Pengukusan adalah
proses pemanasan yang sering diterapkan dengan menggunakan banyak air, tetapi air tidak bersentuhan langsung dengan produk. Bahan makanan
dibiarkan dalam panci
tertutup dan dibiarkan
mendidih. Pengukusan sebelum penyimpanan
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur
bahan menjadi kompak. Suhu air pengukusan yang digunakan harus
lebih tinggi dari
66 0C tetapi
kurang dari 82
0C. Proses pengukusan dapat
menurunkan kadar zat gizi makanan, yang besarnya tergantung pada cara mengukus
dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi di antara berbagai
cara pengukusan terutama
terjadi akibat degradasi
oksidatif. Proses pengolahan
dengan pengukusan memiliki susut
zat gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris & Karmas
1989).
Pengukusan tradisional
dilakukan menggunakan air panas
atau uap panas sebagai medium penghantar panas. Faktor yang mempengaruhi
susut gizi selama pengukusan dengan air
adalah faktor yang
mempengaruhi pemindahan massa yaitu luas permukaan, konsentrasi zat
terlarut dalam air panas dan pengadukan air. Selain itu
ada beberapa metode
pengukusan yang sering
digunakan yaitu, pengukusan
dengan uap panas, pengukusan dengan gelombang mikro dan pengukusan dengan gas
panas (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan dengan uap
panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang lebih besar dibandingkan
dengan pengukusan menggunakan air karena adanya pemanasan yang merata hampir di
seluruh bagian bahan. Pada pengukusan konvensional, pada
bagian tepi bahan
akan mengalami pengukusan
yang berlebihan, sedangkan pada
bagian tengah hanya
mengalami pengukusan yang sedikit (pengukusan tidak merata) (Harris
& Karmas 1989).
Pengukusan dengan
gelombang mikro telah diterapkan untuk produk makanan. Metode ini dipakai
karena energi gelombang mikro
tidak mempengaruhi peningkatan degradasi komponen makanan secara langsung
selain melalui peningkatan suhu. Walaupun metode ini memiliki retensi zat gizi yang lebih besar
dibandingkan dengan metode pengukusan menggunakan air panas dan uap panas,
tetapi biaya yang dibutuhkan sangat
mahal (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan dengan gas panas juga telah dikembangkan, terutama untuk mengurangi efluen yang timbul selama pengukusan. Meskipun
digunakan suhu sampai 121
0C, suhu produk
tidak akan melampaui
100 0C karena
terjadi penguapan cairan di
permukaan. Produk yang dikukus menggunakan
air panas atau gas panas
tidak memiliki perbedaan
nyata dari kandungan
gizinya (Harris & Karmas 1989).
Pada umumnya
kerang dimakan mentah
atau dikukus pada
suhu 70 0C sampai
cangkang kerang terbuka. Pengukusan
kerang pada suhu 100 0C selama 5 menit
dapat mematikan virus
hepatitis yang terkandung
pada kerang (Budiati 2003).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2009 di Laboratorium Karakteristik
Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Laboratorium
Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi-Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat, Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Pengujian Balai
Besar Penelitian Pengembangan Pasca
Panen Pertanian, Cimanggu,
Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain alat bedah, termometer, mortar, timbangan
digital dan timbangan
analitik, cawan porselen,
oven, desikator, tabung reaksi,
gelas erlenmeyer, tabung
kjeldahl, destilator, buret, tabung sokhlet, pemanas, tanur,
sentrifuse, syringe dan HPLC.
Bahan-bahan yang
digunakan pada penelitian ini, yaitu kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang
diperoleh dari perairan Situ Gede, Bogor, air untuk pengukusan dan bahan untuk
analisis yakni, akuades, H2SO4, NaOH, HCl, pelarut
heksana, NaCl, kertas saring Whatman,
Na-asetat, metanol, pikolotiosianat, triethylamin, air suling,
pereaksi Carrez 1, pereaksi Carrez 2, buffer natrium karbonat, larutan dansil
klorida dan larutan metilamin hidroklorida.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini
dilakukan dalam beberapa
bagian meliputi pengambilan sampel kijing
lokal (Pilsbryoconcha exilis)
dari perairan Situ
Gede, Dramaga, Bogor, identifikasi, penentuan ukuran dan bobot
(panjang, lebar, tinggi dan bobot total), pengukusan, penghitungan rendemen
tubuh (daging, jeroan, cangkang) dan analisis
kimia yaitu, analisis
proksimat, protein larut
air (PLA), protein
larut garam (PLG) serta asam amino dan taurin.
