIRI ORANG DEWASA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
Menurut Knowles dalam bukunya ”The Modern Practice of Adult Education”. 1997, ada 4 (empat) konsep yang membedakan Andragogi dan Paedagogi. Konsep tersebut adalah bahwa apabila seseorang telah dewasa maka dia memiliki :
1. Konsep Diri (Self Concept)
Konsep diri berkembang dari pribadi yang tergantung pada seseorang menjadi diri sendiri, dengan meningkatkan kedewasaan tersebut, maka berangsur-angsur berkurang rasa ketergantungannya dan mulai meningkatkan keadaan akan kemampuan untuk mengambil keputusan dan arah sendiri.
Implikasinya dalam penyuluhan menyangkut hubungan mengarahkan dan membimbing.
2. Pengalaman (Experience)
Setiap orang dewasa mempunyai banyak pengalaman yang berbeda. Semua pengalaman bagi orang dewasa mengandung arti yang mendalam serta mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupannya.
Dalam penyuluhan; pengalaman petani sangat berharga sebagai sumber belajar. Banyak digunakan teknik-teknik pengalaman (experencial) komunikatif dan atau banyak arah seperti diskusi, simulasi, rileplay dan learning by doing dan sebagainya. Dengan metode tersebut pengalaman semua digunakan sebagai sumber belajar
3. Kesiapan Belajar (Readiness to Learn)
Dalam dunia pendidikan dikenal dengan konsep ”Kesiapan Belajar” (readiness to learn) dan saat mulai mengajar (teachable moment). Maka kesiapan untuk belajar merupakan fase perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada setiap orang. Dalam penyuluhan “kesiapan” orang dewasa ditentukan oleh kebutuhan yang berkembang dengan peranan dan fungsinya sehari-hari, misalnya dalam pekerjaan untuk mencari nafkah ataupun dalam pekerjaannya di rumah tangga. Orang dewasa terdorong untuk belajar kalau ia sadar bahwa kompetensi atau kemampuan untuk dapat melaksanakan peranannya atau fungsinya secara lebih baik.
Penyuluh membantu petani mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka dan mengusulkan berbagai kompetensi yang dapat dicapai untuk memperlancar pelaksanaan fungsi mereka. Bersama fasilitator, para penyuluh menemukan apa yang perlu dipelajari berdasarkan tuntutan untuk menghadapi fungsi mereka sehari-hari.
4. Perspektif atau Orientasi Waktu
Orang dewasa belajar memenuhi kebutuhan sekarang dalam menghadapi masalah-masalah hidupnya. Implikasi dalam penyuluhan, penyuluh membekali keterampilan untuk keperluan sekarang dengan materi penyuluhan yang orientasinya kepada masalah yang perlu dibahas dan diatasi pada masa kini.
Andragogi adalah suatu proses penyempurnaan atau perbaikan situasi dan pengalaman yang berhubungan dengan realitas pada masa kini. Inti proses andragogi adalah “Dimana kita sekarang berada serta kearah mana kita menuju”.
2.3 PERBEDAAN ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI
A. Pengertian Andragogi dan Pedagogi
Andragogi
Andra = Dewasa Agogis = Membimbing
Sedangkan Pedagogi
Paid = Anak Agogis = Membimbing
Jadi Pengertian :
Andragogi adalah seni dan ilmu mengajar orang dewasa
Pedagogi adalah seni dan ilmu mengajar orang anak-anak
Pedagogi sebagai seni dan ilmu mendidik anak dalam menstransmisikan sejumlah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan bertujuan agar anak-anak mempersiapkan dirinya dalam mengahdapi hidup dan kehidupannya pada waktu yang akan datang. Seorang anak yang mempelajari sesuatu dalam menghadapi hidup yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Semua pengetahuan dan keterampilan yang ditransmisikan oleh pendidik kepada anak didik didasarkan kepada suatu kemungkinan dan pertimbangan pendidik sendiri, bahwa semua yang dipelajarinya itu akan diperlukan dan digunakan dalam masa-masa yang akan datang. Pendidikanlah yang menentukan kegunaan dan keperluan sesuatu pengetahuan atau keterampilan si anak didik itu menerima segala apa yang disampaikan oleh pendidik.
