Sekilas Tentang Ikan
Sistematika dari ikan
kembung adalah :
Phylum
|
: Chordata
|
Sub phylum
|
: Tunicata (Urochordata)
|
Class
|
:
Osteichthyes
|
Sub class
|
:
Sarcopterygii
|
Ordo
|
: Perciformes
|
Sub ordo
|
: Scombroidei
|
Family
|
: Scombridae
|
Genus
|
: Scomber
|
Species
|
: Scomber
kanangurta
|
(Anonimus, 1982).
Ikan kembung termasuk ikan benthopelagik, yang
kadang-kadang hidup bentik (hidup di dasar daerah tepian landasan benua bawah
air, antara jurang continental shelf dan tepi pantai) dan kadang-kadang hidup
dekat permukaan laut bergantung kepada musim. Ikan ini seringkali berkumpul
bergerombolan dan banyak sekali ke muncul permukaan pada musim tertentu, hingga
mudah ditangkap secara besar-besaran dengan purse seine (Soeseno, 1982).
Setiap sel jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang
bertindak sebagai katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap
senyawa dan zat yang merupakan komponen kimia ikan. Pada ikan yang masih hidup,
kerja enzim selalu terkontrol sehingga aktivitasnya menguntungkan bagi ikan itu
sendiri. Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja
secara aktif. Namun, sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ
pengontrol ikan tidak berfungsi lagi (Afrianto dan Liviawaty., 1991).
Ikan cepat menjadi busuk dan rusak apabila dibiarkan
begitu saja di udara terbuka (kira-kira 5-8
jam setelah ikan tertangkap). Hal ini disebabkan karena semua proses
pembusukan memerlukan air, sementara 80% tubuh ikan terdiri dari air. Dengan
penyusutan/habisnya kadar air, bakteri pembusuk tidak akan aktif lagi. Batas
kadar air yang diperlukan yaitu 30% sampai 40% supaya perkembangan bakteri
pembusuk dapat terhambat sehingga ikan dapat dipertahankan agar tetap dalam
keadaan awet (Moeljanto, 1982).
Pada keadaan cukup makanan,
ikan akan mengkonsumsi makanan hingga memenuhi kebutuhan energinya. Kebutuhan
energi ini dipengaruhi oleh stadium dalam siklus hidupnya, musim dan faktor
lingkungan lain. Ikan muda yang sedang tumbuh lebih banyak menggunakan energi
persatuan berat badannya dibandingkan dengan ikan dewasa, karena energi yang
dibutuhkan tidak saja untuk aktivitas
dan pemeliharaan tetapi juga untuk pertumbuhan (Fujaya, 2004).
Komposisi Kimia Ikan
Lemak pada ikan terdiri dari 95% trigliserida dan
asam-asam lemak penyusunnya berantai lurus. Kandungan lemak daging merah ikan
lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih ikan. Lemak ikan mengandung asam
lemak tidak jenuh. Jenis asam lemak tidak jenuh yang paling banyak terdapat
yaitu linoleat, linolenat dan arachidonat. Ketiga asam lemak tidak jenuh
merupakan asam lemak essensial. Omega-3 yang diyakini dapat mencegah penyakit
jantung koroner, pada dasarnya berasal dari sintesis asam lemak linolenat dan
linoleat (Junianto, 2003).
Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari
kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan
relatif besar, yaitu antara 1525% untuk 100 g daging ikan. Selain itu, protein
ikan terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh
manusia. Protein ikan banyak mengandung asam amino essensial. Kandungan asam
amino dalam daging ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada
umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi kurang
dalam kandungan triptofan ( Junianto,
2003).
Jumlah protein yang larut dalam air kira-kira 20-25%
dari kandungan protein ikan. Golongan protein ini banyak mengandung asam amino fenil alanin, lebih stabil
terhadap suhu rendah, maupun proses-proses dehidrasi daripada golongan protein
lainnya. Apabila dalam keadaan suhu pendinginan konsentrasinya akan tetap
stabil sehingga tidak mudah rusak dan protein dalam tubuh ikan akan tetap
tinggi. Protein pada tubuh ikan sangat mudah sekali mengalami pembusukan serta
ikan sangat mudah mengalami denaturasi (kerusakan) protein yang terjadi karena
daging ikan yang mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon) (Soewedo, 1983).
