Sistem
perairan menutupi 70% bagian dari permukaan bumi yang dibagi dalam dua kategori
utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari kedua sistem
perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari
97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk
aktivitas hidupnya (Barus, 1996).
Habitat
air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi
dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingan jauh lebih
berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang
paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri.
2) ekosistem air
tawar menawarkan sisitem
pembuangan yang memadai dan
paling murah (Odum, 1994).
Perairan
mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakan dari air
tergenang walaupun keduanya
merupakan habitat air.
Satu perbedaan mendasar antara
danau dan sungai adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan
air mengisi cekungan itu, tetapi danau itu setiap saat dapat terisi oleh
endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya sugai terjadi karena airnya
sudah ada, sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya
saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie, 1990).
Ekosistem
perairan yang terdapat di daratan secara umum di bagi atas dua kelompok yaitu perairan
lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan berarus
deras) misalnya sungai (Payne,1996). Sungai merupakan jaringan alur-alur pada
permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah mulai dari bentuk kecil di bagian
hulu sungai sampai besar di bagian hilir. Air hujan di atas permukaan bumi dalam
perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk
alur-alur kecil, kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi
satu alur besar atau utama, dengan demikian dapat dikatakan sungai berfungsi
menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut (Loebis et al, 1993).
Perairan
mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakan dari air
tergenang walaupun keduanya merupakan habitat air. Satu perbedaan mendasar
antara danau dan sungai adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah
ada dan air mengisi cekungan itu, tetapi danau itu setiap saat dapat terisi
oleh endapan sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya sungai terjadi karena
airnya sudah ada, sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap
adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie, 1990).
Sungai
merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sangat dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas manusia disepanjang aliran sungai. Manfaatannya sebagai
sumber air sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu sebagai
sarana transportasi, mandi, mencuci dan sebagainya. Namun sungai dapat menjadi
sumber malapetaka apabila tidak dijaga baik dari segi manfaatnya maupun
pengamanannya yang dapat menurunkan daya gunanya jika pengaruh yang ditumbuhkan
dari berbagai aktivitas melebihi daya dukung sungai atau tercemarnya air oleh
zat-zat kimia yang akan mematikan kehidupan
yang ada di
sekitarnya dan merusak lingkungan
(Subagyo, 1992).
Hampir
setiap hari sungai diseluruh dunia menerima sejumlah besar aliran sedimen baik
secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah tangga, aliran air
permukaan, daerah urban dan pertanian. Karena aliran tersebut, kebanyakan
sungai tidak dapat berubah normal kembali dari pencemaran karena arus air dapat
mempercepat degradasi limbah yang memerlukan oksigen selama sungai tersebut
tidak
meluap
karena banjir. Degradasi dan nondegradasi pada arus sungai yang lambat tidak
dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah tersebut
(Darmono, 2001).
II.2.
Pengaruh Pencemaran Air terhadap Ekosistem Sungai
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan
manusia di muka bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air
minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk perairan pertanian, air untuk
kolam perikanan, air untuk sanitasi, air untuk transportasi baik di sungai
maupun di laut. Kegunaan air tersebut termasuk kedalam kegunaan air secara
konvensional. Selain kegunaan air secara konvensional, air juga diperlukan
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu untuk menunjang kegiatan
industri dan teknologi (Wardhana, 2001).
Aktifitas
suatu ekosistem selalu memberi pengaruh pada ekosistem yang lain. Manusia
adalah salah satu komponen penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia
sering kali mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan yang
mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan (Asdak, 2002).
Pencemaran
air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau pnahnya populasi
organism perairan. Dengan menurunnya atau punahnya organism tersebut maka
sistem ekologis perairan
dapat terganggu. Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai
kemampuan untuk memurnikan
kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran
masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan. Apabila
bebab pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak
dapat dipergunakan lagi (Nungroho, 2006).
Definisi
dan pembagian plankton
Plankton
ádalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam air yang
pergerakannya relatif pasif (Suin, 2002). Kemampuan berenang organisme-
organisme planktonik demikian
lemah sehingga pergerakannya
sangat dipengaruhi oleh
gerakan-gerakan air (Nybakken, 1992). Plankton merupakan organisme perairan
pada tingkat trofik pertama yang berfungsi sebagai penyedia energi. Plankton
dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan
dan zooplankton, yaitu plankton yang
bersifat hewan (Barus, 2004).