Adapun andragogi sebagai seni dan ilmu membimbing dan membantu orang dewasa belajar yang merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) sepanjang hayat terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk diketahui. Proses penemuan ini bukan hanya sekedar transmisi pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan kepada pertimbangan pendidik dan fasilitator, akan tetapi didasarkan kepada kepentingan peserta didik (orang dewasa) sendirilah yang menentukan penting atau tidak pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang hendak dipelajarinya. Orang dewasa mempelajari sesuatu, karena adanya suatu kebutuhan yang ia pelajari. Kebutuhan itulah yang menuntut orang dewasa belajar karena dengan pengetahuan baru, keterampilan baru masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat, berjalan dengan sangat cepat menuntut adanya perubahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Inovasi dalam teknologi modern baik dalam lapangan industri dan rumah tangga memerlukan adanya penyesuaian yang dilakukan oleh orang dewasa. Pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan cepat ini, adanya penemuan-penemuan baru dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta adanya perubahan-perubahan sistem sosial dan lain-lain sebagainya. Hal ini menunjukan adanya pengetahuan yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan tadi.
Pengetahuan akan diperolah selama perjalanan hidup sejak anak-anak sampai menjelang dewasa, bahkan sampai pada akhir hayatnya. Pengetahuan yang merupakan sejumlah tumpukan pengalaman selama perjalanan hidup manusia sejak kanak-kanak sampai dewasa. Pengetahuan akan diketemukan dan dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang sengaja untuk menemukan sesuatu hal yang baru. Sesuatu hal yang baru yang berguna bagi kepentingan hidup dan penghidupannya. Pengetahuan dan pengalaman yang dijalani akan diketemukan secara sengaja atau tidak sengaja pada umumnya akan memberikan dukungan dan dorongan terhadap perkembangan dirinya.
Bagi pendidik orang dewasa yang terampil adalah pendidik yang memperhatikan asumsi andragogi sebagai landasan pertimbangan dalam melayani bimbingan dan pengarahannya terhadap proses interaksi belajar dan mengajar terhadap orang dewasa dengan sebaik-baiknya. Layanan bimbingan dan pengarahan kegiatan interaksi belajar dilakukan dengan memperhatikan sejumlah asumsi yang akan memberikan petunjuk dan cara-cara yang paling tepat dilaksanakan.
B. Perbedaan Andragogi dan Pedagogi
Perbedaan Andragogi dan Pedagigo dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain :
No
Aspek
Andragogi
Pedagogi
1
2
3
4
1
Program Penggunaan
Dirancang oleh fasilitator dan peserta
Dirancang oleh guru
2
Kurikulum
Dirancang berdasarkan kebutuhan dan masalah saat ini (kompetensi)
Dirancang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan
3
Hubungan antara pendidik dan sasaran didik
Saling membantu
Hubungan mengarahkan
4
Pendekatan dan Metode
Komunikasi dua arah (diskusi kelompok, bermain peran, studi kasus)
Komunikasi satu arah (ceramah)
5
Sasaran Didik/peserta
Sukarela
Wajib
6
Peran pengajar
Fasilitator
Guru
7
Evaluasi
Evaluasi diri sendiri
Evaluasi dari guru
2.4 PRINSIP-PRINSIP MENGAJAR ORANG DEWASA
A. Prinsip-Prinsip Mengajar Orang Dewasa
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa adalah asas yang harus dijadikan pegangan atau pedoman dalam praktek membimbing orang dewasa. Apakah pengajaran orang dewasa memerlukan tujuan yang jelas atau cukup dengan tujuan yang samar-samar saja? Apakah orang dewasa perlu berperan serta secara aktif dan kepadanya diberikan tanggung jawab atau cukuplah mereka berperan serta secara pasif? Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa merupakan bagian pokok dalam pendidikan orang dewasa. Bagi kita dapat mengusahakan pengajaran terhadap orang dewasa secara benar jika pedoman pokok itu tidak ada. Sebagai contoh atau kegiatan pendidikan orang dewasa, seperti pada umumnya merupakan peserta didik yang heterogen. Katakanlah heterogenitas dalam kesiapan belajar.
Pada kegiatan pendidikan orang dewasa ada kemungkinan fasilitator bingung harus darimana dan bagaimana mulai mengajar? Atau mungkin ia mencoba menerapkan suatu pola yang belum tentu benar. Misalnya ia mencoba menerapkan pengajaran secara seragam dengan disesuaikan kepada peserta didik yang memiliki kecepatan belajar paling rendah atau sebaliknya.
Prinsip-prinsip mengajar orang dewasa itu penting. Setiap kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan kepada pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan cocok sesuai dengan tujuan. Demikianlah prinsip-prinsip mengajar orang dewasa disusun dan harus diterapkan dalam setiap praktek pendidikan atau pengajaran orang dewasa agar pengajaran berjalan secara efektif dan efisien.
