Thursday, May 22, 2014

Pemberian Probiotik dan Prebiotik Terhadap Performan Juvenile ikan Kerapu Bebek (Comileptes altivelis)

May 22, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


PENDAHULUAN
Kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas ekspor penting terutama ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Capaian angka produksi sementara pada tahun 2012 untuk ikan kerapu sebesar 10.200 ton (KKP 2013). Salah satu penyakit yang sering menyerang ikan kerapu bebek adalah Vibrio alginolyticus. Stadia juvenil ikan kerapu bebek dengan rata-rata berat  9,9115,40 gram dan panjang 6-10 cm rentan terhadap infeksi  mikroba. Kematian massal  yang disebabkan oleh penyakit  infeksi  tersebut mencapai  90-100% (rata-rata 93,3%) selama 21 hari. Kematian ikan kerapu tidak hanya terjadi pada stadia larva dan juvenil secara massal tetapi juga pada induk kerapu yang dipelihara dalam bak induk hingga mencapai 40% (Mahardika dan Zafran 2004). V. alginolyticus juga menyerang ikan kerapu pada berbagai stadia mulai dari larva hingga dewasa. Kematian yang disebabkan oleh serangan V. alginolyticus pada ikan laut hingga mencapai 100 % (Austin dan Austin 2007).
Penanggulangan penyakit bakterial pada ikan biasanya dilakukan dengan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik secara terus menerus dapat berakibat terjadinya resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik tersebut. Aplikasi penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik yang diberikan pada pakan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan tersebut. Penelitian tentang probiotik telah banyak dilakukan untuk peningkatan produksi akuakultur sebagai suplemen makanan, peningkatan resistensi terhadap penyakit, serta peningkatan kinerja pertumbuhan (Nayak 2010). Probiotik juga mampu berperan sebagai imunostimulan, meningkatkan rasio konversi pakan, mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan antibiotik, serta peningkatan kualitas air (Watson et al. 2008). 
Prebiotik merupakan karbohidrat yang diklasifikasikan menurut ukuran molekul atau derajat polimerisasi dan terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida yang mampu memberikan asupan makanan bagi pertumbuhan bakteri (Ringo et al. 2010). Prebiotik yang diberikan akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, sistem kekebalan tubuh, efisiensi pakan, serta komposisi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan ikan (Merrifield et al. 2010). 
Penelitian tentang sinbiotik telah menunjukkan keuntungan dalam penggunaanya untuk peningkatan laju pertumbuhan, konversi pakan, dan kondisi tubuh ikan (Daniels et al. 2010). Penggunaan sinbiotik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup, merangsang pertumbuhan, meningkatkan sistem imun dan kondisi inang (Cerezuela et al. 2011). Hasil pemberian FOS sebagai prebiotik dan Bacillus subtilis sebagai probiotik pada pakan ikan yellow croaker mampu memberikan efek yang menguntungkan dengan adanya peningkatan pertumbuhan, kelangsungan hidup, respon imun, dan resistensi terhadap penyakit (Ai et al. 2011).
Bakteri yang digunakan sebagai kandidat probiotik dalam penelitian ini adalah NP5 yang merupakan bakteri yang berasal dari golongan Bacillus. Bakteri tersebut mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan pada ikan nila (Putra 2010). Pemberian prebiotik yang berasal dari ubi jalar diharapkan mampu memberi efek yang menguntungkan bagi NP5, sehingga terjadi kesinergisan antara probiotik dan prebiotik yang seimbang untuk meningkatkan resistensi terhadap penyakit vibriosis serta performa pertumbuhan pada ikan kerapu.
Performa pertumbuhan
Hasil yang diperoleh pada penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik secara in vivo terbukti mampu meningkatkan sintasan ikan kerapu bebek. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik yang masing-masing mempunyai nilai sebesar 91,67% pada tiap perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif yang mempunyai nilai sintasan sebesar 33,33%. Chiu (2010) menyatakan bahwa pemberian bakteri probiotik pada pakan ikan kerapu lumpur pada tingkat yang berbeda memberikan pengaruh yang signifikan yakni sebesar 56,6% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai sebesar 20% selama 144 jam setelah uji tantang. Hasil penelitian yang lain juga menunjukkan adanya kesinergisan antara kombinasi pemberian probiotik yang berupa Bacillus subtilis dengan prebiotik fruktooligosakarida (FOS) menghasilkan nilai kumulatif mortalitas yang rendah (Ai 2011). 
Aplikasi penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik juga menunjukan hasil pertumbuhan harian yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Hasil yang diperoleh pada pemberian prebiotik menunjukkan nilai 12,37%, prebiotik sebesar 12,59% dan pemberian sinbiotik sebesar 13,79% dibandingkan dengan kontrol yang hanya menunjukkan laju pertumbuhan harian sebesar 8,97% pada kontrol negatif dan 9.62% pada kontrol positif. Hasil penelitian Lin (2012) juga memperlihatkan hasil laju pertumbuhan harian yang berbeda signifikan antara kombinasi pemberian Bacillus coagulans dan citosanoligosakarida (COS) yakni sebesar 1.66% dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai nilai 1.28%. Adanya kenaikan pertumbuhan pada hewan akuatik yang diberikan pakan probiotik dapat dikaitan dengan adanya peningkatan aktivitas pencernaan oleh aktifitas enzimatik dan sintesis vitamin sehingga dapat meningkatkan nilai kecernaan dan pertambahan bobot (Liu 2009). 
Rasio konversi pakan yang diperoleh juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik terhadap kontrol. Nilai rasio konversi pakan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan sinbiotik yakni sebesar 1,24. Untuk perlakuan probiotik dan prebiotik masing-masing mempunyai nilai 1,36 dan 1,29 berbeda nyata dengan kontrol yang rasio konversi pakannya sebesar 1,9 untuk kontrol negatif dan 2,11 untuk kontrol positif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Daniels (2010) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian probiotik yang berupa Bacillus spp., prebiotik yang berupa mannanoligosakarida, dan gabungan antara Bacillus spp. dan mannanoligosakarida dengan kontrol. 
Hasil pada tabel 1 menunjukkan peningkatan jumlah bakteri dalam usus ikan kerapu bebek yang diperoleh dengan adanya pakan tambahan yang berasal dari pobiotik dan prebiotik menjadikan perubahan
fisiologis dan biologis dalam gastrointestinal berpengaruh dalam meningkatkan efisiensi serta perubahan morfologi epitel. Selain itu pencernaan yang ada dalam tubuh banyaknya mikrofili dan tingkat (Merrifield et al. 2010).
kepadatannya yang tinggi serta luas  penyerapan area pencernaan juga
Tabel 1.   Sistem imun ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) pasca uji tantang dengan V. algynoliticus

