LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia
merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya terdiri dari perairan.
Dengan luas seperti itu, Indonesia sebagai negara maritim sangat berpotensi
menghasilkan devisa. Salah satu devisa terbesar negara ini adalah udang dan
hingga saat ini devisa terbesar di Indonesia adalah udang. Udang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein
(21%), lemak (0,2%), vitamin A dan B1, dan mengandung mineral seperti zat kapur
dan fosfor.
Udang
dapat diolah dengan beberapa cara seperti udang beku, udang kering, udang
kaleng, dan lain-lain. Limbah kulit udang dapat menjadi salah satu masalah yang
harus dihadapi oleh pabrik pengolahan udang. Limbah udang ini dapat mencemari
lingkungan di sekitar pabrik sehingga perlu dimanfaatkan. Selama ini kulit
udang hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kerupuk, terasi, dan suplemen bahan
makanan ternak. Padahal 20-30% limbah tersebut mengandung senyawa chitin yang
dapat diubah menjadi chitosan. Pada prinsipnya untuk mengawetkan makanan
membutuhkan chitosan dengan konsentrasi 1,5 % (dalam 1 liter air dibutuhkan 15
gram chitosan) sedangkan aplikasi chitosan sebagai bahan pengawet dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu pencampuran dan perendaman pada bahan pangan
seperti tahu. Tahu merupakan suatu produk berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp) dengan cara pengendapan
proteinnya dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Tahu sebagai
salah satu produk olahan patut dikembangkan untuk mengatasi masalah kekurangan
protein bagi masyarakat luas. Hal ini ditunjang oleh harga tahu itu sendiri yang
relatif murah dan terjangkau
Kegunaan
yang diharapkan dari teknologi ini adalah:
1. Memberikan
solusi kepada masyarakat mengenai pengolahan limbah khususnya limbah kulit
udang dengan memanfaatkannya sebagai bahan pengawet alami produk tahu.
2. Memberikan
informasi tentang pemanfaatan kulit udang yang berguna sebagai bahan pengawet
yang sehat seperti untuk bahan pengawet tahu secara alami.
TINJAUAN
PUSTAKA
Udang
Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau
danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang
berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman
bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan.
Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood). Banyak crustaceae yang dikenal
dengan nama "udang". Misalnya mantis shrimp dan mysid shrimp,
keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi berasal
dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae. Triops longicaudatus dan
Triops cancriformis juga merupakan hewan populer di air tawar, dan sering
disebut udang, walaupun mereka berasal dari Notostraca, kelompok yang tidak
berhubungan.
Kulit
Udang Kulit udang terdiri atas empat lapisan, yaitu : epikutikula,
eksokutikula, endokutikula dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula bervariasi,
bergantung pada lokasinya, di daerah kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak
di bagian pangkal kaki hanya 5 mikron. Kutikula terdiri dari 38,7% zat
anorganik yang mengandung 98,5% kalsium. Pada waktu moulting chitin dan protein
dari kulit yang lama lebih dulu diserap dan bahan anorganiknya tidak diserap.
Sebelum moulting epikutikula dan eksokutikula terbentuk dan terpisah dengan
kutikula yang lama, kemudian segera setelah terjadi moulting kalsium
perlahan-lahan tertimbun ke dalam eksokutikula dan dalam waktu 5 jam penimbunan
tersebut menjadi sempurna. Pertukaran kalsium antara cairan tubuh dengan air
laut berjalan melalui insang, kira-kira 90% Ca diserap dan 79% dikeluarkan .
G.3 Chitin dan Chitosan Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu
”chiton”, yang berarti baju rantai besi.
Kitin
pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur
yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari
kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama ”chitin” (Firdaus dkk,
2009). Pada umumnya chitin di alam tidak berada dalam keadaan bebas, akan
tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen. Walaupun
chitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk pengembangan
lebih lanjut adalah jenis udang-udangan (crustaceae) yang dipanen secara
komersial. Limbah udang sebenarnya bukan merupakan sumber yang kaya akan
chitin, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah besar sebagai
limbah hasil dari pembuatan udang . Chitin (C8H13NO5)n merupakan polisakarida
terbesar kedua setelah selulosa dan mempunyai rumus kimia poli
(2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan β- glikosidik (1,4) yang
menghubungkan antar unit ulangnya. Chitin tidak mudah larut dalam air, sehingga
penggunaannya terbatas.
