Wednesday, January 29, 2014

PENGGUNAAN ALAT TANGKAP CANTRANG

January 29, 2014 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Alat Tangkap Cantrang
George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989). Alat tangkap cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil.
Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dam pemberat.
2. Sejarah Alat tangkap Cantrang
Danish seine merupakan salah satu jenis alat tangkap dengan metode penangkapannya tanpa menggunakan otterboards, jaring dapat ditarik menyusuri dasar laut dengan menggunakan satu kapal. Pada saat penarikan kapal dapat ditambat (Anchor Seining) atau tanpa ditambat (Fly Dragging). Pada anchor seining, para awak kapal akan merasa lebih nyaman pada waktu bekerja di dek dibandingkan Fly dragging. Kelebihan fly dragging adalah alat ini akan memerlukan sedikit waktu untuk pindah ke fishing ground lain dibandingkan Anchor seining (Dickson, 1959).
Setelah perang dunia pertama, anchor seining dipakai nelayan Inggris yang sebelumnya menggunakan alat tangkap Trawl. Dari tahun 1930 para nelayan Skotlandia dengan kapal yang berkekuatan lebih besar dan lebih berpengalaman menyingkat waktu dan masalah pada anchor seining pada setiap penarikan alat dengan mengembangkan modifikasi operasi dengan istilah Fly Dragging atau Scotish Seining. Pada Fly Dragging kapal tetap berjalan selagi penarikan jaring dilakukan.
Dilihat dari bentuknya alat tangkap cantrang menterupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya cantrang menyerupai trawl, yaitu untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang. Dibanding trawl, cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penankapannya hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil. Ditinjau dari keaktifan alat yang hampir sama dengan trawl maka cantrang adalah alat tangkap yang lebih memungkinkan untuk menggantikan trawl sebagai sarana untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan demersal. Di Indonesia cantrang banyak digunakan oleh nelayan pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama bagian utara (Subani dan Barus, 1989)
3. Prospektif Alat Tangkap Cantrang
Setelah dikeluarkannya KEPRES tentang pelarangan penggunaan alat tangkap Trawl di Indonesia tahun 1980, maka cantrang banyak dipilih nelayan untuk menangkap ikan demersal, karena dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya cantrang ini hampir memiliki kesamaan dengan jaring trawl.Indonesia  sebagai  negara  kepulauan  memiliki  potensi  perikanan  yang sangat besar dan beragam. Indonesai memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 70% dari luas Indonesia adalah lautan (5,8 juta km2) (Budiharsono,  2001). Komisi Nasional Pengkajian  Sumberdaya  Perikanan Laut dalam   Budiharsono   (2001)   melaporkan   bahwa   potensi   lestari   sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar 6,4 Juta ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil yaitu sebesar 3,2 juta ton pertahun (52,54 %), jenis ikan demersal 1,8 juta ton pertahun (28,96%) dan perikanan pelagis besar 0,97 juta  ton  pertahun  (15,81%).
Potensi  sumberdaya  perikanan  yang  sangat  besar tersebut sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi sampai saat ini  potensi  tersebut  belum dioptimalkan (Efendy,2001)
Secara  nasional  potensi  lestari  perikanan  Indonesia  (6,4 juta ton/tahun baru termanfaatkan sebesar 63,5% atau sebesar 4,1 juta ton/th (63,3%). Terlihat tingkat pemanfaatan (exploitation rate) masih jauh dari potensi lestarinya. Akan tetapi untuk wilayah tertentu terutama di sekitar pulau-pulau yang padat penduduknya  (Pulau  Jawa bagian  utara, Selat  malaka,  Selat Bali, dan lainya) maka tingkat pemanfataanya  sudah  mendekati  bahkan  melebihi  ambang  kritis (overfishing)  (Squires, 2003; Susilowati,  2002; Nikijuluw,  2002; Dahuri et al, 2001). Di Laut Jawa hampir semua jenis sumber daya ikan di exploitasi secara berlebih  yaitu  Ikan  pelagis  besar  250,85%;  Ikan  pelagis  kecil  149,27%;  Ikan karang konsumsi 509,79%; udang peneid 463,68%; lobster 186% dan cumi-cumi sebesar 240,28. Sedangkan yang belum mencapai exploitasi berlebih adalah jenis ikan   demersal   yang   baru   mencapai   89,07%.   Secara   keseluruhan   tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di laut Jawa sampai dengan tahun 2001 mencapai sebesar 137,38. (lihat Tabel .1)
Tabel 1
Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Laut Jawa Tahun 2001


No

Kelompok Sumber Daya
Potensi
Produksi
Pemanfaatan
(103 ton/tahun)
(103 ton/tahun)
(%)
1
Ikan Pelagis besar
55,00
137,82
250,58
2
Ikan pelagis kecil
340,00
507,53
149,27
3
Ikan demersal
375,20
334,2
89,07
4
Ikan karang konsumsi
9,50
48,24
507,79
5
Udang Peneid
11,40
52,86
463,68
6
Lobster
0,50
0,93
186,00
7
Cumi-cumi
5,04
12,11
240,28
Total (Seluruhnya)
796,64
1094,41
137,38
Sumber: Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001

