Sunday, November 22, 2015

PENGAPURAN PADA PERSIAPAN BUDIDAYA PADA TAMBAK

November 22, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Latar belakang
Menurut Kordi et.al. (2010), Lahan hutan mangrove yang baru dibuka untuk tambak umumnya memiliki keadaan tanah asam. tanah-tanah yang asam di daerah payau muncul karena beberapa hal. biasanya pada tanah-tanah pantai yang baru terbentuk seringkali ion-ion pyrit terakumulasi. Selama tanah yang mengandung pyrit ini muncul, tanah demikian sangat peka terhadap perubahan yang kecil sekalipun. Bila lahan tambak diairi, pyrit akan teroksidasi dan menghasilkan asam sulfurik atau asam sulfat yang menyebabkan keasaman tanah menjadi sangat rendah. Keasaman tanah yang rendah dapat berasal dari keasaman air tambak yang sangat rendah karena pencucian dasar tambak atau oleh aliran air hujan dari tanggul selama badai.
Tanah-tanah asam dapat pula menyebabkan rendahnya produktivitas tambak. asam sulfurik yang terbentuk karena teroksidasinya pyrit akan mempengaruhi mineral-mineral tanah. Pembebasan besi dan aluminium akan mengikat fosfat dan hara alga esensial lainnya yang akan menyebabkan rendahnya produktivitas alami tambak. Akibatnya, pemupukan tidak berdaya guna. Kekurangan makanan alami demikian menyebabkan pertumbuhan alga melambat.
Akibat lain kehadiran asam sulfat menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman penutup pematang sehingga pematang mudah tererosi. Oleh karena itu, kita perlu memperbaiki pematang agar tanah-tanah pematang tidak jatuh ke dalam tambak. Tanah-tanah pematang yang mengandung asam sulfat, aluminium aktif, dan besi bila tercuci lewat erosi dan masuk ke dalam tambak dapat memperburuk kondisi kualitas air.
Tanah asam sulfat tidak baik untuk lokasi tambak. Namun, untuk menjadikannya produktif dan dapat digunakan, kita perlu melakukan pengapuran. Dengan pengapuran, sifat keasaman tanah akan rusak sehingga pH tanah naik menjadi netral atau basa. oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang pengapuran tambak yang baik sehingga tambak menjadi produktif.
1    Pengertian Pengapuran
Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karena itu pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1992).
Menurut Ratnawati (2008), Pengapuran adalah salah satu bentuk dari remediasi selain pengoksidasian dan pembìlasan tanah Untuk mengatasi Permasalahan utama pada tambak tanah sulfat masam antara lain: pH rendah (S 3,5); kurang tersedia fosfor (P), kalsium (Ca), dan magnesium kandungan unsur molibdium (Mo) dan besi (Fe) serìng berlébihan sehingga dapat meracuni organisme; serta kelarutan aluminium (Al) sering tinggi sehingga merupakan penghambat ketersediaan P. Penambahan pupuk, terutama yang mengandung P sering tidak bermanfaat pada tanah masam ini bila unsur-unsur toksìk sepertì AI, Fe, dan Mn thdak diatasi.
2    Fungsi Pengapuran
Pengapuran berguna untuk memperbaiki keasaman (pH) dasar tambak. dasar tambak yang ber-pH rendah dapat menyebabkan rendahnya pH air tambak. oleh karena itu, perbaikan pH air tambak harus dimulai dari perbaikan pH tanah dasar tambak. selain untuk memperbaiki keasaman dasar tambak, kapur juga berfungsi sebagai desinfektan dan penyedia unsur hara (fosfor) yang dibutuhkan plankton. tanah dasar tambak yang mengandung pirit harus direklamasi terlabih dahulu selama kurang lebih 4 bulan sebelum diberi kapur sejumlah 2-2,5 ton/ha (Suyanto et.al 2009).
Kapur yang digunakan di tambak berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool, 1995).
Menurut kordi et al (2010), fungsi pengapuran antara lain:
1) Meningkatkan pH tanah dan air
2) Membakar jasad jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar
3) Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus
4) Memperbaiki kualitas tanah
5) Kapur yang berlebihan dapat mengikat fosfat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton
Manfaat pengapuran menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1) menormalkan asam-asam bebas dalam air, sehingga pH meningkat
2) mencegah kemungkinan terjadinya perubahan pH air atau tanah yang mencolok
3) mendukung kegiatan bakteri pengurai bahan organik sehingga garam dan zat hara akan terbebas.
4) mengendapkan koloid yang melayang layang dalam air tambak
2.3    Teknik-Teknik Pengapuran
Menurut Mahyudin (2008), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam dibalik dengan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah dasar. pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding kolam dan dasar terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampuri air .
Menurut kordi et al (2010). Sebelum mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak terlebih dahulu. Tebarkan kapur secara merata di permukaan tambak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tambak dan tekstur tanah. Kapur yang diperlukan adalah kapur pertanian atau kapur lain dengan takaran disesuaikan dengan pH tanah.
Menurut Ratnawati (2008), Pengapuran yang dilakukan dìbagi atas 2 tahap yaitu pengapuran dasar dan pengapuran susulan. Pengapuran dasar dìlakukan setelah pengerìngan tambak dengan dosis 1.000--1.875 kg/ha yang ditebaÅ• secara merata ke permukaan tanah dasar tambak,‘tergantung pH tanah dasar tambak.
Adapun cara-cara pengapuran t`mbak agar memperoleh hasil yang baik, menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1. Tanah dasar tambak setelah pengeringan digali dengan kedalaman sekitar 0,1 meter, selanjutnya dicampur dengan kapur dan diaduk
2. Pengadukan harus baik dan benar hingga merupakan adonan yang homogen serta sempurna
3. setelah adonan sempurna, bisa dikembalikan dan diratakan pada dasar tambak
4. pengapuran dilakukan setiap musim penebaran benur atau nener
Menurut Kholis  (2010), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata dipermukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam dibalik dengan menggunakan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah dasar, pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding kolam dan terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampur air.
Cara Pengapuran Tambak menurut Tim Perikanan WWF Indonesia (2011) yaitu periksa pH tanah pada beberapa titik yang berbeda pada dasar tambak dengan menggunakan alat pengukur pH hingga sesuai dengan yang diharapkan.
pH 4-5 digunakan kapur 500 - 1000 kg/ha.
pH 5-6 digunakan kapur
250 - 500 kg/ha.
pH > 6 digunakan dolomit 100 – 250 kg/ha.
Pemberian kapur harus disesuaikan dengan tekstur dan pH tanah. Kemudian dolomit/kapur ditebarkan ke seluruh dasar dan pematang tambak dan tambak siap diisi sampai ketinggian yang dinginkan.
2.4    Jenis-Jenis Kapur Yang Biasa Dipakai Dalam Pengapuran Tambak
Menurut Ratnawati (2008), jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2, karena kapur ini memiliki pengaruh yang lebih lama, mudah diperoleh, meninggalkan residu dan kecepatan reaksìnya lebih lambat, sertajuga mengandung Mg selaìn Ca.
Menurut Kholis  (2010), Jenis kapur yang biasa digunakan untuk pengapuran kolam adalah kapur aktif atau kapur tohor (CaO) dan kapur pertanian (CaCO3) atau CaMg(CO3)2. Kapur tohor atau kapur sirih adalah kapur yang pembuatannya melaluin proses pembakaran. bahan penyusunnya berupa batuan tohor gunung dan kulit kerang. Kapur pertanian adalah kapur karbonat yang bahan penyusunnya berupa batuan kapur tanpa melaluin proses pembakaran, tetapi langsung digiling. terdapat dua macam kapur pertanian, yaitu kalit dan dolomit. kalsit bahan bakunya didominasi oleh kandungan karbonat dan sedikit magnesium (CaCO3), sementara dolomit bahan bakunya didominaso oleh kalsium karbonat dan magnesium karbonat (CaMg(CO3)2).
Menurut Rezqi (2009), Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau atau salin (air laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena kalsium karbonat CaCO3 kurang larut dalam air laut.Sumber : Chanratchakool, (1995) dalam Rezqi (2009)
Jenis kapur yang dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
· Kapur karbonat : kapur karbonat diperoleh dengan menggiling batu kapur tanpa pemanasan. yang tergolong kapur karbonat adalah:Kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2)
· Kapur oksida : kapur ini diproduksi setelah pemanasan kapur karbonat. kapur oksida dikenal pula sebagai kapur bakar atau kapur tohor (CaO)
· Kapur hidrat : kapur ini diperoleh dengan menambahkan air pada kapur oksida. kapur hidrat dikenal pula dengan nama kapur bangunan atau kapur tembok Ca(OH)2
Kesesuaian jenis kapur untuk digunakan sebagai material penertal tergantung pada beberapa faktor antara lain kekuatan menetralisir, harga, tingkat reaksi dengan tanah, tingkat kehalusan butir, dan kemudahan untuk digunakan/tidak beresiko. Biasanya dolomit dan kalsit yang lebih umum digunakan oleh para petani tambak dengan alasan tersebut di atas. Kapur dolomit memiliki pengaruh lebih lama, mudah diperoleh, tidak meninggalkan residu dan kecepatan reaksi lebih lambat.
2.5    Dosis Kapur Dalam Pengapuran Tambak
Sebelum menentukan dosis kapur pada persiapan tambak, maka perlu diketahui cara pengukuran pH menggunakan pH meter. Setelah nilai pH tanah diketahui maka dosis kapur yang digunakan disesuaikan dengan tingkat keasaman tanah. Sumber: Amrullah (1997) dalam Enny et.al. (2009)