Namun
dengan modifikasi struktur kimiawinya maka akan diperoleh senyawa turunan
chitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik (Srijanto dan Imam, 2009).
Salah satu turunan chitin adalah chitosan (C6H11O4N)n suatu polisakarida linier
dengan komposisi glukosamin. Chitosan mempunyai rumus kimia poli (2-amino2-
dioksi-β-D-Glukosa) dan dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis chitin
menggunakan basa kuat (Srijanto dan Imam, 2009). Chitosan berbentuk serpihan
putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat
udang, berkisar antara 60-70 % dan bila diproses menjadichitosan menghasilkan
yield 15-20 % (Wardaniati, 2009).
Menurut
Hardjito (2009) chitosan mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya
terletak pada gugus rantai C-2 dimana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan
oleh gugus amina (NH2). Proses utama dalam pembuatan chitosan, meliputi
penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut
deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan
larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui proses
deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Mudhzz, 2010).
Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal,
chitosan mempunyai sifat biodegradabel yaitu mudah terurai secara hayati, tidak
beracun, dapat larut dalam larutan asam organik encer, tetapi tidak larut dalam
air, larutan alkali pada PH di atas 6,5 dan pelarut organik lainnya. Pelarut
chitosan yang baik adalah asam asetat (Mahmiah, 2005).
Menurut
Harini (2003) molekul chitosan bersifat lebih kompak dibandingkan dengan
polisakarida lainnya apabila berada dalam larutan asam encer dengan kekuatan
ionik rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi. Di
dalam larutan berionik tinggi atau bila ke dalam larutan ditambahkan urea,
ikatan hidrogen dan gaya elektrostatik pada molekul chitosan terganggu,
konformasinya menjadi bentuk acak (random coil). Sifat fleksibel molekul ini
menjadikannya dapat membentuk baik konformasi kompak maupun memanjang
(polisakarida lain umumnya berbentuk memanjang).
Chitosan
dapat diperoleh dengan mengkonversi chitin, sedangkan chitin sendiri dapat
diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap
yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi,
penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan
diperoleh dengan deasetilasi chitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi
tinggi. Deproteinasi menggunakan natrium hidroksida lebih sering digunakan,
karena lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein menggunakan natrium
hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut. Pembuatan
chitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugusan
asetil amino chitin menjadi gugus amino bebas chitosan dengan menggunakan
larutan basa.
Chitin
mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen
dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium
hidroksida konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk
mendapatkan chitosan dari chitin. Reaksi pembentukan chitosan dari chitin
merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh basa. Chitin bertindak sebagai
amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus
OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO-
sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan. Spesifikasi chitin dan chitosan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Spesifikasi (standart mutu)
chitin dan chitosan
Spesifikasi
Deskripsi Air 2-10% pada kondisi normal laboratorium Nitrogen 6-7% dalam
chitin, 7-8,4% dalam chitosan Derajat deasetilasi < 10% untuk chitin,
>70% untuk chitosan Abu < 1,0% Sumber : Muzzarelli (1985) dalam Handayani
(2004) Menurut Hardjito (2009) chitosan memiliki beberapa manfaat sebagai
berikut :
1. Penggunaan
chitosan pada produk pangan dapat menghindarkan konsumen dari kemungkinan
terjangkit penyakit typhus, karenachitosan dapat menghambat pertumbuhan
berbagai mikroba patogen penyebab penyakit typhus seperti Salmonella enterica,
S. enterica var. Paratyphi-A dan S. enterica var. Paratyphi-B. Chitosan juga
dapat menghambat perbanyakan sel kanker lambung manusia dan meningkatkan daya
tahan tubuh. Chitosan telah mendapatkan persetujuan dari BPOM
No.HK.00.05.52.6581 untuk digunakan dalam produk pangan. Di Amerika chitosan
telah mendapat pengesahan sebagai produk GRAS (Generally Recognised As Safe)
oleh FDA.