Setiap orang yang terlibat dalam pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan orang dewasa harus menguasai prinsip-prinsip pengajaran orang dewasa. Hal ini perlu diungkapkan sebab sifat orang berbeda-beda. Dan ini didasari atau tidak didasari akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Dengan demikian diusahakan agar mengakibatkan terhambatnya proses belajar mengajar.
Dari segi lain, prinsip-prinsip mengajar orang dewasa dalam praktek penerapannya dapat saja mengalami modifikasi (bukan perubahan), misalnya disesuaikan dengan situasi atau ciri-ciri khusus yang ada pada suatu kegiatan pendidikan orang dewasa. Dengan demikian prinsip-prinsip orang mengajar orang dewasa mendasari kegiatan pendidikan orang dewasa secara umum.
Beberapa prinsip pengajaran orang dewasa adalah sebagai berikut :
1. Peserta didik hendaknya mengerti dan menyetujui terhadap tujuan. Suatu kegiatan pendidikan (kursus). Diskusi informasi pada pertemuan pertama akan dapat membantu memberikan suatu gambaran umum mengenai apa yang menjadi tujuan adanya suatu program pendidikan. Hal ini dipandang perluagar para peserta dapat bekerja secara efisien dalam mencapai tujuannya itu.
2. Peserta didik hendaknya mau untuk belajar. Setiap peserta didik diduga mau untuk belajar dengan hadirnya di dalam suatu pertemuan, walaupun demikian fasilitator perlu juga mendorong peserta didik untuk mau belajar sejalan dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Memberikan stimulasi serta memberikan dorongan yang lebih jelas yang dilakukan oleh fasilitator, kiranya akan lebih banyak para anak didik mau untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
3. Menciptakan stimulasi belajar yang bersahabat dan tidak formal. Adanya suatu interaksi di antara peserta didik merupakan hal yang sangat penting yang harus diciptakan oleh fasilitator agar terciptanya suatu saling pengertian, saling menerima, saling hormat menghormati diantara peserta didik. Fasilitator hendaknya membantu para peserta untuk saling kenal mengenal serta mencoba menggali minat dan pengalaman dari setiap peserta didik. Apabila hal ini dapat diciptakan, maka proses belajar tidak akan mengalami hambatan yang bersifat psikologis.
4. Penataan ruangan hendaknya menyenangkan para peserta perlu diperhatikan pula keadaan penataan ruang yang berkenaan dengan tempat atau letak kursi, meja, papan tulis dan alat-alat bantu belajar lainnya sehingga senang dipandang dan enak digunakan. Penataan ini memungkinkan setiap peserta didik dapat saling pandang satu sama lain. Demikian pula keadaan temperatur ruangan tidak terlalu dingin atau panas serta menjauhkan diri dari suasana gaduh yang menggangu. Demikian pula hal penerangan.
5. Peserta didik hendaknya berperan serta mempunyai tanggung jawab terhadap jalannya proses belajar. Cara yang paling baik untuk belajar ialah bekerja. Seseorang yang mengerjakan sesuatu atau mengatakan sesuatu menurut gaya bahasanya sendiri, hal ini menunjukan bahwa dia sebenarnya ingin belajar lebih banyak lagi, apabila dia merasa ikut bertanggungjawab terhadap proses pendidikan yang sedang dilakukannya. Bijaksana sekali apabila fasilitator lebih banyak menyerahkan keputusan yang dibuat oleh kelompok. Mengatur kelompok lebih luas lagi akan menghasilkan pengalaman belajar yang lebih baik serta tidak banyak ketergantungan kepada fasilitator. Peran serta yang aktif dan rasa tanggung jawab di antara peserta akan menumbuhkan rasa senang untuk berlangsungnya proses belajar
6. Belajar itu hendaknya erat hubungannya dengan pengalaman peserta didik. Penyampaian pemikiran dan pengetahuan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pengalaman peserta didik agar hal itu dapat dimengerti dan berguna. Seorang dewasa biasanya belajar dengan menghubungkan pengalaman yang telah lalu, dihubungkan dengan hal yang belum diketahui dan yang telah diketahuinya. Pengalaman peserta didik yang hadir dalam situasi belajar itu akan memperkaya pengetahuan kita. Pengalaman yang berbeda itu akan memberikan keuntungan bagi pengalaman orang lain.
7. Fasilitator hendaknya mengenal benar akan materi pelajarannya. Fasilitator hendaknya mengenal dan memiliki pengetahuan yang luas terhadap bidang yang diajarkannya.
