Tuesday, August 5, 2014

PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer, Bloch)

August 05, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan Kakap Putih mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch), merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang penting. Sebagai salah satu komoditas ekspor, permintaan jenis ikan ini cukup tinggi dipasar luar negeri. Budidaya ikan Kakap Putih telah menjadi suatu usaha yang bersifat komersial (dalam budidaya) untuk dikembangkan,karena pertumbuhannya yang relatif cepat, mudah dipelihara dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadikan ikan Kakap Putih cocok untuk usaha budidaya skala kecil maupun besar, selain itu telah terbukti bahwa ikan Kakap Putih dapat dibudidayakan di tambak air tawar maupun laut euryhaline (Chan, 1982).
Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan Kakap Putih di Indonesia adalah masih sulitnya penggunaan pakan buatan (Mudjiman, 2005). Penggunaan pakan buatan sangat dipengaruhi oleh kualitas pakannya. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas pakan diperlukan penyimpanan dan kualitas pakan yang baik (Mudjiman, 2005). Pertimbangan penggunaan pakan buatan (pellet) adalah tidak tergantung dengan musim, harga persatuan berat pakan bisa dihitung dan dapat diproduksi setiap hari, serta mudah dilakukan penyimpanannya (baik bentuk kering maupun basah). (Asikin, 1985). Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan Kakap Putih harus sesuai dengan kebutuhan benih yang dipelihara, baik dari segi jumlah, waktu, syarat fisik (ukuran dan bentuk) serta kandungan nutrisi, agar pemberian pakan buatan (pellet) ini tepat Usaha budidaya ikan kakap putih kini mulai banyak peminatnya. Daya tarik utamanya adalah harganya yang tinggi, dan waktu panen yang lebih cepat.
Berbagai ujicoba dan penerapan perbaikan manajemen pemeliharaan untuk peningkatan produksi benih kakap putih (Lates calcarifer)  telah dilakukan di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau. Di antaranya adalah dengan menerapkan sistem resirkulasi untuk opti malisasi kualitas air media pemeliharaan, heat shock water treatment dan klorinasi yang terintegrasi dalam satu sistem pengelolaan.
digunakan meliputi Akuarium, Seser/Serok, Selang sifon, Timbangan Analitik, Gunting, Alat Tulis, pH Meter, Termometer, Hand Refractometer, DO Meter, Aerasi, Penggaris (ketelitian 1 mm).
Prosedur penelitian
Prosedur ini mengacu pada Sari et al. (2009). Parameter uji utama pada penelitian ini adalah penghitungan laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch).
1) Pengukuran pertumbuhan ikan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan cara menimbang bobot tubuh setiap individu ikan. Ikan ditimbang dari setiap wadah akuarium percobaan dari awal sampai akhir penelitian.
2) Penghitungan kelangsungan hidup pada ikan Kakap Putih dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Perbaikan manajemen pemeliharaan dimulai dengan sistem sterilisasi untuk media dan alat pemeliharaan. Sterilisasi media awal pemeliharan dilakukan dengan menggunakan klorin 25 pm selama 12 jam untuk menghasilkan air laut yang steril dan bebas kontaminan. Proses sterilisasi kemudian dilanjutkan dengan dengan penambahan larutan Natrium thiosulfat (Na2S2O3) dengan dosis yang sama (25 ppm) untuk menetralisir residu zat klorin yang mungkin masih tersisa dalam media pemeliharaan.
Penebaran larva pada media air yang bebas kontaminan dilakukan dengan kepadatan 10-20 ekor per liter dan volume air pada masa awal pemeliharaan adalah 8 m3. Selama masa pemeliharaan, larva diberikan pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami yang digunakan adalah fi toplankton jenis Nannochloropsis oculata, zooplankton jenis Brachionus plicati lis/roti fera, dan naupli artemia. Skema pemberian pakan yang dilakukan oleh BPBL Batam untuk peningkatan produksi Kakap puti h tersaji pada gambar berikut:
