PENDAHULUAN
Waduk
atau reservoir (etimologi: réservoir dari bahasa Perancis berarti
"gudang" adalah danau alam atau danau buatan, kolam penyimpan atau
pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air. Waduk dapat dibangun di
lembah sungai pada saat pembangunan sebuah bendungan atau penggalian tanah atau
teknik konstruksi konvensional seperti pembuatan tembok atau menuang beton.
Istilah 'reservoir' dapat juga digunakan untuk menjelaskan penyimpanan air di
dalam tanah seperti sumber air di bawah sumur minyak atau sumur air.
Penyedia
air langsung
Banyak
sungai yang dibendung dan kebanyakan bagian sisi waduk digunakan untuk
menyediakan pakan air baku instalasi pengolahan air yang mengirim air minum
melalui pipa-pipa air. Waduk tidak hanya menahan air sampai tingkat yang
dibutuhkan, waduk juga dapat menjadi bagian pertama dalam proses pengolahan
air. Waktu ketika air ditahan sebelum dikeluarkan dikenal sebagai waktu
retensi. Ini merupakan salah satu fitur desain yang memudahkan partikel dan
endapan lumpur untuk mengendap seperti ketika melakukan perawatan biologi alami
menggunakan alga, bakteri, dan zooplankton yang hidup secara alami dengan air.
Namun,
proses alami limnologis dalam danau beriklim sedang menghasilkan stratifikasi
suhu di dalam badan air yang cenderung membagi kedalam beberapa elemen seperti
mangan dan fosfor kedalam air anoxic dingin selama bulan musim panas. Dalam
musim gugur dan musim dingin danau menjadi bercampur lagi secara penuh. Selama
kondisi kekeringan, danau kadang perlu menarik ke bawah air dingin dan terutama
meningkatkan kadar mangan yang menyebabkan masalah dalam pengolahan air. Komunitas
ikan yang menghuni perairan waduk pada awalnya terdiri dari jenis-jenis ikan
asli yang hidup di perairan sungai (riverine) untuk kemudian beradaptasi untuk
hidup dan atau berkembang biak di habitat perairan tergenang (Kartamihardja,
2009). Salah satu faktor penentu kesuksesan adaptasi tersebut adalah
ketersediaan pakan alami dan interaksi dalam tingkat komunitas (Effendie,
1997).
Studi
mengenai kebiasaan makanan ikan pada tingkat komunitas berguna untuk mengetahui
hubungan antara setiap jenis ikan yang ada di dalam memanfaatkan sumber daya
pakan alami yang tersedia (Kartamihardja, 1994).
Hasil
penelitian ikan asli di Waduk Penjalin lebih banyak didominasi oleh ikan famili
Cyprinidae, seperti ikan brek (Puntius orphoides), tawes (Barbonymus
gonionotus), lunjar padi (Rasbora argyrotaenia), dan wader (Puntius
binotatus) (Rukayah & Wibowo, 2011).
Ikan-ikan ini sebagian besar bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat yang
memanfaatkan perikanan. Seiring berjalannya waktu, perairan Waduk Penjalin
justru lebih banyak didominasi oleh ikan predator introduksi, yaitu ikan betutu
(Oxyeleotris marmorata) ( Abulias & Bhagawati, 2008).
Pada
penelitian ini ditemukan jenis ikan introduksi baru yang mendominasi Waduk
Penjalin, yaitu ikan manila gift (Parachromis managuensis). Masyarakat setempat
menganggap jenis ikan ini mirip dengan ikan nila, namun pada kenyataannya
justru berbeda karakteristik. Pengaruh keberadaan ikan introduksi terhadap
komunitas ikan di Waduk Penjalin perlu dikaji sebagai basis data pengelolaan
guna mengurangi dampak negatifnya secara ekologi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengkaji interaksi dalam memanfaatkan pakan alami yang tersedia
oleh komunitas ikan di Waduk Penjalin.
Analisis
kebiasaan makanan dilakukan di Laboratorium Biologi Balai Penelitian Pemulihan
dan Konservasi Sumber Daya. Identifikasi organisme jenis makanan mikroskopis
dan makroskopis mengacu pada Needham & Needham (1963), Edmonson (1978)
& Quigley (1977).