2.
Chitosan dapat menjerat lemak (fat
absorber) dan mengeluarkannya bersama kotoran karena chitosan sebagai serat
tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga penggunaan chitosan akan mengurangi
resiko terkena kolesterol tinggi
3.
Berfungsi sebagai pelembab, antioksidan,
tabir surya pada produk kosmetik. G.4 Protein Menurut Suhardjo dan Clara (1992)
protein berasal dari bahasa Yunani (Greek). “Primary, holding first place” yang
berarti menduduki tempat yang terutama. Protein terbentuk dari unsur-unsur
organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak yatu terdiri dari unsur
karbon, hidrogen, oksigen dan mineral yaitu fosfor, sulfur dan zat besi.
Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Dalam
molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan dengan suatu
ikatan yang disebut ikatan peptida (-CONH-). Satu molekul protein terdiri dari
12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai ratusan asam amino.
Kebutuhan
badan manusia untuk mempertahankan dan memperbaiki tenunan yang sudah tua terus
berlangsung selama hidup. Protein dalam jaringan tubuh kita tidak statis, atau
tetap. Artinya, sel-sel jaringan tersebut dipecah dan diganti dengan protein
baru yang disintesis dari asam amino yang berasal dari makanan dan tenunan
dalam tubuh. Apabila seseorang baru saja menjadi donor darah, mengalami
menstruasi yang berlebihan, pendarahan yang hebat, kebakaran kulit, TBC kronis,
dan sebagainya, maka keperluan proteinnya akan sangat tinggi (Winarno, 1993).
Protein
sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya
protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh, sumber
energi, pembentukan dan perbaikan sel dan jaringan, sebagai sintesis hormon,
enzim, antibodi, pengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel. Menurut
Budianto (2001) protein berfungsi sebagai media perambatan impuls syaraf, alat
pengangkut dan alat penyimpan, pengatur pergerakan. Semua enzim adalah protein
yang bertindak sebagai katalis dalam pencernaan dan metabolisme. Beberapa
hormon, khususnya tiroksin, adrenalin, dan insulin yang diproduksi oleh
kelenjar-kelenjar hormon pada umumnya terdiri atas protein. Hormon tersebut
berfungsi mengatur dan mengkoordinasi keaktifan badan.
Antibodi
adalah senyawa yang membantu kemampuan badan untuk melawan infeksi, yaitu
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh (Winarno, 1993). Setiap orang dewasa
harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya. Kebutuhan akan
protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atlet-atlet. Sumber
protein dapat diperoleh dari : daging, ikan, telur, susu, tumbuhan berbiji,
suku polong-polongan,kentang.
Menurut
Anonymous (2009) kekurangan protein bisa berakibat fatal antara lain:
1. Kerontokan
rambut (rambut terdiri dari 97-100% dari protein – keratin)
2. Kwasiorkor,
penyakit kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang menderitanya,
dapat dilihat dari yang namanyabusung lapar, yang disebabkan oleh filtrasi air
di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odem. Simptom yang lain dapat
dikenali adalah: hipotonus, gangguan pertumbuhan, hati lemak. Kekurangan yang
terus menerus menyebabkan marasmusdan berkibat kematian. Kelebihan protein
dianggap tidak membahayakan. Banyak orang mengkonsumsi lebih dari 200 gr protein
per hari tanpa mengalami sakit.
3. Akan
tetapi, beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsumsi protein yang
terlalu tinggi dapat berpengaruh tidak baik. Kelebihan protein dalam makanan
yang dikonsumsi dirusak dan sebagian besar nitrogennya dikeluarkan dalam bentuk
urea. Beban yang harus dikerjakan dalam menyaring dan membuang hasil
metabolisme oleh ginjal, meningkat bila konsumsi protein meningkat (Winarno,
1993).
