A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Perlu difahami bahwa
mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar” adalah saat dipanen
dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan pernah menghasilkan mutu yang lebih
baik, oleh karena itu cara penanganan pertama saat panen menjadi
sangat penting karena
akan berarti ikut
mempertahankan mutunya selama tahapan distribusi, penanganan dan
pengolahan selanjutnya sampai siap dikonsumsi.
Agar dapat melakukan penanganan
hasil perikanan secara benar untuk mempertahankan mutunya perlu diketahui
ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan lainnya) yang baik dan penyebab
kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara penanganan yang paling
efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi penyebab kerusakan
tersebut.
Kondisi komposisi
kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen merupakan ciri atau kriteria
mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab dominan kerusakan mutunya
dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan benturan/tekanan fisik.
Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera
setelah dipanen efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah
menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu
cara yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap
untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan
sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan,
petani ikan dan pedagang ikan saat ini.
Untuk melakukan penanganan
ikan dengan es secara baik dan mencegah penyebab kerusakan lainnya
seperti kontaminasi maupun
benturan/tekanan fisik, diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah
cukup. Oleh karena itu sarana tersebut merupakan syarat mutlak yang harus disediakan
diatas kapal penangkap ikan dan di tempat penanganan ikan segar lainnya seperti
di dermaga pembongkaran, tempat pelelangan ikan
(TPI) dan gudang
pada pangkalan pendaratan
ikan (PPI) atau
pelabuhan perikanan.
2. Tujuan
a. Dasar-dasar cara
praktis menangani ikan dengan es setelah ditangkap di atas kapal penangkap ikan
dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan.
b. Sebagai panduan bagi
para nelayan, petani ikan, pengelola PPI, pedagang ikan dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan dan dipraktekkan dalam menangani ikan segar agar dapat
dicapai hasil produksi perikanan dengan mutu yang prima sehingga harganya
menjadi mahal dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan
produsen.
c. Perlu untuk selalu
diperbaiki atau diberi masukan oleh para praktisi agar menjadi lebih sempurna seperti
yang diharapkan.
B. FAKTOR PENYEBAB
KERUSAKAN IKAN
Penyebab utama
kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari keadaan ikan itu
sendiri pada saat
ditangkap dan penyebab dari kondisi
diluar tubuh ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya
sendiri meliputi kondisi fisik dan komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan
dari luar tubuh ikan disebabkan oleh kontaminasi dan tekanan atau benturan
fisik yang dialami ikan selama penanganannya dilakukan. Dengan mengetahui
mekanisme penyebab terjadinya kerusakan dapat
diupayakan langkah-langkah pencegahan untuk menghambat proses penurunan mutu
ikan.
1. Komposisi fisik dan
kimiawi ikan
Dari bentuk fisiknya
bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion) adalah dagingnya,
sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip
dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis ikan
tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya
setelah mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Porsi dari
bagian-bagian tersebut sangat tergantung dari jenis ikan yang berkaitan dengan
bentuk tubuhnya, dimana secara garis besar bentuk tubuh ikan dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Zaitsev, et al., 1969) : (1) seperti
bentuk torpedo atau cerurtu contoh ikan tuna (Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus
spp.), layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), lemuru
(Sardinella longiceps) dsb., (2) bentuk panah atau tombak, Contoh : ikan
julung-julung (Tylosurus spp., Hemir hamphus spp.), ikan layur (Trichiurus
spp.) dsb., (3) bentuk pipih dengan ukuran potongan vertikal yang jauh lebih
panjang dari potongan horisontalnya, contoh ikan kakap (Lates calacarifer), kerapu
(Ephinephelus spp.), bawal (Pampus spp., Formio spp;) dsb., (4) bentuk pipih
mendatar melebar dengan ukuran potongan vertikal yang pendek dibandingkan dari
potongan horisontalnya, contoh ikan sebelah (Psettodidae), ikan lidah
(Cynoglossus spp., Pleuronectus spp.) ikan pari (Trigonidae) dsb., (5) bentuk
ular, contoh : ikan malung (Muraenesox cinereus), belut laut dsb.
