Thursday, May 22, 2014

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK DALAM PELET TERHADAP PERTUMBUHAN LELE SANGKURIANG

May 22, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
PENDAHULUAN
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya dengan menetapkan 120 komoditas unggulan karena mempunyai potensi besar untuk ekspor, yaitu: udang, rumput laut, ikan lele (dumbo), ikan kerapu, ikan nila, ikan gurami, ikan bandeng, ikan patin, ikan hias dan abalone. Program ini diharapkan dapat memberi kontibusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan pembudidaya.
Kenyataan di lapangan, khusus untuk lele dumbo akhir-akhir ini kualitasnya semakin menurun, berupa penurunan bobot per satuan waktu pemeliharaan, penurunan ketahanan terhadap penyakit, sehingga perlu ada inovasi untuk menjawab masalah ini. Lele Sangkuriang adalah salah satu varietas lele dumbo hasil persilangan betina F2 lele dumbo jantan >F6, dihasilkan lele dumbo F2–6 selanjutnya pejantan turunan ini dikawinkan dengan betina F2. Kehadiran lele varietas baru ini untuk menjawab masalah penurunan kualitas lele dumbo.
Lele Sangkuriang sebagai komoditas perikanan dengan nilai ekonomis tinggi belum banyak yang dibudidayakan secara benar sehingga banyak sekali hal yang harus diteliti dalam kaitannya dengan teknik budidaya agar kegiatan budidaya yang dilakukan dapat berhasil. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan adanya penelitian untuk mengantisipasi faktor-faktor kegagalan produksi terutama terhadap manajemen pakan dan penanggulangan penyakit.
Penggunaan bahan obat–obatan, antibiotik atau bahan kimia lain yang banyak diaplikasikan dalam produksi perikanan untuk mengantisipasi serangan penyakit, mulai dikurangi mengingat bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan residu pada ikan.
Upaya pencegahan penyakit dan usaha untuk meningkatkan kelangsungan hidup hewan budidaya tersebut, saat ini mulai digunakan probiotik dalam usaha pembenihan ikan, Crustacea  dan kerang-kerangan. Probiotik itu sendiri adalah makanan tambahan (suplemen) berupa sel-sel mikroorganisme hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya  melalui penyeimbangan flora mikroorganisme intestinal dalam saluran pencernaan (Irianto, 2007; Anonim, 2003).
Menurut Irianto (2007), pemberian organisme probiotik dalam akuakultur dapat diberikan melalui pakan, air maupun melalui perantaraan pakan hidup seperti rotifera atau artemia. Pemberian probiotik dalam pakan, berpengaruh terhadap kecepatan fermentasi pakan dalam saluran pencernaan, sehingga akan sangat membantu proses penyerapan makanan dalam pencernaan ikan. Fermentasi pakan mampu mengurai senyawa kompleks menjadi sederhana sehingga siap digunakan ikan, dan sejumlah mikroorganisme mampu mensistesa vitamin dan asam-asam amino yang dibutuhkan oleh larva hewan akuatik. 
Pemberian probiotik pada pelet dengan cara disemprotkan dapat menimbulkan terjadinya fermentasi pada pelet dan meningkatkan kecepatan pencernaan. Selanjutnya akan meningkatkan konversi pakan ikan, peternak dapat memproduksi lele ukuran layak jual dalam waktu lebih singkat (60-70 hari), sehingga dapat menekan biaya produksi. 
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini: apakah pemberian pelet yang mengandung probiotik berpengaruh terhadap pertumbuhan lele sangkuriang?
METODE 
Dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut setelah bak terpal plastik berisi air, kegiatan selanjutnya yaitu memasang aerator sebagai pemasok oksigen ke dalam air. Bibit lele ditimbang lebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam bak terpal plastik 
Setiap seminggu sekali dilakukan pengukuran berat biomassa lele. Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa seminggu sudah terjadi pertambahan ukuran berat badan dan panjang tubuh bibit lele. Penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lele dan untuk menentukan kembali jumlah pakan yang harus diberikan.
Pemeliharaan lele kurang lebih selama 1 bulan. Pakan yang diberikan 5 - 8 % dari berat biomassa per hari (INFIS 1992; Mahyuddin, 2008). Berat biomassa standar dalam penelitian ini adalah berat biomassa rata-rata hewan uji tiap perlakuan (Martuti 1989). Dengan demikian, jumlah pakan yang diberikan per hari apabila diberi pakan 8 % berat biomassa adalah 8/100 x 4 g = 0,32 g/hari/ekor. Meliputi pengukuran pH air, kandungan O2 terlarut dalam air dan suhu air dilakukan setiap tiga hari sekali selama penelitian.
Pengukuran pertumbuhan lele uji dengan menghitung pertambahan berat biomassa dalam satu wadah (Matondang, 1984 dalam Martuti 1989). Pertumbuhan biomassa mutlak ditetapkan berdasarkan hasil pertambahan biomassa lele uji untuk masing-masing bak penelitian.
Perhitungan biomassa mutlak sesuai dengan rumus dari Effendi (1997), yaitu:
 W = Wt – Wo Keterangan:
W = Pertumbuhan biomassa mutlak lele uji (g)
Wt = Biomassa lele uji pada akhir penelitian (g)
Wo = Biomassa lele uji pada awal penelitian (g)
 Laju pertumbuhan “instantaneous growth (g) ” dihitung dengan rumus Everhart et al (1975) dalam Martuti (1989), yaitu :
 Wt = Wo x e g x t  Keterangan :
g  = Koefisien laju pertumbuhan e  = Bilangan dasar logaritma natural (2,7183) t  = Lama penelitian (minggu)
Logaritma dari persamaan tersebut di atas merupakan regresi linier dimana “g” merupakan koefisien arahnya. Jadi laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” didapat dari regresi linier persamaan berikut :
 Ln Wt             = Ln Wo + gt
 Konversi pakan (FCR) adalah jumlah (berat) pakan yang dapat membentuk suatu unit berat ikan. Adapun rumus untuk menghitung FCR adalah :
 makanan yang dimakan(g)