8. Fasilitator hendaknya tahu betul sumber-sumber buku mana yang dapat dijadikan bahan bacaan untuk memperluas pengetahuan tentang hal yang dibicarakan.
9. Perhatikanlah kesungguhan dan ketekunan dalam mengajar. Gelora semangat dalam mengajar akan menularkan kesungguhan bagi anak didik. Semangat atau antusiasme merupakan suatu motivasi yang paling baik untuk belajar. Semangat belajar yang diperlihatkan oleh fasilitator akan berpengaruh pula kepada terciptanya semangat belajar pada para peserta didik.
10. Peserta didik hendaknya dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya. Setiap orang akan berbeda dalam hal pengalaman, pendidikan, pembawaan, minat dan kemampuannya. Oleh karena itu, bagi peserta didik yang cepat sebaiknya diberikan suatu tugas yang dapat dikerjakannya sendiri. Bagi peserta didik yang lamban hendaknya tidak perlu disesuaikan dengan peserta didik yang belajar lebih cepat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dirinya.
11. Peserta didik hendaknya sadar akan kemajuan dirinya dan memiliki rasa kepuasan. Setiap peserta didik yang memasuki suatu program kegiatan pendidikan tertentu mempunyai suatu tujuan tertentu. Apabila minat belajarnya itu untuk memelihara hal yang telah dimiliki, maka menumbuhkan motivasi untuk mencapai tujuannya itu. Sangat bijaksana apabila pendidik dalam proses belajarnya itu menggunakan metode demonstrasi, pertunjukan, wawancara pribadi, diskusi dan lain sebagainya, yang dapat dijadikan alat pengukur kreativitas peserta didik. Berikanlah pujian karena hal ini merupakan stimulasi belajar yang baik dari pada memberikan suatu hukuman.
12. Gunakan metode belajar yang bervariasi. Di dalam suatu situasi belajar tertentu, sebenarnya guru dapat mempergunakan suatu metode belajar tertentu yang tepat untuk digunakan. Misalnya tentang masalah perubahan, di samping diberi informasi, sebaiknya dilengkapi dengan pertunjukan film, pembeberan flipchart atau membawanya langsung ke lapangan. Seorang pendidik yang baik tentu saja ”secara terampil dapat mempergunakan alat bantu belajar sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan yang dikehendaki oleh para peserta didik. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dan membantu terciptanya minat, menstimulasi keterlibatan serta menghargai adanya perbedaan individual peserta didik.
13. Fasilitator hendaknya turut tumbuh dalam proses belajar mengajar. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan oleh setiap pendidik karena sikap pendidik dengan pengalaman mengajarkan itu hendaknya memberikan suatu kesempatan untuk adanya perkembangan dirinya didalam proses belajar. Pendidikan yang mengikatkan dirinya bersama peserta didik akan lebih banyak menstimulasi peserta didik, jika dibandingkan dengan pendidik yang hanya sekedar menyampaikan apa-apa yang ingin dia sampaikan kepada peserta didik, ini merupakan suatu kekuatan yang menentukan juga dalam menciptakan situasi belajar pada kelompok dan sikap dari peserta didik.
14. Pendidik hendaknya memiliki rencana yang fleksibel dalam proses belajar mengajar, hal ini dapat membantu guru dan peserta didik terhadap hendak kemanan dan apa yang hendak dikerjakan secara jelas, didasarkan pada tujuan bersama yang telah disetujui bersama pula. Perencanaan hendaknya berkesinambungan antara suatu topik dengan topik pembicaraan lainnya.
15. Ego-involment adalah suatu kondisi yang merasa terikat erat dengan suatu kegiatan bersama, terikat dengan minat tujuan, serta nilai-nilai bersama untuk dipertahankan bersama.
2.5 PERANAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN DALAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA
A. Peranan Pendidik
Pendidk orang dewasa yaitu setiap orang yang bertanggung jawab dalam membantu orang dewasa untuk belajar. Oleh karena itu peranan pendidik orang dewasa sangatlah luas meliputi :
1. Pimpinan suatu program, pimpinan pendidikan, pimpinan diskusi dari organisasi sukarela untuk pria dan wanita, organisasi pelayanan sosial, perkumpulan orang tua murid, kumpulan profesi, civi club, perkumpulan, perdagangan kelompok officer, supervisor, mandor pada perusahaan, pemerintah dan badan sosial