Menurut Amri (2002), kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman tanah tambak (pH). Umumnya, tambak yang sudah beberapa kali digunakan untuk pemeliharaan udang akan ber-pH rendah karena telah terjadi proses pembusukan bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran udang sehhngga menghasilkan asam dari proses oksidasi. semakin rendah pH tanah, jumlah kapur yang diperlukan juga semakin banyak. tabel berikut menunjukkan keperluan kapur berdasarkan jenis tanah untuk meningkatkan pH tanah dasar tambak sehingga menjadi normal.
Sumber: Pedoman budidaya tambak, deptan dalam Amri (2002)
2.6    Metode Penentuan Dosis Kapur
Istilah kebutuhan kapur digunakan untuk menyatakan jumlah kapur yang harus diberikan pada tanah untuk pertanaman tertentu. Kebutuhan kapur juga digunakan untuk menyatakan jumlah kapur atau kesetaraannya yang harus diberikan pada tanah untuk menaikan pH tanah menjadi pH 5,5 dari pH 3,75. Angka-angka yang diperoleh dari suatu carapenentuan kebutuhan kapur harus dikalikan dengan indeks netralisasi, tergantung pada susunan serta kehalusan bahan yang digunakan dalam pengapuran dan jumlah yang mungkin dapat tercuci.(Kaderi,2001)
Penentuan kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al. (2001),
a. Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan Penambahan Larutan NaOH 0,05 N.
Peralatan dan bahan yang digunakan:
Timbagan dengan ketelitian 10 mg; mesin pengocok ; pH-meter dengan gelas elektrode; pipet dan botol kocok; botol semprot plastik; larutan NaOH 0,05 N. NaOH sebanyak 2,0 g dilarutkan dengan air destilasi kedalam labu ukur 1 liter sampai tanda garis.
Cara kerja:
1) Timbang contoh tanah dengan berat 10 g sebanyak 6 contoh kemudian dimasukkan masing-masing ke dalam 6 buah botol kocok.
2) Ke dalam 6 botol yang telah berisi contoh tanah diberi larutan NaOH 0.05 N masing-masing 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 ml.
3) Ditambahkan air destilasi 25, 21, 17 . 13, 9, 5 ml sehingga jumlah menjadi 25 ml, yaitu setara dengan 0, 2, 4, 6, 8 dan pengekstrak dalam botol 10 ton kapur per hektar .
4) Botol dikocok selama 1 jam dengan mesin pengocok.
5) pH ditetapkan dengan pH-meter
6) Dibuat kurva pH dan jumlah penambahan larutan NaOH 0,05 N (ml). SUPING (1998), menyatakan kebutuhan kapur dapat dihitung berdasarkan hasil penambahan NaOH:
Berdasarkan kurva ph yang dubuat dari data tabel3 dengan penambahan naoh 0,05n dapat dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai ph yang diinginkan
b. Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan Inkubasi
Peralatan dan bahan yang digunakan:
Timbagan dengan ketelitian 10 mg; gelas erlenmeyer dengan tutup karet; mesin pengocok; pH-meter dengan gelas elektrode ; pipet dan botol kocok; botol semprot plastik ; kapur pertanian .
Cara kerja:
1  1)    Contoh tanah basah 100 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer, 7 gelas per contoh.
2  2)    Ke dalam gelas erlenmeyer yang telah berisi contoh tanah diberi kapur pertanian 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 g ke dalam gelas erlenleyer, yang setara dengan 0, 2, 4, 8, 12, 16 dan 20 ton kapur pertanian per hektar (dengan perhitungan lapisan olah 20 cm dan bobot isi (BD = bulk density) 1g/cm3.
3  3) Tanah dan kapur pertanian diaduk, kemudian diberi air sampai mencapai kapasitas lapang, keadaan air yang optimum untuk pertumbuhan jasad hidup dalam tanah.
4  4)  Gelas ditutup dan ditempatkan di ruangan yang teduh.
5  5)  Setelah 2 minggu inkubasi, diambil sebanyak 3 g tanah untuk penetapan pH-nya.
6  6)  Tanah dimasukan 3 g ke dalam botol kocok.
7  7)  Ditambahkan 3 ml air aquadest/air hujan.
8  8)  Botol dikocok .
9  9)  pH ditetapkan dengan pH meter .
1  10)  Berdasarkan data di atas dibuat kurva pH.
Kebutuhan kapur dapat dilihat dari kurva yang mencerminkan hubungan antara pH dan jumlah kapur yang dibutuhkan untuk mencapai pH yang dikehendaki (WIDJAYA, 1996) .
sumber : Kaderi et al. (2010)
Berdasarkan kurva pH yang dibuat dari data Tabel 2 dengan masa inkubasi selama 2 minggu dapat dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mendapatkan pH 5.5 dari pH awal 3,75 pada lokasi Belawang sebanyak 16,6 ton/ha kapur.
2.7    Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengapuran Tambak
Kolam hendaknya dicangkul terlebih dahulu agar proses pengapuran menjadi lebih sempurna. yanah yang dicangkul kurang lebih mencapai kedalaman 20cm dan diberi air sehingga menjadi macak-macak (becek). selanjutnya kapur ditebarkan secara merata  (Afrianto 1992).
Menurut Murtidjo (2002), agar dapat diperoleh manfaat pengapuran yang sempurna, perlakuan yang diperlukan adalah sebagai berikut
Tanah dasar tambak digali sedalam kurang lebih 0,10m, kemudian dicampur dengan kapur dan diaduk
Pengadukan harus dilakukan secara merata, sehingga didapat adonan yang homogen dan sempurna
Adonan yang sudah sempurna dapat dikembalikan dan diratakan pada pelataran tambak
Untuk tambak yang bertanah asam, pengapuran tambak harus dilakukan setiap musim tanam. dengan demikian, produktivitas tambak tetap terjamin
Beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Soemarno 2012 :
1. Idealnya paling lambat pengapuran dilakukan 2 minggu sebelum tanam, karena bahan kapur termasuk bahan yang lambat bereaksi dengan tanah.
2. Setelah pengapuran sebaiknya tanah dicangkul (dibajak) agar kapur bisa merata masuk dekat zona perakaran.
3. Pengairan setelah pengapuran sangat diperlukan.
4. Peningkatan pH tidak bisa terjadi seketika, melainkan pelan dan bertahap.
5. Dosis kapur disesuaikan pH tanahnya, tetapi sebagai pedoman praktis dosis berkisar 500 kg/Ha 2 ton/Ha.
Catatan :
Dolomit juga harus secara rutin digunakan pada tanah pH normal, karena unsur Ca dan Mg pada dolomit sangat dibutuhkan tanaman.
Beberapa kriteria yang perlu dijadikan patokan sebelum melaksanakan pengapuran menurut Sualia et.al (2010), adalah :
Pemberian kapur dilakukan saat dasar tambak kering, setelah pembilasan. Jenis dan Jumlah Kapur Dasar yang Dibutuhkan berdasarkan pH Tanah di Daerah Mangrove.
Pemberian kapur disarankan pada waktu dimana angin tidak berhembus kencang untuk mencegah kapur beterbangan keluar tambak. Tempatkan posisi tubuh yang membelakangi arah angin agar kapur tidak mengenai tubuh saat pemberian kapur.
Sebarkan kapur semerata mungkin di dasar tambak dan pematang bagian dalam, terutama pada bagian caren atau bagian yang masih tergenang.
Diamkan tambak selama beberapa hari setelah pengapuran, kemudian isi dengan air laut dan, jika memungkinkan, dilakukan pemeriksaan pH air. Diharapkan pH air telah mencapai 7,5-8,5 yang menunjukkan bahwa proses pengapuran telah berhasil.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari Bab II dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam
Kapur yang digunakan di tambak berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos
Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah dasar kolam.
Sebelum mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak terlebih dahulu.
jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2
Jenis kapur yang dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman tanah tambak (pH)
Penentuan kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al. (2001) adalah Dengan Penambahan Larutan NaOH 0,05 N dan Dengan Inkubasi.
3.2    Saran
Untuk menetralkan pH serta menambah produktivitas tambak, disarankan melakukan pengapuran secara rutin dengan jenis dan dosis sesuai dengan kebutuhan.
Daftar Pustaka
Afrianto E. Ir. dan Evi L. Ir. (1992). Pemeliharaan Kepiting. Penerbit Kanisius.Yogyakarta
Amri K, Ir. M.Si. (2002). Budi Daya Udang Windu secara Intensif. Agromedia pustaka.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Kholis M, S.Pi, MM 2010. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta
Kordi K, M. Ghufran H. (2010), Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya - Pintar Budidaya Ikan di    Tambak Secara intensif. Lily publisher. Yogyakarta
Murtidjo B. A. (2002) Budi Daya Dan Pembenihan Bandeng.Penerbit Kanisius.Yogyakarta
Mustafa A, Rachmansyah dan Anugriati (2010). Distribusi Kebutuhan Kapur Berdasarkan Nilai Spos Tanah Untuk Tambak Tanah Sulfat Masam Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.
Ratnawati E. (2008). Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Sistem Seml­Intenslf Pada Tambak Tanah Sulfat Masam. Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3108610.pdf . Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 01.07 WIB
Rezqi V. S. K. (2009).Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdf. Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 20.04 WIB
Saefulhakim S,(1985). Efek Pengapuran Terhadap Fosfor Tersedia Pada Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/36951/Kongres%20Nasional%204_sunsun%20Saefulhakim.pdf. Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.24 WIB.
Sammut J Dr.,dan Mustafa A Ir., MS.(2011) Teknik Pengapuran Pada Pematang Tambak Tanah Sulfat Masam. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.Maros
Soemarno (2012), Kemasaman Tanah Dan Pengapuran.
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/MAES-PENGELOLAAN-kemasaman-tanah-dan-PENGAPURAN.ppt. Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.40 WIB.
Sualia, I, Eko B.P., dan I N.N. Suryadiputra. (2010). Panduan Pengelolaan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor.
Suyanto R  Dra. Ny. S ,dan Takarina E. P., Ir. Msi. (2009). Panduan Budidaya Udang Windu
. Penebar Swadaya. Yogyakata.
Tim Perikanan WWF Indonesia (2011), Budidaya Udang Windu - Dengan Pemberian pakan dan Tanpa Aerasi.WWF-Indonesia.  http://awsassets.wwf.or.id/downloads/3_bmp_budidaya_udang_windu___dengan_pakan_tanpa_aerasi.pdf. diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.03