FCR = 

pertambahanberat (g)
Selama proses penelitian dilakukan pengamatan jumlah lele yang mati dan jumlah lele yang masih hidup, sehingga dapat dihitung prosentase kematian dan kelangsungan hidup lele (menurut Chapman 1968 dalam Martuti 1989) menggunakan rumus:
 S = (1 - Z) x 100 Keterangan :
S = Kelangsungan hidup (%)
Z = Koefisien laju kematian, dihitung dengan
rumus Z = ln No – ln Nt / t
No = Jumlah lele hidup pada awal penelitian Nt = Jumlah lele hidup selama periode penelitian t  = Waktu (minggu)
 Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan lele Sangkuriang terdiri dari pertumbuhan berat biomassa, kemudian diolah menjadi berat biomassa mutlak (tabel 1)  dan dihitung laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)”(tabel 2 )
Dari uji normalitas dan homogenitas yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa data pertumbuhan berat biomassa mutlak dan laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” bersifat normal dan homogen pada taraf 5 %. Sehingga data tersebut langsung bisa diuji sidik ragamnya.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan lele Sangkuriang, data pertumbuhan berat biomassa mutlak, dan laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” diuji dengan analisis varian (ANAVA). Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan perlakuan terhadap pertumbuhan lele Sangkuriang. 
Pertumbuhan Berat Biomassa Mutlak
Tabel 1  Data Pertumbuhan Berat Biomassa Mutlak Lele Sangkuriang 
Perlakuan             Ulangan Pertumbuhan berat biomassa mutlak
(g)

A 
1 
2 
3 
2007 
1984 
1975 
Jumlah 
Rata-rata 

5966 
1988,67 

B 
1 
2 
3 
2062 
2024 
1995 
Jumlah 
Rata-rata 

6081 
2027 

C 
1 
2 
3 
2048 
2110 
2035 
Jumlah 
Rata-rata 

6193 
2064,33 

D 
1 
2 
3 
2033 
2044 
2117 
Jumlah 
Rata-rata 

6194 
2064,67 

             
Keterangan : 
A         = Kontrol (pelet tidak disemprot probiotik)
B         = Pelet yang disemprot dengan probiotik dan diangin-anginkan selama 10 menit
C         = Pelet yang disemprot dengan probiotik dan diangin-anginkan selama 20 menit
D         = Pelet yang disemprot dengan probiotik dan diangin-anginkan selama 40 menit

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, data pertumbuhan biomassa mutlak dianalisis sidik ragam, menunjukkan tidak ada perbedaan perlakuan pada taraf signifikansi (α) sebesar 5 %, maka Ho diterima. Dengan kata lain, pemberian probiotik dalam pelet dengan variasi waktu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan lele Sangkuriang. Pertumbuhan berat biomassa mutlak rata-rata tertinggi dicapai oleh perlakuan D (2064,67g), selanjutnya berturut-turut diikuti oleh C (2064,33 g), B (2027 g) dan perlakuan A (1988,67 g).
Oleh karena F hitung lebih kecil dari F tabel, maka tidak dilanjutkan analisis uji lanjut Duncan 

Laju Pertumbuhan “instantaneous growth (g)”
Tabel 2.  Data Laju Pertumbuhan “instantaneous growth (g)” Lele Sangkuriang 
 
