Friday, August 8, 2014

INTERAKSI PEMANFAATAN PAKAN ALAMI OLEH KOMUNITAS IKAN DI WADUK

August 08, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
PENDAHULUAN
Waduk atau reservoir (etimologi: réservoir dari bahasa Perancis berarti "gudang" adalah danau alam atau danau buatan, kolam penyimpan atau pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air. Waduk dapat dibangun di lembah sungai pada saat pembangunan sebuah bendungan atau penggalian tanah atau teknik konstruksi konvensional seperti pembuatan tembok atau menuang beton. Istilah 'reservoir' dapat juga digunakan untuk menjelaskan penyimpanan air di dalam tanah seperti sumber air di bawah sumur minyak atau sumur air.
Penyedia air langsung
Banyak sungai yang dibendung dan kebanyakan bagian sisi waduk digunakan untuk menyediakan pakan air baku instalasi pengolahan air yang mengirim air minum melalui pipa-pipa air. Waduk tidak hanya menahan air sampai tingkat yang dibutuhkan, waduk juga dapat menjadi bagian pertama dalam proses pengolahan air. Waktu ketika air ditahan sebelum dikeluarkan dikenal sebagai waktu retensi. Ini merupakan salah satu fitur desain yang memudahkan partikel dan endapan lumpur untuk mengendap seperti ketika melakukan perawatan biologi alami menggunakan alga, bakteri, dan zooplankton yang hidup secara alami dengan air.
Namun, proses alami limnologis dalam danau beriklim sedang menghasilkan stratifikasi suhu di dalam badan air yang cenderung membagi kedalam beberapa elemen seperti mangan dan fosfor kedalam air anoxic dingin selama bulan musim panas. Dalam musim gugur dan musim dingin danau menjadi bercampur lagi secara penuh. Selama kondisi kekeringan, danau kadang perlu menarik ke bawah air dingin dan terutama meningkatkan kadar mangan yang menyebabkan masalah dalam pengolahan air. Komunitas ikan yang menghuni perairan waduk pada awalnya terdiri dari jenis-jenis ikan asli yang hidup di perairan sungai (riverine) untuk kemudian beradaptasi untuk hidup dan atau berkembang biak di habitat perairan tergenang (Kartamihardja, 2009). Salah satu faktor penentu kesuksesan adaptasi tersebut adalah ketersediaan pakan alami dan interaksi dalam tingkat komunitas (Effendie, 1997).
Studi mengenai kebiasaan makanan ikan pada tingkat komunitas berguna untuk mengetahui hubungan antara setiap jenis ikan yang ada di dalam memanfaatkan sumber daya pakan alami yang tersedia (Kartamihardja, 1994).
Hasil penelitian ikan asli di Waduk Penjalin lebih banyak didominasi oleh ikan famili Cyprinidae, seperti ikan brek (Puntius orphoides), tawes (Barbonymus gonionotus), lunjar padi (Rasbora argyrotaenia), dan wader (Puntius binotatus)  (Rukayah & Wibowo, 2011). Ikan-ikan ini sebagian besar bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat yang memanfaatkan perikanan. Seiring berjalannya waktu, perairan Waduk Penjalin justru lebih banyak didominasi oleh ikan predator introduksi, yaitu ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) ( Abulias & Bhagawati,  2008).
Pada penelitian ini ditemukan jenis ikan introduksi baru yang mendominasi Waduk Penjalin, yaitu ikan manila gift (Parachromis managuensis). Masyarakat setempat menganggap jenis ikan ini mirip dengan ikan nila, namun pada kenyataannya justru berbeda karakteristik. Pengaruh keberadaan ikan introduksi terhadap komunitas ikan di Waduk Penjalin perlu dikaji sebagai basis data pengelolaan guna mengurangi dampak negatifnya secara ekologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji interaksi dalam memanfaatkan pakan alami yang tersedia oleh komunitas ikan di Waduk Penjalin.
Analisis kebiasaan makanan dilakukan di Laboratorium Biologi Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya. Identifikasi organisme jenis makanan mikroskopis dan makroskopis mengacu pada Needham & Needham (1963), Edmonson (1978) & Quigley (1977).