Nybakken
(1992) menggolongkan plankton berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak
membedakan fitoplankton dan zooplankton, golongan plankton ini terdiri atas
a. Megaplankton yaitu plankton yang berukuran
2.0 mm.
b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran
0.2-2.0 mm.
c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran
20µm-0.2 mm.
d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran
2µm-20µm.
e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran
kurang dari 2µm.
Berdasarkan siklus
hidupnya plankton dapat
dikenal sebagai holoplankton yaitu plankton yang seluruh
siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton yaitu plankton yang hanya
sebaian siklus hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya plankton mempunyai alat
gerak (misal Flagella dan Ciliata) sehingga secara terbatas akan melakukan
gerakan-gerakan , tetapi gerakan trsebut tidak cukup mengimbangi gerakan air
sekelilingnya, sehinga dikatakan bahwa gerakan plankton sangat dipengaruhi oleh
gerakan air (Barus, 2004).
Basmi
(1995) mengelompokkan plankton
berdasarkan beberapa hal, yakni:
1. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas
a.
Fitoplankton, yakni plankton nabati (>
90% terdiri dari
algae) yang mengandung klorofil
yang mampu mensintesa nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses
fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.
b.
Saproplankton, yakni kelompok
tumbuhan (bakteri dan
jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan
memperoleh nurisi dan energi dari sisa organisme lain yang telah mati.
c.
Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada
organisme-organisme lain yang masih hidup maupun partikel-pertikel sisa
organisme, seperti detritus dan debris. Disamping itu plankton ini uga
mengkonsumsi fitoplankton.
2.
Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:
a.
Linoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar
b.
Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut
c.
Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidup di air payau
d.
Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.
3.
Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas:
a.
Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik
b.
Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik
c.
Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga
umumnya tanpa sinar.
Baik
hipo plankton maupun bati plankton terdiri atas zoo plankton seperti Mysid dari
jenis Crustaceae dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar.
4.
Berdasarkan asal-usul plankton dimana ada plankton yang hidup dan berkembang
dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:
a.
Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri
b.
Allogenik plankton, merupakan plankton yang datang dari perairan lain.
2
Ekologi Plankton
Organisme
pada tingkat pertama berfungsi produsen/penyedia energi yang disebut sebagai
plankton. Komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis
dari terbentuknya suatu rantai makanan, oleh sebab itu palnkton memegang
peranan penting dalam ekosistem air (Wibisono, 2005). Fitoplankton dapat
dikatakan sebagai pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena dengan adanya
fitoplankton memungkinkan mahluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya di muka
bumi. Dengan sifatnya yang autotrof, fitoplankton mampu mengubah hara anorganik
menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi
kehidupan mahluk yang lebih tinggi tingkatannya (Isnansetyo & Kurniastuty,
1995).
Fitoplankton
adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang, mengapung dalam air serta
memiliki kemampuan gerak yang terbatas. Fitoplankton berperan sebagai salah
satu bioindikator yang mampu menggambarkan kondisi suatu perairan, kosmolit dan
perkembangannya bersifat dinamis karena dominansi satu spesies dapat diganti
dengan yang lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan kualitas yang
tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan menyebabkan perubahan
pula pada struktur komunitas komponen biologi, khususnya fitoplankton (Prabandani
et al, 2007).
Fitoplankton
memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil
mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya
yang membentuk rantai makanan. Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan
tawar pada umunya terdiri air diatom dan ganggang hijau serta dari kelompok
ganggang biru (Barus, 2004).
Zooplankton
merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka ragam dan terdiri
dari berbagai macam larva
dan bentuk dewasa
yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari sudut ekologi, hanya satu
golongan zooplankton yang sangat penting artinya, yaitu subkelas kopepoda.
Kopepoda adalah Crustaceae holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi
zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992).
Sebagian
besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik
berupa fitoplankton maupun detritus. Kepadatan zooplankton di suatu perairan
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankton. Umumnya zooplankton banyak
ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus rendah serta kekeruhan air
yang sedikit (Barus, 2004).
4.
Plankton sebagai bioindikator kualitas perairan
Keberadaan
organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Menurut Nybakken
(1992) dan Nontji (1993)
organisme perairan dapat
digunakan sebagai indikator
pencemaran karena habitat,
mobilitas dan umurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah perairan
tertentu (Anonim, 2004). Dampak adanya pencemaran akan mengakibatkan
keanekaragaman spesies menurun (Sastrawijaya, 1991). Pencemaran terhadap
organisme perairan mengakibatkan menurunnya keanekaragaman dan kemelimpahan
hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah.