Perlakuan 
Ulangan 
Laju Pertumbuhan
instantaneous growth (g) 

A 
1 
2 
3 
0,405 
0,4325 
0,4125 
Rata-rata 

0,42 

B 
1 
2 
3 
0,4375 
0,4375 
0,4125 
Rata-rata 

0,43 

C 
1 
2 
3 
0,4275 
0,4075 
0,415 
Rata-rata 

0,42 

D 
1 
2 
3 
0,3975  0,41 
0,4025 
Rata-rata 

0,40 

Tabel 2 dapat dilihat rata-rata laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” lele Sangkuriang tertinggi pada perlakuan B dengan rata-rata sebesar 0,43 dan laju pertumbuhan terendah pada perlakuan D sebesar 0.40. Ini membuktikan bahwa penambahan probiotik pada pelet tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan. 
Data laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” yang ada dianalisis ragam, sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Pengambilan taraf signifikansi (α) sebesar 5 % memungkinkan didapatkannya nilai F tabel 4,07. Oleh karena F hitung (2,419) < F tabel (4,07), maka Ho diterima. Dari keempat perlakuan, laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” ratarata tertinggi diperoleh dari perlakuan B (0,43), kemudian berturut-turut perlakuan C dan A (0,42), dan perlakuan D (0,40). Karena tidak ada pengaruh perlakuan, maka tidak dilakukan pengujian wilayah ganda Duncan 
Nilai konversi pakan setiap ulangan untuk masing-masing perlakuan A, B, C dan D secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 tersebut terlihat bahwa perlakuan C mempunyai FCR yang paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.
Tabel 3. Nilai FCR lele Sangkuriang Untuk Setiap Perlakuan dan Ulangan 

Perlakuan        1          2          3          Ratarata 
A         0,675  0,55     0,475  0,567 
B         0,475  0,4       0,55     0,475 
C         0,375  0,4       0,275  0,35 
D         0,275  0,6       0,2       0,358 

Untuk menjaga padat penebaran awal yang sama tiap perlakuan dan ulangan, dan menjaga agar tidak terjadi keragaman yang besar pada data pertumbuhan biomassa lele Sangkuriang, maka lele Sangkuriang yang mati selama minggu I penelitian diganti dengan stok lele yang berasal dari sumber benih. 



Tabel 4. Mortalitas dan Kelangsungan Hidup lele Sangkuriang

Kelangsun
Perlakuan        Ulangan           No       Nt        Mortalitas        gan Hidup (%)

                                                n          %          

A         1 
2 
3          100 
100 
100      100 
100 
100      0 
0 
0          0 
0 
0          100 
100 
100 
Rata-rata                                                         0          100 

B 
            1 
2 
3          100 
100 
100      99 
100 
100      1 
0 
0          1 
0 
0          99 
100 
100 
Rata-rata                                                         1          99,67 

C         1 
2 
3          100 
100 
100      100 
100 
100      0 
0 
0          0 
0 
0          100 
100 
100 
Rata-rata                                                         0          100 

D         1 
2 
3          100 
100 
100      100 
100 
100      0 
0 
0          0 
0 
0          100 
100 
100 
Rata-rata                                                         0          100 
Keterangan :
No  = Jumlah lele Sangkuriang pada awal penelitian
Nt  = Jumlah lele Sangkuriang hidup pada minggu akhir penelitian N  = Jumlah lele Sangkuriang yang mati selama penelitian 

Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut (DO). Pada saat penelitian berlangsung kisaran parameter kualitas air masih dalam kondisi normal dan layak untuk pemeliharaan lele Sangkuriang. 
Tabel 5. Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Pada Setiap Perlakuan 

Suhu air (°C) 24-26 24-26 24-26 24-26 pH 6,5-7,5 6,5-7,5 6,5-7,5 6,5-7,5
Oksigen terlarut (ppm)            7,4-9,2             7,1-8,4             7,1-8,8             7,1-8,7