Tabel 1. Komposisi
fisik beberapa jenis-bentuk ikan (Zaitsev et al., 1969)
Bentuk – Jenis ikan
|
Proporsi dari
berat utuh ikan (%)
|
||||||
Kepala
|
Daging
*)
|
Kulit
|
Tulang
|
Sirip
|
Sisik
|
Insang
&
isi perut
|
|
Bentuk Torpedo : Tuna
Bentuk panah : Pike Bentuk pipih vertikal : kakap Bentuk pipih horisontal : halibut
Pasific flounder
|
18.00
19.00
14.00
17.00
13.00
|
60.00
53.00
49.00
59.00
51.00
|
4.00
3.50
3.50
4.00
5.00
|
8.00
7.50
11.00
10.00
12.50
|
2.00
3.00
3.50
2.00
4.50
|
-
2.50
4.50
-
-
|
8.00
9.50
13.00
7.00
12.50
|
*) = bagian yang lazim
dapat dimakan (edible portion)
Daging atau otot ikan
karena kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian tubuh ikan yang lazim
menjadi target untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar secara
umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64-
81% air. Komposisi
inilah yang menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba (jasad
renik), dimana mikroba
mencerna atau mengurai zat gizi
tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan daging ikan
menjadi rusak atau busuk. Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan segar
adalah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung
tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim.
Salah satu bentuk protein daging ikan adalah berupa
enzim yang meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai
komposisi daging ikan pada saat ikan hidup melakukan gerakan di air. Bagian
komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot
ikan hidup adalah
glikogen otot, suatu
bentuk senyawa gula sederhana yang dikandung otot daging
dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi. Pada ikan hidup hasil uraian
glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah
berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah
ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan
urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini
terjadi secara anaerob dan kerja
enzim menjadi tak terkendali dalam
mengurai glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa
ketegangan otot daging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak
dapat dilipat yang lazim disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya
terutama asam laktat akan tertimbun didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis tergantung persediaan
glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak persediannya (berarti ikan
tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan dalam kondisi
rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini adalah sejak
ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan
daging oleh mikroba
pembusuk tidak terjadi,
karena selama keadaan
tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan
mikroba pembusuk. Setelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman
daging karena menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat
keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk.
Bagian tubuh ikan hidup
yang selalu mengandung mikroba adalah lendir di permukaan kulit, insang dan isi
perut, dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan pusat konsentrasi mikroba
pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan
kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan bagian dalam
dinding perut yang
luka untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun
mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga
mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan
sampai pecah selama penanganannya agar enzim- enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan bagian dalam
yang selanjutnya juga merusak daging ikannya.
1.2. Mekanisme
perubahan fisik ikan setelah kematiannya
Perubahan fisik ikan
yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air atau tercekik
adalah :
- Saat proses kematian akan keluar lendir
dipermukaan tubuh ikan dengan jumlah yang berlebihan dan ikan akan mengelepar
mengenai benda disekelilingnya. Apabila benda yang terkena benturan ikan cukup
keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi memar dan luka-luka.
- Selanjutnya
setelah ikan mati
secara perlahan-lahan akan mengalami
kekakuan
tubuh (rigormortis)
yang diawali dari ujung ekor menjalar kearah bagian kepalanya. Lama kekakuan
ini tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya.
- Setelah proses
rigormortis selesai, kerusakan ikan akan mulai terlihat berupa perubahan-perubahan
: berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna insang,
berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, untuk ikan bersisik menjadi lebih
mudah lepas sisiknya dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, bau berubah dari
segar menjadi asam.
- Perubahan
tersebut akan meningkat
intensitasnya sesuai dengan
bertambahnya tingkat penurunan mutu ikan, sampai yang terakhir ikan
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi manusia atau busuk.
Menilai kesegaran ikan
yang paling mudah adalah menggunakan metode indrawi atau organoleptik dengan
mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya,
seperti warna/rupa, rasa, kekenyalan dan kekompakan daging, kondisi mata,
kondisi insang, dinding perut, bau atau aroma. Berikut ini ciri-ciri indrawi
ikan segar dan penyimpangan dari ciri tersebut menunjukkan telah terjadinya
penurunan atau perubahan mutunya. Ciri-ciri indrawi ikan segar :
- Rupa dan warna: mata masih jernih, warna
merah insang, kecemerlangan kulit/sisik dan
warna putih-merah dagingnya
spesifik jenis ikan dalam keadaan segar dan bersih.