HASIL
Ikan
contoh yang tertangkap pada penelitian ini terdiri atas tiga famili, enam
genus, dan enam spesies. Jenis ikan yang tertangkap pada penelitian di Waduk
Penjalin dapat dikelompokan atas ikan introduksi (tiga ekor) dan ikan asli
(tiga ekor). Komposisi jenis-jenis ikan yang tertangkap tersaji pada Tabel 1.
Pakan alami yang dimanfaatkan oleh komunitas ikan di Waduk Penjalin terdapat
delapan jenis antara lain fitoplankton, tumbuhan (makrofita), detritus,
zooplankton, annelida, insecta, crustacea dan ikan.
Ikan
beunteur, nila dan tawes tergolong sebagai planktivora yang masuk kategori
herbivora dengan makanan utama berupa fitoplankton masing-masing sebesar
92,23%, 86,91% dan 70,00% (Tabel 2). Ikan beunteur dan nila lebih banyak
memanfaatkan jenis fitoplankton dari kelas Dinophyceae dengan persentase
masing-masing sebesar 52,79% dan 28,36%. Jenis Dinophyceae yang dominan banyak
ditemukan pada lambung kedua ikan tersebut adalah Peridinium sp. Ikan tawes
lebih banyak memanfaatkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae sebesar
35,00% dimana genus yang dominan ditemukan adalah Navicula sp. Ikan nilem
tergolong sebagai herbivora dengan makanan utama berupa tumbuhan/makrofita
sebesar 100% (Tabel 2).
Ikan
betutu dan manila gift tergolong sebagai predator dengan makanan utama berupa
ikan masing-masing sebesar 89,33% dan 95,34% (Tabel 2). Ikan betutu
memanfaatkan insecta dan crustacea sebagai makanan pelengkap dengan persentase
masing-masing adalah 5,17% dan 5,25%, sedangkan pada lambung ikan manila gift
tidak ditemukan adanya makanan pelengkap. Jenis crustacea yang dimanfaatkan
oleh ikan betutu adalah udang (4,83%) dan ketam (0,42%). Makanan tambahan dari
ikan betutu berupa potongan tumbuhan (0,25%), sedangkan pada ikan manila gift
antara lain berupa potongan tumbuhan (0,03%), insecta (1,34%), crustacea (3
,28%) dan detritus (0,01%). Jenis crustacea yang dimanfaatkan ikan manila gift
sebagai makanan tambahan berupa udang (3,28%).
ini
mendeskripsikan adanya tingkat kompetisi yang rendah hingga tinggi antar jenis
ikan. Kompetisi yang rendah terjadi antara ikan betutu dan manila gift dengan
ikan lainnya, serta ikan nilem dengan ikan beunteur dan nila. Tingkat kompetisi
sedang terjadi antara ikan tawes dengan ikan beunteur, nila dan nilem.
Kompetisi yang tinggi terjadi antara dua ikan predator, yaitu ikan betutu
dengan ikan manila gift (Oij=1,00), juga ikan nila dan beunteur (Oij=0,90)
karena sama-sama memanfaatkan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae
yang cukup tinggi.
Analisis
dendrogram (jarak euclidean sebesar 50%) yang didasarkan pada kebiasaan makanan
dari masingmasing jenis ikan didapatkan tiga kelompok dalam rantai makanan
(Gambar 4). Kelompok pertama adalah kelompok herbivora
yang terdiri atas ikan nilem. Kelompok pertama dan kedua dikategorikan sebagai
konsumen tingkat pertama yang berhubungan langsung dengan produsen (
fitoplankton maupun makrofita).
BAHASAN
Kebiasaan
makanan ikan pada satu badan air dengan badan air lainnya dapat berbeda ataupun
sama (Effendie, 1997). Kebiasaan makanan ikan nila di Waduk Penjalin mirip
dengan ikan yang sama di Waduk Ir. H. Djuanda yang banyak memanfaatkan
fitoplankton dari kelas Dinophyceae, terutama pada bulan September-Oktober 2008
( Tjahjo & Purnamaningtyas, 2009). Kebiasaan makanan ikan beunteur di Waduk
Penjalin serupa dengan jenis ikan yang sama di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al., 2009),
sedangkan kebiasaan makanan ikan tawes di Waduk Penjalin berbeda dengan di
Waduk Kedungombo ( Kartamihadja, 1994) dan di Waduk Wonogiri (Purnomo &
Kartamihardja, 2005), namun sama seperti di Danau Maninjau (Syandri, 2004).
