Nila, merupakan
komoditas perikanan yang tidak saja dapat tumbuh baik di air tawar, namun juga
air payau dan laut. Sebagai sebuah komoditas perikanan, Nila mengandung potensi
ekonomi luar biasa. Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal dan menggemari
Nila, karena warna dagingnya yang putih bersih,kenyal, dan tebal, tampak
seperti daging ikan kakap merah. Rasa daging Nila, juga dipengaruhi oleh tempat
hidupnya. Nila yang hidup di air tawar, rasa dagingnya cenderung yang tawar,
sehingga mudah diolah menjadi pelbagai menu masakan. Sebaliknya, Nila yang
hidup di air payau atau laut, dagingnya cenderung padat dan rasanya seperti
ikan laut.
Ikan nila (Oreochromis
niloticus) merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan
danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipi kesamping dan
warna putih kehitaman. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak
dibudidayakan setelah Ikan Mas (Cyrprinus Carpio) dan telah dibudidayakan di
lebih dari 85 negara. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke Negara beriklim
tropis dan subtropics, sedangkan pada wilayah beriklim dingin tidak dapat hidup
dengan baik.
Bibit Nila didatangkan
ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti perikanan Air Tawar (Balitkanwar)
dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan
ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah
nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal
Perikanan. Pada tahun 1980-1990, Nila Merah diintrodusir masuk dari Taiwan dan
Filipina oleh Perusahaan Aquafarm. Pada tahun 1994, Balitkanwar kembali
mengintroduksi Nila GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia) strai G3 dari
Filipina dan Nila Citralada dari Thailand. Secara genetic Nila GIFT telah
terbukti memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi
dibandinggkan dengan jenis ikan Nila lain. Tahun 2000, salah satu perusahaan
swasta nasional, CP Prima mengintrodusir Nila Merah NIFI dan Nila GET dan
Filipina tahun 2001. Pada tahun 2002, BBAT Jambi memasukan Nila JICA dari
Jepang dan Nila Merah Citralada dari Thailand.
Nila dapat memanfaatkan
plankton dan perifiton, serta dapat mencerna Blue Green Algae. Nila umumnya
matang kelamin mulai umur 5-6 bulan. Ukuran matang kelamin berkisar 30-350 g.
Rasio betina : jantan berkisat antara (2-5) : 1, keberhasilan pemijahan
berkisar 20-30% per minggu dengan jumlah telur antara 1-4 butir/gram induk.
Kelulushidupan (Survival Rate-SR) dari telur menjadi benih (ukuran < 5 gram)
dapat mencapai 70-90%. SR fingerling menjadi ikan konsumsi berkisar 500-600 g
dapat mencapai 70-98%. Nila menpunyai pertumbuhan cepat, rataan pertumbuhan
harian ( Average Daily Growth-ADG) dapat mencapai 4,1 gram/hari.
Nila mempunyai sifat
omnivora (pemakan nabati maupun hewani), sehingga usaha budidayanya sangat
efisien dengan biaya pakan yang rendah. Nilai Food Convertion Ratio (FCR) cukup
baik, berkisar 0.8-1.6. Artinya, 1 kilogram Nila konsumsi dihasilkan dari
0.8-1.6 KG pakan, sebagai berbandingan nilai efisiensi pakan atau konversi
pakan (FCR), ikan Nila yang dibudidayakan di tambak atau keramba jarring apung
adalah 0.5-1.0; sedangkan ikan Mas sekitar 2.2-2.8.
Pertumbuhan Ikan Nila jantan
dan betina dalam satu populasi kan selalu jauh berbeda, karena Nila jantan 40%
lebih cepat dari pada Nila betina. Nila betina, jika sudah mencapai ukuran 200
g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan
pesat. Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan produksi. Beberapa
waktu lalu, telah ditemukan teknologi proses jantanisasi; yaitu membuat
populasi ikan jantan dan betina maskulin melalui sexreversal; dengan cara
pemberian hormone 17 Alpa methyltestosteron selama perkembangan larva sampai
umur 17 hari. Saat ini teknologi sex reversal telah berkembang melalui
hibridisasi antarjenis tertentu untuk dapat menghasilkan induk jantan super
dengan kromosom YY; sehingga jika dikawinkan dengan betina kromosom XX akan
menghasilkan anakan jantan XY.