- Bau: segar spesifik jenis dan mempunyai bau
rumput laut segar.
- Daging elastis (kenyal), padat dan kompak,
apabila dicicip berasa netral dan sedikit manis.
1.3. Prinsip mencegah
kerusakan
Prinsip mencegah atau
menghambat kerusakan ikan oleh faktor komposisi fisik dan kimiawi ikan adalah :
- Memberi
perlakuan suhu rendah
terhadap ikan segera
setelah ditangkap atau dipanen, karena proses enzimatis dan
aktifitas mikroba pengurai daging akan sangat
dihambat pada suhu
mendekati 0°C (3 s/d 5°C). Suhu rendah ikan ini harus dipertahanlan selama
pencucian, penyiangan, pengemasan, penyimpanan dan distribusinya.
- Mempercepat dan mempermudah kematian ikan
segera setelah diangkat dari air dengan cara mendinginkannya dalam air es
dingin atau segera memukul kepalanya tepat dibagian otak khsus untuk ikan
berukuran besar seperti tuna, layaran dsb yang ditangkap dengan pancing (rawe
atau long-line)
- Khusus
untuk ikan berukuran
besar diikuti dengan
pembuangan darah ikan (bleeding), karena darah merupakan media
penyebaran mikroba pembusuk dari insang ke daging ikan melalui pembuluh darah
ikan.
- Menyiangi dengan membuang insang dan isi
perut ikan sebagai pusat konsentrasi mikroba alami.
- Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati dan disiangi, dengan tujuan
membersihkan lendir
dipermukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba
pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan, dan sisa-sisa darah selama proses
penyiangan.
2. Kontaminasi
Kontaminasi adalah
penularan kotoran, mikroba pembusuk atau patogen (penyebab penyakit) dan bahan kimia
berbahaya ke tubuh ikan
yang berasal dari lingkungan disekelilingnya saat masih hidup,
saat ditangani diatas kapal dan didarat, sehingga ikan yang tertular menjadi
tercemar dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi meskipun kondisinya segar.
Prinsip untuk mencegah
terjadinya kontaminasi antara lain :
- Menangkap / memelihara ikan di perairan yang
tidak tercemar oleh kotoran, mikroba pembusuk atau patogen (penyebab penyakit)
dan bahan kimia berbahaya.
- Menggunakan
air bersih dengan
standar air bahan
baku untuk diminum
untuk mencuci dan mengemas ikan, mencuci peralatan dan bangunan di
tempat-tempat melakukan penanganan ikan.
- Menggunakan es yang dibuat dari air bersih,
disimpan, diangkut dan dihancurkan
dengan peralatan yang
bersih.
- Menggunakan bahan pengemas, peralatan dan
bangunan yang bersih, dimana permukaannya yang
bersentuhan langsung dengan ikan
harus cukup halus
dan bersih, serta mudah dibersihkan.
- Melindungi
ikan dengan menempatkannya dalam
wadah yang terlindung
dari
serangga, binatang
pengerat
- Memisahkan wadah ikan yang berbeda jenis dan
mutunya.
- Menyiapkan wadah-wadah untuk penampung
limbah cair atau padat sesuai dengan rencana pengelolaannya. Wadah-wadah yang
digunakan untuk menampung limbah padat dan saluran-saluran penampung limbah
cair harus dalam keadaan tertutup
agar tidak dihinggapi
serangga pencemar (lalat, kecoa dsb.).
- Mencuci
semua peralatan dan
bangunan (permukaan lantai,
dinding, wastafel) tempat
menangani ikan setiap kali pekerjaan penanganan ikan akan dimulai dan setelah
diakhiri.