Saturday, November 21, 2015

SERTIFIKASI BENIH DENGAN CARA PEMBENIHAN IKAN YANG BAIK ( CPIB )

November 21, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Untuk memperoleh benih ikan patin yang memenuhi persyaratan mutu produk maka produk perikanan budidaya diharapkan aman untuk dikonsumsi serta ramah lingkungan Terkait dengan hal  tersebut, Di  bidang  industri  perbenihan  berupaya  untuk  meningkatkan produk benih ikan bermutu dalam memenuhi  persyaratan yang diinginkan oleh pembudidaya  dengan  melakukan penerapan  standar  produksi  perbenihan yang baik dan benar sesuai  kaidah  Cara Pembenihan Ikan Yang Baik (CPIB).
CPIB merupakan program sertifikasi benih untuk mendapatkan benih ikan berkualitas. Pengertian CPIB (Cara Pembenihan yang Baik) adalah cara melaksanakan pembenihan yang sesuai dengan Standart Nasional Indonesia yang telah di tetapkan oleh Badan Standardisari Nasional Indonesia agar mendapatkan benih ikan yang bermutu baik.
Benih yang bermutu dicirikan antara lain: pertumbuhan cepat, seragam, sintasan tinggi (SR), adaptif terhadap lingkungan pembesaran, bebas parasit dan tahan terhadap penyakit, efisien dalam menggunakan pakan serta tidak mengandung residu bahan kimia dan obat-obatan   yang mengandung bahan antibitotik,  yang dapat   merugikan   manusia   dan   lingkungan. 
Mampu telusur (traceability) dalam pembenihan ikan adalah kemampuan dalam menelusuri asal usul lokasi, sarana produksi, proses produksi dan distribusi benih/induk berdasarkan rekaman yang dibuat selama proses pembenihan, sebagai jaminan untuk  pelanggan  bahwa  semua  tahapan dalam proses produksi dilakukan sesuai dengan standar lingkungan, sosial dan keamanan pangan.
Air yang di pergunakan untuk proses pembenihan tidak boleh mengandung logam berat seperti Hg, Cu, Pb dan tidak boleh mengandung entamuba bakteri Colli. Bukan air limbah perusahaan.
Ikan patin adalah salah satu jenis ikan sungai atau air tawar. Ikan jenis ini memiliki bentuk yang unik. Badannya panjang sedikit memipih, berwana putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan, tidak bersisik, mulutnya kecil, memiliki sungut berjumlah 2-4 pasang yang berfungsi sebagai alat peraba. Ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar sungai dan lebih banyak mencari makan pada malam hari hal ini karena ikan Patin memiliki sifat Nocturnal (senang makan di tempat gelap).
Dalam menjalankan bisnis budidaya ikan patin, terdapat tiga tahapan yang harus dilewati selama proses budidaya ikan. Proses tersebut antara lain tahap pembenihan, tahap pendederan dan tahap pembesaran ikan. Yang dimaksud dengan tahap pembenihan meliputi pemeliharaan induk agar menghasilkan telur dan menjadi bibit ikan. Sedangkan tahap pendederan yaitu tahap pemeliharaan ikan patin pada ukuran tertentu, atau bisa juga dikatakan sebagai masa  transisi dari tahap pembibitan ikan ke pembesaran ikan. Dan yang ketiga yaitu masa pembesaran ikan patin, dimana pada tahapan ini merupakan  tahapan dari ikan hasil pendederan sampai menjadi ikan patin yang cukup besar dan siap untuk  dikonsumsi.
Untuk mencapai keberhasilan panen dalam budidaya ikan patin, tentu saja kita harus memilih benih patin dengan kualitas yang baik yang merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembesaran ikan patin. Kualitas benih ikan patin yang akan dibudidayakan sangat menentukan kesuksesan budidaya patin. Jika terjadi kesalahan dalam memilih benih patin, maka bisa saja usaha budidaya patin akan mengalami kegagalan.
Ada beberapa kriteria yang setidaknya harus kita ketahui sebelum membeli benih patin.memilih benih patin berkualitas :
1. Kesehatan (Amati Fisik dan Gerakannya)
Benih patin yang berkualitas memiliki ukuran tubuh yang proporsional (ukuran kepala dan tubuh seimbang), tidak cacat, tidak luka, sungut tidak pucat dan warna tubuh cerah dan mengkilap. Selain itu ciri benih patin yang sehat adalah gerakan aktif, lincah, tidak menggantung serta tidak bergerombol di pojok kolam.
2. Ukurannya Seragam
Ukuran benih patin yang tidak seragam akan mengakibatkan pertumbuhan patin menjadi tidak serempak. Ikan patin bersifat kanibal, jika lapar maka ikan patin yang berukuran besar akan memangsa patin lain yang ukurannya lebih kecil. Jika kita menghendaki ukuran benih 5 cm maka sebaiknya toleransi benih ukuran 4 cm dan 6 cm masing-masing tidak lebih dari 10 % populasi.
3. Riwayat Induk/Keturunan.
Berasal dari induk yang unggul. Bukan hasil pemijahan (perkawinan) dengan tingkat kekerabatan yang dekat (inbreeding).
4. Riwayat Penyakit
Ikan pernah sakit atau tidak? Jika benih patin pernah sakit tanyakan bagaimana kronologis dan cara penanganannya. Apakah menggunakan antibiotik, vitamin, atau probiotik, atau bahkan perlakuan teknis saja. Tidak disarankan menggunakan antibiotik dengan dosis berlebihan karena penyakit/bakteri akan bersifat kebal sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi.
Persiapan pemijahan ikan patin.
Induk patin yang baik untuk dipijahkan adalah induk yang telah berumur antara 2,5 - 5 tahun dengan berat antara 3 - 6 Kg. Induk ukuran ini mudah ditangani, tingkat ovulasinya lebih , tinggi dengan induk yang lebih tua dan berukuran lebih besar.
Pemeliharaan induk jika memungkinkan dilakukan dalam beberapa kelompok dan diperlihara secara terpisah hal ini dimaksudkan agar dapat digunakan secara bergantian. Pemeliharaan induk dilakukan pada kolam tanah dan dapat juga menggunakan kolam tembok dengan kepadatan 3 - 5 ekor/ m2, kualitas air ideal untuk induk suhu antara 250 – 300 C, pH 6,0 - 8,5 dan kandungan oksigen terlarut minimal 4 mg/L.
Selama pemberian pakan dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku makan ikan, warna dan kondisi air, kondisi kincir, aerasi dan memastikan kalau tidak ada ikan liar yang masuk kedalam kolam pemeliharaan induk. Pakan yang diberikan jangan terlalu banyak atau sampai tersisa karena akan menyebabkan turunnya kualitas air.
Pola makan ikan terkadang tidak sama setiap harinya maka pakan yang diberikan harus dikontrol dan tercatat dengan baik baik waktu dan jumlah pemberian pakan serta jenis pakan yang diberikan. Pakan yang umum diberikan pada induk patin adalah pellet komersial dengan kadar protein 30 - 35 %. Jumlah pemberian pakan maksimum adalah 2 - 3 % dari, berat biomass dan diberikan 2 - 3 kali perhari pada pagi, sore dan atau malam hari.
Indukan ikan patin dalam kolam indukan per m2 pada tebar 5 ekor yang di pelohara dalam kolam tanah. Dan bisa dipergunakan sebagai indukan umur 2,5 – 3 tahun berat sekitar 3 kg.
Untuk persiapan pemijahan di perlukan peralatan :
1. Induk jantan dan bertina yang telah memenuhii syarat, umur 2,5 – 3 tahun dengan berat badan ± 3 kg.
2. Akuarium untuk larva hasil pemijahan
3. Tabung reaksi
4. Aquades atau aqua bides
5. Na Cl, bulu ayam
Untuk proses pemijahan dilakukan dengan suhu ruangan sekitar  ± 29 0 C, pada daerah yang suhunya rendah atau dataran tinggi membuat ruangan khusus dengan pemanas.
Proses pemijahan di lakukan secara oleh tenaga manusia :
1. Plih induk matang telur
2. Induk jantan dan betina di suntik dengan hormon Ovaprim, dengan dosis untuk induk betina 0,5 mg/ kg dan jantan 0,2 mg/ kg  di tunggu ± 1 jam kemudidan suntik lagi dengan dosis yang sama dan tunggu lagi selama 1 jam.
3. Dilakukan proses striping atau pengurutan pada kedua induk ikan
4. Di lakukan pencampuran dalam tabung reaksi dan di aduk- aduk memakai bulu ayam agar merata, kemudian di masukan dalam akuarium.
5. Setelah menetas sampai umur ± 2 minggu di pelihara dalam akuarium, kemudian di pindah pada kolam pendederan sampai ukuran 5 -8 cm.
6. Pada saat naupli pakan yang di berikan adalah Artemia yang telah di kultur pada tempat lain umur antara 2 – 10 hari.
7. Selanjutnya umur 11 hari ke atas memakai pakan buatan/ pellet.

Friday, November 20, 2015

MELAKUKAN EVALUASI PARTISIPATIF

November 20, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Di dalam sistem Penyuluhan Perikanan dikenal Sistem Penyuluhan Pertisipatif, belajar dari pengalaman Pelaku Utama dan Usaha Experience Learning Cicle (ELC). Untuk keberhasilan Penyuluhan Perikanan diperlukan evaluasi pelaksanaan, yang sering kali ditafsirkan kata evaluasi sebagai mencari-cari kesalahan, mendiskreditkan, dan memberi penilaian yang buruk.
Oleh karena itu banyak orang dalam sebuah organisasi alergi dengan kegiatan evaluasi. Padahal Evaluasi sebagai bagian dari manajemen yang sering kali dilupakan, dipakai hanya sebagai ”alat cuci piring setelah pesta usai”, dan dianaktirikan, bahkan dihindari. Mungkin disebabkan pengalaman buruk yang sukar dilupakan ketika praktik evaluasi dimaknai dan dilakukan sebagai upaya bukan untuk memperbaiki kinerja dan memberikan yang terbaik untuk organisasi dan kelompok penerima manfaat dari program kerja organisasi. Disamping itu kurangnya informasi peranan evaluasi, tidak tahu manfaat, dan tidak mengenal  cara melaksanakannya.
Mengapa orang enggan melakukan evaluasi, diantaranya:
1. Tidak tahu peranan evaluasi, takut ada kesalahan yang diketemukan, takut akan kegagalan
2. Pengelola kegiatan, program atau proyek tidak terbuka (transparan)
3. Tidak punya skill dalam evaluasi
4. Terlalu sibuk tidak ada waktu
5. Biaya tidak dianggarkan atau anggaran terbatas, rancangan proyek lemah atau buruk
I. APA ITU EVALUASI.
Sudah banyak rumusan evaluasi yang di kemukakan oleh para ahli dan praktisi manajemen dan evaluasi. Ada beberapa definisi evaluasi antara lain :
1. Evaluasi adalah menilai dampak dari serangkaian kerja dan tingkat yang sudah dicapai dalam rentang waktu tertentu. (Toolkits. A Practical Guide to Assessment, Monitoring, Review dan Evaluation. Save the Children: 1999)
2. Berupaya mengukur relevansi, efisiensi dan efektivitas program. Ia mengukur apakah atau seberapakah masukan atau layanan program telah memperbaiki kualitas kehidupan manusia. (Bahan Bacaan Pelatihan Monitoring dan Evaluasi, diselenggarakan oleh CSSP untuk NGO-NGO mitra CSSP-USAID di Jakarta, 2002)
3. Kegiatan yang dibatasi waktu, yang bertujuan untuk menilai sesuatu hal dengan perbandingan pada serangkaian kriteria tertentu (hasil yang diharapkan).(Herizal, Nori, dan Fatima. Manual Pemantauan dan Evaluasi. CSSP: Agustus 2004)
Dari ketiga rumusan di atas dapat dilihat kata kunci evaluasi adalah menilai dan mengukur relevansi, efektivitas, efisiensi, dan dampak suatu program dengan kriteria tertentu. Evaluasi bukanlah menilai kinerja personal atau kapasitas organisasi. Meski keduanya mempengaruhi hasil hasil-hasil program. Untuk menilai kinerja personal (staf) dan organisasi perlukan cara dan alat lain, seperti asesmen.  Istilah evaluasi seringkali dikacaukan dengan istilah asesmen, kajiulang (review), dan monitoring dalam pelaksanaannya.
Apa Beda Evaluasi dengan Asesmen, Review, dan Monitoring? Walaupun ketiganya merupakan alat manajemen untuk menilai dan mengukur, tapi mereka berbeda satu sama lain. Mari kita bandingkan:
Asesmen (assessment) adalah sebuah proses mengidentifikasi dan memahami sebuah masalah dan perencanaan serangkaian tindakan-tindakan untuk dilakukan. Hasil akhirnya adalah memiliki rencana kegiatan yang jelas dan realistik yang dirancang untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Monitoring adalah penilaian (assessment) secara sistematis dan terus-menerus kemajuan kegiatan yang dilaksanakan. Monitoring sebagai alat manajemen dasar dan universal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program. Tujuannya adalah membantu semua orang yang terlibat dalam program membuat keputusan yang tepat pada saat yang tepat dan untuk memperbaiki kualitas pekerjaan. Informasi hasil monitoring digunakan sebagai bahan evaluasi. Hasil evaluasi merupakan bahan untuk perencanaan. Jadi Sukar melakukan evaluasi tanpa melakukan monitoring.
Kaji ulang (review) adalah menilai kemajuan rangkaian pekerjaan dalam rentang waktu tertentu. Tujuan utama (basic pupose) kaji ulang adalah melihat lebih dekat perjalanan suatu program dibandingkan melalui proses monitoring. Review dapat dilaksanakan untuk melihat aspek-aspek yang berbeda dari serangkaian kegiatan, dan dapat menggunakan seperangkat kriteria untuk mengukur kemajuan.
II. Mengapa Evaluasi Penting
Evaluasi adalah penilaian yang sistematis mengenai relevansi, progres, efisiensi, efektivitas, dan dampak dari suatu program penyuluhan perikanan. Evaluasi penting dilakukan dengan banyak alasan, seperti di bawah ini:
1. Memantau kemajuan dari suatu program
2. Memperlihatkan efektivitas program, termasuk efisiensi biaya
3. Menyediakan umpan balik kepada siapa pun yang terlibat dalam program, memastikan komitmen dengan tindakan
4. Memahami bagaimana sebuah inisiatif (program) berjalan, membangun kerjasama, menilai dampak
5. Sebagai pedoman bagi pengelola sebuah program
III.   Apa Saja Pendekatan dalam Evaluasi
Pendekatan yang lazim dipakai dalam melakukan evaluasi, antara lain :
1. Pendekatan konvensional
2. Pendekatan partisipatif.
Evaluasi  Konvensional
Evaluasi  Partisipatoris
Siapa yang merencanakan dan mengelola proses
Ketua, penasehat
Pengurus kelompok bersama dibantu anggota yang dipilih
Perananstakeholder Utama (Kelompok sasaran)
Pelaku utama hanya memberi informasi, bahkan sering tidak diterlibatkan
Pelaku utama dan usaha mendesain, mengadaptasi metodologi, mengumpulkan dan menganalisis, menyebarluaskan temuan dan mengaitkannya dengan tindakan, partisipasi
Bagaimana sukses diukur
Ditentukan dari luar, terutama indikator kuantitatif
Indikator ditentukan secara internal, termasuk penilaian yang lebih kualitatif
Pendekatan
Ditentukan sebelumnya
Adaptif, partisipatif
Fokus
Akuntabilitas
Pembelajaran
Metode
Metode formal
Metode partipatif
Outsiders
Evaluator
Fasilitator
Bagaimana Memulai Evaluasi Partisipatif.
Rencana evaluasi menentukan, antara lain :
1. Apa (data)
2. Bagaimana (metode)
3. Siapa (orang/tim)
4. Seberapa sering (jadual)
Apa saja elemen lingkup kerja evaluasi.
Lingkup kerja evaluasi, antara lain :
1. Memutuskan pendekatan evaluasi partisipatif yang baik.
Evaluasi partisipatif secara khusus bermanfaat ketika ada pertanyaan-pertanyaan tentang kesukaran-kesukaran implementasi atau pengaruh atau akibat program pada mitra-mitra, atau ketika informasi diinginkan tentang pengetahuan pelaku utam dan usaha dari goal program atau pandangan mereka tentang progres diperlukan. 
2. Aspek yang Dievaluasi: kegiatan, hasil, dan sasaran strategis.
Apa yang akan dievaluasi, mungkin satu kegiatan tunggal atau serangkai kegiatan yang saling berkait untuk mencapai hasil tertentu. Mungkin juga evaluasi dilakukan terhadap strategi lebih luas untuk mencapai sasaran strategis tertentu.
3. Unsur-unsur yang dievaluasi biasanya meliputi :
Unsur-Unsur Evaluasi
Perencanaan
  Tujuan
  Sasaran
  Kegiatan
  Jadual
  Asumsi
Dukungan
  Struktur program atau proyek
  Sistem keuangan
  Sistem adminsitrasi
  Sistem informasi
  Kepemimpinan
  Keterampilan staf
Implementasi
  Kegiatan
Pemantauan
  Pemantauan
Prestasi
  Keluaran (outputs) dan hasil
  Sasaran dan akibat
  Tujuan dan dampak
  Asumsi
Hubungan Eksternal
  Hubungan dengan donatur, jika ada
  Hubungan dengan sakeholder lain.
4. Latar Belakang
Latar Belakang adalah penjelasan singkat tentang riwayat dan status kegiatan atau program saat ini, organisasi pelaksana kegiatan dan pihak yang terlibat, informasi,  tambahan lain yang membantu tim evaluasi memahami laar belakang dan konteks dari kegiatan yang akan dievaluasi
5. Sumber informasi yang tersedia
Sebutkan sumber informasi yang tersedia, informasi yang relevan menggambarkan kinerja. Misalnya, sistem pemantauan kinerja atau laporan evaluasi sebelumnya. Jika ada keterangan mengenai jenis data yang tersedia, jadwal kerja, dan uraian tentang mutu dan keterandalan pekerjaan; tim evaluasi akan lebih muda bekerja dengan menggunakan data yang sudah tersedia.
6. Tujuan Evaluasi
Ada beberapa tujuan umum evaluasi antara lain :
1. Seberapa besar hasil yang diperoleh sesuai atau tidak sesuai dengan harapan
2. Melihat apakah kebutuhan dari berbagai kelompok khusus (jender, umur, kelompok etnis, status sosial, dll) sudah terpenuhi?
3. Mendaftar dan mempelajari dampak-dampak yang tidak diinginkan dari kegiatan.
4. Melihat keberlanjutan kegiatan dan hasilnya
5. Belajar dari pengalaman pelaku lainnya mungkin berguna