Ikan kembung juga
mengandung sumber zat gizi mineral dan vitamin. Jumlah mineral pada
daging hanya sedikit. Garam-garam mineral yang terdapat pada daging ikan ini
terutama adalah garam fosfat yang merupakan komponen terikat pada adenosin
trifosfat (ATP) yang merupakan senyawa-senyawa yang berperan dalam proses
glikolisis. Selain itu ikan kembung juga dipandang sebagai sumber kalsium,
besi, tembaga dan yodium. Vitamin yang terdapat pada ikan terbagi menjadi dua bagian
yaitu vitamin B kompleks dan vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin
A, D, dan E (Anonimous,
2003).
Komposisi dari ikan kembung
segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Komposisi Ikan Kembung dalam 100g
Bahan.S
Komponen
|
Jumlah
|
Kalori
|
:
103 kal
|
Protein
|
: 22
,0g
|
Lemak
|
: 1,0g
|
Karbohidrat
|
: 0 g
|
Kalsium
|
: 20 mg
|
Fosfor
|
: 200 mg
|
Besi
: 1,0 mg Vitamin A : 30 SI
Vitamin B1
|
: 0,05 mg
|
Vitamin C
|
:
0 mg
|
Air
|
:
76,0 g
|
b.d.d
: 80 %
VRS (Volatile Reducing
Substance) : 54 mgrek
Sumber
: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, (1989).
Ikan mengandung lemak
sekitar 1-20%. Kandungan lemak yang dimiliki oleh ikan 1-20 % tersebut, mudah
dicerna serta langsung dapat digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya
sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolestrol darah. Lemak merupakan salah satu unsur besar dalam
ikan selain protein, vitamin dan mineral. Kandungan lemak daging merah ikan
lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih ikan (Anonimous, 2003).
Kualitas Ikan Segar
Ikan kembung segar mempunyai ciri-ciri yaitu pupil mata hitam dengan kornea jernih, warna
merah cemerlang tanpa adanya lendir, tekstur ikan yang elastis dan apabila
ditekan tetap dalam keadaan padat, keadaan perut tidak pecah dan jika ikan dibelah daging melekat kuat
pada tulang terutama rusuknya. Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer,
bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis, dan tidak berbau
busuk (Soeseno, 1982).
Ikan yang masih segar memiliki penampilan yang menarik
dan mendekati kondisi ikan baru mati. Ikan tampak cemerlang, mengkilap sesuai
jenisnya.
Permukaan tubuh tidak
berlendir, atau berlendir tipis dengan lendir bening dan encer. Sisik tidak
mudah lepas, perut padat dan utuh, sedangkan lubang anus tertutup. Mata ikan
cembung, cerah dan putih jernih, tidak berdarah dengan pupil hitam. Ikan masih
lentur atau kaku dengan tekstur daging kenyal, lentur, dan jika ditekan cepat
pulih.
(Buckle, et al., 1987).
Tanda-tanda ikan kembung
segar bermutu tinggi
1.
Penampilan dan bentuknya. Ikan kembung segar memiliki
penampilan yang
bagus, bersih tidak
terkelupas kulitnya, tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari
kulitnya tidak mudah terkelupas.
2.
Aromanya. Ikan kembung segar tidak memiliki aroma selain bau
khusus yang
biasa tercium dari ikan.
3.
Daging. Tubuh ikan kembung segar saling terikat satu sama
lain, kulitnya melekat erat dengan daging dan daging dengan tulang.
4.
Warna insang. Ikan kembung segar memiliki insang merah
terang, bersih, dan memiliki bau wajar.
5.