3. Tekanan dan benturan
fisik
Tekanan dan benturan
fisik yang dialami ikan selama penangkapan dan penanganan- nya diatas kapal dan
di pangkalan pendaratan ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik pada tubuh ikan
seperti dagingnya memar, tubuhnya luka, perutnya pecah dsb. Tekanan dan benturan fisik
atas ikan harus
dihindari pada tahapan-tahapan kegiatan penanganan ikan di atas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan
perikanan. Prinsip cara menghindarinya antara lain :
- Memahami tahapan kegiatan penanganan ikan di
kapal penangkap ikan dan di
pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
- Menyiapkan peralatan dan perlengkapan
handling yang cocok dengan jenis-ukuran
ikan dan kondisi tempat penanganan
dengan jumlah cukup. antara lain
meliputi
wadah dan peralatan
bongkar muat ikan yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan pemindahan,
pengangkutan dan penyimpanan ikan.
- Setiap saat melakukan pemindahan ikan agar
selalu berusaha mencegah atau melindungi ikan dari perlakuan kasar atau tekanan
fisik yang dapat melukai ikan atau membuat dagingnya memar. Oleh karena itu
harus diusahakan seminimal mungkin melakukan pemindahan ikan
C. PENDINGINAN IKAN
DENGAN ES
Perlu disadari bahwa
untuk menjaga mutu hasil perikanan produksi nelayan dan petani ikan sejak
dipanen sampai dengan konsumen ikan segar/basah diperlukan penanganan dengan
prinsip “rantai dingin (cold-chain)”. Lebih lanjut berdasarkan kondisi sosial
ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan segar menunjukkan, bahwa
penggunaan es (dalam bentuk bongkahan/balok/pecahan, curai atau atau dicampur
dengan air laut) paling cocok sebagai upaya penanganan. Kondisi ideal
perbandingan es minimal yang digunakan dan ikan selama penanganan adalah dijaga
agar selalu satu dibanding satu.
Fakta juga menunjukkan
bahwa ketersediaan es di pangkalan pendaratan ikan (PPI- Fish Landing Center
/FLC) jauh dari memadai sehingga harus didatangkan dari luar untuk perbekalan nelayan maupun memenuhi kebutuhan
di PPI.
Dengan demikian wadah berupa peti es (es+ikan) dengan isolasi yang
memadai (cool- box) menjadi faktor penentu dari efektitas dan efesiensi
pemakaian es dalam menjaga mutu ikan.
Agar dapat menggunakan
es secara efektif dan efisien perlu difahami sifat fisik es dalam kaitannya
dengan kemampuannya untuk mendinginkan dan dasar cara menghitung keperluan es
dalam suatu kegiatan peyimpanan ikan dengan es didalam cool box. Selain itu
juga diperlukan beberapa peralatan bantu minimal termometer (untuk mengukur
suhu), meteran (untuk mengukur dimensi), timbangan (untuk mengukur berat).
1. Sifat fisik es
Sifat fisik es penting
yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara lain adalah :
- Panas jenis (PJ) es,
yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1° C
per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ °C/ kg es
- Panas lebur (PL) es,
yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es menjadi 1 kg air pada
suhu 0°C, nilainya adalah 80 kalori / kg es.
- PJ air lelehan es,
yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1° C per kg air
(air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air
- Bentuk es. Es dalam
bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam mendinginkan
dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga
juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es semakin
cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair.
- Volume jenis (VJ) es,
adalah jumlah ruang yang diperlukan untuk menampung 1 kg es. Apabila berat
jenis es 0.9,maka volume jenis es (dalam keadaan padat-masif) adalah 1,11 liter
(dm3) per kg es. VJ dari berbagai bentuk es sebagai berikut :
Tabel 2. : Volume Jenis
(VJ) dari berbagai bentuk es
Bentuk es
|
VJ
liter (dm3)/
kg
|
Serpihan (flake )
|
2.2
- 2.3
|
Potongan pipa
(tube )
|
1.6
- 2.0
|
Pecahan balok
(crushed block
)
|
1.4
- 1.5
|
Lempengan (plate )
|
1.7
- 1.8
|
2. Dasar perhitungan
kebutuhan es.
Dalam menghitung
kebutuhan es untuk kegiatan penanganan ikan, selain sifat fisik es juga harus
diketahui kondisi fisik lingkungan, sifat fisik wadah (cool box), sifat fisik
ikan dan lama penyimpanan, karena fakta ini diperlukan dalam menghitung jumlah
panas (H) yang harus diambil oleh es yang digunakan untuk mendinginkan.