Analisis kimia:
1. Analisis proksimat
2. Analisis PLG dan PLA
3. Analisis asam amino dan taurin
Analisis kimia:
1. Analisis proksimat
2. Analisis PLG dan PLA
3. Analisis asam amino dan taurin
Identifikasi
Sampel kijing
yang telah didapat
kemudian diidentifikasi menggunakan buku identifikasi
(Pennak 1953) dengan
cara mencocokkan ciri-ciri
yang ada dengan buku identifikasi
sesuai dengan spesies kijing tersebut.
Pengukusan
Daging kijing segar
dipisahkan dari cangkang dan jeroannya, kemudian dilembutkan menggunakan
mortar. Daging yang
telah lembut dimasukkan
ke dalam plastik dan ditutup rapat serta di beri kode yang jelas sebagai
daging segar. Pengukusan dengan air
dilakukan selama 10
menit pada suhu
80-100 0C (Papadopoulou et
al. 2003). Kemudian
kijing diambil dagingnya
untuk dilembutkan
menggunakan mortar. Daging
yang telah lembut
dimasukkan ke
dalam plastik dan
ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami
pengukusan. Sebelum dan sesudah proses pengukusan selalu dilakukan penimbangan
untuk mengetahui ada
tidaknya penambahan atau penyusutan berat kijing.
Rendemen
Rendemen dihitung
sebagai persentasi bobot
bagian tubuh kijing
dari bobot awal. Adapun perumusan
matematik adalah sebagai berkut:
Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100% Bobot total (g)
Analisis Kimia
Analisis kimia pada
daging kijing lokal terdiri dari analisis proksimat, PLA, PLG serta asam amino
dan taurin
Analisis proksimat
Analisis proksimat
yang dilakukan terhadap kijing meliputi: kadar
air, abu, protein dan lemak.
1) Analisis kadar air (AOAC 1995)
Tahap pertama
yang dilakukan untuk
menganalisis kadar air
adalah mengeringkan cawan porselen
dalam oven pada
suhu 102-105 0C
selama
30 menit. Cawan
tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin
dan ditimbang hingga
beratnya konstan. Kemudian
cawan dan sampel seberat 1-2 gram
ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan dimasukkan ke
dalam oven dengan
suhu 102-105 0C
selama 6 jam.
Cawan tersebut dimasukkan ke
dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang.
2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan abu porselen
dikeringkan di dalam oven
selama 30 menit dengan suhu 105 oC, lalu
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram yang
telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu
porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar
105 0C sampai tidak
berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 0C
selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih.
Setelah itu cawan
abu porselin didinginkan
dalam desikator selama 30 menit,
kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu :
% Kadar abu = C − A
x100 %
B − A
Keterangan: A
= Berat cawan abu porselen kosong
(gram)
B =
Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C =
Berat cawan abu porselen
dengan sampel setelah
dikeringkan (gram).
3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip dari
analisis protein, yaitu
untuk mengetahui kandungan
protein kasar (crude protein)
pada suatu bahan.
Tahap-tahap yang dilakukan
dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi,
destilasi, dan titrasi.
(1). Tahap destruksi
Sampel ditimbang
seberat 0,5 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam
tabung kjeltec. Satu
butir kjeltab dimasukkan
ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses
destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(2). Tahap destilasi
Isi labu dituangkan ke
dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga
dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml.
Rendemen Kijing lokal
(Pilsbryoconcha exilis)
Rendemen adalah
persentase suatu bahan baku yang dimanfaatkan. Rendemen merupakan
suatu parameter yang
paling penting untuk
mengetahui nilai ekonomis dan
efektifitas suatu produk
atau bahan. Rendemen yang dapat diperoleh dari kijing lokal segar
dan kukus berupa cangkang, daging dan jeroan. Rendemen kijing merupakan bagian
tubuhnya yang masih bisa dipergunakan yang diperoleh dengan
cara membedah kijing,
memisahkan bagian isi
dengan cangkang, kemudian bagian isi dipisahkan antara bagian daging dan jeroannya.