Pembenihan ikan Nila
dapat dilakukan secara missal di perkolaman secara terkontrol dalam bak-bak
beton. Pemijahan secara missal ternyata lebih efisien, karena biaya yang
dibutuhkan relatif lebih kecil dalam memproduksi larva untuk jumlah yang hamper
sama. Pembesaran ikan nila dapat dilakukan di Keramba Jaring Apung (KJA),
kolam, kolam air deras, perairan umun baik sungai, danau maupun waduk dan
tambak. Budidaya Nila secara monokultur di kolam rata-rata produksinya adalah
25.000 kg/ha/panen, di keramba jaring apung 1.000 kg/unit/panen (200.000
kg/ha/penen), dan ditambak sebanyak 15.000 kg/ha/panen. Budidaya Ikan Nila di
tambak, pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan di kolam atau di jaring apung.
Nila ukuran 58 cm yang dibudidayakan di tambak selama 2.5 bulan dapat mencapai
200 g. sedangkan di kolam untuk mencapai ukuran yang sama diperlukan waktu 4
bulan.
Nila merupakan jenis
ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara luas di Indonesia. Teknologi
budidayanya sudah di kuasai dengan tingkat produksi yang cukup tinggi. Jenis
ikan Nila yang telah berkembang di masyarakat adalah Nila Hitam dan Nila Merah.
Dalam rangka perbaikan genetik, jenis yang telah berhasil dikembangkan adalah
Nila GESIT, Nila JICA, Nila LARASTI, Nila BEST, Nila NIRWANA, Nila JATIMBULAN.
Klafikasi Ikan Nila
adalah sebagai berikut:
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas :
Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo :
Percoidea
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Nila mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bentuk badan pipih kesamping memanjang;
2. Mempunyai garis vertikal sepanjang
tubuh 9-11 buah;
3. Garis-garis pada sirip ekor berwana
merah sejumlah 6-12 buah;
4. Pada sirip pungung terdapat garis-garis
miring; dan
5. Mata tampak menonjol dan besar, tepi
mata berwarna putih.
Nila merupakan ikan
sungai atau danau yang cocok dipelihara di perairan tawar yang tenang, kolam
dapat berkembang pesat pada perairan payau misalnya tambak. Kebiasaan makan
nila diperairan alami adalah plankton, tumbuhan air yang lunak serta caing.
Benih nila suka mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria, Copepoda dan
Cladocera; sedangkan termasuk alga yang menempal. Pada perairan umum anakan
nila sering terlihat mencari makan di bagian dangkal. Sedangkan Nila dewasa di
tempat yang lebih dalam. Nila dewasa mampu mengumpulkan makanan berbentuk
plankton dengan bantuan lender (mucus) dalam mulut.
Nila terlihat memulai
memijah sejak umur 4 bulan atau panjang badan berkisar 9.5 cm. pembiakan
terjadi setiap tahun tanpa adanya musim tertentu dengan interval waktu
kematangan telur sekitar 2 bulan. Induk betina matang kelamin dapat
menghasilkan telur antara 250-1.100 butir. Nila tergolong sebagai Mouth Breeder
atau pengeram dalam mulut. Telur-telur yang telah dubuahi akan menetas dalam
jangka 35 hari di dalam mulut induk betina. Nila jantan mempunyai naluri
membuat sarang berbentuk lubang di dasar perairan yang lunak sebelum mengajak
pasangannya untuk memijah. Nila betina mengerami telur di dalam mulutnya dan
senantiasa mengasuh anaknya yang masih lemah. Selama 10-13 hari, larva di asup
oleh induk betina. Jika induk melihat ada ancaman, maka anakan akan dihisap
masuk oleh mulut betina, dan dikeluarkan lagi bila situasi telah aman. Begitu
berulang hingga benih berumur kurang dlebih 2 minggu.
ASPEK TEKNIS PRODUKTIF
Pembenihan
Pada lokasi calon
pembenihan terdapat sumber air yamg memadai secara teknis, tersedia sepanjang
tahun. Setidaknya, pada pemeliharaan benih, debit air yang dibutuhkan berkisar
0.5 liter/detik. Nila dapat hidup pada suhu 25-30 derajat Celcius; pH air 6.5-8-5;
oksigen terlarut > 4 mg/I dan kedar ammoniak (NH3)< 0.01 mg/I; kecerahan
kolam hingga 50 cm. selain itu ikan Nila juga hidup dalam perairan agaktenang
dan kedalaman yang cukup.