Tahu
Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein
kedelai. Dalam perdagangan dikenal dua jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu
Cina. Pada pembuatan tahu Cina, kedelai direbus terlebih dahulu sebelum
direndam dan biasanya mempunyai ukuran lebih besar (Koswara, 1992).
Tahu
dikenal masyarakat sebagai makanan sehari-hari yang umumnya sangat digemari
serta mempunyai daya cerna yang tinggi. Keuntungan lain pada pembuatan tahu
adalah berkurangnya senyawa anti tripsin (tripsin inhibitor) yang terbuang
bersama whey dan rusak selama pemanasan. Disamping itu adanya proses pemanasan
dapat menghilangkan bau langu kedelai (Koswara, 1992).
Tahu
sebagai salah satu produk olahan patut dikembangkan untuk mengatasi masalah
kekurangan protein bagi masyarakat luas. Hal ini ditunjang oleh harga tahu itu
sendiri yang relatif murah dan terjangkau.Tahu mempunyai nilai gizi yang cukup
tinggi terutama kandungan proteinnya. Komposisi nilai gizi pada 100 gr tahu
segar dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini: Tabel.2. Komposisi Nilai Gizi
pada 100 gr Tahu Segar Komposisi Jumlah Energi 63 kal Air 86,7 g Protein 7,9 g
Lemak 4,1 g Karbohidrat 0,4 g Serat 0,1 g Abu 0,9 g Kalsium 150 mg Besi 0,2 mg
Vitamin B1 0,04 mg, Vitamin B2 0,02 mg Niacin 0,4 mg (Sumber : Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Suciati, 2003).
Tahu
termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi
oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal
asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium.
Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu
tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi.
Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah.
Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah.
Pengeringan dapat menaikkan daya awet, tetapi menyebabkan bahan berubah sifat
dan penggunaannya yaitu tidak dapat digunakan sebagaimana dalam bentuk segar,
tetapi dikonsumsi sebagai kripik tahu (Fazani, 2009).
Pada
dasarnya proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu
kedelai dan penggumpalan proteinnya. Zat yang dapat digunakan sebagai
penggumpal (koogulan) adalah jeruk nipis, cuka, larutan asam laktat, larutan
CaCI2 atau CaSO4. Beberapa faktor yang mempengaruhi
rendaman protein dan mutu tahu adalah : cara penggilingan atau ekstraksi,
pemilihan bahan baku, bahan penggumpal dan keadaan sanitasi proses pengolahan
pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi secara panas
menghasilkan rendaman lebih banyak.
METODE
PELAKSANAAN
Adapun
tahapan-tahapan pelaksanaan program ini terdiri atas:
1. Tahap
Persiapan Pada tahap ini kami akan melakukan uji pendahuluan dengan menggunakan
pengawet alami Chitosan berbagai dosis untuk mendapatkan dosis terbaik dalam
proses pengawetan. Kemudian dilakukan pula uji kadar protein untuk mengetahui
peningkatan kadar protein pada tahu yang sudah ditambahkan ekstrak Chitosan.
Semua uji dilakukan di Laboratorium.
2. Tahap
Produksi Chitosan Setelah memperoleh dosis terbaik serta pengaruh Chitosan pada
protein tahu kami melakukan salah satu pelaksanaan program yaitu tahap produksi
yang dimulai dengan:
Mempersiapkan
alat dan bahan Alat – alat :
1. Statif
2. Klem 3. Magnetic stirer 4. Thermometer 5. Pemanas listrik 6. Oven 7.
Timbangan analitik 8. Blender 9. Pisau 10.
Alat-alat
gelas Bahan – bahan :
1. Aquades 2. NaOH 3. HCl 4. Asam asetat
5. Tahu 6. H2SO4 7. Br 8. Bahan untuk analisa kadar
protein 9. Kulit udang Vannamei.
Proses
pembuatan chitosan :
Chitosan
berasal dari limbah udang atau cangkang udang yang biasanya digunakan sebagai
pakan ternak. Dahulu bahkan hingga saat ini masih ada yang memanfaatkan limbah
udang ini menjadi pakan ternak. Karena limbah ini jika dibuang begitu saja
dapat menimbulkan bau yang amat sangat tidak enak. Oleh karena itu, biasanya
limbah udang diolah menjadi pakan.