Perlakuan        A         B         C         D         E 
TE       1.23     1.11     1.89*  2.38*  2.43* 
TL       5.66     4.78     6.28*  7.19*  9.23* 
Hb       4.86     4.80     4.40     6.77*  3.37 
He       11.50  11.71  13.12  20.20*             20.56* 
Limfosit          59        61.3*  69.67*             71.33*             70.33* 
Monosit           11.67  14.33*             12.67*             10.33  10.67 
Neutrofil         25.33*             21*      15        14.67  14 
Trombosit        4          3.67     3.67     3.33     4.3 
RB       0.28*  0.22     0.54*  0.55*  0.78* 
AF       22        24        49*      54.66*             57.33* 
TB       2.98x106         2.87x106         2.02x107         1.14x107         6.13x107 
TB NP5           0          0          6.75x102         0          6.13x103 

A (kontrol negatif), B (kontrol positif), C (probiotik), D (prebiotik), E (sinbiotik), TE (tota eritrosit), TL (total leukosit), Hb (hemoglobin), He (hematocrit), RB (respiratory burst), AF (aktifitas fagositik), TB (total bakteri), TB NP5 (total bakteri NP5). Angka pada kolom merupakan nilai rataan dan tanda superskip menunjukkan perbedaan nyata (Duncan; a=0.05)
 