Thursday, November 19, 2015

DENGAN MENJAGA EKOLOGI SANGAT BERMANFAAT BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

November 19, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Proses bumi dengan terjadinya Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir.Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.
a.  Penunjang Kehidupan
Oleh karena terumbu karang merupakan suatu ekosistem, maka ia menunjang kehidupan berbagai jenis makhluk hidup yang ada di sekitar terumbu karang.  Dengan adanya terumbu karang maka tumbuhan dan hewan laut lainnya dapat tinggal, mencari makan dan berkembang biak di terumbu karang.
Contohnya hewan-hewan laut seperti lili laut, kerang, cacing, dan tumbuhan alga dapat menempel pada koloni karang keras.  Ikan-ikan dapat mencari makan dan bersembunyi dari incaran hewan pemangsa di balik koloni karang keras.
b.  Mengandung Keanekaragaman Hayati yang Tinggi
Jika hutan hujan tropis memiliki biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem lainnya dalam tingkatan spesies, terumbu karang memiliki biodiversitas tertinggi dalam tingkatan filum.  Terumbu karang juga  merupakan ekosistem dengan biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem pesisir dan laut lainnya, dalam unit skala tertentu.  Artinya dalam luas 1 km2 di wilayah terumbu karang mengandung lebih banyak spesies dibandingkan dengan 1 km2 di wilayah laut dalam.
Terumbu karang di Indonesia terkenal dengan kekayaan dari biodiversitasnya.  Dari sekitar 800 spesies karang keras yang berhasil diidentifikasi di dunia, sekitar 450 di antaranya ditemukan di Indonesia.  Spesies ikan karang  Indonesia sendiri mencapai lebih dari 2.400 spesies (Tomascik dkk., 1997).
Mengapa biodiversitas menjadi penting ?  Dengan memiliki biodiversitas yang tinggi, maka itu akan menjadi sumber keanekaragaman genetik dan spesies.  Dengan adanya keanekaragaman genetik yang tinggi maka akan ditemukan banyak variasi dalam makhluk hidup sehingga tingkat ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan bertahan hidup suatu makhluk hidup dapat menjadi lebih tinggi.  Selain itu dengan begitu banyaknya spesies maka akan dapat dimanfaatkan untuk sebagai sumber pangan dan obat-obatan.
c.  Pelindung Wilayah Pantai
Terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau merupakan ekosistem yang saling berhubungan.  Terumbu karang-lah yang pertama kali menghalau ombak besar dari laut, agar tidak merusak daratan.  Kemudian ombak tiba di padang lamun maka energinya akan diperkecil lagi oleh daun-daun tumbuhan lamun.  Ketika ombak tiba di dekat pantai, maka akar dan batang pohon-pohon mangrove akan memperkecil lagi energi ombak, sehingga ombak tidak merusak pantai.  Dengan demikian kehidupan di sekitar pantai akan terlindung.  Terumbu karang bermanfaat dalam menghalangi pengikisan akibat energi ombak dan arus, sehingga masalah abrasi pantai akan lebih mudah diatasi.
d.  Mengurangi Pemanasan Global
Mungkin kita telah mengetahui bahwa hutan hujan tropis merupakan “paru-paru dunia” dimana menyerap gas CO2 hasil pembakaran sehingga mengurangi pemanasan pada bumi.  Terumbu karang pun dinilai memiliki peran yang sama, karena gas CO2 juga banyak diserap oleh air laut, dan selanjutnya melalui reaksi kimia dan bantuan karang, akan diubah menjadi zat kapur yang menjadi bahan baku terumbu (Muller-Parker & D’Elia, 1997).  Dalam proses yang disebut kalsifikasi ini, karang juga dibantu oleh zooxanthellae (tumbuhan bersel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh karang).  Bagaimana hal itu dapat terjadi akan diterangkan di bagian Biolog Karang.
FAKTOR PENGANCAM KELESTARIAN TERUMBU KARANG
1.  FAKTOR DARI ALAM
Bencana alam dan kejadian lainnya yang terjadi secara alamiah dapat merusak terumbu karang.  Di bawah ini tercantum hal-hal yang dapat merusak terumbu karang yang terjadi secara alamiah, antara lain ialah:
1.  Gempa bumi berakibat memporak-porandakan terumbu karang
2.  Badai di laut seperti halnya tsunami berakibat menghancurkan terumbu karang
3.  Kenaikan suhu air laut dan kenaikan permukaan air laut pada tahap tertentu dapat mematikan karang
4.  Penyakit antara lain akibat infeksi oleh bakteri berakibat mematikan karang
5.  Serangan hewan pemangsa (Bulu Seribu) berakibat mematikan karang
2.  FAKTOR DARI KEGIATAN MANUSIA
a. Secara Langsung
b. Tidak Langsung
a.  Penangkapan Ikan Dan Biota Laut Lainnya Dengan Cara Yang Merusak
Contohnya menangkap ikan dan hasil laut lainnya dengan menggunakan bom dan racun potasium sianida.  Bom yang dilemparkan di terumbu karang akan menghancurkan koloni karang dan biota laut lainnya di sekitar terumbu karang.  Menuang racun di sekitar terumbu karang untuk menangkap ikan hias juga akan mematikan karang dan biota laut lainnya. Terumbu karang adalah rumah bagi tumbuhan dan hewan laut, termasuk ikan-ikan.  Jika terumbu karang hancur maka ikan-ikan akan sulit ditemukan.