Makanan utama dari ikan nilem di Waduk Penjalin sama seperti di perairan Danau
Maninjau (Syandri, 2004) dan Waduk Cirata (Hedianto & Purnamaningtyas,
2011).
Sifat
predator ikan betutu di Waduk Penjalin seperti jenis ikan yang sama di Rawapening
(Krismono et al., 2003a) dan Kedungombo (Krismono et al., 2003b). Kebiasaan
makanan ikan manila gift sebagai ikan piscivora (predator) yang agresif, sama
pula seperti ikan yang sama di Danau Taal, Filipina (Agasen et al., 2006) dan
Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al., 2009). Adanya potongan tumbuhan yang
ditemukan pada lambung ikan betutu dan manila gift menunjukkan bahwa kedua
jenis ikan tersebut mencari mangsa pada daerah litoral. Perbedaan antara
keduanya dalam mencari mangsa ialah ikan betutu merupakan predator demersal
yang pasif (Riede, 2004), sedangkan ikan manila gift merupakan predator yang
agresif dengan sifat benthopelagic dimana mampu mencari mangsa di dasar, kolom
dan permukaan perairan (Agasen et al., 2006).
Menurut
Collwel & Futuyma (1971), semakin besar nilai luas relung makanan dari
suatu ikan mengindikasikan semakin generalis dalam memanfaatkan sumber daya
pakan yang ada. Ikan tawes merupakan salah satu ikan yang tergolong generalis
daripada jenis ikan yang lainnya, terutama karena mampu memanfaatkan dua sumber
daya yang berbeda sebagai makanan utama, yaitu fitoplankton dan tumbuhan. Ikan
yang memakan beragam sumber daya makanan maka luas relung makanannya akan
meningkat, walaupun sumber daya yang tersedia menurun (Krebs, 1989). Selanjutnya,
sifat generalis suatu jenis ikan dalam memanfaatkan pakan yang ada dapat
meningkatkan jumlah populasinya (Effendie, 1997). Walau demikian, hasil
tangkapan ikan tawes ternyata cenderung rendah dibandingkan ikan lainnya. Hal
ini berarti dalam ekologi rantai makanan, jenis-jenis ikan asli, seperti tawes
diduga terganggu perkembangan populasinya akibat kehadiran dan interaksi dengan
ikan spesies asing.
Kehadiran
ikan cichlid pada suatu perairan telah diteliti dapat menimbulkan efek negatif
secara ekologi, apabila introduksi terjadi secara tidak terkontrol. Penelitian
yang dilakukan Fuselier (2001) menunjukkan bahwa kehadiran ikan mujair
(Oreochromis mossambicus) telah menimbulkan fragmentasi habitat pada perairan
di Mexico yang menyebabkan terjadi perebutan wilayah (teritorial) antara ikan
cichlid introduksi (mujair) dengan ikan-ikan cyprinodontid (ikan-ikan putihan).
Hal ini dikarenakan hampir kebanyakan ikan cichlid memiliki perilaku untuk
menjaga wilayahnya (Patzner, 2008).
Ikan
manila gift merupakan jenis ikan cichlid predator yang sangat menjaga
wilayahnya untuk sarang dan anakan (Agasen et al., 2006). Adanya tekanan
predasi akibat tingginya populasi ikan asing predator (manila gift dan betutu)
dan kompetisi daerah teritorial oleh ikan cichlid (manila gift) diduga sebagai
salah satu penyebab rendahnya populasi tawes sebagai ikan asli.
Kompleksitas
rantai makanan berdasarkan tumpang tindih relung dan interaksi dalam
memanfaatkan pakan alami cenderung rendah, karena hanya melibatkan dua posisi
dalam rantai makanan (herbivora dan karnivora). Hal ini mengindikasikan adanya
ketidakseimbangan secara ekologi akibat perbandingan yang tidak seimbang antara
jumlah ikan predator dan ikan mangsa (prey) . Persentase tangkapan antara ikan
predator (piscivora) dan ikan mangsa (ikan planktivora dan herbivora) adalah
87,0% dan 13 ,0% atau perbandingan antara jumlah ikan mangsa dan predator
adalah 1:6,5. Perbandingan ini jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya
(Rukayah & Wibowo, 2011) yang menyatakan bahwa perbandingan komposisi ikan
asli dan introduksi adalah sebesar 1,2:1, sedangkan perbandingan kelimpahan
ikan asli dan introduksi adalah 1:2,0 . Komunitas ikan di Waduk Penjalin saat
ini banyak didominasi oleh ikan predator introduksi, terutama oleh ikan manila
gift. Menurut Krebs (1989), apabila suatu perairan terlalu banyak terdapat ikan
predator dibandingkan ikan mangsa, maka produktivitas perairan cenderung
rendah.