Pembenihan ikan Nila
dilakukan dukolam (outdoor hatchery) kontruksi kolam terbuat dari bahan
beton/semen atau tanah. Bentuk kolam empat persegi panjang sebanyak 4
unit.asitas untuk masing-masing wadah/bak sebesar 500 m2.produksi benih terdiri
dari:
a) Induk
Bobot induk betina
sebesar 0.4 kg, sedangkan jantan sebesar 0.4 kg. perbandingan induk jantan dan
betina dikawinkan adalah 1 : 2. Padat penebaran induk, untuk tiap pasang induk
atau 3 ekor ikan, setidaknya disediakan lahan minimal 4 m2. Perawatan induk
dilakukan dengan memberikan makanan tambahan seperti pellet, dedak, dan ampas tahu.
Penambahan pakan alami dikolam dapat dilakukan dengan cara menggantungkan
karung pupuk di bagian kolam tertentu, dengan terlebih dahulu melubaginya. Cara
ini dimaksudkan agar pembusukan yang berlangsung di dalam karung teidak
mengganggu kaulitas air kolam. Selanh beberapa hari biasanya disekitar karung
akan tumbuh plankton.
b) Pakan
Pakan induk Nila adalah
pakan buatan dapat berupa pellet dengan kadar protein 28-35% dengan kendungan
lemeak tidak lebih dan 3%. Pada pemeliharaan induk, pembentukan telur pada ikan
memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya sehinga perlu pula
ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang
diris-iris.
Banyaknya pelat sebagai
pakan induk kira-kira 3% berat biomassa par hari. Agar diketahui berat bio
massa, maka diambil sempel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan
beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan
di kolam. Sebagai contoh, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor
maka barat biomassa 220 x 90 = 19.800 garam. Jumlah ransum per han 3% x 19.800
gram = 594 gram. Rensum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak
mengandung lemak separti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk
induk ikan, terlebih jika barang tersebut sudah barbau tengik. Dedak halus dan
bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi
untuk menambah kesuburan kolam.
c) Peralatan
1. Peralatan pemijahan, penetasan dan
pemeliharaan larva: pengukuran kualitas air: thermometer. Peralatan lapangan:
ember, baskom, gayung, selang plastik, saringan, plankton net, serok,
timbangan, aerasi dan instalasinya.
2. Peralatan pendederan: peralatan
lapangan: thermometer, ember, baskom, saringan, serok, lambit, waring, cangkul,
hapa penampung benih, timbangan dll.
Persiapan produksi
larva dilakukan dengan mengeringkan dasar kolam selama kurang lebih 3 hari.
Lubang-lubang pada pematang kolam ditimbun dengan tanah. Pengapuran diperlukan
untuk memperbaiki dan pH tanah dan mematikan bibit penyakit maupun hama ikan.
Pemupukan dilakukan untuk menyediakan makanan alami ikan bagi benih yang baru
menetas. Selanjutnya, kolam diairi hingga air mencapai ketinggian 50-70 cm.
Proses produksi larva
dilakukan dengan pemeliharaan induk. Proses pemijahan alami pada suhu air
berkisar 25-30 derajat celcius , keaseman (pH) 6.5-7.5, dan ketinggian air
0.6-1m. pemasukan induk ikan ke dalam kolam dilakukan pada padi dan sore hari
karena suhu tidak tinggi, dan untuk menjaga agar induk tidak stress, induk dimasukkan
satu persatu.
Induk jantan akan mulai
menggali sarang induk jantan segera memburu induk betina pelepas telur oleh
induk betina, yang dengan cepat dibuahi oleh induk jantan dengan cara
menyemprotkan spermanya. Selesai pemijahan, induk betina menghisap telur-telur
yang telah dibuahi untuk dierami di dalam mulutnya. Induk jantan akan
meninggalkan induk betina, membuat sarang dan kawin lagi.
Anakan yang telah
keluar dari mulut induk segera dipanen dan dipisahkan tersendiri pada bak
pemeliharaan larva. Panen benih sudak boleh dilakukan dengan menggunakan
serokan/waring dan ditampung dalam ember/baskom untuk dipindahkan ke kolam
pendederan. Penangkapan sebaiknya dilakukan pada pagi hari di saat benih
biasanya berkumpul di permukaan air. Bila matahari makin tinggi dan suhu air
meningkat biasanya benih akan berada di bagian dasar kolam mencari tempat yang
sejuk. Penangkapan biasanya beberapa kali dan membutuhkan waktu 2 jam. Masamasa
kritis berkisar 10 hari, karena benih sangat rentan mengalami kematian, sehingga
pemeliharaan harus dilakukan secara hati-hati.