Sinar pada kedua matanya. Ikan kembung segar memiliki dua
mata yang bercahaya, sedangkan yang sudah lama
kedua matanya cekung dan layu.
6.
Tenggelam dalam air. Ikan kembung segar tenggelam di dalam air.
7.
Protein tinggi. Ikan kembung segar memiliki kadar protein
yang tinggi.
( Anonimus, 1982).
Kerusakan Ikan
Ikan yang disimpan terlalu lama akan menyebabkan
terjadinya degradasi pada komponen penyusun daging ikan yang menyebabkan
terlepasnya ikatan air. Daging ikan akan kehilangan daya ikat airnya sehingga
kadar air dalam tubuh ikan akan semakin menurun. Air terikat terdapat
bersama-sama dengan protein. Air terikat baru dapat dibekukan dibawah 00C.
Keaktifan mikroba memerlukan aktifitas air tertentu
(
Soewedo, 1983).
Pada umumnya kerusakan warna
ikan terjadi karena pada senyawa-senyawa pigmen yang ada pada ikan misalnya
hemoglobin dan mioglobin yang disebabkan karena proses oksidasi. Warna cokelat
atau abu-abu disebabkan karena mioglobin berubah menjadi metmioglobin dan
methemoglobin. Zat warna mioglobin dapat
memberi warna merah pada darah (Soewedo, 1983).
Daging ikan mengandung
sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh
enzim autolisis (enzim yang terdapat pada ikan) dan proses pembusukan pada
daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan pembusukan pada produk ternak atau
hewan lain. Hasil pencernaan tersebut menyebabkan daging ikan menjadi sangat
lunak sehingga merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami proses
pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku,
sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh pada bagian luar
(Moeljanto, 1982).
Pada daging ikan menurunnya kadar protein ikan sejalan
dengan menurunnya kadar lemak ikan sebagai akibat dari degradasi lemak dan
protein yang mengakibatkan bau tengik dan citarasa yang tidak enak. Ketengikan
berlangsung oleh adanya kegiatan bakteri dalam daging ikan. kerusakan oksidasi
lemak dan protein dapat menyebabkan perubahan citarasa. Kerusakan akibat
oksidasi lemak dan protein terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama disebabkan
oleh reaksi lemak dengan oksigen kemudian tahap kedua yaitu proses oksidasi dan non oksidasi
(Tranggono dan Sutardi, 1990) .
Manfaat Ikan
Ikan mengandung banyak mineral diantaranya magnesium,
phospor, iodium, fluor, zat besi, copper, zinc dan selenium. Ikan dari laut
banyak mengandung iodium yang berguna untuk mencegah penyakit gondok dan I.Q
rendah bagi anak. Selenium merupakan mineral yang terdapat dalam ikan dan dalam
tubuh kita bekerjasama dengan viatamin E sebagai zat antioksidan untuk
memperlambat oksidasi asam lemak tak jenuh. Selain itu, selenium bersama
vitamin E juga akan mempertahankan elastisitas jaringan dan apabila selenium
kurang dalam tubuh maka akan terjadi premature
aging, yaitu suatu keadaan dimana seseorang nampak lebih tua dari umurnya.
Ikan juga mengandung banyak fluor, anak-anak yang mendapat cukup flour di dalam
makanannya, giginya akan lebih sehat dan lebih kuat ( Anonimous, 2006).
Ikan kembung mengandung asam lemak omega-3 yang sangat
baik untuk kesehatan. Asam lemak omega-3 dapat
menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah penyakit asma, penyakit
kulit, komplikasi diabetes dan kanker payudara. Bahkan pertumbuhan sel otak
manusia sangat tergantung pada kadar omega-3
secara cukup sejak bayi dalam kandungan sampai balita. Apabila pada masa
tersebut cukup tersedia omega-3 maka anak tersebut akan tumbuh dengan potensi
kecerdasan maksimal (Anonimous, 2004).