2. Pelaksanan, training offiscers, supervisor, mandor pada perusahaan, pemerintah dan badan sosial
3. Guru, administratur, pemimpin kelompok masyarakat dan sebagainya
4. Direktur program, penulis alat media seperti koran, radio, televisi dan majalah
5. Tenaga-tenaga yang terlatih khusus dalam bidang kegiatan pendidikan orang dewasa sebagai tempat pengembangan lainnya.
B. Fungsi Fasilitator dalam Andragogi
Menurut Malco Knowles, fungsi fasilitator ada 6 (enam) fungsi, yaitu :
1. Fungsi Diagnosa (Diagnostic Function)
Fungsi fasilitator adalah mendiagnosa kebutuhan belajar peserta (audience) oleh karena itu fasilitator harus menguasai teknik mendiagnosa dan menganalisis kebutuhan belajar, sehingga apa yang dilatihkan benar-benar didasarkan pada kebutuhan peserta bukan atas dasar kemampuan yang dimiliki fasilitator.
2. Fungsi Perencanaan (The Planning Function)
Dalam buku “Principles and Practice Management” TN. Chabra. Perencanaan adalah proses penentuan tentang :
1) Siapa yang mengerjakan
2) Apa yang akan dikerjakan
3) Kapan dikerjakan
4) Dimana dikerjakan
5) Bagaimana cara mengerjakan
Kegiatan-kegiatan spesifik yang perlu dilaksanakan :
1) Merumuskan tujuan relajar secara spesifik/TIK
2) Menyiapkan materi belajar, serta strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan (paket keterampilan atau modul)
3) Menyiapkan alat dan bahan belajar
4) Menyiapkan lat bantu melatih
5) Menyiapkan kondisi belajar, baik fisik maupun non fisik
3. Fungsi Motivasi (The Motivation Function)
Motivasi adalah daya gerak orang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Motivasi pada kegiatan memberikan dorongan seseorang/diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Jadi motivasi berarti memberikan motif/daya gerak menggerakan seseorang/diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan/tujuan.
Ditinjau dari sumbernya, ada 2 (dua) jenis motivasi :
1) Motivasi Intrinsik : motivasi yang timbul dari dalam individu yang belajar. Motivasi ini timbul tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain
2) Motivasi Eksentrik : Motivasi yang timbul dari luar individu yang belajar. Motivasi ini karena adanya ajakan, perintah atau paksaan dari orang lain. Dari kondisi demikian mau melakukan sesuatu.
Motivasi penting dalam kegiatan belajar :
1) Mempergunakan dan menggabungkan motif yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu kegiatan
2) Memberikan reinforcement / menggiatkan sasaran didik dalam belajar
4. Fungsi Metodologi (The Methodologi Function)
Fungsi metodologi merupakan keterampilan memilih metode yang tepat dalam membimbing peserta
5. Fungsi Nara Sumber (The Resource Function)
Belajar merupakan proses kerjasama. Melalui kerjasama peserta akan saling mengungkapkan pengalaman kehidupan sehari-hari. Ungkapan pengalaman akan dipertukarkan, diproses dan dihasilkan suatu pengalaman baru yang menyempurnakan perilakunya.
v Dalam situasi belajar tertentu, pengalaman peserta belum cukup untuk diproses jadi pengalaman baru,
v Maka perlu sumber belajar lain untuk menyempurnakan ; dalam situasi seperti ini diperlukan fasilitator untuk membantu dengan memberi informasi yang diperlukan
v Dalam memberi informasi, peserta jangan seperti digurui
6. Fungsi Evaluasi (The Evaluation Function)
Dalam setiap proses belajar mengajar kegiatan evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses. Prinsip orang dewasa tidak mau dinilai oleh orang lain.
Fasilitator menyiapkan instrument evaluasi dan meminta peserta menjawab dan mereka sendiri yang memeriksa.
2.6 MODEL ELC SEBAGAI MODEL MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Model belajar dengan ELC menyajikan suatu pendekatan yang bersifat pembaharuan (inovatif) terhadap latihan perikanan. Untuk memudahkan memperoleh kecakapan khusus selama latihan dan untuk mendorong penerapan kecakapan tersebut oleh peserta, maka para pelatih menggunakan suatu pendekatan belajar ekseperensial yang bersifat mudah disesuaikan dan dipusatkan pada peserta latihan.
Pendekatan ini mempunyai dasar dalam pengiraan atau peranggapan sebagai berikut :
1. Oleh karena perorangan itu khas (unik) terutama dalam hal proses belajar, maka suatu kurikulum latihan haruslah memasukan aneka ragam pendekatan pendidikan untuk dapat menampung bermacam-macam cara orang belajar.
2. Belajar bukanlah sesuatu yang dapat disuntian kepada orang lain, lebih baik dia tumbuh dari mereka sebagai hasil dari pengalaman mereka.