b.  Pengambilan Biota Laut Untuk Diperdagangkan
Pengambilan karang untuk diperdagangkan akan sangat merusak terumbu karang.  Jika karang tidak ada maka terumbu karang tidak akan terbentuk.  Pengambilan biota laut di terumbu karang, seperti kima yang menempel pada koloni karang juga akan merusak terumbu karang.  Oleh karena ketika mengambil biota laut mereka menginjak-injak dan mencongkel karang.  Pengambilan biota laut secara berlebihan juga dapat mengganggu keseimbangan jaring-jaring makanan di terumbu karang.
Contohnya jika kita banyak mengambil keong triton (Charonia tritonis), yakni sejenis keong laut yang ukurannya besar, untuk cenderamata, maka akan terjadi gangguan.  Keong laut ini memakan Bulu Seribu, maka jika ia habis diambil, maka Bulu Seribu tidak mempunyai pemangsa, maka jumlah Bulu Seribu menjadi banyak dan ini merugikan, karena Bulu Seribu memangsa karang.
c.  Pembuangan Sampah Ke Laut
Sampah yang dibuang dari tepi pantai, ataupun dari tengah laut (dari atas kapal misalnya), akan mencemari perairan laut, termasuk perairan di sekitar terumbu karang.  Sampah plastik dapat membunuh hewan-hewan laut, seperti Penyu Sisik, karena Penyu Sisik akan mengira sampah plastik sebagai makanannya, yakni ubur-ubur, sehingga sampah itu ditelannya dan mengakibatkan kematian.
Sampah juga akan mematikan karang, karena sampah menutupi dan menempel pada koloni karang keras, sehingga zooxanthellae (tumbuhan bersel satu yang hidup di jaringan tubuh si hewan karang) tidak dapat berfotosintesis, sehingga zooxanthellae dapat mati dan akhirnya si hewan karang juga dapat mati.  Selain itu sampah juga akan membuat lingkungan di sekitar laut menjadi buruk dan kotor.
d.  Kegiatan Wisata Yang Tidak Memperdulikan Lingkungan
Kegiatan wisata baik itu berupa kegiatan jalan-jalan di pantai, berenang, snorkeling, ataupun menyelam di terumbu karang, jika tidak dikelola dengan baik, dapat merusak terumbu karang.  Wisatawan akan membuang sampah tidak pada tempatnya.  Mereka juga dapat menginjak-injak, menyentuh, membunuh, ataupun dan mengambil karang dan biota laut lainnya.
PELESTARIAN TERUMBU KARANG
Untuk dapat melestarikan terumbu karang sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu adanya upaya-upaya pengelolaan terumbu karang yang baik.
1.  PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TERUMBU KARANG
a.  Undang-Undang Lingkungan Hidup
Pengelolaan terumbu karang, sebagai sebuah lingkungan hidup atau ekosistem, diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997. Ditetapkan bahwa setiap orang secara pasif wajib mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan; dan secara aktif wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Undang-undang ini mengarahkan agar semua kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh setiap orang agar selalu mengacu pada fungsi lingkungan yaitu daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan tidak melampauinya. Sebagai contoh kegiatan penangkapan ikan seharusnya tidak menyebabkan populasi ikan menjadi turun dan tidak mencukupi untuk kehidupan di masa datang.  Batas-batas fungsi lingkungan itu mengacu kemudian pada baku mutu lingkungan. Untuk biota di terumbu karang misalnya ada Baku Mutu Air laut untuk biota laut dan Kriteria Baku suatu terumbu karang dikategorikan rusak. Sementara itu, secara khusus tentang kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan diatur lebih lanjut dalam undang-undang lain.
b.  Undang-Undang Perikanan
Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan telah menetapkan berbagai upaya dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan. Terumbu karang adalah salah satu sumberdaya perikanan di Indonesia.
Undang-Undang menetapkan bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau pengrusakkan terhadap sumberdaya perikanan serta lingkungannya. Selain dengan pendekatan pencegahan, keberlanjutan sumberdaya juga perlu dilakukan melalui upaya konservasi dari tingkat ekosistem, jenis, maupun genetik terhadap sumberdaya ikan.
Dalam upaya menjamin terlaksananya upaya-upaya tersebut di atas, diterapkan sanksi bila terjadi pelanggaran. Sanksi akan dikenakan misalnya bila secara sengaja seseorang melakukan penangkapan ikan dan ataupun melakukan budidaya menggunakan bahan peledak, bahan kimia, bahan biologis, dan/atau dengan cara-cara yang merusak.
c.  Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang
Oleh karena Undang-Undang Perikanan tidak secara khusus mengatur tentang pengelolaan terumbu karang, maka diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 38/Men/2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Dengan berpegang pada pedoman ini diharapkan pengelolaan terumbu karang dilakukan secara seimbang antara pemanfaatan dan pelestarian. Demikian pula secara sinergis direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan lembaga non-pemerintah.
Untuk mencapai harapan di atas, Pemerintah menetapkan 9 strategi yang mencakup:
    Strategi 1 : Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada pengelolaan ekosistem treumbu karang
    Strategi  2 :  Mengurangi laju degradasi terumbu karang
    Strategi 3 :  Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, pemanfaatan, status hukum, dan kearifan masyarakat pesisir
    Strategi 4 :  Merumuskan dan mengkoordinasikan program-program instansi pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pihak swasta, dan masyarakat yang diperlukan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat
    Strategi 5 :  Menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas, dan kapabilitas pihak-pihak pelaksana pengelola ekosistem terumbu karang
    Strategi 6 :  Mengembangkan, menjaga serta meningkatkan dukungan masyarakat luas dalam upaya-upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara nasional dengan meningkatkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat mengenai arti penting nilai ekonomis dan ekologis dari terumbu karang
    Strategi 7 :  Menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan serta mendefinisikan kembali criteria keberhasilan pembangunan suatu wilayah agar lebih relevan dengan upaya pelestarian lingkungan ekosistem terumbu karang
    Strategi 8 :  Meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, swasta, LSM, dan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya terumbu karang secara berkelanjutan
    Strategi 9 :  Meningkatkan dan mempertegas komitmen pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri dalam penyediaan dana untuk mengelola ekosistem terumbu karang
2.  UPAYA PELESTARIAN DAN REHABILITASI TERUMBU KARANG
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam melestarian maupun merehabilitasi terumbu karang.  Di bawah ini tercantum beberapa di antaranya saja.
    Pembentukan taman nasional laut sebagai kawasan konservasi, untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.  Contohnya Taman Nasional Laut Bunaken, Taman Nasional Laut Wakatobi, dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
    Penetapan DPL (Daerah Perlindungan Laut) / APL (Area Perlindungan Laut) / KPL (Kawasan Perlindungan Laut) untuk melindungi sumberdaya perikanan beserta ekosistemnya dari ancaman kerusakan.  DPL/APL/KPL ini sebaiknya berbasis masyarakat sehingga masyarakat dapat ikut memantau dan mengelolanya
    Upaya rehabilitasi terumbu karang melalui perlindungan area terumbu karang yang rusak untuk upaya pemulihan.  Suatu area terumbu karang yang mengalami kerusakan namun masih berpotensi untuk dipulihkan, maka dilakukan upaya perlindungan area tersebut dengan menutup area itu sementara dari aktivitas perikanan, untuk membiarkannya pulih kembali.
    Upaya rehabilitasi terumbu karang melalui transplantasi karang.  Transplantasi karang ialah sebuah upaya perbanyakan karang dengan menggunakan kemampuan regenerasi karang secara aseksual.  Namun demikian belum diketahui seberapa efektif upaya ini karena kegiatan transplantasi karang masih terbatas dilakukan pada jenis-jenis karang tertentu saja dan tingkat keberhasilannya masih sangat tergantung dari lingkungan perairan di sekitarnya (masih sangat bergantung pada alam)
    Upaya rehabilitasi terumbu karang melalui penyediaan substrat keras untuk tempat menempel larva karang.  Upaya ini terdiri dari peletakan substrat keras dari bahan kapur ke dasar laut dan membiarkan larva karang menempel dan hidup serta berkembang.  Selain itu ada juga yang memfasilitasi pembentukan zat kapur dari reaksi kimia melalui pemberian listrik di perairan laut, sehingga terbentuk substrat keras sebagai tempat larva karang untuk menempel
    Kegiatan pendidikan, pelatihan, kampanye, maupun penyadaran kepada berbagai pihak tentang pentingnya melestarikan ekosistem pesisir, juga menjadi bagian dari upaya pelestarian terumbu karang
Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak upaya pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang yang telah dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia.

Tuesday, November 17, 2015

METODE TRANSPLANTASI TERUMBU KARANG UNTUK MENJAGA EKOLOGI LAUT

November 17, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Transplantasi Terumbu Karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau menciptakan habitat baru. Teknik ini semakin populer baik di pihak pemerintah (KKP-red) maupun di kalangan masyarakat.
Transplantasi karang dapat dilakukan untuk berbagai tujuan yaitu : (1). Untuk pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak; (2).Untuk pemanfaatan terumbu karangsecara lestari (perdagangan karang hias); (3).Untuk perluasan Terumbu Karang; (4). Untuk tujuan pariwisata;(5). Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan statusterumbu karang; (6). Untuk tujuan perikanan; (7). Terumbu karang buatan; (8.) Untuk tujuan penelitian. Tercatat hampir seluruh dinas perikanan kota maupun provinsi di Indonesia yang memiliki kawasan terumbu karang dan mulai rusak mempunyai program rehabilitasi karang melalui teknik transplantasi karang.
Seiring dengan perjalanan di lapangan, telah muncul beberapa persepsi yang cenderung salah kaprah mengenai teknik transplantasi karang tersebut. Program rehabilitasi yang tidak didukung dengan sosialisasi mengenai pentingnya terumbu karang membuat program rehabilitasi ini diartikan sebagai salah satu cara yang paling efektif atau bahkan sebagai satu-satunya cara yang efektif untuk merehabilitasi karang. Sehingga teknik ini menjadi populer dan muncul persepsi di masyarakat bahwa jika terumbukarang mulai rusak maka saatnya dilakukan transplantasi karang. Beberapa kasus terjadi ketika nelayan sadar bahwa tangkapan ikan karangnya mulai menurun, dan mereka menganggap bahwa transplantasi karang dapat mengembalikan stok ikan karang dengan cepat. Di sisi lain praktik perikanan yang tidak lestari masih terus berlangsung. Padahal kegiatan tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan kerusakan karang yang pada akhirnya stok ikan karang pun menurun. Sehingga usaha-usaha perlindungan kawasan menjadi pilihan yang tidak populer dan menurut mereka cenderung merugikan karena adanya pembatasan mengenai penggunaan alat tangkap maupun pembatasan fishing ground.
1. Pemulihan Terumbu Karang yang Telah Rusak.
Transplantasi karang dengan tujuan pemulihan terumbu karang yang telah rusak dilakukan dengan memindahkan potongan karang hidup dari terumbu karang yang kondisinya masih baik ke lokasi terumbu karang telah rusak. Teknik dan prosedurnya sebagai berikut: (1) Lokasi pengambilan bibit di sekitar terumbu karang yang telah rusak (tidak boleh jauh dari lokasi penanaman) dengan kondisi terumbu karang yang masih baik. (2) Antara lokasi pengambilan bibit dengan lokasi terumbu karang yang telah rusak mempunyai kondisi lingkungan (kedalaman dan keadaan arus) yang mirip. (3) Pengambilan bibit dilakukan dengan memotong cabang karang induk di tempat, dan tidak melakukan pemotongan koloni karang induk yang letaknya saling berdekatan untuk menghindari kerusakan ekosistem secara menyolok. (4) Transportasi bibit dari lokasi pengambilan bibit dengan lokasi transplantasi tidak lebih dari satu jam.
2. Pemanfaatan Terumbu Karang Secara Lestari (Perdagangan Karang Hias).
Transplantasi untuk tujuan perdagangan karang hias, dilakukan dengan memindahkan potongan jenis-jenis karang hias yang diperdagangkan ke substrat buatan yang diletakkan di sekitar habitat terumbu karang alami, yang nantinya akan menjadi induk karang hias yang akan diperdagangkan. Teknik dan prosedurnya sebagai berikut: (1) Dilakukan oleh pengusaha karang hias yang telah mempunyai izin sebagai eksportir karang hias. (2) Jenis-jenis karang hias yang dibiakkan adalah jenis-jenis karang hias yang diperdagangkan untuk pembuatan aquarium dan tidak diperdagangkan sebagai karang mati. (3) Jumlah bibit karang hias yang akan ditanam sebagai induk karang hias sesuai dengan kuota yang telah memperoleh persetujuan dari MA. (4) Pengusaha melaporkan kepada MA tentang waktu kapan penanaman dimulai, lokasi pembiakan, jumlah, dan jenis karang hias yang akan ditanam.
3. Perluasan Terumbu Karang
Transplantasi terumbu karang dengan tujuan perluasan terumbu karang merupakan suatu usaha untuk membuat habitat terumbu karang baru atau merubah habiat lain di luar habitat terumbu karang menjadi habitat terumbu karang.
Persyaratan teknik dan prosedur pengambilan bibit dan tempat pengambilan bibit sama dengan persyaratan pada transplantasi terumbu karang untuk tujuan pemulihan terumbu karang yang rusak.
4. Tujuan Pariwisata
Transplantasi karang untuk tujuan wisata dibedakan dari transplantasi karang untuk tujuan perluasan terumbu karang. Tujuannya adalah untuk membuat habitat terumbu karang yang tinggi keanekaragaman hayatinya. Atau membuat panorama yang indah didasar laut seperti halnya di ekosistem terumbu karang. Untuk itu bibit karang yang akan dipindahkan harus terdiri dari jenis-jenis karang yang beraneka ragam bentuk dan warnanya.
Substrat dasar buatan harus menggambarkan bentuk dasar yang menarik dan tahan terhadap arus dan air laut. Selain itu, juga harus dibuat peta lokasi trasplantasi karang menurut kelompok atau jenis karang dan kedalamannya. Peta ini sangat berguna bagi para wisatawan maupun kelompok pelestarian terumbu karang.
5. Membangun Kesadaran Masyarakat
Transplantasi karang dengan tujuan membangun kesadaran masyarakat dilakukan oleh masyarakat pesisir yang sudah menyadari dampak negatif akibat kerusakan terumbu karang. Kegiatan pelatihan teknik transplantasi karang, cara penentuan lokasi pembibitan, cara pengambilan bibit dari induknya, cara pengangkutan bibit, cara penempelan bibit pada substratnya, dan selanjutnya cara pemeliharaannya dilaksanakan secara konsisten kepada masyarakat pesisir. Dengan menjaga keutuhan hasil transplantasi terumbu karang, masyarakat nelayan akan dapat merasakan hasilnya.
6. Pengelolaan Perikanan
Transplantasi karang dengan tujuan meningkatkan produksi perikanan sering disebut“Fish Aggregation Device” (FAD), yaitu suatu cara yang digunakan untuk mengubah suatu perairan yang sepi ikan menjadi perairan yang banyak ikan. Terumbu karang buatan dibangun di sekitar terumbu karang, sehingga nelayan tidak lagi menangkap ikan di terumbu karang, tetapi berpindah di terumbu karang buatan.
7. Penelitian
Transplantasi karang untuk tujuan penelitian, dibedakan dari persyaratan yang harus dilakukan oleh pelaksana keenam transplantasi diatas, transplantasi untuk tujuan penelitian ini diberbolehkan mengambil bibit di sekitar lokasi penelitian, dengan teknik pemotongan cabang di tempat, tanpa memindahkan induknya. Karena transplantasi untuk tujuan penelitian biasanya tidak memerlukan banyak specimen, dan dengan biaya dan waktu sangat terbatas.
Tujuan transplantasi terumbu karang yang mempunyai karakteristik masing-masing. Jika sahabat ingin ikut berpartisipasi dalam pelestarian (khususnya transplantasi terumbu karang) bisa dipertimbangkan tujuan pencapaian kegiatan yang diinginkan. Untuk metode dan tahapan transplantasi terumbu karang saya tulis di kesempatan lain.