Kehadiran
ikan manila gift dikhawatirkan dapat berdampak negatif secara luas di Waduk
Penjalin. Ikan ini merupakan hasil introduksi yang tidak disengaja
(unintentional introductions) dengan
karakteristik toleransi yang tinggi terhadap suhu (berkisar antara 25°36 °C)
(Bussing, 1998) maupun pH (berkisar antara 7,0-8, 7) (Agasen et al., 2006).
Ikan manila gift justru dapat berkembang dengan baik pada perairan yang hangat
dan keruh dengan dasar perairan berupa lumpur atau serasah serta tingkat
eutrofikasi yang tinggi (Conkel, 1993). Apabila status trofik perairan Waduk
Penjalin berubah menjadi eutrofik, maka dikhawatirkan populasi ikan manila gift
akan menjadi sangat dominan (invasive alien species) . Jika hal tersebut
terjadi, maka ancaman penurunan komunitas ikan asli semakin tinggi (dampak
negatif bagi ekologi) diiringi menurunnya pendapatan nelayan (dampak negatif
bagi ekonomi). Ikan manila gift tergolong sebagai ikan ekonomis rendah bagi
masyarakat sekitar, walaupun kelimpahannya tinggi di alam.
KESIMPULAN
1. Ikan beunteur, nila dan tawes tergolong
sebagai planktivora, ikan nilem tergolong sebagai herbivora dan ikan betutu dan
manila gift tergolong sebagai piscivora/predator.
2. Interaksi komunitas ikan dalam
memanfaatkan pakan alami di Waduk Penjalin cenderung memiliki kompleksitas yang
rendah akibat tingginya tingkat predasi.
PERSANTUNAN
Tulisan
ini merupakan kontribusi dari kegiatan Penelitian Potensi Sumber Daya Ikan
untuk Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya (Culture-Based
Fisheries, CBF) di Propinsi Jawa Tengah (Waduk Sempor, Penjalin dan
Wadaslintang) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Waduk Sermo), T.A. 2011, di Balai
Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Purwakarta.
DAFTAR
PUSTAKA
Abulias,
M. N. & D. Bhagawati. 2008. Studi awal keragaman genetik ikan betutu
(Oxyeleotris sp.) di Waduk Penjalin menggunakan lima macam isozim. Prosiding.
Seminar Nasional Sains dan Teknologi. (2): 88-95.
Agasen,
E. V., J. P. Clemente, M. R. Rosana & N. S. Kawit. 2006. Biological
investigation of jaguar guapote Parachromis managuensis (Gunther) in Taal Lake,
Philippines. Journal of Environmental Science and Management. 9 (2): 20-30.
Bussing,
W. A. 1998. Peces de las aguas continentales de Costa Rica [Freshwater fishes
of Costa Rica]. 2nd Ed. San José Costa Rica: Editorial de la Universidad de
Costa Rica. 468 p. In Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World
Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Conkel,
D. 1993. Cichlids of North and Central America. T.F.H. Publications, Inc., USA.
In Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World Wide Web
electronic publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Collwel,
R. K. & D. J. Futuyma. 1971. On the measurement of niche bredth and
overlap. Ecology. 52 (4): 567-576.
Edmonson,
W. T. 1978. Freshwater biology. 2nd Ed. John Wiley & Sonc, Inc. New York.
1.248 p.
Effendie,
M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. 157 p.
Fuselier,
L. 2001. Impacts of Oreochromis mossambicus ( perciformes: cichlidae) upon
habitat segregation among cyprinodontids (cyprinodontiformes) of a species
flock in Mexico. Rev. Biol. Trop. 49 (2): 647656.
Froese,
R. & D. Pauly. Editors. 2012. FishBase. World Wide Web electronic
publication. www.fishbase.org, version (10/2012).
Hedianto,
D. A & S. E. Purnamaningtyas. 2011. Beberapa aspek biologi ikan nilem
(Osteochilus vittatus, Valenciennes, 1842) di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Prosiding. Semnaskan Indonesia. STP. p. 95-107.