3. belajar akan berhasil lebih efektif jika tujuan belajar itu mempunyai arti dan kaitan bagi peserta sehubungan dengan kehidupan mereka sendiri, apa yang mereka telah ketahui dan tujuan pribadi mereka.
4. Belajar itu adalah suatu proses yang sudah menjadi sifat hidup. Latihan akan lebih efektif jika dia memberikan kemudahan belajar dengan memusatkan pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hidup manusia
5. Belajar tidak akan ada artinya, jika ia dibatasi hanya untuk mendapatkan tambahan fakta dan angka. Dalam memperoleh informasi haruslah ditambahkan suatu pengertian tentang kenapa informasi itu penting dan bagaimana menggunakannya secara produktif. Latihan yang efektif adalah suatu proses yang memudahkan hal tersebut.
Model eksperensial menggunakan suatu bentuk yang dapat ditukar-tukar dari kegiatan-kegiatan didalam kelas, latihan tiruan (simulasi) dan pengalaman sesungguhnya dalam situasi hidup nyata. Untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka, para peserta diberi kemudahan oleh para pelatih. Peranan pokok dari pelatih adalah untuk menciptakan suasana yang belajar merangsang, relevan dan efektif.
Pendekantan eksperensial terhadap pelatihan yang berpusatkan pada peserta ini membolehkan peserta perorangan mengelola dan menerima tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri.
Belajar eksperensial arti sebenarnya adalah bagaimana yang ditunjukan oleh namanya yakni belajar dari pengalaman. Strategi latihan yang efektif, yang memakai pendekatan belajar eksperensial, dirancang berdasarkan model ini dengan menyediakan bagi peserta, situasi, keadaan dan lingkungan yang merangsang proses mengalami. Dalam hubungan dengan kurikulum latihan, pengalaman-pengalaman belajar dalam situasi, keadaan dan lingkungan semacam itu dapat berbentuk kegiatan dalam kelas, simulasi atau kegiatan hidup sehari-hari.
Belajar eksperimental terjadi jika seseorang terlibat dalam suatu kegiatan, meninjau lagi kegiatan tersebut dengan kritis, memisahkan beberapa pengetahuan yang mendalam dan bermanfaat dari penganalisaan kegiatan dan menerapkan hasil penganalisaan tersebut dalam situasi praktis.
A. Daur Ulang Berdasarkan Pengalaman ELC
1. Mengalami
Ini adalah tahap, baik bagi kegiatan awal maupun bagi menghasilkan data dari lingkungan belajar eksperiensial. Mengalami adalah sesungguhnya suatu unsur yang menjadi sifatnya hidup. Dalam belajar eksperiensial bagimanpun, kegiatan mengalami itu dihubungkan dengan suatu proses yang terdiri atas menafsirkan pengalaman, membuat generalisasi dari padanya dan menentukan bagimana cara menerapkan hasil belajar tersebut. Proses belajar eksperiensial membantu perorangan untuk mengurangi reaksi-reaksi yang subjektif, dan mengambil unsur-unsur objektif dari pengalaman mereka.
Banyak sekali kegiatan-kegiatan dan latihan-latihan untuk memperlengkapi peserta dengan pengalaman-pengalaman, darimana mereka dapat menggali data-data untuk diolah dan membuat generalisasi.
Kegiatan-kegaiatan perorangan dan kelompok yang digunakan untuk memudahkan langkah ”mengalami” termasuk:
§ Bermain peran
§ Studi kasus
§ Pertunjukan film dan slide
§ Membagi dengan orang lain bagaiman gambaran dari pengalaman-pengalaman khusus
§ Menempatkan peserta kedalam situasi dan atau melakukannya.
§ Membolehkan peserta melatih satu sama lain
Setelah tahap mengalami ini, adalah tidak mungkin untuk mengawasi atau untuk menyusun dengan dengan tepat pengalaman-pengalaman yang bakal terjadi. Hal ini tidak menjadi persoalan , karena belajar ekperiensial adalah suatu proses yang terdiri atas berbagai tahap, dan fungsi dari tahap ”mengalami” adalah hanya untuk membentuk data awal yang dipakai sebagai dasar sari keseluruhan proses.
2. Mengolah
Ini adalah langkah yang penting sekali dalam lingkaran belajar eksperiensial. Selama tahap ini perorangan membagi dengan oarang lain pengalaman-pengalaman khusus yang dia peroleh selama tahap yang telah lewat. Hal ini dapat terjadi pada perorangan, pada kelompok kecil dari peserta atau pada kelompok keseluruhan dari peserta.