HASIL
Ikan contoh yang tertangkap pada penelitian ini terdiri atas tiga famili, enam genus, dan enam spesies. Jenis ikan yang tertangkap pada penelitian di Waduk Penjalin dapat dikelompokan atas ikan introduksi (tiga ekor) dan ikan asli (tiga ekor). Komposisi jenis-jenis ikan yang tertangkap tersaji pada Tabel 1. Pakan alami yang dimanfaatkan oleh komunitas ikan di Waduk Penjalin terdapat delapan jenis antara lain fitoplankton, tumbuhan (makrofita), detritus, zooplankton, annelida, insecta, crustacea dan ikan.
Ikan beunteur, nila dan tawes tergolong sebagai planktivora yang masuk kategori herbivora dengan makanan utama berupa fitoplankton masing-masing sebesar 92,23%, 86,91% dan 70,00% (Tabel 2). Ikan beunteur dan nila lebih banyak memanfaatkan jenis fitoplankton dari kelas Dinophyceae dengan persentase masing-masing sebesar 52,79% dan 28,36%. Jenis Dinophyceae yang dominan banyak ditemukan pada lambung kedua ikan tersebut adalah Peridinium sp. Ikan tawes lebih banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebesar 35,00% dimana genus yang dominan ditemukan adalah Navicula sp. Ikan nilem tergolong sebagai herbivora dengan makanan utama berupa tumbuhan/makrofita sebesar 100%  (Tabel 2).
Ikan betutu dan manila gift tergolong sebagai predator dengan makanan utama berupa ikan masing-masing sebesar 89,33% dan 95,34% (Tabel 2). Ikan betutu memanfaatkan insecta dan crustacea sebagai makanan pelengkap dengan persentase masing-masing adalah 5,17% dan 5,25%, sedangkan pada lambung ikan manila gift tidak ditemukan adanya makanan pelengkap. Jenis crustacea yang dimanfaatkan oleh ikan betutu adalah udang (4,83%) dan ketam (0,42%). Makanan tambahan dari ikan betutu berupa potongan tumbuhan (0,25%), sedangkan pada ikan manila gift antara lain berupa potongan tumbuhan (0,03%), insecta (1,34%), crustacea (3 ,28%) dan detritus (0,01%). Jenis crustacea yang dimanfaatkan ikan manila gift sebagai makanan tambahan berupa udang (3,28%).
ini mendeskripsikan adanya tingkat kompetisi yang rendah hingga tinggi antar jenis ikan. Kompetisi yang rendah terjadi antara ikan betutu dan manila gift dengan ikan lainnya, serta ikan nilem dengan ikan beunteur dan nila. Tingkat kompetisi sedang terjadi antara ikan tawes dengan ikan beunteur, nila dan nilem. Kompetisi yang tinggi terjadi antara dua ikan predator, yaitu ikan betutu dengan ikan manila gift (Oij=1,00), juga ikan nila dan beunteur (Oij=0,90) karena sama-sama memanfaatkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae yang cukup tinggi.
Analisis dendrogram (jarak euclidean sebesar 50%) yang didasarkan pada kebiasaan makanan dari masingmasing jenis ikan didapatkan tiga kelompok dalam rantai makanan (Gambar 4). Kelompok pertama adalah kelompok            herbivora yang terdiri atas ikan nilem. Kelompok pertama dan kedua dikategorikan sebagai konsumen tingkat pertama yang berhubungan langsung dengan produsen ( fitoplankton maupun makrofita).
BAHASAN
Kebiasaan makanan ikan pada satu badan air dengan badan air lainnya dapat berbeda ataupun sama (Effendie, 1997). Kebiasaan makanan ikan nila di Waduk Penjalin mirip dengan ikan yang sama di Waduk Ir. H. Djuanda yang banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas Dinophyceae, terutama pada bulan September-Oktober 2008 ( Tjahjo & Purnamaningtyas, 2009). Kebiasaan makanan ikan beunteur di Waduk Penjalin serupa dengan jenis ikan yang sama di Waduk  Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al., 2009), sedangkan kebiasaan makanan ikan tawes di Waduk Penjalin berbeda dengan di Waduk Kedungombo ( Kartamihadja, 1994) dan di Waduk Wonogiri (Purnomo & Kartamihardja, 2005), namun sama seperti di Danau Maninjau (Syandri, 2004). Makanan utama dari ikan nilem di Waduk Penjalin sama seperti di perairan Danau Maninjau (Syandri, 2004) dan Waduk Cirata (Hedianto & Purnamaningtyas, 2011).