Kartamihardja,
E. S. 1994. Pembagian sumber daya pakan diantara lima jenis ikan yang dominan
di Waduk Kedungombo, Jawa Tengah. Bul. Penel. Perik. Darat. 12 (2): 133-140.
Kartamihardja,
E. S. 2009. Mengapa ikan bandeng diintroduksikan di Waduk Djuanda, Jawa Barat.
Prosiding. Forum Pemacuan Sumberdaya Ikan II. PI06. 14 p.
Kottelat,
M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater
fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. Hongkong.
377 p.
Krebs,
C. J. 1989. Ecological methodology. University of British Columbia. Harper and
Row Publisher. New York. 654 p.
Krismono,
A. Azizi, A. s. Sarnita & A. S. N. Krismono. 2003a. Kajian dampak penebaran
ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)
terhadap perikanan di perairan Rawapening. Prosiding Hasil-Hasil Riset.
Pusat Riset Perikanan Tangkap. 10 p.
Krismono,
A. Azizi, A. Sarnita & A. S. N. Krismono. 2003b. Kajian dampak penebaran
ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)
terhadap perikanan tangkap di perairan Waduk Kedungombo. Prosiding
Hasil-Hasil Riset. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 14 p.
Moyle,
P. B. & F. R. Senanayake. 1984. Resource partitioning among fishes of
rainforest streams in Sri Lanka. J. Zool. London. (202): 195-223.
Natarajan,
A. V. & A. G. Jhingran. 1961. Index of preponderance-a method of grading
the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of
Fisheries. 8 (1): 54-59.
Needham,
J. G. & P. R. Needham. 1963. A guide to the study of freshwater biology,
5th Ed. Revised and Enlarged. Holden Day, Inc, San Fransisco. 180 p.
Nikolsky,
G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. Birkett. Academic Press. New
York. 352 p.
Patzner,
R. A. 2008. Reproductive strategies of fish. In Rocha, J. M., A. Arukwe &
B. G. Kapoor. Fish Reproduction. Science Publishers. United States of America.
p. 311-350.
Pianka,
E. R. 1986. Ecology and natural history of desert lizards. Analyses of the
Ecological Niche and Community Structure. Princeton University Press,
Princeton, New Jersey. 208 p.
Purnomo,
K & E. S. Kartamihardja. 2005. Pertumbuhan, mortalitas, dan kebiasaan makan
ikan tawes (Barbodes gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. 11 (2): 8 p.
Quigley,
M. 1977. Invertebrates of stream and rivers, a key to identification. Edward
Arnold. Northampton. 84 p.
Riede,
K. 2004. Global register of migratory species - from global to regional scales.
In Fishbase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org. Final
Report of the R&D-Project. Federal Agency for Nature Conservation, Bonn,
Germany. 329 p.
Rukayah,
S. & D. N. Wibowo. 2011. Komposisi spesies ikan indigenous dan introduksi
pada ekosistem Waduk Penjalin Kab. Brebes (acuan: budidaya ikan). Prosiding.
Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup. p. 39-48.
Sokal,
R. R. & F. J. Rohlf. 1995. Biometry: the principle practice of statistics
in biological research. W. H. Freeman and Co. 877 p.
Syandri,
H. 2004. Penggunaan ikan nilem (Osteochilus haselti CV) dan ikan tawes (Puntius
javanicus CV) sebagai agen hayati pembersih perairan Danau Maninjau, Sumatera
Barat. Jurnal Natur Indonesia. 6 (2): 87-90.
Tjahjo,
D. W. H. & S. E. Purnamaningtyas. 2009. Evaluasi kemampuan ikan bandeng dan
nila tebaran dalam memanfaatkan kelimpahan fitoplankton di Waduk Ir. H.
Djuanda. Prosiding. FNPSI II. PI-02. 11 p.
Tjahjo,
D. W. H., S. E. Purnamaningtyas & A. Suryandari. 2009 . Evaluasi peran
jenis ikan dalam pemanfaatan sumber daya pakan dan ruang di Waduk Ir. H.
Djuanda. J. Lit. Perikan. Ind 15 (4): 267-276.
Wikipedia.
2013. Waduk Penjalin. http://id.wikipedia.org/ wiki/Waduk_Penjalin. Diakses
Tanggal 24-05-2013.
0 comments:
Post a Comment