Ikan sangat bermanfaat untuk
mencegah penyakit pada bagian kardiovaskular, karena minyak ikan kaya akan asam
lemak Omega-3 yang membantu membersihkan
racun di jantung dan tubuh dengan meningkatkan proses antikoagulasi ( anti penggumpalan)
darah. Caranya, dengan mengurangi penggumpalan abnormal yang terjadi yang dapat
memblokade pembuluh darah arteri dan mengeraskan dinding pembuluh darah, yang
biasa disebut dengan arteriosckerosis (Soeseno, 1982).
Jenis-Jenis Pengawetan Ikan
Adapun jenis-jenis pengawetan ikan antara lain:
Pengawetan Ikan dengan Suhu Rendah
Pengawetan ikan dengan suhu rendah dapat dilakukan
dengan pendinginan dan pembekuan. Pada dasarnya proses pendinginan maupun
pembekuan ikan mempunyai prinsip yang sama yaitu mengurangi atau menghentikan
aktivitas mikroorganisme penyebab pembusukan ikan. Perbedaan kedua proses
tersebut terletak hanya pada suhu akhir yang digunakan. Suhu akhir yang
digunakan dalam proses pendinginan adalah 00C, sedangkan pada proses
pembekuan suhu akhir dapat mencapai -420C. Ikan yang didinginkan
atau dibekukan mempunyai daya awet yang temporer artinya ikan tersebut akan
tetap segar selama di simpan di tempat bersuhu rendah (Junianto, 2003).
Pada proses pendinginan ikan dengan menggunakan media
pendingin, terjadi perpindahan panas dari tubuh ikan ke media pendingin
sehingga suhu tubuh ikan akan menurun. Suhu tubuh ikan akan sama dengan suhu di
media pendinginan. Jika suhu media pendinginan yang digunakan semakin rendah
maka suhu tubuh ikan akan semakin rendah dan kadar air ikan akan semakin rendah
(Afrianto dan Liviawaty).
Pengawetan Ikan dengan
Penggaraman
Pengawetan ikan dengan penggaraman sebenarnya
merupakan bentuk pengawetan kuno yang masih banyak digunakan sampai sekarang.
Adapun tujuan utama dari penggaraman yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan
daya simpan ikan. Proses penggaraman berfungsi menghambat atau menghentikan
sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat pada tubuh
ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri
terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain
menyerap cairan tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga
bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya akan mati. Dengan matinya bakteri
pembusuk maka ikan akan tetap dalam keadaan segar dan kerusakan pada ikan dapat
dicegah
(
Desrosier, 1988).
Pengawetan Ikan dengan
Pengasapan
Pada dasarnya, pengawetan
ikan dengan pengasapan merupakan gabungan aktivitas penggaraman, pengeringan
dan pengasapan. Adapun tujuan utama dari penggaraman yaitu membunuh bakteri dan
meningkatkan daya awet ikan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling
berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Sebenarnya asap yang
berasal dari hasil pembakaran kayu terdiri dari uap dan partikel padatan yang
berukuran sangat kecil. Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam
proses pengasapan bukan asap, melainkan unsur-unsur kimia yang terkandung dalam asap yang dihasilkan dari pembakaran
kayu (Buckle, et al., 1987).
Fermentasi Ikan
Pada dasarnya, fermentasi
merupakan suatu proses penguraian senyawasenyawa kompleks yang terdapat pada
tubuh ikan menjadi senyawa–senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang berasal
dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam
lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau
tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi. Enzim yang berperan dalam
proses fermentasi terutama didominasi oleh enzim proteolisis yang mampu
mengubah protein (Afrianto dan Liviawaty.,
1991).
Pengeringan Ikan
Pengeringan ikan yang
dilaksanakan pada temperatur ruang dan pengeringan ikan dengan menggunakan alat
pengering buatan bertujuan menambah daya simpan ikan dengan mengurangi kadar
air. Dalam proses pengeringan ikan, kadar air dikurangi dari 80% sampai
kira-kira 10% dan mungkin memerlukan waktu sampai beberapa bulan. Di daerah
beriklim dingin, ikan kering dapat bertahan selama beberapa tahun dimana
pencegahan oleh terkendalinya pertumbuhan mikroorganisme dan kegiatan enzim
oleh rendahnya kadar air (Purba dan Rusmarilin., 1985).