Monday, November 16, 2015

MENGENAL BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer, Bloch)

November 16, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Indonesia  memiliki  potensi  sumber  daya  perairan  yang  sangat besar, terdiri dari beribu pulau dan dua per tiga perairan. Untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan  nama seabass/Baramundi  merupakan  jenis  ikan  yang  mempunyai  nilai  ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan  FAO/UNDP  melalui  Seafarming  Development  Project  INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru  pada  awal  1989  kakap  putih  dengan  sukses  telah  dapat  dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung
BIOLOGI
Dari berbagai jenis ikan tersebut diantaranya ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup  besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan  kakap  putih  termasuk  dalam  famili  Centroponidae,  secara  lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum            : Chordata
Sub phillum  :  Vertebrata
Klas                 : Pisces
Subclas            : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Famili              : Centroponidae
Genus              : Lates
Species            : Lates calcarifer (Block)

Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f.  Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
PEMILIHAN LOKASI
Sebelum  kegiatan  budidaya  dilakukan  terlebih  dahulu  diadakan  pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya  ikan  kakap  putih.  Secara  umum  lokasi  yang  baik  untuk  kegiatanusaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman  air  yang  baik  untuk  pertumbuhan  ikan  kakap  putih  berkisar antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f.  Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
 Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
-           Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
-           Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
-           1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit:      Kerangkan       berfungsi         sebagai            tempat peletakan kurungan.
-           Bahan: Bambu atau kayu
-           Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
-           Jenis: Drum (Volume 120 liter)
-           Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
-           Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
-           Jumlah : 4 buah
-           Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f.  Pakan yang digunakan: ikan rucah g. Perahu : Jukung
h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah pemeliharaan dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
Kerangka ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2.
PELAKSANAAN BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang- kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut.  Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Sunday, November 15, 2015

Mengenal Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma)

November 15, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Ikan Layang Deles  (Decapterus macrosoma)  badan   memanjang seperti cerutu. Bentuk badan sepintas seperti tongkol ,Sirip punggung pertama berjari keras 8 ,sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 32 – 35 lemah. Sirip dubur teridiri 2 jari-jari keras (lepas), 1 jari-jari keras bergandeng dengan 26 – 30 jari lemah.Dibelakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan.Terdapat 25 – 30 sisik duri pada garis sisinya. Dapat mencapai panjang 40 cm, umumnya 25 cm. Warna : biru kehijauan bagian atas, putih perak bagian bawah.Sirip siripnya  kuning pucat atau kuning kotor.Suatu totol hitam terdapat pada bagian  atas penutup insang dan pangkal sirip dada (Ditjen
Perikanan,1998)
Menurut klasifikasi Bleker dalam Saanin  (1968) sistematika ikan layang adalah sebagai berikut :
Phyllum           :  Chordata
Kelas         :  Pisces
Sub kelas     :  Teleostei
Ordo         :  Percomorphi
Divisi         :   Perciformes
Sub divisi     :   Carangi
Familia     :   Carangidae
Genus         :   Decapterus
Spesies     :  1. Decaptersus russelli (Rupell,1982)
               2. Decapterus macrosoma (Bleker,1851)
b.    Habitat dan Distribusi
Di perairan Indonesia terdapat lima jenis  layang yang umum yakni
Decapterus kurroides, Decapterus russelli,  Decapterus macrosoma  Decapterus layang, dan Decapterus maruadsi (FAO,1974). Dari kelima jenis ini hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia , sedangkan di Perairan Laut Jawa terdapat dua spesies yaitu   Decapterus macrosoma dan Decapterus ruselli  (Widodo ,1988).
Di Laut Jawa sangat dominan dalam hasil tangkapan nelayan mulai dari Pulau Seribu, hingga P.Bawean dan P. Masalembo,Selat Makassar Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali. Decapterus ruselli dan Decapterus macrosoma tersebar di perairan tertentu.
Tampaknya Decapterus   ruselli senang hidup di perairan dangkal seperti
Laut Jawa, sedangkan Decapterus macrosoma tersebar di perairan laut seperti di Selat Bali, Perairan Indonesia Timur Laut Banda, Selat Makassar dan Sangihe, Laut Cina Selatan. Decapterus kurroides tergolong  ikan yang agak langka antara lain terdapat di Selat  Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu  (Jawa Barat). Decapterus maruadsi termasuk ikan layang yang berukuran besar, hidup di laut dalam seperti di Laut Banda  tertangkap pada kedalaman 100 meter lebih  (Nontji, 2002) .
 Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan  yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi  perairan jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil  dari pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan , tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa  ikan  ini  banyak  dijumpai  pada  kedalaman    45 – 100 meter (Hardenberg dalam Sunarjo ,1990).
Ikan layang meskipun aktif berenang, namun terkadang tidak aktif pada saat membentuk gerombolan di suatu daerah yang sempit atau disekitar benda-benda terapung. Oleh karena itu nelayan payang dan purse seine di Jawa memasang rumpon dalam aktivitas penangkapan mereka. Menurut Sumarto  dalam Sunarjo (1990) sifat menggerombol ikan ini pada umumnya membelakangi rumpon, dan selalu menghadap/menentang arus. Sifat menggerombol ikan layang tidak terbatas dengan ikan sejenisnya, bahkan kerap kali bergabung dengan jenis lainnya, seperti bawal (Stromateus sp) , Selar (Caranx sp) , ikan Tembang (Sardinella sp) dan lain-lainnya.
Menurut Shaw dalam Gunarso (1985) pengelompokan atau schoal merupakan gejala biososial yang elemen–elemen penyebabnya merupakan suatu pendekatan yang bersifat timbal balik. Bagi ikan hidup bergerombol dapat memberikan kesempatan yang lebih besar untuk menyelamatkan diri dari predator  dan bagi beberapa jenis ikan bergerombol dapat memberikan stress yang lebih kecil daripada yang hidup sendiri (Royce,1972).
 Secara biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau  pemakan plankton kasar yang terdiri dari organisme pelagis meskipun komposisinya berbeda masing-masing spesies copepoda, diatomae,larva ikan. Sumber daya tersebut bersifat ‘multispecies’ yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara biologis ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan  atau antar hubungan pemangsaan (predatorprey relationship).Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan layang   menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di permukaan  dan membuat gerombolan di  perairan lepas pantai , daerahdaerah pantai laut dalam , kadar garam tinggi dan sering tertangkap secara bersama.
c.   Pola Ruaya.
Karena di Laut Jawa sering terjadi perubahan pola arus dan pola    sebaran salinitas yang bergantung pada musim, maka ikan layang berruaya sesuai pola arus. Hardenberg dalam Nontji (2002) telah menyusun hipotesis mengenai ruaya ikan layang di laut Jawa dan sekitarnya dengan  arah gerakan ruayanya yang sejalan dengan gerakan arus utama yang berkembang di laut Jawa  pada musim tersebut sebagai berikut :
1.    Pada musim timur : bulan Juni – September banyak ikan layang di Laut Jawa. Ikan   layang  ini adalah ikan layang timur yang terdiri dari 2 (dua) populasi, yakni yang datang dari Selat Makassar dan yang datang dari laut Flores.  Pada saat itu, dengan salinitas tinggi menyebar dari laut Flores masuk ke laut Jawa dan keluar melalui Selat Karimata dan Selat   Sunda.
2.    Pada musim Barat : bulan Januari sampai dengan Maret. Pada musim ini terdapat 2 ( dua) populasi yang masuk ke Laut Jawa yaitu ikan layang barat dan ikan layang utara. Populasi layang barat memijah di Samodera Hindia sampai ke Selatan Selat Sunda dan sekitarnya selanjutnya bermigrasi /terbawa arus masuk ke Laut Jawa .  Sementara itu populasi layang utara memijah di Laut Cina Selatan, pada musim barat sebagian bermigrasi ke Selatan  melalui  Selat Sunda masuk ke laut Jawa dan sebagian lagi ke timur sampai ke P. Bawean, P. Masalembo dan sebagian lagi membelok kearah selatan Selat Bali. Pola ruaya ini sejalan dengan pola arus yang berkembang saat itu.
d.  Musim Penangkapan.
Puncak produksi ikan layang di Laut Jawa terjadi dua kali dalam setahun masing-masing jatuh pada bulan Januari – Maret (akhir musim barat) dan pada bulan Juli – September (musim Timur) . Puncak-puncak musim ini dapat maju atau mundur waktunya sesuai dengan perubahan musim. Diluar waktu itu ikan layang tidak tertangkap ( Widodo,1988).
Musim penangkapan ikan,terutama ikan-ikan pelagis kecil  dapat ditelusuri dari  berlangsungnya musim ikan yaitu berdasarkan  produksi ikan yang didaratkan  Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan melimpah  antara bulan Juli sampai Desember dengan puncaknya sekitar bulan Nopember , karena bulan-bulan tersebut terjadi kenaikan produksi bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pekalongan,2005). e.  Musim Pemijahan Ikan Layang.
Musim pemijahan ikan pelagis kecil di Perairan Laut Jawa relatip  panjang tetapi masing-masing individu lama memijah dalam periode singkat.Keberadaan juvenil ikan layang (ukuran kurang dari 12 Cm) hanya terjadi pada bulan Maret sampai Juli. (Atmaja dkk.,2003). Tingkat kematangan gonad ikan layang biasa (D.ruselli) pada tingkat matang (ripe) dijumpai pada bulan April  sampai Juni , sedangkan pada tingkat lepas telur (masa istirahat dan menyerupai kantong kosong) terjadi pada bulan sampai Desember . Juvenil kecil telah dijumpai antara bulan Maret sampai Mei antara ukuran 6 Cm.  (Widodo,1988).
  Menurut Delsman dalam Atmaja dkk. (2003) telur dan larva D. russelli telah ditemukan di Perairan Bawean pada bulan April – Mei dan di sekitar perairan Madura pada bulan Oktober-Nopember. Ikan siap memijah dan tumbuh menjadi ikan kecil  (kurang dari 12 cm) terjadi dari bulan
Maret sampai Juni. Musim pemijahan terjadi pada  bulan  Mei  sampai
Desember dengan aktifitas maksimum mulai bulan September – Desember.
    Sedang ikan layang (D. macrosoma) tingkat kematangan gonad (telur transparan) dijumpai antara bulan Mei – Juni , sebagian telah melepas telur antara bulan Juli - Oktober dan  ikan-ikan kecil dengan panjang total  sekitar 8 Cm dijumpai pada bulan Mei, Juli, Agustus dan Nopember (Widodo,1988). Telur-telur dan larva ikan layang deles (D. macrosoma) dijumpai di sekitar perairan Madura di bulan Oktober dan Nopember.
Dari uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa musim pemijahan ikan layang di perairan Laut Jawa terjadi pada bulan Mei – Oktober atau Nopember dan waktu musim pemijahannya relatip panjang, tetapi masingmasing individu memijah dalam periode singkat. Keberadaan juvenil ikan layang (ukuran kurang dari 12 Cm) hanya terjadi pada bulan Maret sampai
Juli. (Atmaja ,dkk ,2003)  