Plankton
mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator pencemaran
perairan. Plankton akan bergerak mencari tempat yang sesuai dengan
hidupnya apabila terjadi
pencemaran yang mengubah
kondisi tempat hidupnya. Dengan demikian terjadi perubahan
susunan komunitas organisme di suatu perairan di mana hal ini dapat dijadikan
petunjuk terjadinya pencemaran di perairan. Dalam hal ini terdapat jenis-jenis
plankton yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui hal tersebut
sesuai dengan kondisi biologi perairan tersebut (Mulyono,1992).
Plankton
dan Bentos merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan
indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Plankton memegang peran
penting dalam mempengaruhi produktifitas
primer perairan sungai. Rosenberg (dalam
Ardi, 2002) menyebutkan bahwa beberapa organisme plankton bersifat toleran dan
mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan.
Penggunaan
plankton sebagai indikator kualitas lingkungan perairan dapat dipakai dengan
mengetahui keragaman dan keseragaman jenisnya. Penggunaan organisme indikator
dalam penentuan kualitas air sangat bermanfaat karena organism tersebut akan
memberikan reaksi terhadap kualitas perairan. Dengan demikian, dapat melengkapi
atau memperkuat peneilaian kualitas perairan berdasarkan parameter fisika dan
kimia (Nugroho, 2006).
5
Faktor-faktor Abiotik yang Mempengaruhi Perairan
Nybakken
(1992, menyatakan sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh
karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti
plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisik-kimia)
perairan, karena antara faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi.
Dengan mempelajari aspek saling
ketergantungan antara organisme
dengan faktor-faktor abiotiknya
maka diperoleh gambaran tentang kualitas perairan (Barus, 2004).
Faktor
abiotik (fisik kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara
lain:
a.
Suhu
Pengukuran
temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini desebabkan karena
kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas
biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10ºC (hanya pada
kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis
(misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperetur
ekosistem akuatik dipengaruhi pleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas air dan udara sekellingnya dan juga oleh faktor
kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Brehm et al, 1990 dalam
Barus, 2004).
Menurut Kinne
(1960) dalam Supriharyono (2000)
menyatakan bahwa kenaikan
tempperatur diatas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju
metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi, dan aktivitas organisme. Kenaikan
laju metabolisme dan aktivitas ini berbeda untuk setiap spesies, proses, dan
level atau kisaran temperatur.
b.
DO (Disolved Oxygen)
DO
(Disolved Oxygen) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang
sangat penting di dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan
untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme. Oksigen terlarut di dalam air dihasilkan dari proses
fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk melalui proses difusi yang
secara lambat menembus permukaan air (Wardhana, 1995). Selain itu juga sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti temperatur, salinitas dan proses
fotosintesis (Brower et.al,1990).
Menurut
Michael (1994) oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan
biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin
oksigen dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat
pada suhu O0 C yaitu sebesar 14,16 mg/l
O2, sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya tidak lebih kecil
dari 8 mg/l O2. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa kehidupan di air dapat
bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen dalam setiap
liter selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan,
kehadiran pencemar, temperatur dan sebaliknya. Dengan peningkatan suhu akan
menyebabkan konsentrasi O2 menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan
meningkatkan konsentrasi O2 terlarut (Barus, 2001).
c.
BOD5 (Biochemichal Oxygen Demand)
BOD5 (Boichemical Oxygen Demand) menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah
atau mengoksidasi senyawa organik di dalam air yang diukur pada temperatur 200C
(Fardiaz,1992). Dalam proses oksidasi secara biologis dibutuhkan waktu yang
lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Pengukuran
BOD yang umum dilakukan adalah pengukuran selama lima hari (BOD5) karena selama
lima hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai 70% (Forstner
dalam Barus,1996).
Manahan
(1984) dalam Wargadinata (1995)
menyatakan bahwa kebutuhan
oksigen oleh hidrobiota akan meningkat apabila oksigen
terlarut di perairan semakin kecil, hal ini dapat diakibatkan karena banyaknya
substansi yang terlarut di dalam air. Oksigen yang terlarut dipergunakan untuk
proses oksidasi, sehingga menyebabkan oksigen terlarut semakin kecil
dan angka BOD5
semakin tinggi. Angka
BOD5 yang tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran
organik di perairan.
Konsentrasi
BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana
apabila konsumsi O2 selama periode 5
hari berkisar 5 mg/l O2 maka perairan
tersebut tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20
mg/l O2 menunjukkan tingkat pencemaran
oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumya lebih
dari 100 mg/l (Brower et al, 1990).
d.