Perorangan membagi dengan orang lain reaksi-reaksi kognitif maupun efektif mereka terhadap kegiatan-kegiatan, didalam mana mereka terlibat. Dan selama membagi itu, mencoba menghubungkan pemikiran dan perasaan secara bersama-sama adar dapat dipetik beberapa pengertian darin pengalaman tersebut. Pada permulaanya, perngalaman tersebut dapat atau tidak dapat merupakan sesuatu yang berarti bagi peserta, tetapi tahap ini dari lingkungan memberi keleluasaan bagi mereka tapi berfikir terus sepanjang pengalaman itu dan dapat memeberikan pengertian tentang alasan-alasan untuk sampai pada kesimpulan seperti itu.
Peran pelatih sebagai fasilitator adalah sangat penting selama tahap ini dari belajar eksperiensial. Dia harus siap membantu peserta untuk berfikir secara kritis tentang pengalaman sebagai tambahan, juga merupakan tanggung jawab pelatih untuk membantu peserta mengungkapkan dengan kata-kata, perasaan dan persepsi mereka dan juga menarik perhatian mereka kepada setiap tema dan pola yang berulang yang timbul pada reaksi-reaksi peserta terhadap pengalaman. Secara pendek, peran pelatih adalah membantu peserta membentuk pengertian dan pengalaman mereka sehingga mereka memperoleh data yang kongkrit yang dapat dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan dan generalisasi.
”Mengolah” membentuk kaitan untuk tahap berikutnya dari lingkaran eksperiensial yakni ”generalisasi”. Oleh karena itu setiap pengalaman yang diperoleh peserta selama latihan, apakah itu film, bermain peran, pengalam dilapangan dan sebagainya, haruslah diproses (diolah). Artinya peserta harus siberi waktu untuk memikirkan pengalaman-pengalaman seperti itu, agar dapat dinilai apakah peserta membantu memudahkan proses belajar mereka.
Teknik yang dipakai untuk memudahkan langkah mengolah termasuk: diskusi kelompok tentang pola dan tentang topik dan tema yang berulang, yang timbul membagi hasil dari pengalaman-pengalaman perorangan :
1. Generalisasi dan analisa data
2. Pelaporan
3. Umpan balik antar perorangan
4. Pewawancara
5. Peserta berfungsi sebagai pengamat proses.
3. Menyimpulkan
Tahap ini mencapuk penarikan kesimpulan dari pola dan tema yang telah dikenal. Peserta menentukan bagaimana hubungan antara pola-pola yang berkembang selama pengalaman belajar yang dirancang secara cermat dari session latihan dengan pengalaman-pengalaman yang tidak dirancang dari kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain peserta dalam proses eksperimensial mendapat kesempatan untuk mengenal kesamaan antara pengalaman dalam session latihan dan pengalaman-pengalaman yang mereka kemukakan dari kehidupan sehari-hari. Mereka diberi kesempatan untuk melihat hubungan antara latihan, tujuan pribadi mereka dan cara hidup mereka setelah mendapatkan latihan.
Kegiatan-kegiatan yang digunakan untuk memudahkan langkah generalisasi termasuk:
§ Meringkaskan pengetahuan kedalam pernyataan singkat atau generalisasi.
§ Diskusi kelompok mengenai dan persetujuan atas definisi konsep, istilah kunci dan pernyataan.
4. Menerapkan
Jika belajar didefinisikan debagai perubahan yang relatif stabil dari prilaku, maka langkah menerapkannya didalam proses belajar eksperiensial memudahkan pekerja untuk mengubah prilaku masa mendatang. Mempergunakan pelajaran yang mendalam dan kesimpulan-kesimpulan yang mereka capai pada waktu proses belajar, peserta memasukkan pengetahuan mereka kedalam hidup mereka dengan jalan mengembangkan rencana untuk prilaku yang lebih efektif.
Teknik dan kegiatan yang digunakan untuk memudahkan langkah menerapkan termasuk: tanggapan perorangan dan kelompok terhadap pertanyaan. Bagaimana anda menggunakan pelajar ini agar dapat lebih efektif di dalam penugasan anda pada letak geografis dan keadaan budaya yang spesifik. Dan meninjau kembali daftar-daftar yang dihasilkan pada waktu session latihan yang terdahuludan membuat perubahan-perubahan yang menggambarkan pelajaran, rencana dan perilaku baru.
B. LANGKAH-LANGKAH PENYAJIAN DENGAN ELC
1. MENCIPTAKAN SUASANA BERLATIH (Climate Setting)
§ Merangsang minat, keinginan dan mendorong peserta untuk mulai memikirkan topik.