Rendemen daging kijing
dihitung berdasarkan persentase
perbandingan bobot daging yang
sudah diambil dari cangkang dan dipisahkan dengan jeroan terhadap bobot kijing
segar
Kandungan PLA pada
daging kijing segar sebesar 2,54%. Dari hasil penelitian, maka terdapat korelasi antara nilai PLA dan
nilai protein total pada kijing lokal. PLA yang dihasilkan memiliki nilai yang
lebih kecil daripada nilai protein total atau sebesar 28,54% dari protein
total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya PLA saja tanpa
mengikutsertakan PLG.
Umumnya kandungan
PLA pada kekerangan
sebesar 41% dari
total protein kasar (Okuzumi
dan Fujii 2000).
Perbedaan kandungan PLA
pada kekerangan disebabkan karena adanya perbedaan jenis, habitat atau lingkungan hidup dan kondisi fisiologis berupa makanan yang dicerna
sehingga mengakibatkan
komposisi gizi yang terkandung berbeda.
Penurunan kandungan PLA
terjadi pada daging kijing yang telah mengalami
pengukusan yaitu menjadi
1,42%. Penurunan kelarutan
protein ini terjadi sebanyak
1,12%. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya
koagulasi dan denaturasi
protein. Pada saat pengukusan, PLA terlepas dari daging karena larut dengan air
dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya dalam daging kijing menurun. Kelarutan
protein tergantung dari suhu,
semakin tinggi suhu maka semakin banyak
pula protein yang terdenaturasi (Sikorski et al.1981).
(2) Kandungan protein larut garam (PLG)
Protein larut garam
merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging komoditas hasil perairan yang berfungsi untuk kontraksi
otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan
garam netral yang
berkekuatan ion sedang (>0,5
M). PLG berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada
saat pengolahan (Suzuki 1981). Kandungan PLG kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)
yang segar dan telah
mengalami proses pengukusan
(a) Asam amino esensial dan non esensial
Hasil analisis
asam amino menunjukkan
adanya 17 asam
amino pada kijing lokal
yang terdiri dari
9 asam amino
esensial dan 8
asam amino non esensial. Asam amino esensial meliputi:
histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin dan
lisin. Sedangkan 8 asam amino non esensial meliputi: asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, prolin, tirosin dan
sistein. Pada umumnya
kandungan asam amino
bebas yang terdiri
dari taurin, asam glutamat, glisin, lisin dan alanin berperan penting
dalam memberikan cita rasa serta flavor pada ikan dan kekerangan (Young je et
al.2005)
Kandungan asam
amino esensial yang
tertinggi pada kijing
segar dan dikukus yaitu
leusin. Leusin merupakan
asam amino yang
paling banyak terkandung pada
bahan pangan sumber
protein (Walsh 2002
diacu dalam Wahyuni 2008).
Sedangkan asam amino non esensial
yang paling tinggi yaitu asam glutamat. Namun secara keseluruhan
komposisi asam glutamat pada kijing lokal
lebih tinggi dibandingkan
asam amino lainnya
yaitu sebesar 1,182%. Tingginya asam
glutamat pada kijing
lokal menyebabkan dagingnya
beraroma gurih dan berasa manis (Nurjanah et al. 2008). Kandungan asam glutamat dan asam aspartat lebih tinggi
dibanding asam amino non esensial lain karena pada proses analisisnya
menggunakan metode hidrolisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih
tinggi sehingga kandungan asam amino tersebut lebih tinggi. Asam amino
glutamin dan asparagin
mengalami reaksi deaminasi membentuk asam glutamat dan asam aspartat.