Sifat predator ikan betutu di Waduk Penjalin seperti jenis ikan yang sama di Rawapening (Krismono et al., 2003a) dan Kedungombo (Krismono et al., 2003b). Kebiasaan makanan ikan manila gift sebagai ikan piscivora (predator) yang agresif, sama pula seperti ikan yang sama di Danau Taal, Filipina (Agasen et al., 2006) dan Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al., 2009). Adanya potongan tumbuhan yang ditemukan pada lambung ikan betutu dan manila gift menunjukkan bahwa kedua jenis ikan tersebut mencari mangsa pada daerah litoral. Perbedaan antara keduanya dalam mencari mangsa ialah ikan betutu merupakan predator demersal yang pasif (Riede, 2004), sedangkan ikan manila gift merupakan predator yang agresif dengan sifat benthopelagic dimana mampu mencari mangsa di dasar, kolom dan permukaan perairan (Agasen et al., 2006).
Menurut Collwel & Futuyma (1971), semakin besar nilai luas relung makanan dari suatu ikan mengindikasikan semakin generalis dalam memanfaatkan sumber daya pakan yang ada. Ikan tawes merupakan salah satu ikan yang tergolong generalis daripada jenis ikan yang lainnya, terutama karena mampu memanfaatkan dua sumber daya yang berbeda sebagai makanan utama, yaitu fitoplankton dan tumbuhan. Ikan yang memakan beragam sumber daya makanan maka luas relung makanannya akan meningkat, walaupun sumber daya yang tersedia menurun (Krebs, 1989). Selanjutnya, sifat generalis suatu jenis ikan dalam memanfaatkan pakan yang ada dapat meningkatkan jumlah populasinya (Effendie, 1997). Walau demikian, hasil tangkapan ikan tawes ternyata cenderung rendah dibandingkan ikan lainnya. Hal ini berarti dalam ekologi rantai makanan, jenis-jenis ikan asli, seperti tawes diduga terganggu perkembangan populasinya akibat kehadiran dan interaksi dengan ikan spesies asing.
Kehadiran ikan cichlid pada suatu perairan telah diteliti dapat menimbulkan efek negatif secara ekologi, apabila introduksi terjadi secara tidak terkontrol. Penelitian yang dilakukan Fuselier (2001) menunjukkan bahwa kehadiran ikan mujair (Oreochromis mossambicus) telah menimbulkan fragmentasi habitat pada perairan di Mexico yang menyebabkan terjadi perebutan wilayah (teritorial) antara ikan cichlid introduksi (mujair) dengan ikan-ikan cyprinodontid (ikan-ikan putihan). Hal ini dikarenakan hampir kebanyakan ikan cichlid memiliki perilaku untuk menjaga wilayahnya (Patzner, 2008).
Ikan manila gift merupakan jenis ikan cichlid predator yang sangat menjaga wilayahnya untuk sarang dan anakan (Agasen et al., 2006). Adanya tekanan predasi akibat tingginya populasi ikan asing predator (manila gift dan betutu) dan kompetisi daerah teritorial oleh ikan cichlid (manila gift) diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya populasi tawes sebagai ikan asli.