Pembahasan
Dari hasil analisis varians, penambahan probiotik pada pelet dengan variasi waktu sampai 40 menit tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan biomassa mutlak dan laju pertumbuhan lele Sangkuriang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena acuan yang digunakan untuk menentukan variasi waktu tersebut adalah hasil percobaan jenis demonstration plot (Demplot) yang dilakukan di tambak –tambak  propinsi Jawa Timur. Pada demplot tersebut udang diberi perlakuan probiotik tetapi dikulturkan dalam tambak (bukan skala laboratorium). Di dalam tambak, udang mendapat berbagai makanan alami yang mendukung pertumbuhan secaa maksimal, sedangkan pada skala laboratorium, hewan coba hanya mendapat makanan dari pelet.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan konversi pakan menunjukkan bahwa nilai konversi pakan dari perlakuan C (0,35) lebih baik dari pada perlakuan D (0,358), A (0,567) dan perlakuan B (0,475). Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Huet 1971 dalamMartuti 1989), bahwa besar kecilnya nilai konversi pakan tidak hanya ditentukan oleh jumlah pakan yang diberikan, melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kepadatan, berat setiap individu, umur kelompok hewan, temperatur air media dan cara pemberian pakan (kualitas, penempatan dan frekuensi pemberian pakan).
Berdasar hasil penelitian, diperoleh hasil perhitungan bahwa tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan A, C, dan D (100%), perlakuan B (99,67%). Hal ini diduga karena penambahan probiotik pada pelet tidak mengganggu kelulushidupan lele Sangkuriang. Menurut Fuller (1992) dalam Nizar (2006) mikroba probiotik merupakan mikroba yang aman dan relatif menguntungkan dalam saluran pencernaan. Mikroba ini menghasilkan zat yang tidak berbahaya bagi kultivasi tetapi justru menghancurkan mikroba patogen pengganggu sistem pencernaan. Kematian benih lele Sangkuriang selama penelitian diduga karena sejak awal perlakuan benih  tersebut sudah sakit.
Hasil pengukuran parameter kualitas air media selama penelitian, didapatkan bahwa besaranbesaran kualitas air masih dalam batas kelayakan dan mendukung kehidupan serta pertumbuhan hewan uji. Adapun kisaran untuk parameter kualitas air yang meliputi suhu kisarannya adalah sekitar 24-30 °C. Apabila suhu pemeliharaan melebihi kisaran akan sangat membahayakan kehidupan lele Sangkuriang. Jika suhu pemeliharaan kurang dari kisaran (suhu rendah), mengakibatkan aktivitas lele Sangkuriang menjadi rendah dan nafsu makan berkurang, sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan lele Sangkuriang menjadi lambat. Adapun kisaran untuk parameter pH adalah sekitar 6-8 (Mahyuddin, 2007). Kisaran parameter oksigen terlarut adalah sekitar 5-10 ppm.





SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 
Pemberian probiotik yang disemprot dalam pelet dan diangin-anginkan selama 10 menit, 20 menit dan 40 menit tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat biomassa mutlak dan laju pertumbuhan “instantaneous growth (g)” lele Sangkuriang

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari tentang pengaruh probiotik dari berbagai produk pabrik dalam mempengaruhi pertumbuhan lele Sangkuriang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Mikroba Probiotik : Penunjang Agribisnis dan Penyelamatan  Lingkungan. Dalam PPAU Ilmu Hayati ITB. http://tl.lib.itb.ac.id/go.php?id=jbpksimba-gdl-grey-2003-ppauilmuha-4
_______.2007. Kesandung Residu, Probiotik Maju. Dalam TROBOS.
http://www.trobos.com/show_article.php?rid=13&aid=443
Esa, 2003. Menghemat Pakan dalam Tambak Intensif. Majalah Agrobis. No. 507. Minggu 1 Pebruari 2003 Effendie, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. 105 hal.
Hidayat, N; Irnia K. dan Wike A P. 2006. Membuat Minuman Prebiotik & Probiotik. Surabaya : Trubus Agrisarana.
INFIS (Indonesian Fisheries Information System). 1992. Pemberian Pakan. Semarang: Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah.
Irianto, A. 2007. Potensi Mikroorganisma : Di Atas Langit Ada Langit. Ringkasan Orasi Ilmiah di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman Tanggal 12 Mei.
Mahyuddin, K., 2008. Panduan Lengkap Agrobisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya
Martuti, Nana KT. 1989. Penggunaan Berbagai Materi “Attractant” Dalam Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Udang Windu (Paneus monodon Fabricius). Skripsi. Semarang : Fakultas Peternakan UNDIP.
Nizar, S. 2006. Pengaruh Pemberian Probiotik Dengan Dosis Yang Berbeda Pada Pakan Buatan Terhadap Laju Pertumbuhan dan Konversi Pakan Benih Ikan Patin (Pangasius sp.) Skripsi. Semarang:
Fakultas Perikanan dan Kelautan UNDIP.
Samadi. 2002. Probiotik Pengganti Antibiotik Dalam Pakan Ternak. Rubrik Opini, Koran Kompas. http:
//www.ppi-goettingen.de/mimbar/kliping/probiotik html. 
Sewaka, HD. 1990. Pakan Ikan. Jakarta : CV. Yasaguna
Sudjana. 2002. Desain Dan Analisis Eksperimen. Bandung : Penerbit Tarsito

0 comments:

Post a Comment