Mycobacterium
sp. Di antara semua keluarga bakteri itu, Mycobacterium fortuitum menjadi
penyebab utama. Bakteri berukuran, 0,3-0,5 mikron dan berbentuk batang itu tak
hanya menyerang gurami, tetapi juga ikan mas dan nila.
Mycobacterium
fortuitum menyerang ketika ikan stres. Penyebab stres antara lain karena
kualitas air menurun. Penurunan kualitas air dipicu banyaknya limbah rumah
tangga atau industri yang menumpuk di dasar kolam. Karena bahan organik
terlarut melonjak naik, pH air turun. Pada keasaman tinggi ikan gampang stres
lantaran oksigen terlarut sedikit dan bakteri lebih patogenik.
Perbedaan
suhu yang ekstrim antara malam dan siang-sekitar 10-15oC-juga
mengakibatkan ikan lemah dan stres. Itulah sebabnya serangan mengganas pada
peralihan musim hujan ke kemarau atau sebaliknya. Bila suhu air di bawah 26oC
bakteri dengan mudah menembus sistem pertahanan ikan. Suhu rendah membuat
kandungan amoniak di dalam air meninggi dan pH air pun menjadi rendah alias asam.
Mycobacteriosis
adalah penyakit subakut dan kronik, ditandai dengan terbentuknya granuloma.
Penyakit ini umumnya terjadi pada ikan-ikan yang dipelihara pada akuarium dalam
jangka waktu yang lama atau dibudidaya secara intensif.
Bakteri Mycobacterium marinum, M. fortuitum, M. chelonei adalah penyebab penyakit “Mycobacteriosis” pada ikan
atau juga dikenal dengan “Fish
Tuberculosis” dan “Piscine
Tuberculosis”. Ketiga bakteri tersebut dikenal sebagai patogen pada ikan
dan mempunyai gejala penyakit yang mirip. Bakteri Mycobacterium sp. dikenal ada dimana-mana dalam air dan sedimen
serta telah diketahui menyerang berbagai jenis ikan laut dan tawar (167
spesies), baik ikan konsumsi, ikan hias, maupun udang galah serta semua udang
penaeid. Ikan yang dipelihara dalam akuarium cenderung lebih besar kemungkinan
terserang penyakit “Mycobacteriosis” dibanding ikan budidaya atau ikan liar.
Inang utama bakteri ini adalah jenis ikan air tawar seperti Gurame (Osphronemus gouramy), Cupang (Beta splendens), Katak lembu (Rana catesbeiana), Salmonidae, Gud (Gadus morchua), Karper (Cyprinus carpio), dan Gabus (Opiocephalus striatus). Mycobacterium
marinum, M. fortuitum, M. chelonei dapat diidentifikasi melalui gejala klinis,
isolasi dan identifikasi (morfologi, biokimia) dan molekuler.
Gejala
klinis (eksternal)
Gejala klinis Mycobacteriosis pada ikan bervariasi, dan sering kali
menyerupai gejala penyakit lain. Gejala klinis dapat dilihat pada ikan yang
terserang pada stadia akut atau kronis, namun kadang kala tidak terlihat gejala
klinis pada ikan yang terserang. Pada stadia kronis gejala klinis yang paling
sering terlihat adalah ikan mengalami aneroksia (tidak mau makan, kurus, lesu,
memisahkan diri dari yang lain dan mencari lubang untuk bersembunyi), lesi nodul
di kulit, tukak (ulcer) dan hemoragi dapat terjadi mengikuti ruptula dari lasi
urat. Gejala klinis tambahan berupa exophtalmus (mata yang menonjol),
pembesaran perut dan lordosis, kerdil dan insang yang pucat. Kadang terjadi
ekor dan sirip yang patah. Pigmentasi pada kulit juga berkurang kecerahannya.
Bentuk akut jarang terjadi, tetapi gejala ini dicirikan oleh angka kesakitan
dan kematian yang cepat.
Gejala
internal
Lesi Mycobacteriosis dapat terjadi pada saluran pencernaan, atau pada kulit
dan insang. Granuloma kecil dan putih sampai abu-abu dapat dilihat di bawah
mikroskop atau secara kasat mata dapat ditemukan pada tiap organ tubuh.
Granuloma itu dapat bersifat menyebar (terpisah), berkelompok atau perpaduan
diantara keduanya. Dapat bersifat keras atau lunak dengan ukuran 80-500 μm dan
nekrosis berbentuk menyerupai keju dapat terjadi di bagian tengahnya. Limpa,
ginjal dan hati adalah organ yang paling sering terserang dan akan tampak
membesar dan menjadi lebih lunak. Peritonitis dan edema juga dapat terjadi pada
beberapa ikan yang berakibat pada organ viscera akan membengkak dan menyatu
oleh adanya membran keputihan di sekitar daerah nekrosis tersebut dan yang
meluas di mesenterium (selaput rongga perut).
Patogenesis
Patogenisis tuberculosis belum jelas, yang jelas adalah kerusakan organ
dalam (ginjal, hati dan limpa membesar dan menjadi lunak), kurus dan kemudian
mati. Secara normal, lesi terdapat pada kulit dan organ dalam. Dengan irisan
histologi akan terlihat focal granuloma yang terdiri dari sel epiteloid dan
makrofag, dengan ukuran antara 80-500 μm. Perkembangan penyakit
“Mycobacteriosis” kronis sangat lambat, sehingga bakteri untuk dapat terdeteksi
membutuhkan waktu sampai 2 tahun atau lebih. Apabila terjadi luka akan
kehilangan protein plasma dan ikan sangat mudah terserang infeksi sekunder.
Belum jelas apakah Mycobacterium memproduksi toksin. Ikan budidaya akan lebih
sensitif terhadap infeksi karena stres oleh kepadatan yang tinggi.
Epidemiologi
Kejadian Mycobacterius pada ikan yang dipelihara di aquarium berkisar
antara 10-22% sedang pada populasi ikan di alam 10-100% dapat terinfeksi. Wabah
pada penyakit ikan yang dibudidayakan berkaitan dengan faktor Borok pada ikan sepat yang terinfeksi bakteri
Mycobacterium managemen seperti kualitas dan kuantitas air dan nutrisi yang
kurang.
Penyebaran
penyakit
“Mycobacteriosis” diketahui dapat terjadi baik horizontal maupun vertikal.
Ikan yang memakan ikan yang terinfeksi, kontak dengan air dan feces dari ikan
yang terinfeksi juga akan dapat tertular. Bakteri Mycobacterium sp. juga
diketahui dapat ditransfer melalui telur ikan dari induk yang terinfeksi.
Disamping itu infeksi Mycobacterium sp. Juga dapat terjadi melalui luka
(termasuk akibat infeksi ektoparasit). “Mycobacteriosis” ikan di Indonesia
ditemukan di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi utara menyerang banyak spesies
air tawar dan laut khususnya ikan hias (akuarium). Pengobatan dan Pengendalian
Kanamisin + Vitamin B-6 selama 30 hari adalah pengobatan yang paling efektif
yang diketahui untuk TB. Ikan harus dikarantina selama masa pengobatan. vitamin
dalam bentuk cair yang dapat ditemukan di toko obat setempat merupakan sumber
yang baik vitamin B-6. Satu tetes per setiap 5 galon air akuarium. Ganti
vitamin sesuai dengan berapa banyak air yang berubah di tangki selama waktu
pengobatan.
0 comments:
Post a Comment