Pengawetan Ikan Menggunakan
Larutan Garam Dingin
Pada saat ini
telah banyak dikembangkan suatu cara pengawetan dengan menggunakan larutan
garam dingin. Cara pengawetan ini dilakukan dengan mendinginkan air garam pada
suatu alat pendingin kemudian dimasukkan ikan yang akan diawetkan. Garam
tersebut berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh ikan dan berfungsi sebagai
pengawet. Kesegaran ikan dapat dipertahankan lebih lama sehingga dapat
diperoleh kualitas ikan yang baik (Junianto, 2003).
Larutan Garam Dingin
Larutan garam dingin merupakan media yang dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari
pengaruh racunnya. Dengan penurunan suhu dibawah 00C, pertumbuhan
bakteri pembusuk akan terganggu, sehingga bahan yang dimasukkan ke dalam
larutan garam dingin akan tetap awet dan tahan lama. Larutan garam dingin yang
digunakan harus benarbenar dalam keadaan bersih dan tidak tercemar agar
kualitas pengawetan yang dihasilkan lebih maksimal (Anonimous, 2007).
Larutan garam dingin
merupakan media pendingin yang mempunyai
suhu pendingin yang lebih rendah daripada suhu pendingin dengan media pendingin
es saja. Larutan garam dingin dapat menurunkan titik lebur es sehingga es
menjadi lambat melebur. Dengan demikian, panas yang diserap dapat menjadi lebih
besar. Pada penanganan ikan dengan menggunakan larutan garam dingin,
perbandingan ikan dengan larutan garam dingin berkisar 1: 3 sampai 1 : 4. Es
yang ditambahkan harus dapat menurunkan suhu dibawah -10C dan juga dapat mempertahankan suhu tersebut
selama penyimpanan (Junianto, 2003).
Perubahan Selama Pengawetan
Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin
Adapun
perubahan selama pengawetan ikan menggunakan air laut/garam
dingin antara
lain:
Perubahan Biokimiawi
Perubahan oksidatif
merupakan perubahan biokimiawi setelah pengawetan ikan menggunakan larutan garam dingin. Perubahan oksidatif yang
dikendalikan enzim juga terjadi pada pengawetan ikan dengan menggunakan larutan garam dingin. Di antara enzim yang
mengakibatkan perubahan oksidatif itu adalah oksidase sitokrom, suatu katalisator
yang kuat di dalam jaringan ikan. Enzim tersebut diaktifkan oleh garam dan
sebagian bertanggungjawab atas meningkatnya laju oksidasi ikan yang didinginkan
dalam air garam (Syarief dan Irawaty., 1988).
Perubahan Mikrobiologis
Banyak faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri pada ikan antara lain jenis media, makanan, oksigen. pH dan
suhu. Salah satu faktor penting adalah suhu mencapai 00 dan lebih
rendah dari -50C mampu
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga ikan dapat menjadi awet. Pada
proses pengawetan ikan dengan menggunakan larutan garam dingin, dapat
mengurangi jumlah bakteri sampai dengan 90 %. Yang pasti perlu diketahui bahwa
bakteri tidak seluruhnya terbunuh pada tubuh ikan selama pengawetan dengan
larutan garam dingin. Masalah sanitasi dan higiene merupakan hal pokok yang
perlu diperhatikan untuk mengurangi jumlah bakteri pada pengawetan ikan dengan
larutan garam dingin. Sanitasi yang baik akan mencegah masuknya bakteri
pembusuk ke dalam ikan (Anonimous, 2007).