Kondisi fisik
lingkungan yang harus diketahui adalah suhu air laut atau media pemeliharaan
ikan (untuk memperkirakan suhu ikan yang dipanen), suhu udara, dan suhu air
yang digunakan untuk penanganan.
Wadah ikan segar disini
adalah meliputi palkah kapal ikan, cool box, maupun box berisolasi dari truk
pengangkut ikan. Sifat fisik wadah yang perlu diketahui adalah :
- Dimensi (untuk menghitung luas permukaan,
volume dan ketebalan dinding wadah).
Untuk mempermudah
perhitungan umumnya cukup
diperhitungkan ukuran dan ketebalan struktur isolasinya.
- Bahan wadah dan koefisien rambat panas (K) yang dinyatakan dalam
kalori/satuan luas (m2)/ satuan tebal (cm)/ °C/ jam. Untuk perkiraan beban
panas penetrasi cukup memperhitungkan struktur isolasinya saja.
Koefisien rambat panas
(K) beberapa bahan isolator untuk
keperluan chilling
Sifat fisik ikan
penting yang perlu diketahui untuk keperluan mendinginkannya adalah :
- PJ ikan basah, yang
besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan komposisi
kimiawinya. PJ ikan basah secara umum adalah =
0.85-0.90 kalori/°C/kg..
- VJ ikan basah, yang
besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan bentuknya dan
komposisi kimiawi-nya. Berat jenis ikan basah secara umum = 0,8, oleh karena
itu VJ ikan basah lk. = 1,25 liter (dm3) per kg.
Lama penyimpanan perlu
diketahui untuk menghitung beban panas harian akibat masuknya (penetrasi) panas
dari luar wadah selama penyimpanan. Dan ini akan diperhitungkan terhadap
kebutuhan es harian yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap
dingin.
3. Menghitung kebutuhan
es
Urutan menghitung
kebutuhan es (berat
bukan volume) dapat
dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
- Menghitung jumlah es yang diperlukan untuk
menjaga suhu didalam wadah agar tetap = 0°C (T0) apabila suhu diluar wadah = Tl
:
• Menghitung luas permukaan wadah, misalnya = L
• Apabila tebal isolasi = t cm, dan koefisien
pindah panasnya = K, maka jumlah penetrasi panas yang masuk kedalam wadah
dengan kondisi tersebut = L x t x x (T1-T0)xK kalori per jam.
• Jumlah es yang diperlukan untuk mengatasi
Panas Penetrasi = {Lt(T1-T0)K}/ 80 kg es per jam….. (1)
- Menghitung kapasitas (volume) wadah dan
jumlah ikan yang dapat disimpan
dalam wadah:
• Volume bagian dalam wadah (kapasitas wadah),
dimana produk hasil perikanan segar-basah akan disimpan, misal-nya diperoleh =
V1.
• Dengan demikian jika digunakan perbandingan
es : ikan = 1 : 1, maka volume ikan
=0,5 V1 dengan berat =
0,5V1 / VJ ikan = 0,5V1 / 1,25 kg, sedangkan volume es =
0,5V1 dengan berat =
0,5V1 / 1,11 kg………………….(2)
- Menghitung jumlah es untuk mendinginkan
(chilling) ikan dari suhunya saat ditangkap/dipanen (T2 = suhu air laut atau
air tambak) menjadi 0°C (T0) dalam wadah :
• Jumlah panas yang harus dibuang untuk
mendinginkan ikan = (0,5V1/1,25) kg x
(T2-T0) x PJ ikan =
(0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85 kalori.
• Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan
ikan = {(0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85}
/ 80 kg …………… .(3)
- Jumlah es yang dibutuhkan total = {(1) x jam
penyimpanan} + (2) + (3) kg.
- Apabila chilling telah dilakukan diluar
wadah, sehingga saat ikan dimasukkan
suhunya sudah = 0°C,
maka total es yang dibutuhkan untuk penyimpanan akan berkurang menjadi = {(1) x
jam penyimpanan} + (2) kg.
0 comments:
Post a Comment