Ikan
asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di
Indonesia maupun di man- canegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap
spesifik. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan
secara tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang
memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak bagi
kesehatan dan ling- kungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh
pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus sebagian),
kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi).
Untuk
mengatasi masalah ini di negara-negara maju seperti Canada, Jerman, Inggris,
Jepang, dan lain-lain telah memanfaatkan teknologi kondensasi yang menghasilkan
asap cair. Asap cair mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain mudah
diaplikasikan, konsentrasi asap dapat diatur sesuai selera konsumen, produk
mempunyai kenampakan yang seragam dan ramah lingkungan. Hal lain yang penting
adalah ba- hwa asap cair tidak hanya berperan dalam membentuk karakteristik
sensoris tetapi juga dalam hal jaminan
keamanan
pangan. (Guilén and Cabo, 2004; Suñen,et al., 2001; Kris B, de Roos, 2003;
Darmadji, 2006; Bortolomeazzi, et al, 2007; Martinez, et al, 2007).
Proses
pengasapan ikan pada mulanya masih dilakukan secara tradisional yang ditujukan
untuk pengawetan. Dalam perkembangannya asap cair dit- ujukan untuk memberikan
efek terhadap aroma, rasa dan warna yang spesifik. Beberapa jenis limbah per-
tanian seperti bonggol jagung, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah,
tempurung dan sabut kelapa, perdu, kayu mangrove, sejenis pinus, dan lain-lain,
berpotensi memiliki kandungan senyawa antioksidan fenol dan antibakteri yang
dapat mengawetkan dan memberi rasa sedap spesifik pada produk ikan asap (Guillen
dan Cabo, 2004; Doherty and Cohn, 2000; Suharto, 1991; Witono, 2005).
Pemanfaatan
asap cair sebagai alternatif meto- da pengasapan ikan yang murah, mudah
diterapkan, dan ramah lingkungan sudah saatnya diterapkan di Indonesia, karena
sebagai negara agraris Indonesia memiliki
kekayaan alam flora yang
menghasilkan limbah kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku asap
cair. Oleh sebab itu penelitian ini mengkaji
pemanfaatan
limbah pertanian yang dapat dijadikan
Fronthea,
Studi Kelayakan dan Efisiensi Usaha Pengasapan Ikan dengan Asap Cair Limbah
Pertanian
sebagai
bahan baku asap cair dan sekaligus kemungkinan penerapannya pada industri
pengasapan ikan di Indonesia. Selanjutnya disosialisasikan pada industri
pengolahan ikan di Indonesia melalui berbagai kegiatan pengabdian masyarakat
dan publikasi.
TINJAUAN
PUSTAKA
Studi
Kelayakan discounted payback period (Husnan, 1997).
Metode
Internal Rate of Return (IRR)
Metode
ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari
arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan
mengeluarkan investasi awal
(Umar,2000). IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat
investasi.
Rumus
yang dipakai: Io = / CFt
Aspek ekonomi sangat penting artinya dalam
suatu kegiatan usaha. Hal-hal yang berkaitan den- gan modal, perhitungan biaya
operasional, biaya peralatan, gaji karyawan, keuntungan perusahaan dan
lain-lain harus diperhatikan dengan cermat.
dimana
:
t
= tahun ke
n
= jumlah tahun
Io
= nilai investasi awal
CFt
= arus kas bersih
t = 1
(1 + IRR)
kecuali pada unit usaha pengasapan ikan.
Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang mendukung aspek ekonomi usaha
pengasapan ikan.
Salah
satu cara mengembangkan suatu usaha adalah dengan melakukan investasi baru.
Sebelum melakukan investasi, perlu dilakukan studi kelayakan untuk
memperkirakan apakah investasi yang akan di- lakukan layak atau tidak, salah
satunya ditinjau dari sisi keuangan. Pada umumnya ada empat metode yang biasa
dipertimbangkan untuk dipakai dalam pe- nilaian aliran kas dari suatu
investasi, yaitu metode Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of
Return dan Profitability Index (Umar, 2000).
Metode
Payback Periode (PP)
Payback
Periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran
in- vestasi (initial cash investment) yang menggunakan aliran kas, dengan kata
lain payback period meru- pakan rasio antara ‘initial cash investment’ dengan
‘cash
inflow’-nya, yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini
dibandingkan den- gan maximum payback period yang dapat diterima (Umar, 2000).
Jika
‘payback period’ lebih pendek waktunya dari ‘maximum payback period”-nya maka
usulan in- vestasi dapat diterima. Metode ini cukup sederhana sehingga
mempunyai beberapa kelemahan antara lain tidak memperhatikan konsep nilai waktu
dari uang, disamping juga tidak memperhatikan aliran kas ma- suk setelah
payback (Umar, 2000). Untuk mengatasi kelemahan karena mengabaikan nilai waktu
uang, metode perhitungan payback period dicoba diper- baiki dengan
mempresent-valuekan arus kas, dan di- hitung periode paybacknya. Cara ini
disebut sebagai
IRR = tingkat bunga yang dicari harganya
Nilai
IRR dapat dicari dengan cara coba-coba (trial and error). Caranya, hitung nilai
sekarang dari arus kas dari suatu investasi dengan menggunakan suku bunga yang
wajar, misalnya 10 %, lalu banding- kan dengan biaya investasi, jika nilai
investasi lebih kecil, maka dicoba lagi dengan suku bunga yang leb- ih tinggi
demikian seterusnya sampai biaya investasi menjadi sama besar. Sebaliknya,
dengan suku bunga wajar tadi nilai investasi lebih besar, coba lagi den- gan
suku bunga yang lebih rendah sampai mendapat nilai investasi yang sama besar
dengan nilai seka- rang (Umar, 2000).
Decisión rule metode ini adalah “terima investasi yang diharapkan
memberikan IRR
≥
tingkat bunga yang dipandang layak”. Kelemahan metode IRR ini adalah bahwa i
yang dihitung akan merupakan angka yang sama untuk setiap tahun usia ekonomis
dan bisa diperoleh i yang lebih dari satu angka. Kelemahan lainnya adalah pada
saat perusa- haan harus memilih proyek yang bersifat mutually exclusive
(Husnan, 1997)
Kriteria
penilaian: Jika IRR yang didapat ternyata lebih besar dari ‘rate of return’
yang ditentu- kan maka investasi dapat diterima.
Metode
Net Present Value (NPV)
Net
Present Value yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai
sekarang dari peneri- maan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun
aliran kas terminal) di masa yang akan datang (Umar, 2000). Untuk menghitung
nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.
NPV
> 0 berarti proyek tersebut dapat men- ciptakan cash inflow dengan
persentase lebih besar dibandingkan opportunity cost modal yang ditanamkan.
Apabila
NPV = 0, proyek kemungkinan dapat diterima karena cash inflow yang akan
diperoleh sama dengan opportunity cost dari modal yang ditanam- kan. Jadi
semakin besar nilai NPV, semakin baik bagi proyek tersebut untuk dilanjutkan
(Rangkuti, 2004).
Perhitungan
NPV memerlukan dua kegiatan penting, yaitu : (1) menaksir arus kas, dan (2)
menen- tukan tingkat bunga yang dipandang relevan.
Metode
Profitability Index (PI)
Metode
ini digunakan dengan menghitung per- bandingan antara nilai sekarang (dari
penerimaan- penerimaan kas bersih di masa yang akan datang) dengan nilai
sekarang dari investasi. Kriteria ini erat hubungannya dengan kriteria NPV,
Jika NPV suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0), maka menurut kri- teria PI
juga layak (PI > 1) karena keduanya variabel yang sama. Kelemahan metode ini
adalah metode ini akan selalu memberikan keputusan yang sama den- gan NPV kalau
dipergunakan untuk menilai usulan investasi yang sama. Tetapi kalau
dipergunakan untuk memilih proyek yang mutually exclusive, metode PI
kontradiktif dengan NPV (Husnan, 1997).
Titik
Pulang Pokok (Break Even Point)
BEP
adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar
beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau
tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dike- luarkan, serta pendapatan
yang diterima. Pendapatan perusahaan merupakan penerimaan karena kegiatan
perusahaan, sedangkan biaya operasinya merupakan pengeluaran yang juga karena
kegiatan perusahaan. Biaya operasi ini terbagi atas tiga bagian, yaitu biaya
tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel.
Asap
Cair dan Ikan Asap
Pengasapan
adalah salah satu metode penga- wetan ikan yang merupakan kombinasi proses-pro-
ses penggaraman (brinning), pemanasan (cooking), dan pengasapan itu sendiri
(smoking). Metode yang digunakan adalah dengan penerapan asap cair kare- na
memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh pengasapan tradisional
yaitu mudah diaplikasi- kan dalam konsentrasi yang rendah sehingga lebih hemat.
Di samping itu komponen karsinogenik dapat dipisahkan, efek antioksidan dan
antimikrobanya juga lebih menonjol. (Clucas and Ward, 1996; Ismanadji,
1989;
Suñen, 2001; Setiawan et al, 1997).
Pada dasarnya hampir semua jenis ikan seperti
Bandeng, Tenggiri, Tuna, Kakap, Mujair, Nila, Lele dan lain-lain dapat diasapi,
namun ikan-ikan yang po- puler dan biasa diasapi sampai saat ini adalah ikan
laut yang berlemak tinggi seperti ikan Tuna, Tongkol, Manyung, Pari, dan
Kembung, karena jenis ikan ini memiliki kekhasan masing-masing bila diasapi.
Ikan air tawar yang sering diasapi antara lain adalah ikan Lele dan Belut.
Apapun jenis ikan yang digunakan, sebagai bahan baku ikan asap harus dipilih
ikan yang betul-betul segar agar dapat menghasilkan ikan asap yang berkualitas
baik. (Swastawati. 1997).
Proses
pengasapan ikan meliputi tahap-tahap penyiangan dan pencucian (splitting dan
cleaning), penggaraman (salting), pengeringan I (drying I), pe- rendaman dalam
asap cair (dipping),
pengeringan II (drying II) pemanasan (heating) dan pengemasan (packing)
(Swastawati. 1997).
METODE
PENELITIAN
Sampel
dan Pengumpulan Data
Pada
penelitian ini objek yang digunakan ada- lah 100 responden yang mewakili
masyarakat Se- marang dengan kasus pola konsumsi dan minat beli terhadap ikan
asap. Metode pengumpulan data untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini
adalah metode observasi (pengujian alat) dan wawancara langsung terhadap para
responden yang ada sebagai sampel, sedangkan pelaksanaannya dibantu dengan
pemakaian daftar kuesioner sebagai alat untuk pen- gumpul data. Analisa data
sangat ditentukan oleh sifat atau karakteristik data. Untuk analisis deskriptif
da- lam penelitian ini digunakan rerata ( x ) dan standar deviasi, untuk studi
kelayakan dan strategi pemasaran dilakukan analisa regresi (Santoso, 2001).
Metode
Deskriptif
Metode
deskriptif yang digunakan dalam riset ini bersifat studi kasus. Tujuan studi
kasus adalah un- tuk memberikan gambaran secara detil tentang sifat- sifat dan
karakter yang khas dari suatu kasus, sehingga dapat digunakan sebagai kontrol
ilustrasi dalam peru- musan masalah, penggunaan statistik dalam menga- nalisa
data serta cara-cara perumusan generalisasi dan kesimpulan (Nasir, 2005).
Fronthea, Studi Kelayakan dan Efisiensi Usaha
Pengasapan Ikan dengan Asap Cair Limbah Pertanian 21
Uji
Validitas dan Reliabilitas
Uji
Validitas berfungsi untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner
dianggap valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkap- kan sesuatu
yang akan diukur oleh kuesioner tersebut, dengan demikian pada prinsipnya uji
validitas bergu- na untuk mengukur apakah pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner yang telah dibuat betul-betul mampu mengukur apa yang hendak
diteliti. Kuesioner akan dianggap valid apabila koefisien r hitung lebih besar
daripada r tabel (dilihat dari Corrected total item cor- relation pada output
SPSS). Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara fungsi ukur
tes secara keseluruhan (Ghozali, I. 2001). Uji reli- abilitas adalah alat untuk
mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel. Kue-
sioner dianggap reliabel apabila jawaban dari pertan- yaan yang diajukan
konsisten.. Pada program SPSS terdapat fasilitas perhitungan pengukuran
reliabilitas melalui statistik Cranbach Alpha ( a ) lebih besar dari
0,60
(Ghozali, I. 2001). Pengujian reliabilitas dilaku= 1.334.399, 93
13.895,
1704 = 96,03 dibulatkan menjadi 100
Jumlah
responden dalam penelitian ini adalah 100 orang.
Studi
Kelayakan
Sebagai
pelengkap dalam analisis secara eko- nomi, dilakukan analisis perhitungan studi
kelayakan yang terdiri dari Net Present Value (NPV); Break Event Point (BEP);
Internal Rate of Return (IRR) ser- ta Pay Back Period (Rangkuti, F., 2004).
Internal
Rate of Return (IRR)
Metode
Internal Rate of Return digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan
ni- lai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan
kas, dengan mengeluarkan investasi awal (Umar, 2000).
Rumus
yang dipakai seperti yang di bawah ini:
n CFt
kan dengan membandingkan nilai Cronbach alpha
dengan batas kritisnya (cut of value). Nilai Cronbach alpha ( a ) suatu
variabel dikatakan reliabel bila nilai
Pengumpulan data primer dilakukan dengan
simple random sampling. Populasi responden adalah masyarakat umum yang tinggal
di wilayah Kota Sema- rang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak
sederhana dimana semua individu memperoleh peluang yang sama untuk dijadikan
sampel. Jumlah penduduk Kota Semarang mencapai 1.389.421 jiwa (Pemerintah Kota
Semarang, 2006).
Menurut
Suparmoko (1995), penentuan jumlah sampel dapat ditentukan dengan rumus:
Net
Present Value (NPV)
Net
Present Value selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang
dari penerimaan- penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran
kas terminal) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu
ditentukan tingkat bunga yang relevan (Umar, 2000).
Rumus
:
n
dimana:
n =
banyaknya anggota sampel
NPV = /
CFt - Io
t
= 1
N = jumlah anggota dalam populasi
Z
= area dalam kurva normal dengan selang keper-
cayaan
95% (1,96)
d
= prosentase varian (0,5)
d
= kesalahan maksimum yang dapat diterima (10%).
1.389.421
(1, 96) (0, 5) (1 - 0, 5)
1.389.42
2 2
1.389.421
(0, 1) + (1, 96) 0, 5 (1 - 0, 5)
= 1.334.399,
93
13.894,
21 + 0, 9604
dimana
:
CFt
= aliran kas per tahun pada periode t
Io
= investasi pada tahun 0
K
= suku bunga (discount rate) Kriteria Penilaian :
•
Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
•
Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak
•
Jika NPV = 0, maka nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima ataupun
ditolak.
Pay
Back Periode (PP)
Pay
Back Periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran in- vestasi (initial cash investment) yang menggunakan aliran kas,
dengan kata lain PP merupakan rasio an- tara initial cash investment dengan
cash inflow-nya, yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio
ini dibandingkan dengan maksimum PP yang dapat diterima Rangkuti (2004).
Rumus
:
Payback
Period = nilai investasi x
tahun
variabel
produk adalah valid karena r hitung = X1.1
0,4089
+ X1.2 0,3788 + X1.3 0,3702 + X1.4 0,5069
>
r tabel = 0,195. Pertanyaan pada variabel harga adalah valid, karena r hitung =
X2.1 0,3847 + X2.2
0,4931
+ X2.3 0,3874 > r tabel = 0,195. Pertanyaan pada variabel kemasan adalah
valid, karena r hitung = X3.1 0,4132 + X3.2 0,4754 + X3.3 0,4496 > r tabel
=
0,195. Pertanyaan pada variabel rasa adalah valid, karena r hitung = X4.1
0,3824 + X3.2 0,4508 + X4.3
0,4847>
r tabel = 0,195.
kas
masuk bersih 1
Kriteria penilaian: Jika PP lebih pendek
waktunya dari “maksimum PP”-nya maka usulan investasi dapat diterima.
Break
Event Point (BEP)
Rumus
BEP
BEP
merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue) yang
disingkat TR adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost) yang
disingkat TC. TR merupakan perka- lian jumlah unit barang yang terjual dengan
harga sat- uannya, sedangkan TC merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan
biaya variabelnya. Rumus BEP dapat dituliskan sebagai berikut:
TR
= TC atau Q.P = a + b.X
dimana
:
Q = tingkat produksi (unit)
P = harga jual per unit a = biaya tetap
b
= biaya variabel
Untuk
mencari jumlah yang diproduksi agar ti- tik mencapai impasnya adalah :
X
= a
p
- b
Jika
yang akan dicari adalah total harga agar
mencapai
titik impas, maka rumusnya adalah :
X.P
= a
(p - b) /p
= a
1
- b/p
Pengujian
Reliabilitas
Berdasarkan
hasil pengujian tersebut menun- jukkan bahwa semua variabel yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki
nilai Cronbach alpha
( a ) lebih besar dari 0,60. variabel produk memiliki nilai Cronbach
alpha ( a ) sebesar 0,6342, variabel harga memiliki nilai
nilai Cronbach alpha
( a ) sebesar
0,6104,
variabel kemasan sebesar 0,6339, variabel rasa memiliki nilai 0,6152, dan
variabel minat beli konsumen memiliki nilai 0,7802. Hal ini menyatakan bahwa
semua variabel yang digunakan dalam peneli- tian bersifat reliabel.
Studi
Kelayakan
Analisis
Kelayakan Usaha Produksi Asap Cair
Parameter
NPV (net Present Value), IRR (In- ternal Rate of Return) dan paybacks periods
dapat digunakan untuk melakukan analisis usaha. Usaha produksi asap cair
terbukti layak atau feasible. Hal itu dapat dilihat dari NPV yang positif, IRR
yang rela- tif moderat dan payback periode yang kurang dari
3
tahun. Berikut gambaran mengenai analisis usaha
produksi
asap cair.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Validitas Terhadap Variabel Produk, Harga, Kemasan dan Rasa
Berdasarkan pengolahan
data menggunakan SPSS dapat
disimpulkan bahwa pertanyaan
pada
Analisis
Kelayakan Usaha Produksi Ikan Asap
Alternatif
usaha juga dapat dilakukan dengan memproduksi ikan asap. Adapun alternatif
beberapa jenis ikan dapat dijadikan komoditas ikan asap an- tara lain ikan
Tongkol, Manyung, Pari, Bandeng, dan Kembung. Secara garis besar, analisis
usaha produksi beberapa jenis ikan asap adalah sebagai berikut :
Parameter Manyung Tongkol Pari
Modal
investasi (Rp juta) 140 140 140
Modal
kerja tahun 1 (Rp juta) 333.2 256.8 240.8
Harga
produk (Rp/kg) tahun 1 52.500 42.500 40.000
NPV
(Rp juta), 12%, 5 tahun 63.35 54.31 45.07
IRR
(%) 24.74 23.33 21.50
Payback
periods (tahun) 3.31 3.35 3.46
Dalam
tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa mod- al investasi produksi ikan asap Rp.
140 juta, dimana dana terbesar dipergunakan untuk pengadaan kenda- raan
operasional. Sedangkan harga produk bervariasi
mulai
dari Rp. 35.000 sampai Rp. 60.000,- dimana di- pengaruhi oleh harga bahan baku
dan preferensi kon- sumen. Semakin tinggi harga bahan baku dan prefer- ensi
konsumen, maka harga produk yang ditawarkan semakin tinggi.
Dalam
analisis NPV terlihat bahwa NPV untuk
5
tahun dengan discount factors 12 % adalah berkisar Rp. 23,08 juta hingga Rp.
86,04 juta. Hal itu dapat diartikan bahwa usaha yang dilakukan positif, dima-
na suatu usaha dikatakan feasible bila nilai NPVnya positif. Sedangkan IRR
berkisar antara 17-28 % yang merupakan rate of return yang moderat dan lebih tinggi dari suku
bunga yang ditetapkan. Oleh karena itu berdasarkan parameter IRR, maka usaha
beberapa jenis ikan asap juga feasible. Sedangkan lama pengem- balian modal
berkisar 3,13-3,76 tahun sehingga tidak terlalu lama (moderat).
Sebagai
pembanding dan untuk mengetahui tingkat efisiensinya, dilakukan analisis
kelayakan usaha ikan asap tradisional. Survei dilakukan pada pengolah asap
tradisional di wilayah Semarang, yaitu di Kelurahan Krobokan dan Kelurahan
Tambak Lo- rok. Pengolah ikan asap tradisional memproduksi dua jenis ikan asap,
yaitu manyung asap dan Pari asap. Ringkasan kelayakan usaha ikan asap
tradisional adalah sebagai berikut:
Tabel
3. Analisis usaha produksi ikan asap tradisional
Parameter Keterangan
Modal
investasi (Rp juta) 25.5
Modal
kerja tahun 1 (Rp juta) 142.4
NPV
(Rp juta), 12%, 5 tahun 5.2
IRR
(%) 18
Payback
periods (tahun) 3.69
Pada
umumnya, memang kebutuhan modal un- tuk produksi ikan asap tradisional lebih
kecil diband- ing ikan asap cair. Namun, NPV, IRR dan payback periods usaha
ikan asap cair terlihat lebih mengun- tungkan. Harga jual ikan manyung asap
diasumsikan Rp. 2.500/potong dan harga jual ikan Pari asap Rp
2.000/potong.
Dalam analisis ini, para pengolah ikan tradisional diasumsikan juga dikenakan
pajak, meski- pun pada kenyataannya para pengolah ikan asap tra- disional
merupakan pelaku ekonomi non formal yang seringkali tidak membayar pajak. Pada
tahun pertama, keuntungan setelah pajak pengolah ikan tradisional sekitar Rp. 3
juta. Namun, apabila pajak tidak dihi-
tung,
maka keuntungan dapat mencapai Rp. 4,7 juta ditambah gaji tenaga kerja
(biasanya ditangani rumah tangga sendiri) yang diperhitungkan sekitar Rp. 20,8
juta/tahun.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Penerapan
asap cair sangat layak karena ter- bukti mempunyai keunggulan, keamanan dan
dapat
DAFTAR
PUSTAKA
Bortolomeazzi,
R. ; Sebastianutto, N. ; Toniolo, R. ; Pizarriello, A. 2007. Comparative
Evaluation of the Antioxidant
Capacity of Smoke
flavuoring Phenol by Crocin Bleaching Inhibition, DPPH Radical Scavenging
and Oxidation Potential. Food Chemistry Journal. Italy.
Clucas,
I.J., and A.R. Ward. 1996. Post Harvest Fisheries Development: Guide to
Handling. Preservation Processing and Quality. Chatham Maritime. England.
Darmadji,
P. 2006. Produksi Biopreservatif Asap Cair Cangkang Sawit dan Aplikasinya untuk
Bidang Pangan, Hasil Perkebunan dan Kehutanan. Laporan Seminar
Penggunaan Bahan Alami untuk Pengawetan Ikan. Balai Besar
Riset dan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan dan
ISPIKANI. Jakarta.
de
Ros, Kris B. 2003. Effect of Texture and microstructure on Flavour Retention
and Release. International Dairy Journal. Netherland.
Doherty
and Cohn. 2000. Seed Dormancy in Red Rice
(Oryza
sativa) XI in Seed Science Research. Vol 10
Number
and pp 415-421 (7). Commercial Liquid Smoke Elicits Germination. CAB I
Publishing. http://www.cabi.com
Guillen,
M. D. ; Cabo, N. 2004. Study of The Effects of Smoke Flavourings on The
Oxidative Stability of The Lipids of Pork Adipose Tissue by Means of Fourier
Transform Infrared Spectroscopy. Meat Science. Spain.
Gozali,
I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Husnan,
Suad. 1997. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang).
BPFE. Yogyakarta.
diterima
oleh konsumen dengan hasil menguntung- kan dan BEP dapat dicapai dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Strategi yang diterapkan adalah dengan jaminan
keamanan, informasi gizi, harga terjangkau, promosi dan pengemasan yang baik.
Jenis produksi, harga, kemasan dan rasa mempengaruhi tingkat pe-
nerimaan
konsumen.
Ismanadji, Iskandar.
1989. Pengolahan Ikan
Bandeng Asap dengan Menggunakan Almari Pengasapan (Smoking Cabinet).
Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.
Martinez,
O.; Salmeron, J. ; Guillen, M.D. ; Casas, S. 2007.
Textural
and Physicochemical Changes in Salmon (Salmo salar) treated with Commercial
Liquid Smoke Flavourings. Food Chemistry. Spain.
Nazir,
M. 2005. Metode Penelitian. PT. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Santoso,
S. 2001. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5. PT : Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Setiawan,
I., Darmadji, P., Raharjo, B. 1997. Pengawetan Ikan dengan Pencelupan dalam
Asap Cair. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Buku I. Perhimpunan
Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Jakarta. Indonesia.
Suharto.
1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit
Rineka
Cipta. Malang.
Suñen,
E., Galian, B.G., Aristimuño, C. 2001. Antibacterial Activity of Smoke Wood
Condensates Againts Aeromonas hydrophila, Yersinia enterocolitica and Listeria
monocytogenes at Low Temperature. Food Microbiology. Italy.
Swastawati,
F. 1997. Pengasapan Ikan. Universitas Negeri
Diponegoro.
Semarang.
Umar,
Husein. 2000. Research Methods in Finance and
Banking.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Witono,
A. 2005. Produksi
Furfural dan Turunannya.
Program
Studi Teknik Kimia. Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. Universitas
Indonesia. http:// www.ristek.go,id
0 comments:
Post a Comment