Perubahan Fisik
Ikan yang diawetkan dengan
menggunakan larutan garam dingin mempunyai tekanan uap air yang jauh lebih
besar daripada udara di sekitarnya. Akibatnya, uap air akan cenderung menguap ke permukaan ikan. Selama
proses pengawetan, panas dikeluarkan dari ikan, artinya suhu ikan tersebut akan
turun di bawah 00C. Larutan garam dingin akan menurunkan kadar air
dalam daging ikan, sehingga ikan akan tetap dalam keadaan awet dan tidak mudah
rusak. Dalam hal ini, konsentrasi garam yang lebih tinggi akan menarik keluar air
dari dalam tubuh ikan ( Ilyas, 1993). Proses Pengawetan Ikan
Menggunakan Larutan Garam Dingin
Proses pengawetan ikan menggunakan larutan garam
dingin dapat melalui dua fase yaitu :
1.
Pada fase pertama terjadi penurunan suhu wadah penyimpanan
yang segera diikuti dengan penurunan suhu tubuh ikan. Pada fase ini,
pembentukan kristal es garam akan berlangsung sangat cepat dan dimulai dari
tubuh ikan bagian luar hingga bagian dalam.
2.
Pada fase kedua, terjadi penurunan suhu lebih lanjut. Garam
akan menyerap kandungan air pada ikan. Pada proses ini terjadi penyerapan panas
dan pengeringan kadar air oleh ikan. Proses pendinginan pada fase ini sangat
lama sampai suhu penyimpanan yang diinginkan tercapai.
( Anonimous, 2008).
Pada prinsipnya, pengawetan ikan dengan larutan garam
dingin menggunakan alat pendingin yang bekerja secara mekanik (refregerated brine) . Cara refrigerasi
air garam ini yaitu larutan garam disimpan dalam suatu wadah pipa-pipa evaporator
dan mesin refrigator (freezer) . Dari
permukaan pipa evaporator inilah panas dalam larutan garam yang disimpan freezer akan diserap oleh larutan garam
yang lama-kelamaan akan menjadi dingin. Larutan garam dingin tersebut kemudian
disirkulasikan atau dipompakan ke wadah
atau tangki lain yang siap digunakan untuk penyimpanan ikan
( Junianto, 2003).
Penelitian Sebelumnya
Penurunan suhu ikan dengan menggunakan larutan garam
dingin dilakukan dengan mencelupkan ikan ke dalam larutan garam dingin atau
menyemprotkan larutan garam dingin di atas tumpukan ikan. Selain dalam bentuk
garam, dapat juga digunakan media pendingin yang terbuat dari campuran garam
kristal dan es batu. Campuran ini mempunyai titik beku jauh di bawah 00C,
sehingga mampu
menurunkan suhu tubuh ikan
dengan cepat dan efisien (Satiawihardjo, 1992).
Media pendingin es yang ditambah dengan garam telah
diteliti dapat menyerap panas dari tubuh ikan lebih besar daripada media es
saja. Kemampuan media pendingin es ditambah garam dalam mempercepat penurunan
suhu ikan dan menghasilkan suhu akhir ikan yang rendah berdampak positif
terhadap upaya mempertahankan kesegaran ikan. Rendahnya suhu dan kecepatan
penurunan suhu ikan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan terjadinya
degradasi
( kerusakan) oleh proses
autolisis dan oksidasi pada ikan.
( Moeljanto, 1982).
Proses pendinginan ikan dengan menggunakan media
pendingin, terjadi perpindahan panas ke media pendinginan sehingga suhu tubuh ikan akan menurun. Jika suhu
pendinginan semakin rendah maka kadar air yang terserap pada ikan akan semakin tinggi. Dengan berkurangnya
kadar air pada ikan maka aktivitas mikroba dalam tubuh ikan dapat dikurangi
sehingga kebusukan ikan yang lebih cepat dapat dicegah. Penyimpanan ikan yang
baik dilakukan pada ruangan kedap udara sehingga bakteri sarkoplasma penyebab
kebusukan ikan dapat ditekan laju pertumbuhannya
(
Afrianto dan Liviawaty., 1991).
0 comments:
Post a Comment