Kompleksitas rantai makanan berdasarkan tumpang tindih relung dan interaksi dalam memanfaatkan pakan alami cenderung rendah, karena hanya melibatkan dua posisi dalam rantai makanan (herbivora dan karnivora). Hal ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan secara ekologi akibat perbandingan yang tidak seimbang antara jumlah ikan predator dan ikan mangsa (prey) . Persentase tangkapan antara ikan predator (piscivora) dan ikan mangsa (ikan planktivora dan herbivora) adalah 87,0% dan 13 ,0% atau perbandingan antara jumlah ikan mangsa dan predator adalah 1:6,5. Perbandingan ini jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya (Rukayah & Wibowo, 2011) yang menyatakan bahwa perbandingan komposisi ikan asli dan introduksi adalah sebesar 1,2:1, sedangkan perbandingan kelimpahan ikan asli dan introduksi adalah 1:2,0 . Komunitas ikan di Waduk Penjalin saat ini banyak didominasi oleh ikan predator introduksi, terutama oleh ikan manila gift. Menurut Krebs (1989), apabila suatu perairan terlalu banyak terdapat ikan predator dibandingkan ikan mangsa, maka produktivitas perairan cenderung rendah.
Kehadiran ikan manila gift dikhawatirkan dapat berdampak negatif secara luas di Waduk Penjalin. Ikan ini merupakan hasil introduksi yang tidak disengaja (unintentional introductions)  dengan karakteristik toleransi yang tinggi terhadap suhu (berkisar antara 25°36 °C) (Bussing, 1998) maupun pH (berkisar antara 7,0-8, 7) (Agasen et al., 2006). Ikan manila gift justru dapat berkembang dengan baik pada perairan yang hangat dan keruh dengan dasar perairan berupa lumpur atau serasah serta tingkat eutrofikasi yang tinggi (Conkel, 1993). Apabila status trofik perairan Waduk Penjalin berubah menjadi eutrofik, maka dikhawatirkan populasi ikan manila gift akan menjadi sangat dominan (invasive alien species) . Jika hal tersebut terjadi, maka ancaman penurunan komunitas ikan asli semakin tinggi (dampak negatif bagi ekologi) diiringi menurunnya pendapatan nelayan (dampak negatif bagi ekonomi). Ikan manila gift tergolong sebagai ikan ekonomis rendah bagi masyarakat sekitar, walaupun kelimpahannya tinggi di alam.
KESIMPULAN
1.         Ikan beunteur, nila dan tawes tergolong sebagai planktivora, ikan nilem tergolong sebagai herbivora dan ikan betutu dan manila gift tergolong sebagai piscivora/predator.
2.         Interaksi komunitas ikan dalam memanfaatkan pakan alami di Waduk Penjalin cenderung memiliki kompleksitas yang rendah akibat tingginya tingkat predasi.
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan Penelitian Potensi Sumber Daya Ikan untuk Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya (Culture-Based Fisheries, CBF) di Propinsi Jawa Tengah (Waduk Sempor, Penjalin dan Wadaslintang) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Waduk Sermo), T.A. 2011, di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Purwakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Abulias, M. N. & D. Bhagawati. 2008. Studi awal keragaman genetik ikan betutu (Oxyeleotris sp.) di Waduk Penjalin menggunakan lima macam isozim. Prosiding. Seminar Nasional Sains dan Teknologi. (2): 88-95.
Agasen, E. V., J. P. Clemente, M. R. Rosana & N. S. Kawit. 2006. Biological investigation of jaguar guapote Parachromis managuensis (Gunther) in Taal Lake, Philippines. Journal of Environmental Science and Management. 9 (2):  20-30.
Bussing, W. A. 1998. Peces de las aguas continentales de Costa Rica [Freshwater fishes of Costa Rica]. 2nd Ed. San José Costa Rica: Editorial de la Universidad de Costa Rica. 468 p. In Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Conkel, D. 1993. Cichlids of North and Central America. T.F.H. Publications, Inc., USA. In Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Collwel, R. K. & D. J. Futuyma. 1971. On the measurement of niche bredth and overlap. Ecology. 52 (4): 567-576.
Edmonson, W. T. 1978. Freshwater biology. 2nd Ed. John Wiley & Sonc, Inc. New York. 1.248 p.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.     157 p.
Fuselier, L. 2001. Impacts of Oreochromis mossambicus ( perciformes: cichlidae) upon habitat segregation among cyprinodontids (cyprinodontiformes) of a species flock in Mexico. Rev. Biol. Trop. 49 (2): 647656.
Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Hedianto, D. A & S. E. Purnamaningtyas. 2011. Beberapa aspek biologi ikan nilem (Osteochilus vittatus, Valenciennes, 1842) di Waduk Cirata, Jawa Barat. Prosiding. Semnaskan Indonesia. STP. p. 95-107.
