Status Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil
Sumberdaya
ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang umumnya hidup pada lapisan permukaan dan
terdiri dari banyak spesies yang berukuran badannya relatif tetap kecil meskipun telah dewasa (Dwiponggo,1983)
Sumberdaya
ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling
melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik,
karena terutama penyebarannya adalah di perairan dekat pantai. Di daerah –
daerah dimana terjadi proses pengadukan massa air (upwelling), sumberdaya ini
dapat membentuk biomasaa yang sangat besar (Csirke dalam Merta,dkk.,1999).
Ikan-ikan
pelagis kecil yang tergolong kedalam
ordo Perciformes terdiri dari ikan-ikan karanggid yang hidup di paparan benua seperti ikan
layang, selar, kuwe dan lain-lain dan skombroid seperti kembung,tenggiri serta
berbagai jenis ikan tuna oseanik,
setuhuk , layaran, dan lain-lain. Diantara famili dalam ordo Perciformes
yang terdapat di paparan benua dan perairan pantai, maka ikan layang dan selar,
kembung dan tenggiri mendominasi wajah
ekosistem pelagis perairan Indonenesia. Ikan-ikan karanggid bersifat aktif pada
malam hari di samping sebagai perenang yang aktif (Widodo ,1991).
Kondisi
dari berbagai jenis sumberdaya ikan pelagis kecil di wilayah perairan Indonesia
bagian barat, terutama di Utara Jawa, Selat Bali dan bagian selatan Sulawesi
telah mengalami tekanan eksploitasi yang intensif. Sebaliknya hampir di seluruh
perairan wilayah Indonesia bagian timur, sumberdaya ikan yang sama masih belum
diusahakan secara optimal.
Sumberdaya
ikan pelagis kecil di perairan Laut Jawa pada dasarnya mempunyai potensi yang
besar. Pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut dapat mendukung serta mengembangkan perekonomian. Apabila
dilihat dari tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Jawa, telah melebihi daya
dukungnya yaitu sudah 200 %, hal ini
ditandai dengan menurunnya hasil tangkapan dan ukuran individu yang tertangkap
(Ditjen Perikanan Tangkap, 2002).
Sumberdaya
ikan pelagis kecil di Laut Jawa dan sekitarnya terdiri dari komunitas ikan
pelagis pantai (Sardinella spp,Rastrellinger spp,Selar spp, Dusumieria acuta)
ikan pelagis neritik dan oceanik (Decapterus russelli, D.macrosoma, Selar
crumenopthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm) (Potier,
dkk.,1988). Lima spesies utama hasil
tangkapan pukat cincin yaitu ikan layang (Decapterus ruselli dan Decapterus
macrosoma) , Banyar (Rastrelliger
kanagurta), Selar (Selar
crumenopthalmus), siro (Amblygaster sirm). Ikan-ikan tersebut memberi
kontribusi lebih 90 % dari seluruh hasil tangkapan, kecuali di zona penangkapan
Utara Jawa Tengah sampai Karimunjawa (Suwarso,dkk.,2003).
Pada
umumnya secara substansial peningkatan produksi ikan pelagis kecil di Laut Jawa
pada akhir-akhir ini tidak hanya kearah perluasan daerah penangkapan saja,
tetapi juga pergantian/perubahan dalam
upaya penangkapan yaitu dari usaha perikanan demersal ke usaha perikanan
pelagis kecil, pada saat penghapusan trawl.di Laut Jawa.
Kekhawatiran
terhadap tekanan sumberdaya ikan pelagis kecil, yaitu rata-rata umur ikan lebih
muda banyak yang tertangkap dan
menimbulkan adanya upaya peningkatan laju eksploitasi serta
akan menimbulkan rekruitmen over fishing, berhubung ukuran pertama kali
ikan yang tertangkap (Lc)
lebih besar daripada pertama kali
matang gonade (Lm) serta penetapan spesifik daerah pemijahan dari
hasil tangkapan purse seine masih sulit dilaksanakan (Widodo,1991).
Potensi
lestari sumberdaya perikanan pelagis kecil di Laut Jawa diperkirakan sekitar
340.000 ton per tahun dengan tingkat pengusahaan sudah mencapai 130,26 %,
beberapa jenis ikan pelagis kecil yang telah mengalami pengusahaan yang
berlebihan, yakni ikan layang, tembang, sero dan selar (Azis.,dkk dalam
Fauzi.,2005). Hal ini terbukti secara biofisik antara lain (i) menurunnya hasil
tangkapan per hari (ii) menurunnya ukuran rata-rata ikan yang mendominasi hasil
tangkapan (iii) semakin jauhnya daerah penangkapan (Widodo,1988).