Pada daging kijing
lokal yang diuji hampir semua jenis asam amino esensial dihasilkan kecuali
triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat proses
hidrolisis protein. Adapun
tidak teridentifikasinya beberapa
asam amino lainnya diduga karena kandungan asam amino tersebut sangat
rendah. Rendahnya kandungan asam amino tersebut menyebabkan
puncak (peak) asam amino
yang terekam pada
kromatogram tidak dapat
dibedakan dari puncak pengaruh noise
HPLC atau telah
terjadi kerusakan asam
amino pada tahap hidrolisis protein, pengeringan dan
derivatisasi.
Berdasarkan Gambar 19, terjadi penurunan nilai kandungan
asam amino pada kjing lokal yang mengalami proses pengukusan. Semua asam amino
esensial dan non esensial mengalami penurunan. Perubahan gizi yang terjadi pada
bahan pangan sumber protein selama pengolahan umumnya disebabkan oleh
denaturasi protein, reaksi Maillard dan rasemisasi asam amino (Muchtadi 1989).
Purnomo (1996)
diacu dalam Ridwan
(2006) menyatakan bahwa pengolahan daging
dengan menggunakan suhu
tinggi akan menyebabkan denaturasi protein
sehingga terjadi koagulasi
dan menurunkan solubilitas
atau daya kemampuan
larutnya. Reaksi Maillard
yaitu reaksi antara
protein dengan gula pereduksi
yang merupakan sumber
utama menurunnya nilai
gizi protein selama pengolahan (Muchtadi 1989). Pada reaksi Maillard terjadi
pembentukan pigmen berwarna coklat yang disebut melanoidin. Reaksi ini dapat
menyebabkan perubahan warna daging kijing menjadi berwarna coklat setelah
dilakukan pengukusan. Penurunan nilai gizi protein akibat reaksi Maillard
menyebabkan penurunan daya cerna protein yaitu lisin dan sistin menjadi rusak
akibat bereaksi dengan karbonil atau dikarbonil dan aldehid, serta penurunan
availabilitas semua asam amino (Muchtadi 1989). Adanya perlakuan panas terutama
apabila terdapat lipid atau gula pereduksi dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino perubahan
bentuk L menjadi bentuk D) sehingga daya cerna protein menurun dan ketersediaan
asam amino ikut menurun (Muchtadi 1989).
Kandungan asam amino
dalam daging kijing sangat bervariasi tergantung dari jenis kijing, ukuran
kijing, habitat dan musim (Suhardjo et al. 1977).
Kesimpulan
Situ Gede, Bogor
memiliki potensi komoditas hasil perairan berupa kerang air tawar yaitu kijing
lokal (Pilsbryoconcha exilis). Rendemen tertinggi dari kijing lokal terdapat pada
cangkang yaitu sebesar 51,93%. Penyusutan rendemen kijing lokal terjadi selama
proses pengukusan sebesar 29,73%. Komposisi kimia kijing lokal berdasarkan
basis kering terdiri dari kadar air 441,71%, kadar abu 16,68%, kadar lemak
5,85%, kadar protein 48,21% dan karbohidrat 29,26%.
Kandungan PLG lebih besar 1,5 kali lipatnya dari PLA.
Protein daging kijing lokal terdiri dari 17 asam amino, yaitu 9 asam amino
esensial dan 8 asam amino non esensial, sehingga daging kijing lokal dapat
dikatakan sebagai profil protein
sempurna (complete protein).
Secara keseluruhan komposisi
asam glutamat pada kijing lokal lebih tinggi dibandingkan asam amino lainnya yaitu
1,182%. Kandungan
taurin pada kijing lokal lebih tinggi daripada udang yaitu 0,087%.
Secara keseluruhan
komposisi kimia, komposisi protein larut air dan protein larut
garam serta asam
amino dari kijing
lokal mengalami penurunan selama proses pengukusan.
Mohon ijin admin , numpang iklan promosi yaa...
ReplyDeleteKami menjual aneka Kapur :
- Kapur Aktif / Cao / Kalsium Oksida.
- Kapur Padam / CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
- Kapur Tepung / CaCo3 /Kalsium Karbonat / Kapur pertanian /Kaptan .
- Zeolite .
- Bentonite .
- Dolomite dll.
Untuk informasi lebih lanjut Silahkan hubungi :
Bpk Asep
081281774186
085793333234
Silahkan simpan nomor dan hubungi jika sewaktu waktu membutuhkan.