Saturday, November 14, 2015

MERINTIS BUDIDAYA UDANG VANAMEI AIR TAWAR

November 14, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Di kawasan desa Talun, kecamatan Kayen, kabupaten Pati memiliki areal kolam yang sangat luas, sampai sekarang ± 250 Ha dalam satu desa. Dahulu merupakan rawa yang selalu mengalami banjir, tetapi sejak di bangunya jaringan irigasi Jratun Seluna maka berkembang usaha di bidang pertanian dan perikanan air tawar, untuk lebih berkembang usaha air tawar sekarang telah banyak usaha pendederan ikan gurami, bawal. Untuk udang air tawar memang mesih menjadi mimpi yanb belum tercapai cita-citanya
Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas budidaya yang sudah dikenal dan sangat diminati oleh masyarakat. Udang vaname dikenal sebagai komoditas budidaya air payau. Selama ini, udang vaname yang menjadi salah penghasil devisa Negara non migas banyak dibudidayakan di wadah tambak. Padahal sebenarnya udang vaname dapat dibudidayakan dengan menggunakan media air tawar dengan menggunakan metode tradisional ataupun semiintensif.
Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut:
Phylum        : Arthropoda
Kelas           : Crustacea
Sub-kelas    : Malacostraca
Series          : Eumalacostraca
Super ordo      : Eucarida
Ordo            : Decapoda
Sub ordo        : Dendrobranchiata
Infra ordo      : Penaeidea
Famili          : Penaeidae
Genus           : Penaeus
Sub genus       : Litopenaeus
Spesies         : Litopenaeus vannamei
Udang vannamei dikenal memiliki nama ilmiah yakni Penaeus vannamei. Udang jenis ini memiliki 2 gigi pada tepi rostrum pada bagian ventral dan 8 – 9 gigi pada bagian tepi rostrum bagian dorsal. Penaeus vannamei memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah isoosmotik (Wyban et al., 1991).
Kondisi udang yang dapat hidup dengan salinitas yang sangat lebar ini kemudian menjadikan beberapa pembudidaya mencoba melakukan budidaya udang vaname di air tawar melalui proses aklimatisasi dan dalam prosesnya berhasil dilakukan budidaya udang vaname pada salinitas rendah yakni pada salinitas 2 ppt.
Budidaya udang vaname di air tawar memiliki beberapa keunggulan diantaranya mengurangi risiko udang terjangkit penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang banyak menginfeksi udang di perairan air payau.
Harus dipahami bahwa yang dimaksud dengan air tawar disini adalah air tawar yang mengandung sedikit garam. Jadi, bukan air tawar murni seperti budidaya air tawar pada umumnya. Budidaya udang vaname dengan air tawar maksudnya air tawar yang masih mengandung kadar garam tapi sedikit dan salinitasnya mendekati kondisi air tawar yaitu 2 ppt tersebut di atas.
Menurut Sudrajat, sebenarnya budidaya udang di air tawar dengan sistem tradisional juga sudah dilakukan oleh para pembudidaya di Lamongan, Lampung dan Polman-Sulbar. Pembudidaya biasanya memanfaatkan lahan persawahan dengan menggunakan pola tanam bersama bandeng dan padi. Hasilnya cukup menggiurkan. Dari sawah seluas 1 ha yang ditanami 10 ribu benur udang windu bisa menghasilkan 1,75 kuintal udang size 35, dengan lama pemeliharaan 90 hari. Hasil tersebut masih ditambah dengan 4 kuintal bandeng dan 7 kuintal padi. Sayangnya, semua itu belum digarap secara lebih serius oleh pemerintah. Padahal prospek pengembangan budidaya udang air tawar ini cukup besar, terutama jika melihat luasnya potensi tambak-tambak air tawar yang berjarak 2-3 km dari bibir pantai dan belum termanfaatkan secara optimal (Trobos, 2008).
Kelemahan dari budidaya udang vaname di air tawar adalah kepadatan benih dan ukuran panen terbatas. Biasanya para pembudidaya air tawar hanya bisa memelihara sekitar 6,6 – 12,5 gram saja, atau sekitar size 150 – 80 ekor /kg.
Budidaya udang vaname di air tawar dibagi dalam 2 tahapan ,yaitu tahap pendederan dan tahap pembesaran. Tahap pendederan merupakan tahap penentu dari kelanjutan usaha budidaya karena langkah ini adalah proses adaptasi benur dari lingkungan yang salinitasnya tinggi ke lingkungan yang nantinya bersalinitas mendekati nol (0). Benur yang dibeli dari hatchery biasanya bersalinitas sekitar 30 promil. Benur tersebut lalu ditebar di petakan yang salinitasnya hampir sama dengan di hatchery yaitu sekitar 30 permil. Selanjutnya dilakukan penambahan air tawar pelan – pelan selama 10 sampai 14 hari, sehingga salinitasnya mendekati 0,5 ppt. Air yang dipakai untuk kucuran lebih baik jika dari petak yang air tawarnya akan digunakan untuk membesarkan udang nantinya. Harapannya adaptasi bisa lebih sempurna. Jika kolam pendederan hanya mempunyai air tawar, maka sebaiknya mendatangkan air laut. Jangan menambahkan garam untuk membuat air laut tiruan. Bisa juga menggunakan air asin dari tambak garam, kemudian air tersebut diencerkan.
Untuk tahap pembesaran, faktor penting pada budidaya air tawar adalah mempertahankan alkalinitas dan salinitas sekitar 0,5 ppt. Sehingga diharapkan penerapan pengapuran dan penambahan berkala garam krosok sangat diperlukan sekitar 200 kg per minggu. Ini untuk mengantisipasi hilangnya garam karena proses pergantian air. Rata-rata udang dipelihara antara umur 50 – 90 hari dengan size 200 – 100 ekor/kg. Ada pula yang sampai size 70 ekor/ kg dengan umur antara 110 sampai 120 hari. Variasi besar kecilnya size, tonase, angka kehidupan (SR) tergantung dari mutu benur, kepadatan dan masa adaptasi serta faktor pendukung lainnya. Kepadatan 10 hingga 15 ekor/m2 memungkinkan untuk tidak memakai kincir dengan masa budidaya 75 hari. Sedangkan kepadatan 25 ekor/m2 harus sudah memakai kincir menjelang umur 25 hari. Untuk kepadatan 40 ekor/m2, kincir harus sudah operasi sejak udang berusia 7 hari. Kondisi persiapan program pakan dalam keadaan standar.(Trobos, 2009)
Beberapa kunci sukses budidaya udang vaname di air tawar adalah:
1. Prosedur aklimatisasi dan penebaran, karena biasanya benur dari hatchery bersainitas tinggi dan harus diadaptasikan ke salinitas rendah yang komposisi ioniknya berbeda
2. Lokasi tambak harus berada pada kawasan estuarine yang masih kena dampak pasang surut.Hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan kadar ion garam yang diperlukan dalam budidaya udang vaname.
3. Benur sudah setidaknya diatas PL10, sebaiknya benur telah mempunyai cabang filamen insang yang meluas karena insang memainkan peraan penting dalam osmoregulasi udang. Kapasitas regulasi benur berkaitan dengan jumlah permukaan insang yang tersedia untuk osmoregulasi. sebelum PL 10, insang mempunyai cabang sedikit sehingga toleransinya terbatas terhadap salinitas rendah.
4. Benih udang vaname sudah diadaptasi ke salinitas rendah (tawar). Penurunan salinitas sebaiknya dilakukan mulai PL10 secara bertahap. Penurunan salinitas dapat dilakukan dengan penurunan salinitas sebanyak 1 – 2 ppt perharinya sehingga akan didapatkan ukuran tebar benih adalah sekitar PL 30-40. Benih udang yang sudah diaklimatisasi ke air tawar ini dapat di peroleh di Jepara.
5. Perhatikan kondisi kadar ion garam dan mineral di tambak/kolam yang akan dilakukan penebaran benih udang vaname. Beberapa pembudidaya mengalami kendala dalam melakukan budidaya ini karena kadar ion dan mineral yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan tidak terdapat pada sumber airnya. Beberapa solusi untuk masalah ini pembudidaya melakukan penambahan ion dan mineral yang dibutuhkan.
6. Perlu identifikasi kebutuhan nutrien/nutrisi pakan yang spesifik untuk lingkungan salinitas rendah.
7. Untuk mengurangi resiko infeksi penyakit sebaiknya dibuat system klaster sehingga penyebaran penyakit dapat lebih dikontrol.
Saat ini berkembang minat tinggi untuk memelihara species laut dan muara di air bersalinitas rendah di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Untuk species seperti ikan striped bass, salinitas air ditingkatkan dengan menambah garam krasak ke kolam air tawar. Di Thailand, larutan air asin bersalinitas 100-200 ppt dari penguapan air pantai yang ditambahkan di kolam air tawar untuk meningkatkan salinitas dan digunakan sebagai media untuk budidaya udang. Di beberapa tempat lain, ada yang menggunakan air tanah atau air permukaan yang mengandung salinitas yang memadai. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Meskipun perairan ini mempunyai salinitas yang cukup, ketidaksetimbangan ion mayornya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan SR ikan dan udang. Masalah yang paling ngetop adalah kandungan konsentrasi potassium rendah. Persoalan ini dapat diatasi dengan mengaplikasikan potassium chloride untuk memberikan konsentrasi potassium hingga 10x salinitasnya. Konsentrasi magnesium dapat juga berefek negative terhadap pertumbuhan species yang dibudidaya di air bersalinitas rendah. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Di daerah yang gersang/kering, penguapan akan mengkonsentrasikan ion-ion di air kolam inland, yang dapat membahayakan species budidaya, terutama dimana digunakan kolam yang dilapis dan secara rutin ditambahkan air untuk menggantikan berkurangnya air akibat penguapan. Saya menyadari akan situasi dimana salinitas di kolam yang dilapis di area gurun pasir bisa meningkat diatas 5.000 mg/l selama bertahun-tahun, yang mematikan ikan kakap yang dipelihara di kolam tsb. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Beberapa species dapat dapat beradaptasi terhadap kisaran salinitas yang luas daripada yang lain. Udang laut sangat toleran terhadap salinitas yang bervariasi. contohnya, Litopenaeus vannamei dan Penaeus monodon dapat dibudidaya di perairan yang berkisar dari 1 ppt hingga lebih dari 40 ppt. Namun demikian, salinitas ekstrim sangat membuat stress, dan budidaya udang kurang bermasalah pada salinitas diatas 5 ppt dan dibawah 40 ppt. Salinitas yang ekstrim terutama menyebabkan stress jika terjadi suhu yang juga ekstrim. (Claude E. Boyd, Ph.D in Global Aquaculture Advocate, Sept/Oct 2007)
Tambak udang di muara sering mempunyai variasi salinitas musiman yang luas. Selama musim hujan, salinitas bisa turun drastis, sementara musim kemarau, salinitas bisa melebihi salinitas air lautan. Petambak udang kadang-kadang menambahkan air tawar ke kolam dekat pantai untuk menurunkan salinitas. Penarikan air tanah untuk tujuan ini tidak dianjurkan, dapat menyebabkan pengacauan air garam menjadi sumber air tawar.
Perkembangan produksi udang terutama udang vaname terganggu oleh adanya serangan penyakit sehingga beberapa sentra produksi budidaya udang vaname mengalami penurunan produksi yang berimbas pada turunnya produksi udang secara nasional. Selama empat tahun terakhir produksi udang vaname mengalami tren penurunan produksi terutama di sentra produksi udang vaname. Sentra produksi udang vaname antara lain terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Udang vaname prospek pasarnya yang sangat potensial terutama pasar ekspor. Penurunan produksi udang vaname akibat penyakit mungkin dapat di atasi dengan menggiatkan budidaya udang vaname di air tawar karena terbukti lebih tahan terhadap serangan penyakit. potensi pengembangan budidaya udang vaname di air tawar sangat terbuka lebar. Apalagi didapati informasi bahwa udang vaname dapat dipelihara di daerah di luar kawasan eustuarine sehingga hal ini semakin membuka peluang pembudidayaan udang vaname dengan media air tawar dan tidak harus dekat dengan pantai. Bahkan informasi yang didapat udang vaname dipelihara di kolam bekas budidaya ikan lele yang notabene merupakan kolam murni air tawar dan lokasinya berada di pekarangan rumah. Satu hal yang penting dalam pemeliharaan udang vaname di air tawar adalah kandungan ion dan mineral yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan udang vaname.