Kadar eritrosit pada ikan kerapu bebek yang ditampilkan pada tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan nyata (a>0.05). Nilai eritrosit tertinggi ditunjukkan pada perlakuan sinbiotik yakni sebesar (2.43 x 106). Nilai tinggi pada kadar eritrosit ikan kerapu yang diberi perlakuan sinbiotik menunjukkan tingkat imunitas yang cukup tinggi juga. Jumlah sel darah merah merupakan yang terbesar dan jumlahnya bervariasi biasanya mempunyai kisaran 1.05-3.0 x106/mm3
(Kumar 2012). Selain itu, penggunaan nutrisi tambahan seperti sinbiotik juga mampu menghasilkan pertumbuhan harian dan FCR yang baik. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit (Martin et al. 2004).
Leukosit pada ikan teleostei merupakan salah satu bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat non-spesifik (Uribe et al. 2011). Hasil yang ditunjukan oleh gambar memperlihatkan bahwa nilai leukosit tertinggi pasca uji tantang dengan V. algynoliticus terdapat pada perlakuan sinbiotik yakni sebesar (9.23 x 106). Pemberian pakan sinbiotik pada ikan kerapu bebek mampu meningkatkan nilai leukosit yang merupakan indikator sistem pertahanan tubuh non-spesifik. Leukosit yang diproduksi akan tinggi jika terdapat infeksi pada tubuh ikan dan terdapat upaya dari tubuh ikan tersebut untuk melawan. Peningkatan jumlah leukosit ini terkait dengan kinerja sistem imun ikan dalam mereduksi serangan patogen. Semakin meningkatnya serangan patogen maka akan semakin meningkat pula produksi leukosit dalam darah. Respon ikan terhadap stresor bergantung pada jenis stres yang dialami oleh ikan tersebut, dimana peningkatan jumlah sel darah putih, penurunan kadar hematokrit dan peningkatan neutrofil bergantung pada jenis stres yang dialami (Martin et al. 2004).
Kadar hemoglobin yang diperoleh pada tabel 1 menunjukkan pada perlakuan prebiotik merupakan nilai kadar hemoglobin tertinggi yakni sebesar 6.76, sedangkan pada perlakuan yang lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan setelah adanya uji tantang dengan  V. algynoliticus. Secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang erat dengan adanya daya ikat terhadap oksigen oleh darah. Peningkatan kadar hemoglobin pasca uji tantang menunjukkan masih tingginya nafsu makan ikan kerapu bebek. Pemberian nutrisi yang tepat pada ikan kerapu bebek merupakan faktor yang berpengaruh terhadap jumlah hemoglobin dalam eritrosit. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen kemudian digunakan dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar hemoglobin dalam darah (Lagler et al.1977).
Kadar hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dengan plasma darah, serta berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Kadar hematokrit pasca infeksi dengan V. algynoliticus memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada perlakuan sinbiotik yakni sebesar 20.56. Adanya penurunan kadar hematokrit pada kontrol positif dan kontrol negatif menunjukkan bahwa ikan kerapu tersebut mengalami stress dan terjadi anemia. Indikator terjadinya stress pada ikan adalah terjadinya penurunan hematokrit darah (Tanbiyaskur 2011).
Leukosit terdiri atas dua bagian yaitu agranulosit dan granulosit. Agranulosit terdiri dari limfosit, trombosit, dan monosit. Sedangkan granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil, dan basofil (Chinabut et al. 1991). Diferensial leukosit merupakan data yang menunjukkan kinerja sel leukosit pada ikan. Pengamatan hasil differensial leukosit meliputi pengamatan jumlah limfosit, monosit, neutrofil dan trombosit dalam darah. Nilai limfosit tertinggi terlihat pada perlakuan prebiotik yakni sebesar 71.3%. Limfosit pada ikan normal berjumlah 71,1282,88% (Blaxhall dan Daisley 1973). Berkurangnya jumlah limfosit dalam darah menunjukkan penurunan konsentrasi antibodi dan menyebabkan meningkatnya serangan penyakit. 