Pemberian pakan dengan jumlah dan kualitas yang baik akan sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan perkembangan larva. Karena itu, BPBL batam menerapkan strategi pemberian pakan pada masa awal pemeliharaan dengan menggunakan Nannochloropsis oculata pada saat larva berumur D2D15 dengan kepadatan 3­5 x 105 sel/ml sesuai dengan kebutuhan dan memiliki kualitas nutrisi yang baik untuk hidup benih ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch), maka perlu adanya penelitian mengenai “Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) dengan pemberian pakan buatan (pellet) yang berbeda. dan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengusaha yang berminat menanamkan modalnya ke dalam kegiatan budidaya ikan. Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan Kakap Putih selama masa budidaya dapat dijadikan acuan untuk lebih mengoptimalkan kelestarian yang berkelanjutan akan Sumber Daya Alam Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch), sehingga dapat diperoleh hasil panen yang maksimal. Jumlah protein yang dibutuhkan ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : ukuran ikan, suhu air, jumlah pakan yang dimakan, kesediaan dan kualitas pakan alami dan protein. Lingkungan juga sangat mempengaruhi protein yang dibutuhkan (Sudjiharno, 1999). Beberapa Pustaka menyebutkan bahwa tingkat protein optimum dalam pakan untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50% (Lovell, 1989). Menurut Wong dan Chou (1989) dalam Akbar (1991) , kebutuhan protein ikan Kakap Putih pada masa pendederan dan penggelondongan sebesar 45-50%. Kandungan lemak pada pakan berkisar antara 4-13%, kandungan lemak yang paling tinggi terdapat pada pakan D yaitu dengan presentase 13%, sedangkan kandungan lemak yang paling rendah terdapat pada pakan C dengan persentase 4%.
Keberadaan lemak dalam pakan sebagai sumber asam lemak dan energi yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan, terutama ikan daerah tropis. Selain itu, lemak berfungsi pula dalam membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Lemak berperan pula dalam struktur biologis membran serta mempengaruhi aroma dan tekstur pakan.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pembangunan perikanan, khususnya dalam membantu para petani ikan
Pemberian Roti fera dilakukan pada saat larva berada pada fase D3-D20.
Jumlah awal Roti fera yang diberikan sebanyak 5­10 indvidu/ml dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur larva. Pemberian Artemia dapat diberikan pada larva mulai umur D15. Jumlah awal Artemia yang diberikan adalah sebanyak 1 indvidu/ml dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur larva. Pakan buatan berupa pelet mulai diperkenalkan ke larva pada umur D14. Ukuran pakan pelet untuk larva ikan bervariasi mulai dari 200-800 µm disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pakan pelet dapat diberikan secara Modal usaha
Modal usaha untuk hatcheri pendederan meliputi  komponen sebagai berikut :
Modal Investasi    Rp.
Bak pemeliharaan + fi lter beratap    24.000.000
Pompa air laut    4.000.000
Pompa celup    1.500.000
Blower    2.500.000
Generator    15.000.000
Sistem air    1.000.000
Lainnya     2.000.000
Total Biaya    50.000.000
Keuntungan dan kehilangan
Komponen ini merupakan pendapatan dari penjualan benih kakap puti h dikurangi dengan semua biaya operasional dan bukan operasional.
Benih 10.000 ekor X 4 siklus X Rp. 1.000    40.000.000
Pakan buatan    10.000.000
Listrik    5.000.000
Tenaga kerja    12.000.000
Lainnya
Biaya non operasional    3.000.000
Depresi (Modal Usaha X 10%)    5.000.000
Bunga Bank 10%    5.000.000
Total Biaya    80.000.000
Pendapatan   
28.000 benih X Rp. 5.000    140.000.000
Keuntungan   
Pendapatan-Total Biaya    60.000.000
Biaya operasional    Rp.
Benih 10.000 ekor X 4 siklus X Rp. 1.000    40.000.000
Pakan buatan    10.000.000
Listrik    5.000.000
Tenaga kerja    12.000.000
Lainnya Biaya non operasional    3.000.000
Depresi (Modal Usaha X 10%)    5.000.000
Bunga Bank 10% = 5.000.000
Total Biaya = 80.000.000
Pendapatan 28.000 benih X Rp. 5.000 =    140.000.000
Keuntungan Pendapatan-Total Biaya = 60.000.000

0 comments:

Post a Comment