Kartamihardja, E. S. 1994. Pembagian sumber daya pakan diantara lima jenis ikan yang dominan di Waduk Kedungombo, Jawa Tengah. Bul. Penel. Perik. Darat. 12 (2): 133-140.
Kartamihardja, E. S. 2009. Mengapa ikan bandeng diintroduksikan di Waduk Djuanda, Jawa Barat. Prosiding. Forum Pemacuan Sumberdaya Ikan II. PI06. 14  p.
Kottelat, M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. Hongkong. 377 p.
Krebs, C. J. 1989. Ecological methodology. University of British Columbia. Harper and Row Publisher. New York. 654  p.
Krismono, A. Azizi, A. s. Sarnita & A. S. N. Krismono. 2003a. Kajian dampak penebaran ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)  terhadap perikanan di perairan Rawapening. Prosiding Hasil-Hasil Riset. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 10 p.
Krismono, A. Azizi, A. Sarnita & A. S. N. Krismono. 2003b. Kajian dampak penebaran ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)  terhadap perikanan tangkap di perairan Waduk Kedungombo. Prosiding Hasil-Hasil Riset. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 14 p.
Moyle, P. B. & F. R. Senanayake. 1984. Resource partitioning among fishes of rainforest streams in Sri Lanka. J. Zool. London. (202): 195-223.
Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961. Index of preponderance-a method of grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of Fisheries. 8 (1): 54-59.
Needham, J. G. & P. R. Needham. 1963. A guide to the study of freshwater biology, 5th Ed. Revised and Enlarged. Holden Day, Inc, San Fransisco. 180 p.
Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. Birkett. Academic Press. New York. 352 p.
Patzner, R. A. 2008. Reproductive strategies of fish. In Rocha, J. M., A. Arukwe & B. G. Kapoor. Fish Reproduction. Science Publishers. United States of America. p. 311-350.
Pianka, E. R. 1986. Ecology and natural history of desert lizards. Analyses of the Ecological Niche and Community Structure. Princeton University Press, Princeton, New Jersey. 208 p.
Purnomo, K & E. S. Kartamihardja. 2005. Pertumbuhan, mortalitas, dan kebiasaan makan ikan tawes (Barbodes gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (2): 8 p.
Quigley, M. 1977. Invertebrates of stream and rivers, a key to identification. Edward Arnold. Northampton. 84 p.
Riede, K. 2004. Global register of migratory species - from global to regional scales. In Fishbase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org. Final Report of the R&D-Project. Federal Agency for Nature Conservation, Bonn, Germany. 329 p.
Rukayah, S. & D. N. Wibowo. 2011. Komposisi spesies ikan indigenous dan introduksi pada ekosistem Waduk Penjalin Kab. Brebes (acuan: budidaya ikan). Prosiding. Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup. p. 39-48.
Sokal, R. R. & F. J. Rohlf. 1995. Biometry: the principle practice of statistics in biological research. W. H. Freeman and Co. 877 p.
Syandri, H. 2004. Penggunaan ikan nilem (Osteochilus haselti CV) dan ikan tawes (Puntius javanicus CV) sebagai agen hayati pembersih perairan Danau Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Natur Indonesia. 6 (2): 87-90.
Tjahjo, D. W. H. & S. E. Purnamaningtyas. 2009. Evaluasi kemampuan ikan bandeng dan nila tebaran dalam memanfaatkan kelimpahan fitoplankton di Waduk Ir. H. Djuanda. Prosiding. FNPSI II. PI-02. 11 p.
Tjahjo, D. W. H., S. E. Purnamaningtyas & A. Suryandari. 2009 . Evaluasi peran jenis ikan dalam pemanfaatan sumber daya pakan dan ruang di Waduk Ir. H. Djuanda. J. Lit. Perikan. Ind 15 (4): 267-276.
Wikipedia. 2013. Waduk Penjalin. http://id.wikipedia.org/ wiki/Waduk_Penjalin. Diakses Tanggal 24-05-2013.

0 comments:

Post a Comment