Dari segi potensi wilayah, laut Jawa relatif  kecil dibandingkan  wilayah lain, namun armada penangkapan perikanan pada daerah ini sangat banyak. Hal ini disebabkan pertambahan jumlah penduduk yang tinggi dan selama ini sektor perikanan kebanyakan merupakan lahan pekerjaan yang sangat fleksibel dalam menampung   pengangguran  yang semakin tinggi. Akibatnya terjadi eksploitasi sumberdaya  perikanan  yang  berlebihan  sehingga  tangkap  lebih  (over  fishing) kebanyakan  terjadi  di  perairan  yang  padat  penduduknya.  Hal  ini  diperparah dengan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan dan fasilitas penunjang lain yang terkonsentrasi di Pulau Jawa (Khusnul, dkk, 2003)
Kontribusi   perikanan   Laut  Jawa  terhadap   ekonomi   nasional   sangat penting. Pada tahun 1997 perikanan Laut Jawa memberikan  kontribusi sekitar 31% dari produksi perikanan laut nasional (Purwanto, 2002 dalam Khusnul dkk, 2003). Karakteristik nelayan   di  Laut  Jawa  umumnya   merupakan   nelayan berskala kecil (small scale fishery) dengan alat tangkap tradisional dan Perahu yang   digunakan   dibawah   5   GT.   Anggapan   Laut   yang   open   acces   oleh masyarakat  berakibat  terjadi  kompetisi  bebas  antara  nelayan  berskala  kecil dengan  nelayan  berskala  besar  (large  scale  fishery).  Pada  umumnya  nelayan kecil menggunakan alat tangkap yang kurang produktif, sehingga mereka selalu kalah.  Hal  ini  mengakibatkan  kemiskinan  pada  nelayan  kecil  (Khusnul  dkk, 2003). Dengan sifat tradisional/konvensional  menjadikan  banyak nelayan kecil yang belum mampu menggunakan input-input secara baik  (masih sembarangan dan belum mengetahui seberapa besar input yang seharusnya digunakan).
Jawa Tengah memiliki garis pantai 791,76 km terdiri atas panjang pantai utara 502,69 km dan panjang pantai selatan 289.07 km. Propinsi Jawa tengah memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar berupa berbagai jenis  ikan  pelagis  kecil  (small  pelagic)  dan  ikan  damersal  sebesar  796,640 ton/tahun (laut jawa) dan potensi udang   seperti tuna, Hiu, dan lain sebagainya (samudra Indonesia sebesar 1.076.890 ton/tahun) (Renstra, 2003). Nilai Produksi perikanan Jawa Tengah mengalami  fluktuasi dari tahun 1999-2002.  Walaupun hampir  semua  jenis  sumber  daya  ikan  di  Laut  Jawa  sudah  tangkap  lebih (overfishing)  namun  produksi  perikanan  laut mengalami  pertumbuhan  sebesar 0,36%  sedangkan  pertumbuhan  nilainya  mencapai  6%  (table.1.2). Hal ini mengindikasikan  pemanfaatan  perikanan  di laut Jawa semakin  besar sehingga pihak yang berwenang harus  mengontrol  exploitasi  sumber  daya  ikan  di laut Jawa dan mengarahkan ke wilayah pengelolaan perikanan yang masih bisa dikembangkan serta melakukan tindakan pengelolaan yang rasional (pembatasan hasil tangkapan dan atau upaya penangkapan).
Susilowati,  (2003).
Karakteristik
Menurut George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989). Dilihat dari bentuknya alat tangkap cantrang menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapan cantrang menyerupai trawl yaitu untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang, tetapi bentuknya lebih sederhana dan pada waktu penangkapannya hanya menggunakan perahu layar atau kapal motor kecil sampai sedang. Kemudian bagian bibir atas dan bibir bawah pada Cantrang berukuran sama panjang atau kurang lebih demikian. Panjang jarring mulai dari ujung belakang kantong sampai pada ujung kaki sekitar 8-12 m.
HASIL TANGKAPAN
Hasil tangkapan dengan jaring Cantrang pada dasarnya yang tertangkap adalah jenis ikan dasar (demersal) dan udand seperti ikan petek, biji nangka, gulamah, kerapu, sebelah, pari, cucut, gurita, bloso dan macam-macam udang (Subani dan Barus, 1989).
DAERAH PENANGKAPAN
Langkah awal dalam pengperasian alat tangkap ini adalah mencari daerah penangkapan (Fishing Ground). Menurut Damanhuri (1980), suatau perairan dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan yang baik apabila memenuhi persyaratan dibawah ini:
1. Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun.
2. Alat tangkap dapat dioperasikan denagn mudah dan sempurna.
3. Lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah dijangkau oleh perahu.
4. Keadaan daerahnya aman, tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai yang membahayakan.
Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap Cantrang hampir sama dengan Bottom Trawl. Menurut Ayodhyoa (1975), syarat-syarat Fishing Ground bagi bottom trawl antara lain adalah sebagai berikut:

Ø Karena jaring ditarik pada dasar laut, maka perlu jika dasar laut tersebut terdiri dari pasir ataupun Lumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam, bekas-bekas tiang dan sebagainya.
Ø Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan depth yang sangat menyolok.
Ø Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta resources yang melimpah.

0 comments:

Post a Comment