§ Ciptakan dasar pemikiran, mengapa topik penting bagi peserta dan sejauhmana topik tersebut berguna bagi mereka.
§ Hubungan session ini dengan session sebelumnya dan letakkan ia (topik) ke dalam kerangka umum dari penataran
Caranya :
§ Mengajukan pertanyaan
§ Cerita (singkat), peristiwa
§ Kegiatan yang dapat merangsang pemikiran kearah topik
§ Data yang dapat mendukung topik
2. MENJELASKAN TUJUAN (Goal Clarification)
§ Saatnya bagi pelatih untuk membawa setiap peserta dalam suatu kesatuan sebelum kegiatan belajar/berlatih tahap berikutnya.
§ Tampilkan pada peserta pertanyaan yang menjelaskan maksud, tujuan dari kegiatan latihan
§ Beri kesempatan kepada peserta untuk mendapatkan kejelasan tujuan, perlu perbaikan atau tambahan.
Rumusan tujuan yang baik:
§ Jelas
§ Pendek
§ Kata-katanya sederhana
§ Dapat diukur/dinilai
§ Mungkin dicapai
3. MENGALAMI (Experience)
§ Merupakan kegiatan belajar/berlatih dari peserta
§ Memberikan kesempatan kepada peserta untuk memperoleh pengalaman dari situasi yang relevan dengan topik
§ Pengalaman yang diperoleh merupakan data yang menghasilkan suatu situasi dimana peserta dapat menganalisa dan merangkum didalam mereka melengkapi siklus belajar/belatih
Dengan Cara :
§ Tugas perorangan
§ Tugas kelompok
§ Bermain peran (Role Plays)
§ Studi Kasus
§ Diskusi Kelompok
§ Petunjuk film/slide
4. MENGOLAH (Processing)
§ Untuk melihat reaksi peserta terhadap pengalaman yang diberikan/dilihat.
§ Penggalian/penyampaian pengalaman individu masing-masing peserta/grup
§ Gambaran dan analisa grup terhadap pengalaman
§ Dilakukan setelah mengalami (experiencing)
Caranya:
§ Mengajukan pertanyaan kepada peserta yang mengarah pada tujuan-tujuan dan pengalaman.
§ Pelaporan
§ Umpan balik
§ Wawancara
§ Minta beberapa penjelasan dari peserta
5. MENYIMPULKAN (Generalizing)
§ Untuk melihat hasil belajar/berlatih dari peserta terhadap topik yang diberikan/pengalaman yang didapat
§ Penarikan kesimpulan dari pola atau tema yang telah dikenal.
Caranya :
§ Mengajukan pertanyaan kepada peserta yang mengarah kepada tujuan (goal) dari topik yang disajikan
Contoh pertanyaan :
§ Apakah yang dapat kita tarik dari hal tadi?
§ Apa yang telah anda pelajari
§ Apa prinsif-prinsif/ketentuan yang anda lihat berlaku disini?
§ Bagaimana hunungan dengan pengalaman lain?
6. MENERAPKAN (Applying)
§ Mengembangkan rencana penerapan apa yang telah dipelajari
§ Sebagai jawaban dari :
o Sekarang apa
o Bagaimana saja menggunakan apa yang telah Saya pelajari
o Membantu peserta didik untuk melihat kepentingan apa yang mereka pelajari
o Tanpa rencana penerapan, kegiatan berlatih belum lengkap
o Penerapan dari apa yang dipelajari adalah tujuan yang sangat penting dari pengajaran/latihan.
o Tanpa peserta dapat menerapkan apa yang telah ia pelajari, latihan sia-sia.
Contoh pertanyaan:
§ Bagaimana Anda dapat melaksanakan apa yang telah anda pelajari untuk masa yang akan datang
§ Bagaimana pendapat anda tentang kemungkinan penggunaan hal ini.
§ Bagaimana anda dapat menerapkan apa yang telah anda pelajari disini dilingkungan kerja anda
§ Bagaimana cara anda mengusahakan apa yang telah anda pelajari disini sehingga dapat diterapkan dilingkungan kerja anda?
§ Bagaimana cara anda mempengaruhi pimpinan anda, sehingga ia setuju untuk menerapkan apa yang telah anda pelajari disini?
7. PENUTUP (Closure)
§ Kesimpulan ringkas dari penyajian (session)
§ Hubungan dengan goal, apakah sudah tercapai
§ Tutup penyajian dengan memberikan suatu kesempurnaan pengertian
§ Hubungan dengan penyajian selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment