Budidaya
ikan patin Pangasius hypophthalmus
hingga saat ini masih dilakukan petani ikan, baik di Pulau Sumatera,
Kalimantan Selatan maupun
Jawa Barat. Pembudidayaan ikan
ini dilakukan secara intensif menggunakan pakan buatan
yang dijual secara komersial. Upaya peningkatan laju pertumbuhan ikan patin
masih terus ditingkatkan agar penggunaan pakan buatan lebih
efisien yang pada
gilirannya akan menurunkan biaya
produksi.
Salah satu
upaya untuk meningkatkan bahwa
probiotik bermanfaat dalam
mengatur lingkungan
mikroba pada usus,
menghalangi mikroorganisme
patogen usus dan
memperbaiki efisiensi pakan dengan
melepas enzim-enzim yang membantu proses pencernaan makanan. Bacillus sp. merupakan salah
satu jenis bakteri yang
diyakini mampu untuk mengkatkan daya cerna ikan. Menurut Fardiaz (1992)
bakteri ini mempunyai
sifat dapat mengsekresikan enzim
protease, lipase dan amilase.
fungsi
fisiologis ikan, terutama
spesies ikan berkaitan dengan kebiasaan makan dan kemampuannya dalam mencerna pakan,
kemampuannya dalam memproduksi adalah
dengan menambahkan
probiotik enzim-enzim, khususnya
enzim pencernaan (Kapoor dalam pakan,
dengan harapan probiotik et al. 1975), maka perlu dikaji efektivitas
probiotik ini tersebut dapat terbawa ke dalam saluran pencernaan. untuk tiap
spesies ikan. Penelitian ini bertujuan untuk
Dhingra
(1993) dan Jankauskine (2002) menyatakan
mengetahui dosis optimal
probiotik (Bacillus sp.) yang ditambahkan pada
pakan komersil terhadap
konversi pakan
dan pertumbuhan benih ikan patin.
Probiotik untuk ikan air tawar telah
diproduksi secara komersil. Namun demikian karena beragamnya BAHAN DAN METODE
Pemeliharaan
Ikan
Wadah
yang digunakan untuk pemeliharaan ikan patin berupa akuarium berukuran 50x40x35
cm berjumlah 12. Akuarium dibersihkan, kemudian disusun dalam rak, diisi dengan
air sebanyak 60 liter yang diaerasi. Tiap akuarium diisi 20 ekor ikan dengan
bobot rata-rata 1,85±0,09 g. Ikan ini berasal dari hasil pembenihan yang
diiakukan di Kolam Percobaan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
llmu Kelautan, IPB, Bogor. Pakan diberikan ke ikan secara at satiation dengan
frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali sehari, yaitu sekitar pukul 08.00,
13.00 dan 17.00 WIB.
Untuk
menjaga agar kualitas air tetap baik, maka setiap pagi diiakukan penyiponan dan
penggantian air sebanyak 50% dari volume air total. Kisaran kondisi air selama
penelitian adalah meliputi suhu antara 25,5 -27,5°C, pH antara 6,8 - 7,2,
oksigen terlarut antara 5,9 - 7,0 mg/1.
Pakan
dan Penambahan Probiotik
Pakan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersil berkadar protein
26,9%. Pakan ditambah dengan probiotik komersial (mengandung Bacillus sp.
4,2x106 CFU/ml) dengan dosis tertentu sesuai dengan perlakuan. Adapun perlakuan
yang diberikan terhadap pakan terdiri dari :
1. Tanpa penambahan probiotik
2. Penambahan probiotik sebanyak 5 ml/kg
pakan
3. Penambahan
probiotik sebanyak 15 ml/kg pakan 4. Penambahan probiotik sebanyak 25 ml/kg
pakan.
Pakan
yang telah ditambah dengan probiotik diberikan ke ikan sekali dalam satu hari
yaitu sekitar pukul 13.00. Pada pukul 08.00 dan 17.00, pakan di semua perlakuan
tidak ditambah probiotik.
Analisis
Data
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yang masing-masing
diulang 3 kali. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati
digunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan
uji Beda Nyata Terkecil (Steel dan Torrie 1991). Peubah yang digunakan untuk
mengevaluasi perbedaan antar perlakuan meliputi laju pertumbuhan harian,
konversi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan kelangsungan hidup ikan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Setelah
dipelihara selama 60 hari, ikan patin dapat tumbuh lebih dari 2,8 kali bobot
awal. Biomas ikan patin tertinggi diperoleh di kelompok ikan yang diberi
tambahan probiotik sebanyak 15 ml/kg pakan, yakni 121,3 g, dan terkecil di
kelompok ikan yang tidak diberi probiotik, yakni 104,1 g (Gambar 1).
Adanya
penambahan probiotik pada dosis yang berbeda tidak mempengaruhi jumlah pakan
yang dikonsumsi oleh ikan (Tabel 2). Namun demikian, pada penambahan probiotik
sebesar 15 ml/kg pakan dapat meningkatkan retensi protein dan retensi lemak.
Peningkatan dosis probiotik lebih lanjut (25 ml/kg pakan) menyebabkan ke dua
nilai retensi tersebut turun kembali ke nilai yang sama dengan tanpa penambahan
probiotik. Pola yang sama dengan retensi protein dan lemak juga ditemukan pada
parameter uji pertumbuhan dan konversi pakan. Sejalan dengan tingginya nilai
retensi protein, laju pertumbuhan harian ikan mencapai angka tertinggi pada
perlakuan penambahan probiotik sebanyak 15 ml/kg pakan, sementara pada dosis
perlakuan tersebut dicapai juga nilai konversi pakan yang minimum. Penambahan
probiotik pada dosis yang berbeda juga tidak mempengaruhi kelangsungan hidup
ikan yang tetap tinggi.
Hasil
analisis proksimat menunjukan bahwa kualitas gizi ikan setelah dipelihara
selama 60 hari hampir sama dengan ikan di awal penelitian (Tabel 3). Namun
kelompok ikan yang ke dalam pakannya ditambah probiotik sebesar 15 ml/kg pakan
memiliki kadar protein yang lebih tinggi dari ikan di perlakuan lainnya.
Pembahasan
Dalam
penelitian ini digunakan satu jenis pakan komersil dengan penambahan probiotik
berbentuk cairan sebagai perlakuan. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa jumlah pakan yang dimakan oleh ikan ternyata
tidak menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan. Hal ini diduga karena pakan
yang digunakan dalam penelitian ini satu jenis dengan kandungan nutrien yang
sama, perbedaannya hanya terletak pada penambahan dan tanpa penambahan
probiotik terhadap pakan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan, konversi pakan, retensi protein dan retensi lemak meningkat akibat
penambahan probiotik dari 0 ke 15 ml/kg pakan. Namun nilai penambahan probiotik
lebih lanjut akan menurunkan parameter uji tersebut. Pada dosis penambahan probiotik
sebanyak 15 ml/kg pakan, menunjukkan hasil yang maksimal untuk setiap parameter
uji (Tabel 2). Hal ini diduga karena jumlah bakteri yang masuk ke dalam saiuran
pencernaan ikan dan hidup di dalamnya meningkat sejalan dengan dosis probiotik
yang diberikan. Selanjutnya bakteri tersebut di dalam saiuran pencernaan ikan
mensekresikan enzim-enzim pencernaan seperti protease dan amilase (Gatesoupe
1999; Moriaty 1998; Fardiaz 1992). Enzim yang disekresikan ini jumlahnya
meningkat juga sesuai dengan jumlah dosis probiotik yang diberikan yang pada
gilirannya jumlah pakan yang dicerna juga meningkat. Peningkatan daya cerna
bermakna pula pada semakin tingginya nutrien yang tersedia untuk diserap tubuh,
sehingga retensi protein dan pertumbuhan meningkat.
Penambahan
probiotik pada dosis 25 ml/kg pakan menurunkan nilai retensi protein. Ini
diduga akibat terlalu tingginya populasi bakteri sehingga menimbul-kan
persaingan sesama jenis bakteri (Bacillus) dalam pengambilan nutrisi atau
subtrat yang pada akhirnya aktivitas bakteri di dalam saluran pencernaan ikan
terhambal (Gatesoupe 1999; Atlas dan Richard 1993), dan sekresi enzim pun
menurun.
Efisiensi
pakan akibat penggunaan probiotik Bacillus sp. dapat pula dilihat dari nilai
konversi pakan. Semakin kecil nilai konversi pakan menunjukkan pemanfaatan
pakan dan peran probiotik semakin efisien di dalam tubuh. Pakan perlakuan
ketiga (kadar probiotik 15 ml/kg pakan) memiliki nilai konversi pakan yang
terbaik. Sedangkan pada perlakuan lainnya, nilai konversi pakan yang tinggi
diduga oleh tidak optimalnya kemampuan ikan dalam mencerna dan mengabsorbsi
pakan sebagai akibat dari tidak optimalnya dosis penambahan probiotik dalam
pakan.
Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa probiotik Bacillus sp. yang
ditambahkan ke dalam pakan dapat digunakan dalam memperbaiki konversi pakan dan
meningkatkan laju pertumbuhan ikan patin. Kadar optimum probiotik dalam pakan
untuk menghasilkan konversi pakan dan pertumbuhan ikan yang terbaik adalah 15
ml/kg pakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Atlas,
M.R. & B. Richard. 1993. Microbial Ecology Fundamental and Aplication.
Third Edition. The Berjami Cumming Public Company Inc. 547 pp.
Dhingra,
M.M. 1993. Probiotic in Poultry Diet Livestock Production and Management. Sania
Enterprises Indore 452001, India.
Fardiaz,
D. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta.
Fuller,
R. 1989. Probiotics in Man and Animal. Journal of Microbiology, 66: 365-378.
Gatesoupe,
F.J. 1999. The use of probiotics in aquacuiture. Aquaculture, 180:147- 165.
Jankauskiene,
R. 2002. Bacterial Flora of Fishes from Aquaculture: The Genus Lactobacillus.
Institute of Ecology Akadejos 2, Vilnius 2600. Lithuania.
http://www.hbu.cas.c2-reslim.
Kapoor,
B.B., H. Smith & J.A. Verighina. 1975. The alimentary canal and gigestion
in teleost. Adv. Marine Biology, 13: 109-239.
Moriaty,
D.J.W. 1998. Control of luminous Vibrio species in penaeid aquaculture ponds.
Aquaculture,
184:351-358.
Steel,
G.D. & J.H.R. Torrie. 1984. Principles and Procedure of Statistik.
Mc-Graw-Hill Inc., Tokyo.
0 comments:
Post a Comment