Kualitas air media
pemeliharaan anakan diatur pada suhu 25 – 30 0C, keasaman (pH) 6,5 – 7,5
ketinggian air media 0,6 – 1 m dalam kolam pemeliharaan dengan kapasitas luasan
berkisar 500 m2. Padat tebar larva berkisar 150 ekor per m2 dengan waktu
pemeliharaan 10 hari. Ukuran panen 1 – 3
cm dengan bobot 1 gram.
Pemeliharaan benih
dilakukan pada suhu 30 – 32 0C, keasaman (pH) 6,5 – 7,5 ketinggian air media 20
– 30 cm dalam wadah pemeliharaan dengan kapasitas 500 m2. Ukuran benih tebar 1
– 3 cm, bobot 1 gram dengan padat tebar larva 50 – 75 ekor per m2. Waktu
pemeliharaan 20 hari dengan ukuran panen 3 – 5
cm dan bobot 2,5 gram.
Pendederan dilakukan
pada suhu 30 – 32 0C, keasaman (pH) 6,5 – 7,5 ketinggian air media 20 – 50 cm
dalam wadah pemeliharaan dengan kapasitas 500 m2.
Ukuran benih tebar 3 –
5 cm dengan bobot 2,5 gram. Padat tebar larva 50 ekor per m2. Waktu
pemeliharaan 30 hari, dengan ukuran panen 5 – 8 cm dan bobot 5 gr. Kedalaman
perairan kolam untuk pendederan nila di kolam tanah adalah 50 – 70 cm. Pakan
benih berupa pakan buatan dengan kadar protein berkisar 30% .
Persiapan kolam
pendederan dilakukan dengan jalan mengeringkan kolam, pengapuran dan pemupukan
dengan pupuk kandang ataupun pupuk buatan. Pupuk kandang diberikan sebagai
pupuk dasar dengan dosis 1 kg/m2. Nila sangat menyukai pakan alami berupa
plankton, sehingga tujuan pemupukan susulan agar plankton dapat bertahan hidup
dengan baik. Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur fosfor dan nitrogen
maka dianjurkan untuk menggunakan pupuk DSP (Double
Superphosphat) atau TSP
(Triple Superphospat) dan urea. Untuk kolam seluas 200 m2 dosis pupuk yang
diperlukan 2 kg DSP atau TSP dan 2 kg urea. Pupuk diberikan setelah kolam
terisi air.
Pupuk buatan dimasukkan
ke dalam kantong-kantong kecil yang diberi lubang kecil, kemudian diikatkan
pada sebatang bilah bambu dan ditancapkan pada dasar kolam. Dengan demikian,
pupuk tersebut akan menggantung, terendam air dan akan larut sedikit demi
sedikit. Cara pemupukan seperti ini dilakukan untuk menghindari terikatnya
unsur-unsur kimia dari pupuk terutama fosfat oleh kompleks humus dalam lumpur.
Pembesaran
1 Pembesaran Pada kolam
Tanah
Usaha pembesaran Nila
dapat dilakukan pada dataran rendah sampai agak tinggi sampai dengan 500 m dari
permukaan laut (dpl). Sumber air tersedia sepanjang tahun dengan kualitas air
tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah
pabrik. Kedalaman air minimal 5 meter dari dasar jaring pada saat surut
terendah, kekuatan arus 20 – 40 cm/detik. Persyaratan kualitas air untuk
pembesaran ikan nila adalah pH air antara 6,5 – 8,6, suhu air berkisar antara
25 – 30 0C. Oksigen terlarut lebih dari 5 mg/l,kadar garam air 0 – 28 ppt, dan
Ammoniak (NH3) kurang dari 0,02 ppm.