Hasil monosit yang ditunjukkan pada tabel 1 memperlihatkan terjadinya variasi data. Pada perlakuan probiotik, prebiotik dan sinbiotik serta kontrol negatif menunjukkan penurunan jumlah monosit pasca uji tantang dengan V. algynoliticus. Adanya infeksi V. algynoliticus sehingga produksi monosit meningkat untuk membunuh bakteri patogen. Meningkatnya monosit karena adanya radang dan monosit berfungsi sebagai makrofag untuk fagositosis (Angka 2005). 
Nilai neutrofil yang ditunjukkan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kontrol negatif dan kontrol positif terhadap perlakuan probiotik, prebiotik dan sinbiotik pasca uji tantang. Netrofil adalah sel darah putih yang mengandung vakuola yang berisi lisozim untuk menghancurkan organisme yang dimakannya. Neutrofil berfungsi untuk melawan penyakit bersamasama dengan eosinofil yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus (Chinabut et al. 1991).
Trombosit atau keping-keping darah berperan penting dalam proses pembekuan darah. Roberts dan Richards (1978) menyatakan bahwa trombosit mengeluarkan tromboplastin yaitu enzim yang membuat polimeri dan fibrinogen yang berperan penting dalam pembekuan darah. Hasil yang ditunjukkan memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan sebelum dan setelah uji tantang dengan V. algynoliticus.
Nilai respiratory burst  yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan prebiotik merupakan nilai tertinggi yakni sebesar 0.78. Kontrol positif menunjukkan penurunan nilai RB setelah uji tantang. Respiratory burst merupakan pembentuk dasar sistem antibakteri yang ada pada tubuh ikan. Meningkatnya nilai respiratory burst dapat dikorelasikan dengan peningkatan aktifitas sel fagositik (Rawling et al. 2012). Respiratory burst dapat meningkatkan konsumsi oksigen sehingga dapat mengakibatkan pembentukan anion superoksida dan proses ini dipercepat oleh NADPH-oksidase, multi komponen enzim yang telah terpasang pada permukaan bagian dalam dari membran plasma setelah terjadinya aktifasi untuk melakukan fagofitik (Rieger 2011).
Nilai aktifitas fagositik yang ditunjukkan terlihat bahwa ada perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah uji tantang antara perlakuan probiotik, prebiotik dan sinbiotik terhadap kontrol negatif dan kontrol positif. Nilai aktifitas fagositik tertinggi terlihat pada perlakuan prebiotik yakni sebesar 57.3%.  Salah satu upaya dari tubuh ikan untuk mempertahankan diri terhadap serangan patogen adalah dengan menghancurkan patogen tersebut melalui proses fagositik. Leukosit yang merupakan sel fagositik sangat berperan penting dalam melawan serangan patogen. Proses terbentuknya antibodi yang spesifik terjadi karena adanya rangsangan dari antigen penginfeksi. Proses tersebut dimulai pada saat benda asing masuk ke dalam tubuh ikan, kemudian difagositik oleh makrofag. Fungsi utama makrofag yaitu pemusnahan antigen dengan cara memfagosit. Makrofag akan mengirim sinyal pada jaringan limfosit yang merupakan rangsangan untuk membentuk antibodi yang spesifik. Tujuan dari antibodi adalah untuk melumpuhkan patogen agar tidak menyebar dan menurunkan toksisitas racun sehingga lebih mudah diserang oleh sel fagosit. Fagositosis merupakan pertahanan pertama dari respon selular yang dilakukan oleh monosit (makrofag) dan granulosit (netrofil). Proses fagositosis meliputi tahap kemotaksis, tahap pelekatan, tahap penelanan, dan tahap pencernaan
(Uribe et al. 2011). 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik pada pakan ikan kerapu merupakan hasil perlakuan terbaik dalam meningkatkan sistem imun non-spesifik dan resistensi terhadap penyakit serta meningkatkan performa pertumbuhan ikan kerapu bebek. Akan tetapi penggunaan probiotik dan prebiotik juga menunjukkan efek yang menguntungkan terhadap ikan kerapu bebek. 

Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses modulasi inang dalam respon imun dan resistensinya terhadap penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Ai Q, Xu H, Mai K, Xu W, Wang J, dan Zhang W. Effects of dietary supplementation of Bacillus subtilis and fructooligosaccharide on growth performance, survival, non-specific immune response and disease resistance of juvenile large yellow croaker, Larimichthys crocea. Aquaculture 317:155–161.
Amlacher E. 1970. Textbook of Fish Disease. DA Conroy, RL Herman, Penerjemah. New York : TFH Publ. Neptune. pp 302.
Anderson DP dan Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Evironment”. Phuket,Thailand.25-29 th October 1993. 17 hlm.
Angka SL. 2005. Kajian Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.: patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan Fitofarmaka. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk      Laboratorium             Analisis Pangan. IPB Press. Bogor
Austin B dan Austin D. 2007. Bacterial fish pathogens: diseases of farmed and wild fish, 4 ed., Chichester: Springer. 
Blaxhall PC dan Daisley KW. 1973.  Routine haematological methods for use with fish blood.  J. Fish Biology 5:577-581.
Cerezuela R, Meseguer J, dan Esteban MA. 2011.    Current            Knowledge     in
Synbiotic Use for Fish Aquaculture: A Review. J Aquac Res Development S1:008.doi:10.4172/2155-9546.S1008.
Chiu CH, Cheng CH, Gua WR, Guu YK, dan Cheng W. 2010. Dietary administration of the probiotic, Saccharomyces cerevisiae P13, enhanced the growth, innate immune responses, and disease resistance of the grouper, Epinephelus coioides. Fish & Shellfish Immunology
29:1053-1059.
Chinabut S, Limsuwan C, dan Sawat PK. 1991. Histology of the walking catfish Clarias batrachus. Thailand: Department of Fisheries. 96 hlm.
Daniels CL, Merrifield DL, Boothroyd DP, dan Davies SJ. 2010. Effect of dietary
Bacillus spp. and mannan oligosaccharides (MOS) on European lobster (Homarus gammarus L.) larvae growth performance, gut morphology and gut microbiota. Aquaculture 304:49-57.
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.
Huisman EA. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University. Waganingen. Netherland.170p.
KKP. 2013. KKP: Produk Budidaya Laut Diminati Pasar    Ekspor [Internet].[diunduh 2013 Juni 11].
Tersedia           pada: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip /c/9248/KKP-Produk-Budidaya-LautDiminati-Pasar-Ekspor/. 
Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, dan Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sonc Inc. New YorkLondon.
Li J, Tan B, dan Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291:35-40.
Lin S, Mao S, Guan Y, Luo L, dan Pan Y. 2012. Effects of dietary chitosan oligosaccharides and Bacillus coagulans on the growth, innate immunity and resistance of koi (Cyprinus carpio koi). Aquaculture 342-343:36-41.
Liu CH dan Chen CJ. 2004. Effect of ammonia on the immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei and its susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and Shellfish Immunology 16:321-334. 
Liu CH, Chiu CS, Ho PL, dan Wang SW. 2009. Improvement in the growth performance             of         white             shrimp,
Litopenaeus vannamei, by a proteaseproducing probiotic, Bacillus subtilis E20, from natto. Journal of Applied Microbiology 107:1031–1041.
Mahardika K dan Zafran, 2004.  Infeksi  Iridovirus Pada Juvenil Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Di Karamba Jaring Apung.  Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali. Prosiding.
Pengendalian Penyakit Pada Ikan Dan Udang berbasis  Imunisasi  Dan Biosecurity.
Marlis A. 2008. Isolasi Oligosakarida Ubi Jalar         (Ipomoea batatas         L.) dan Pengaruh        Pengelolaan             Terhadap
Potensi Prebiotiknya. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martin ML, Namura DT, Miyazaki DM, Pilarsky F, Ribero K, De Castro MP,  dan            De       Campos             CM.     2004.
Physiological and haemotological respons of Oreochromis niloticus exposed to single and consecutive stress of capture. Animal Science 26:449-456.
Merrifield DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM, Bøgwald J, Castex M, dan Ringø E. 2010. The Current Status and Future Focus of Probiotic and Prebiotic Applications for Salmonids. Aquaculture 302:1-18.
Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud. Ditjen DiktiPAU IPB. Bogor.
Nayak SK. 2010. Probiotics and Immunity: A Fish Perspective. Review. Fish anda Shellfish Immunologi 29:2-14.
Putra AN. 2010. Kajian probiotik, prebiotik dan sinbiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 
Rawling MD, Merrifield DL, Snellgrove DL, Kuhlwein H, Adams A, dan Davies SJ. 2012. Haemato-immunological and growth response of mirror carp (Cyprinus carpio) fed a tropical earthworm meal in experimental diets. Fish & Shellfish Immunology 32:1002-1007.
doi:10.1016/j.fsi.2012.02.020.
Rieger AM      dan      Barreda           DR.     2011. Antimicrobial mechanisms of fish leukocytes.             Developmental            and Comparative Immunology 35:1238– 1245. doi:10.1016/j.dci.2011.03.009.
Ringø E, Olsen RE, Gifstad TTO, Dalmo
RA, Amlund H, Hemre GL, dan

Bakke AM. 2010. Prebiotics in aquaculture: a review. Aquaculture Nutrition 16:117-136.
Roberts RJ and Richards RH. 1978. The Bacteriology of Teleost in Fish Pathology.           Roberts            RJ,             editor. Bailliere Tindal Book Publ, London. 205-308p.
Tanbiyaskur.  2011.  Efektivitas pemberian probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan untuk pengendalian infeksi Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus).  [tesis].  Sekolah Pascasarjana,  Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Uribe C, Folch H, Enriquez R, dan Moran G. 2011. Innate and adaptive immunity in teleost fish: a review. Veterinarni Medicina 56 (10):486–503.
Watson AK, Kaspar H, Lategan MJ, dan Gibson      L.         2008.   Probiotics        in aquaculture: The need, principles and mechanisms of action and screening processes. Aquaculture 274:1–14.
Wedemeyer GA dan WT Yasutake.1977. Clinical     Methods          For       the Assessement          Of        The             Effect
Environmental Stress On Fish Health. Technical Papers Of The U.S. Fish and Wildfield Service. US. Depart. Of the Interior Fish and Wildlife Service. 89:1-17.
Zonneveld N, Huisman EA, dan Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 

0 comments:

Post a Comment