Friday, November 13, 2015

MANFAAT PUPUK UREA DAN SP-36 BAGI BUDIDAYA BANDENG AIR TAWAR POLIKULTUR

November 13, 2015 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
Dikawasan tambak wilayah Ds.Talun Kec.Kayen Kab.Pati, sudah tidak asing lagi dengan peengelolaan budidaya ikan bandeng sistem polikultur dengan ikan nila, ikan Mas mempergunakan pupuk pabrikan Urea dan SP-36. Yang namanya pupuk urea. Pupuk Urea terdiri dari senyawa kimia yang bernama urea atau yang lebih dikenal dengan nama carbonyl diamide. Senyawa urea merupakan jenis senyawa oraganik. Karbon, Nitrogen, Oksigen, dan Hidrogen adalah unsur yang menyusun senyawa ini. Berikut rumus kimia urea (rumus molekul).
Urea merupakan persenyawaan organik, tidak  bermuatan listrik, titik leleh sebesar 132,70C, panas leleh ± 60 kal/gram, titik didih dalam air 115 0C, berbentuk butiran berwarna putih, rumus kimia CO(NH2)2 secara kimiawi maupun fisiologis urea merupakan  pupuk  netral,  tidak  menyebabkan  tanah  menjadi  asam,  dan  urea  juga bersifat higroskopis. (Sumaryo, 1983)

Reaksi yang terjadi adalah :
2NH3    + CO2                   NH2COONH4
NH2COONH4                    NH2CONH2    +  NH3
CON2H4 bisa juga ditulis (NH2)2CO

Rumus kimia urea empiris terdiri dari 1  buah atom karbon, 1 atom Oksigen, 4 atom Hidrogen, dan 2 atom Nitrogen. Pemanfaatan urea sendiri banyak sebagai fertilizer atau pupuk.
Sekitar 90% urea industri digunakan sebagai pupuk kimia. Urea dalam bentuk butiran curah (prill) digunakan dalam pertanian sebagai pupuk kimia pemasok unsur nitrogen. Di tanah, urea akan terhidrolisis dan melepaskan ion amonium. Kandungan N pada urea adalah 46%, tetapi yang termanfaatkan oleh tanaman biasanya separuhnya.
Karena penting dalam pembangunan pertanian dan perikanan, pupuk Urea masih disubsidi oleh pemerintah. Di pasaran Indonesia, pupuk urea dipasarkan dalam dua bentuk: bersubsidi (berwarna merah muda, digunakan untuk bantuan pembangunan) dan tidak bersubsidi (berwarna putih, untuk dipasarkan secara komersial).
Pupuk urea dihasilkan sebagai produk samping pengolahan gas alam atau pembakaran batu bara. Karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan industri tersebut lalu dicampur dengan amonia melalui proses Bosch-Meiser. Dalam suhu rendah, amonia cair dicampur dengan es kering (karbondioksida) menghasilkan amonium karbamat. Selanjutnya, amonium karbamat dicampur dengan air ditambah energi untuk menghasilkan urea dan air.
jika curah hujan tinggi dan strukur tanah yang lemah, disamping itu perlu diperhatikan sifat urea yang dapat berubah menjadi nitrat ini, karena hal ini memperbesar turunnya efisiensi urea. Untuk mengurangi sifat sifat yang merugikan dari urea diusahakan membungkus b Kekurangan urea bentuk prill ini adalah mudah menguap dan mudah larut sehingga unsur hara yang terkandung cepat menghilang.utiran urea dendan SCU (Sulfur Coated Urea ). (Madjid,M, 2010) Penanggulangan Kelebihan dan Kekurangan Kadar (NH4+)
Kelebihan kadar ammonium dapat ditanggulangi dengan beberapa cara :
1. Memanfaatkan enceng gondok. Enceng gondok dalam perairan dapat mengurangi kadar ammonium dalam air yaitu dengan cara berdasarkan umur dan lama kontak. Jika berdasarka umur yaitu dengan menggunakan enceng gondok yang tua dan muda dalam air. Tapi jika dengan lama kontak yaitu dengan lama waktu perlakuan yaitu dengan waktu 2 hari, 4 hari, 6 hari. Jadi dapat dilihat bagaimana penyerapan NH4+ selama 2 hari, 4  hari, 6 hari dan pengaruh penyerapan  NH4+ terhadap enceng gondok yang tua dan muda.
2. Menggunakan sistem pengolahan dengan cara adsorpsi. Sistem operasi yang dipergunakan adalah batch dan kontinyu. Sedangkan adsorbat (kontaminan) yang dipergunakan adalah limbah artifisial, yaitu larutan ammonium klorida. Pada sistem batch, terdapat empat variabel bebas yang divariasikan, yaitu : pertama, konsentrasi sorbat, terdiri dari 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm. Faktor yang kedua adalah waktu kontak, terdiri dari 2 jam, 4 jam, 6 jam, 24 jam, dan 48 jam. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu perlakuan awal adsorben: dengan pemanasan dan penambahan asam. Faktor terakhir yaitu jenis adsorben yang digunakan: bentonit dan kaolin.
Sedangkan  kekurangan kadar ammonium dapat ditanggulangi dengan cara : Memperbanyak        kandungan            ammonia          dalam  air        karena  ammonia          dalam  air membentuk ammonium.
Pemberian pakan pada budidaya ikan bandeng sistem polikultur dengan ikan Mas, Nila dan Patin pemberian makan pokok ikan terdiri dari plankton yang ditumbuhkan dengan pemupukan urea dan SP-36. Dengan pupuk urea dan SP-36 ikan bandeng sistem polikultur dapat hidup dan berkembang menjadi siap dikonsumsi.
Dari penggunan urea dan SP-36 banyak dari sifat umum fosfor serupa dengan nitrogen, tetapi banyak pula perbedaan antara keduanya. Nitrogen memegang peranan sangat penting dalam daur organik dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam daur nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam salah satu bentuk gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbahan yang bersifat terlihat mata maupun tak terlihat.Plankton yang terbentuk terdiri dari fitoplankton dan zooplankton hasil dari pemberian pupuk urea dan SP-36.
Waktu pemberian pupuk urea dan SP-36 yang efektif dan efisien adalah pada waktu hari cerah sinar matahari benderang, tidak dalam musim penghujan maupun mendung. Karena semua proses pembentukan pratein dari urea memerlukan penguraian dari sinar matahari.
Hasil dari tumbuh-tumbuhan baik berupa zooplankton menjadi protein yang kemudian dimakan hewan / ikan dan diubah menjadi protein hewan. Jaringan organik yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk didalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, NH4).
Nutrien adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuh tumbuhan melalui proses fotosintesis dan berada dalam material organic. Nutrien sendiri dibagi menjadi 2 yaitu,
a.      Makronutrien adalah nutrient yang tersebar dilautan dan konsentrasinya melebihi 1 ppm dengan kata lain nutrient jenis ini melimpah dilautan. Contoh : C, N, P, O, Si, Mg, K, Na.
b.      Mikronutrien adalah nutrient yang tersebar dilaut dan konsentrasinya kurang dari 1 ppm dengan kata lain nutrient jenis ini penyebrannya terbatas atau sedikit dilaut. Contoh : Fe,Cu, Mn, Ze.
Apabila senyawa Fe yang dibutuhan oleh makhluk hidup berlebihan maka akan mengakibatkan blooming alga. Elemen makro esensial adalah C. Elemen mikro esensial adalaha N, P, Si. Fitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup lengkap.
Namun pertumbuhan fitoplankton dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencampurkan air dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air  tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat. Makronutrien yang berupa nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.
Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti amonia, nitrit, dan senyawa organik dapat dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi tinggi dan dalam.
Jadi dari hasil pemupukan kolam pada pelaku utama dan usaha pada bandeng air tawar sistem polikultur bisa menggantikan fungsi pakan tambahan pada ikan. Pemberian pupuk urea dan Sp-36 yang meningkat bertambah perlu mendapatkan perhatian. Karena pemberian pupuk anorganik urea dan SP-36 akan berdampak merusak kesuburan tanah tanpa di imbangi dengan pemupukan dengan pupuk organik.
Apabila pemupukan organik dibiasakan adalah dengan pemberian pupuk dasar pada waktu pengeringan dan pengolahan dasar kolam, apabila diperlukan pemupukan tambahan bisa di pupuk dengan organik yang diisi pada karung dengan di gantung pada kolam.