Persyaratan lokasi
pemeliharaan pada kolam atau tambak sebagai berikut :
1. Tanah yang baik untuk kolam
pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lembung, tidak berporos. Jenis tanah
tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat
dibuat pematang/dinding kolam;
2. Kemiringan tanah yang baik untuk
pembuatan kolam berkisar antara 3 – 5% untuk memudahkan pengairan kolam secara
gravitasi;
3. Kualitas air untuk pemeliharaan Ikan
Nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia
beracun, dan minyak/limbah pabrik. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau
kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak mengandung Diatomae. Tingkat
kecerahan air dapat diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi
disc). Pada kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20 – 30 cm;
4. Debit air untuk kolam air tenang 8 –
15 liter/detik;
Setidaknya, dua minggu
sebelum dipergunakan kolam harus dipersiapkan dengan baik. Dasar kolam
dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan, dicangkul dan
diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai terjadi kebocoran,
saluran air diperbaiki agar pasokan air menjadi lancar. Saringan dipasang pada
pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki
pH tanah dan memberantas hama. Untuk itu, dapat digunakan kapur tohor sebanyak
100 – 300 kg/ha atau kapur pertanian
dengan dosis 500 – 1.000 kg/ha. Setelah itu, pupuk kandang ditabur dan diaduk
dengan tanah dasar kolam, dengan dosis 1 – 2 ton/ha. Dapat juga pupuk kandang
dionggokkan di depan pintu air pemasukan, agar bila air dimasukkan, maka dapat
tersebar secara merata. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam
5 – 10 cm dan dibiarkan 2 – 3 hari agar terjadi mineralisasi tanah dasar kolam.
Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 75 – 100 cm. Kolam siap untuk ditebari
bibit ikan hasil pendederan jika fitoplankton telah terlihat tumbuh dengan
baik.
Fitoplankton yang
tumbuh dengan baik ditandai dengan perubahan warna air kolam menjadi kuning
kehijauan. Jika diperhatikan, pada dasar kolam juga mulai banyak terdapat
organisme renik yang berupa kutu air, jentik-jentik serangga, cacing, anakanak
siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan ikan, ketinggian air kolam diatur
sedalam 75 – 100 cm. Pemupukan susulan harus dilakukan 2 minggu sekali, yaitu
pada saat makanan alami sudah mulai habis.
Pupuk susulan
menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kg/ha. Pupuk itu dibagi menjadi empat
dan masing-masing dimasukkan ke dalam karung, dua buah di kiri dan dua buah di
sisi kanan aliran air masuk. Dapat pula ditambahkan bebrapa karung kecil yang
diletakkan di sudut-sudut kolam. Urea dan TSP masing-masing sebanyak 30 kg/ha
diletakkan di dalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil agar pupuk
dapat larut sedikit demi sedikit. Kantong pupuk tersebut digantungkan sebatang
bambu yang dipancangkan di dasar kolam, posisi terendam tetapi tidak sampai ke
dasar kolam.
Pada sistem
pemeliharaan intensif atau teknologi maju, pemeliharaan dapat dilakukan di
kolam atau tambak air payau dan pengairan yang baik. Pergantian air dapat
dilakukan sesring mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang
diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih. Pada usaha intensif, benih
Nila yang dipelihara harus tunggal kelamin, dan jantan saja. Pakan yang
diberikan juga harus bermutu, dengan ransum hariannya 30% dan berat biomassa
ikan per hari. Makanan sebaiknya berrupa pelet yang berkadar protein berkisar
30%, dengan kadar lemak 6 – 8%. Pemberian pakan sebaiknya dilakukan oleh
teknisnya sendiri dapat diamati nafsu makan ikan-ikan itu. Pakan yang diberikan
kiranya dapat habis dalam waktu 5 menit. Jika pakan tidak habis dalam waktu 5
menit berarti ikan mendapat gangguan, seperti serangan penyakit, perubahan
kualitas air, udara panas, terlalu sering diberikan pakan.
2 Pembesaran Pada
Karamba Jaring Apung (KJA)
Wadah untuk pembesaran
di Karamba Jaring Apung (KJA) umumnya berukuran 4x4x3 m3. Spesifikasi KJA
sebagai berikut :
1. Pelampung: bahan styrofoam atau drum,
bentuk silindris, jumlah pelampung minimal 8
buah/jaring;
2. Tali jangkar: bahan polyetiline (PE),
panjang 1,5 kali kedalaman perairan, jumlah 5 utas/jaring, diameter 0.75 inci;
3. Jangkar: bahan besi/blok beton/batu,
bentuk segi empat, berat minimal 40 kg/buah, jumlah 5 buah/jaring;
4. Jaring: bahan polyetiline (PE 210
D/12), ukuran mata jaring 1 inci, warna hijau, ukuran jaring (7x7x2,5 m3).
5. Luas peruntukan areal pemasangan jaring
maksimal 10% dari luas potensi perairan atau 1% dari luas perairan waktu surut
terendah dan jumlah luas jaring maksimal 10 % dari luas areal peruntukan
pemasangan jaring.