COD (Chemichal Oxygen Demand)
Nilai
COD menyatakan oksigen total yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang
dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai
yang menyatakan jumlah
oksigen yang dibutuhkan
untuk proses oksidasi terhadap
total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis (Barus, 2004).
e.
pH (Derajat Keasaman)
Setiap
spesies memiliki toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH ideal bagi
kehidupan organisme aquatik termasuk planktin pada umumnya berkisar antara 7
sampai 8,5. kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadiya
ganguanmetabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin
tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik.
Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi
organisme (Barus, 2004).
Pengukuran
pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas meter, dan dengan
pH meter. Pengukuran tidak begitu berbeda dengan pengukura pH tanah. Yang perlu
diperhatikan adalah cara pengambilan sampelnya yang benar sehingga nilai pH
yang diperoleh benar (Suin, 2002). Nilai pH air yang normal adalah netral,
yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya oleh air
limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahannya
sebelum dibuang (Kristanto, 2002).
f.
Intensitas Cahaya
Faktor
cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat- sifat optis
dari air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorsi dan sebagia lagi akan
dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan
air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yanag signifikan baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang
paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan
terlihat bewarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan
berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik
ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar (Barus, 2004).
g
. Kandungan Nitrat (NO3-) dan Posfat (PO43-)
Banyaknya
unsur hara mengakibatkan tumbuh subrnya tumbuhan, terutama makrophyta dan
fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks
jika tersedianya bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrit dan
posfat (Nybakken, 1992). Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fospat
terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah
dan akhirnya masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).
Komponen
nitrit (NO2) jarang ditemukan pada badan air permukaan karena langsung
dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Di wilayah perairan neritik yang relatif dekat
dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering
digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem
pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fospat terlalu tinggi bisa menyebabkan
perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrof sehingga terjadi blooming dari
salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu
bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan tersebut (Wibisono,
2005)
h.
TDS (Total Dissolved Solid)
TDS
merupakan ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik, (mis :
garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. Umumnya berdasarkan definisi di
atas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan
yang berdiameter 2 mikrometer (2×10-6
meter). Jumlah kandungan zat padat terlarut dalam air juga mempengaruhi
penetrasi cahaya matahari amsuk ke dalam badan perairan, Jika nilai TDS tinggi
maka penetrasi cahaya matahari akan berkurang, akibatnya proses fotosintesis
juga akan berkurang yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas perairan
(Sastrawijaya, 1991)
i.
TSS (Total Suspended Solid)
Total
suspended solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan
kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih
kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan
lain-lain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk
tersuspensi. Partikel tersuspensi akan menyebarkan cahaya yang datang, sehingga
menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam air
umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah
industri (Widowati, dkk, 2008).
6.
Faktor biotik yang mempengaruhi perairan
Bakteri
Coli (Colifecal)
Penetuan
kalitas air secara mikrobiologis menurut APHA (American Public Health
Association) dan WHO (World Health Organization) dilakukan berdasarkan analisis
kehadiran jasad indicator, yaitu golongan Coli Fecal yang selalu ditemukan di
dalam tinja manusia dan hewan berdarah panas, baik yang sehat maupun yang sakit
(Nugroho, 2006)
Eschericha
coli pada awalnya dikenal sebagai Bacterium coli, diidentifikasi oleh Theodor
Esccherich tahun 1885. bakteri ini banyak terdapat di saluran pencernaan
manusia serta hewan. Colifekal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran
manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bias masuk ke perairan bila ada buangan
feses yang masuk ke dalam badan air sehingga memungkinkan zat-zat yang terdapat
pada feses bias jadi toksik yang membahayakan plankton. Kehadiran bakteri
colifekal di dalam air mengindikasikan perairan itu kemungkinan tercemar
sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum (Sastrawijaya, 2000).
Pencemaran
air oleh pembuangan kotoran yang belum diolah dapat ditemukan dengan menguji
air tersebut untuk mengetahui adanya bakteri-bakteri berbentuk coli yang hanya
ditemukan di dalam saluran pencernaan mamalia. Tidak semua coli berasal dari
feses. Karena bentuk coli feses tidak
tumbuh normal di luar saluran pencernaan, maka kehadiran mereka di air tanah
merupakan petunjuk yang pasti dari pencemaran oleh pembuangan kotoran (Michael,
1994). Ada korelasi antara jumlah coliform fecal dalam suatu perairan dengan
terjangkitnya penyakit yang disebabkan perairan tersebut dan bisa juga
mempengaruhi kehidupan plankton yang ada dalam perairan.
0 comments:
Post a Comment