Chitosan
merupakan turunan dari chitin yang dideasetilasi dapat larut dalam larutan asam
seperti asam asetat atau asam format. Isolasi secara tradisional chitin dari
limbah udang melewati tiga tahapan yaitu demineralisasi, deproteinase dan
dekolorisasi. Tiga tahapan tersebut merupakan standard prosedur oada pembuatan
chitosan. Aplikasi chitosan sudah dilakukan di berbagai bidang, mulai dari
manajemen limbah, pembuatan makanan, obat- obatan dan bioteknologi.
Chitosan
juga dapat diaplikasikan pada industri farmasi dan kosmetika karena sifat
biodegradabilitas dan biocompabilitas serta kemampuan toksik atau racun rendah
Proses pembuatan chitosan biasanya melalui beberapa tahapan yakni pengeringan
bahan baku mentah chitosan (ranjungan), pengilingan, penyaringan, deproteinasi,
pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca), pencucian,
deasilitilisasi, pengeringan dan akhirnya terbentuklah produk akhir berupa
chitosan. Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu
dikeringkan di dalam oven dengan temperatur 65o C selama 4 jam.
Setelah kering, kulit udang dihancurkan di dalam grinder dan diayak untuk
mendapatkan bubuk dengan ukuran mesh 50. Kulit udang yang ukurannya melebihi
mesh 50 akan dimasukkan kembali ke dalam grinder. Tahap Demineralisasi. Serbuk
hasil gilingan kulit udang bersih yang diperoleh diperlakukan dengan HCl 1 N;
1: 5 (w/v), lalu diaduk selama 3-4 jam pada suhu 65o C untuk
menghilangkan mineral-mineral. Kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian
sampai netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 65o C. Tahapan
Deproteinasi. Selanjutnya dilakukan deproteinasi dengan 3,5 % NaOH; 1 : 10
(w/v) selama 4 – 5 jam pada suhu 65o C sambil diaduk. Lalu disaring
dan dicuci dengan air sampai netral.
Tahapan
Depigmentasi. Residu yang diperoleh diekstraksi dengan menggunakan aseton untuk
menghilangkan zat warna (pigmen). Kemudian dicuci kembali dengan air sampai
netral. Residu yang berupa kitin dikeringkan dalam oven pada suhu 65-70o
C. Tahapan Deasetilasi. Kitin yang diperoleh dari hasil isolasi tersebut
direfluks (deasetilasi) dengan 50 % NaOH; 1 : 10 (w/v) sambil diaduk pada suhu
100o C selama 4 jam. Lalu didinginkan dan dicuci dengan air sampai
netral.
Residu
adalah kitin yang terdeasetilasi sebagian atau seluruhnya. Lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 65-70o C. 3. Tahap Pengaplikasian Setelah
pematangan koordinasi, persiapan telah tercapai dan tahap pembuatan Chitosan
telah dilakukan, kami akan mengaplikasikan penambahan ekstrak limbah Chitosan
pada tahu. Dalam proses pengaplikasian ini dilakukan pendampingan cara
pengunaan Chitosan.
Adapun
cara penggunaan seperti di bawah ini:
1. Melarutkan
Chitosan kedalam larutan asam asetat encer (1 %)
2. Menuangkan
larutan Chitosan tersebut ke dalam suatu wadah
3. Memasukkan
tahu kedalam larutan Chitosan dan direndam selama 15 menit. 4. Tahap Monitoring
dan Evaluasi Monitoring dilakukan setiap kali produksi yang bertujuan untuk
melihat kualitas tahu pada setiap pembelian yang meliputi daya minat konsumen
terhadap tahu. Sedangkan pada tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui hasil dari
proses penambahan ekstrak Chitosan yang dilakukan pada setiap minggunya. Dari
hasil evaluasi nantinya dapat diketahui apakah dengan proses ini sudah
benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan program atau masih belum.
Bagus banget artikelnya... makasih pak..
ReplyDelete