Sebagai upaya
sterilisasi, sebelum ditebar, benih direndam dalam larutan Kalium Pemanganat
konsentrasi 4 – 5 ppm selama kurang lebih 15 – 30 menit. Adaptasi suhu
dilakukan agar suhu dilakukan agar suhu pada kemasan ikan sama suhu di KJA
dengan cara merendam wadah kemasan benih ke KJA selama 1 (satu) jam. Penebaran
benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar ikan tidak mengalami stres atau
kematian akibat perbedaan suhu tersebut. Benih yang ditebar berukuran 5 – 8 cm,
berat 30 – 50 gram dengan padat tebar 50 – 70 ekor/m3. Pakan digunakan untuk
pembesaran ikan nila adalah lambit, pembersih jaring, pengukur kualitas air
(termometer, sechsi disk, kertas lakmus), peralatan lapangan (timbangan, hapa,
waring, ember, alat panen, dll), dan sampan.
Lama pemeliharaan
adalah 4 bulan dengan tingkat kelangsungan hidup/Survival Rate 9SR0 80%. Pakan
yang diberikan berupa pelet apung dengan dosis 3 – 4% dari bobot total ikan.
Frekuensi pemberiannya, 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore dengan rasio
konversi pakan (FCR) 1,3. Panen dapat dilakukan berdasarkan permintaan pasar,
namun umumnya ukuran panen pada kisaran 500 gram/ekor.
Panen dilakukan pada
pagi atau sore hari untuk mengurangi resiko kematian ikan. Penanganan panen
dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar. Hal yang perlu
diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup dan
segar antara lain: (1) pengangkutan menggunakan air yang bersuhu rendah sekitar
20 0C; (2) waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari:
PENUTUP
Setiap tahun permintaan
terhadap Nila terus naik, baik dari pembeli luar negeri maupun lokal. Nila
tidak hanya diminati penikmat kuliner lokal, tapi juga dari luar negeri,
terutama Amerika Serikat (AS). Tak heran , peluang pasar ikan ini masih terbuka
lebar. Apalagi sejauh ini pasokan ikan nila masih belum mampu melayani
tingginya permintaan pasar. AS, sebagai contoh, membutuhkan fillet atau
potongan daging tanpa tulang Nila sebanyak 90 juta ton per tahun. Belum lagi
permintaan dari sejumlah Negara lainnya yang jumlahnya juga terbilang besar.
Sebaliknya, pasokan Nila masih jauh di bawah angka kebutuhan itu.
Provinsi Sulawesi
Tengah memiliki potensi kolam air tawar sebesar 11.740 Ha dan perairan danau
air tawar meliputi: (1) Danau Poso (32.150 Ha), (2) Danau Lindu (3.453 Ha), (3)
Danau Rano (150 Ha), (4) Danau Tiu (525 Ha), (5) Danau Talaga (750 Ha) dan (6)
Danau Wanga (138 Ha) serta danau-danau lain. Selain itu, masih terdapat potensi
berupa rawa dan sungai sebesar 1.639.605 Ha. Oleh sebab itu, Dinas Kelautan dan
Perikanan (DKP) dalam upaya pengembangan ikan air tawar khususnya Nila, telah
melakukan penebaran benih ikan pada perairan umum daratan (PUD) melalui
kegiatan Restocking. Kegiatan tersebut merupakan kalender rutinDKP Provinsi
Sulawesi Tengah. Kegiatan terkait lain adalah pemanfaatan lahan tambak idle,
dengan merubah komoditas menjadi Nila Gesit dengan tujuan: (1) peningkatan stok
populasi ikan; (2) peningkatan gizi masyarakat (PROKSIMAS), dan (3) peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Saat ini, masyarakat
telah memulai membudidayakan Nila, baik di kolam, tambak payau, KJA, maupun
perairan umum. Rasa yang enak dan harga yang cenderung terjangkau menyebabkan
permintaan pemenuhan pasar lokal semakin meningkat. Tingginya permintaan benih
dan hasil produksi untuk konsumsi masih belum dapat dipenuhi oleh para pembenih
dan pembudidaya lokal. Potensi pendukung dan permintaan yang tinggi untuk
pasaran lokal, merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah bagi
pengembangan Nila di Sulawesi Tengah.
Daftar Pustaka
Direktorat Usaha, 2010.
Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
Proyek Pengembangan
Ekonomi Masyarakat Pedesaan, 2000.
BAPPENAS RI.
Sugiarto, 1988. Teknik
Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Penerbit CV.Simplex.
0 comments:
Post a Comment