2.2
Status Perikanan Ikan Layang
Usaha
perikanan ikan layang (Decapterus spp), menggunakan alat tangkap berupa jaring purse seine dengan
ukuran mata jaring 15 mm, panjang jaring
sekitar 300 – 400 meter pada kedalaman 50 – 70 meter, yang merupakan salah
satu usaha perikanan yang paling utama
di Laut Jawa dan menduduki rangking
pertama baik dalam jumlah dan nilai produksinya. Kelimpahan usaha perikanan ini tergantung
dari 2 (dua) jenis spesies ikan layang yaitu (1) ikan layang atau “Indian
Scad” (Decapterus russselli) atau menurut
Gushiken dalam Widodo (1991) sering
salah dalam mengidentifikasi sebagai Decapterus maruadsi, yang hanya dijumpai di perairan pantai Jepang dan China yang mendominasi dalam usaha penangkapan (2) ikan layang deles atau “Short fin scad”
Decapterus macrosoma. Stok kedua
spesies terkonsentrasi di bagian timur
paparan Laut Jawa yaitu dari Kepulauan Karimun Jawa, kearah barat
sampai bagian timur P.Lari-larian.
Sejak
pertama kapal purse seine dioperasikan
di Perairan Laut Jawa pada tahun 1971, daerah penangkapan utamanya yaitu di perairan pantai
yang landai sebelah Timur Laut
Jawa, yaitu mulai dari Kepulauan Karimun
Jawa yang berbatasan dengan perairan
bagian barat P. Bawean dan Massalembo bagian timur. Sejak purse seine
dioperasikan hasil tangkapannya meningkat terus menerus dari tahun ketahun.
Sejak tahun 1982 daerah penangkapan telah meluas kearah timur sampai Matasiri dan akhirnya sampai P. Lari-larian di Selat Makassar.
Dengan
ditemukan daerah penangkapan baru yakni
sekitar perairan Matasiri sampai perairan Lari-larian di Selat Makassar
produksi naik, yaitu dari 40.000 ton (1982) menjadi 100.000 ton (1985). Namun beberapa tahun terakhir produksi ikan
layang secara nasional mengalami penurunan hingga 52.000 ton (1988) dan selanjutnya
naik lagi menjadi 65.000 ton pada tahun 1989
(Widodo,1991). Demikian juga ikan layang yang didaratkan di PPN
Pekalongan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir
juga mengalami penurunan yaitu dari 55.817 ton pada tahun 1994 menjadi
22.793
ton pada tahun 2003 dengan rata-rata
penurunan 9,47 % per tahun
(PPN
Pekalongan, 2005)
Dalam
kurun waktu 10 tahun tersebut, hasil
tangkapan ikan layang dengan kapal purse
seine, rata-rata per bulannya mengalami penurunan sampai titik terendah, yaitu terjadi pada
bulan Pebruari ketika angin berembus sangat kencang mencapai
klimaks. Hal ini yang mengakibatkan
hasil tangkapan rendah dalam bulan Pebruari – Maret yang secara rinci dapat
dilihat pada lampiran 2 (PPN Pekalongan, 2005). Penyebab rendahnya hasil
tangkapan ini, tidak hanya karena angin kencang
dan gelombang yang kuat, tetapi juga
kondisi biologi ikan dalam
bulan-bulan tersebut rata-rata panjang
ikan layang (Decapterus spp) yang
tertangkap berukuran minimum
(Widodo,1988).
Menurut
Statistik Perikanan Indonesia 1991–2001 (Ditjen Perikanan Tangkap,2003),
perkembangan hasil tangkapan ikan layang
mengalami fluktuasi, yaitu mengalami peningkatan dari 213.274 ton (1991)
menjadi 277.593 ton pada tahun 1998. Kemudian mulai tahun 1999 sampai
2001, hasil tangkapan menurun yaitu dari 261.138 ton menjadi 258.393 ton
namun penurunan ini diikuti dengan peningkatan jumlah kapal
purse seine dari 9.924 buah pada tahun 1999 menjadi 13.485 buah pada tahun
2001. Secara rinci dapat dibaca pada
Lampiran 2.
Dari
data tersebut secara nasional sumberdaya
ikan layang menunjukkan adanya penurunan . Bahkan fluktuasi penurunan
sumberdaya ikan layang ini sudah dimulai sejak tahun tahun 1982 Hal ini sesuai
hasil penelitian Nurhakim,dkk (1987)
yang menyatakan bahwa usaha penangkapan ikan layang di Laut Jawa telah
menunjukkan gejala upaya penangkapan yang berlebih, sehingga apabila
penangkapan ikan terus masih berkembang, maka dikawatirkan akan merugikan usaha
penangkapan
dan sumberdaya perikanan itu sendiri.
2.3
Biologi Ikan Layang
a.
Diskripsi dan Sistematika
Ikan
layang (Decapterus spp) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku
Carangidae ini bisa hidup bergerombol . Ukurannya sekitar 15 centimeter
meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter . Ciri khas yang sering
dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet) di belakang
sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral
scute) pada bagian garis sisi (lateral
line)
0 comments:
Post a Comment