Selama ini ada jenis ikan yang paling lazim dibuat olahan
presto barulah bendeng. Bandeng presto ini sering pula disebut sebagai bandeng
duri lunak. Sebutan demikian untuk membedakannya dengan pindang bandeng yang
durinya masih keras. Bandeng (Chanos-chanos
forks) memang merupakan ikan laut tropis yang tergolong paling lezat rasa
dagingnya, tetapi banyak durinya. Ikan ini juga sudah bisa dibudidayakan secara
massal di tambak air payau bahkan sekarang sudah biasa di air tawar. Kelemahan
utama jenis ikan ini adalah, adanya banyak duri-duri halus di dalam jaringan
dagingnya, sehingga pada waktu makanya harus hati-hati. Beda dengan ikan kakap,
tongkol, tenggiri dan lain-lain yang tidak ada duri di dalam dagingnya. Bandeng
duri lunak adalah jawaban untuk mengatasi kendala ini.
Pada awalnya bandeng duri lunak diproduksi dengan cara
dipindang biasa, namun jangka waktunya lebih panjang. Memindang adalah salah
satu teknologi pengawetan ikan dengan cara perebusan menggunakan air garam.
Untuk ikan-ikan kecil seperti layang, selar, japung dan kembung, hasil
pindangnya dikenal luas masyarakat sebagai ikan cuik. Ikan cuik demikian,
durinya masih keras. Termasuk duri-duri halus ikan bandeng yang menyatu dengan
dagingnya. Agar duri ini menjadi lunak, maka diperlukan perebusan sampai satu
hari satu malam. Biasanya tumpukan bandeng ini diberi pemisah dari merang padi
dan pemberat di bagian atasnya. Perintis industri bandeng duri lunak adalah
masyarakat Chinese di Semarang, Jawa Tengah.
Perebusan sampai sehari semalam tentu akan makan waktu,
biaya bahan bakar dan tenaga yang besar. Itulah sebabnya pada tahun-tahun 1950
dan 1960an, bandeng duri lunak harganya sangat tinggi. Selain jangka waktu
perebusan, pindang bandeng biasanya juga diberi bumbu. Misalnya kunyit dan bawang
putih atau variasi lainnya sesuai dengan selera dan "rahasia" perusahaan bandeng presto tersebut. Sementara ikan
cuik hanya diberi garam. Beberapa tahun belakangan ini, ikan cuik banyak pula
yang diberi formalin sebagai pengawet secara illegal. Zat ini sebenarnya bukan
pengawet makanan, sebab akan sangat membahayakan kesehatan konsumen
Setelah teknologi pengukusan dan perebusan dengan tekanan
ditemukan, maka proses pembuatan bandeng duri lunak cukup hanya memakan waktu
satu jam. Hingga banyak tenaga, energi dan waktu yang bisa dihemat. Teknologi
ini sebenarnya sangat sederhana. Prinsipnya, ketel perebus atau pengukus
ditutup rapat dengan sekat karet atau bahan lain yang tahan panas. Untuk
menahan kekuatan uap air, tutup ketel dibaut yang dengan mudah bisa dibuka
tutup. Tutup ketel dilengkapi dengan alat pengukur tekanan udara (manometer)
dan katup pelepas. Kalau api terlalu panas dan tekanan uap melampaui tutup
tertentu, maka katup pelepas ini akan mengeluarkan uap air agar ketel tidak
meledak.
Ketel bertekanan dengan kapasitas besar, misalnya sampai
50 kg sekali masak, bisa dipesan di bengkel-bengkel las. Bahannya bisa besi
biasa maupun baja tahan karat. Besi biasa pasti lebih murah, namun daya
tahannya sangat rendah karena akan mudah berkarat terkena air garam. Harga
ketel besi biasa kapasitas 50 kg, sekitar 1,5 sampai dengan Rp 2.000.000,-
Sementara yang tahan karat bisa duakali lipatnya. Namun di toko-toko sudah
sejak 20 tahun silam tersedia panci presto yang harganya murah meriah. Namun
kapasitasnya hanya 1 sd. 1,5 kg ikan. Saat ini banyak pula industri bendeng
presto rumahan yang menggunakan panci presto buatan pabrik. Namun mereka bisa
punya sampai belasan panci sekaligus.
Ukuran bandeng yang akan dipresto, sangat tergantung dari
ukuran panci atau ketelnya. Bandeng presto ukuran di atas 0,5 kg bobot hidup,
membutuhkan ketel berukuran besar dengan kapasitas besar pula. Panci-panci
presto pabrik, biasanya hanya untuk memproduksi bandeng dengan bobot hidup 250
sd. 350 kg (1 kg isi 3 atau 4 ekor). Bandeng yang akan dipresto sebaiknya masih
dalam kondisi sangat segar, belum disimpan dalam es terlalu lama. Biasanya
industri bandeng presto sudah punya langganan pedagang yang mengambil langsung
dari tambak. Sesampai di lokasi pengolahan, bendeng segera dicuci dan dibuang
insang serta isi perutnya.
Meskipun ikan bandeng memiliki sisik, namun sisiknya
demikian halus hingga dalam pengolahan, sisik bandeng tidak pernah dibuang
bahkan diusahakan tidak cacat. Hingga cara pembuangan insang dan isi perut
bandeng, bandeng cukup dibelah bagian perutnya lalu insang dan isi perutnya
diambil. Yang paling sulit adalah membersihkan kulit hitam yang melapisi rongga
perut bandeng. Sebab kulit tipis ini sangat lunak dan menempel pada dinding
rongga bandeng yang juga lunak dan berlemak. Karenanya, membuang lapisan hitam
ini memerlukan keterampilan yang tinggi karena harus dilakukan secara manual
dengan pisau. Pembuangan lapisan hitam ini akan dipermudah apabila kondisi ikan
masih sangat segar.
Bandeng yang sudah dibuang insang dan isi perutnya,
dicuci lagi sampai bersih. Setelah bersih, bandeng dimasukkan ke dalam panci
presto atau ketel bertekanan. Bandeng disusun saling silang dengan diberi
pembatas merang padi atau daun bambu. Merang dan daun bambu dipilih karena kuat
hingga tidak hancur saat direbus dalam tekanan tinggi. Selain itu, dua bahan
ini juga bersifat netral, tidak mempengaruhi aroma dan warna bandeng.
Kadang-kadang ada pula yang menggunakan daun pisang. Bahan ini masih memenuhi
syarat sebagai pembatas. Namun industri bandeng presto yang bersifat lebih
massal, kebanyakan menggunakan kertas bekas yang jelas tidak memenuhi syarat
kesehatan dalam industri makanan.
Setelah bandeng tersusun penuh, barulah air dengan garam
dan bumbu dimasukkan. Takaran garam bisa menggunakan patokan bobot bandeng.
Agar tingkat keawetan bandeng cukup, maka bobot garam harus sama dengan bobot
ikan yang akan dipresto. Untuk mempresto 1 kg bandeng, garamnya juga harus 1
kg. Tingkat kepekatan garam ini bisa dikurangi dengan pertimbangan agar hasil
presto tidak terlalu asin. Namun resikonya, tingkat keawetan bandeng menjadi
lebih pendek. Untuk mengatasi hal ini, banyak perajin ikan pindang dan cuik
yang kemudian menambahkan bahan pengawet. Bahan pengawet yang direkomendasikan
oleh Depkes antara lain asam benzoat. Namun untuk mudahnya, banyak yang
menggunakan formalin.
Selain garam, bandeng presto umumnya juga diberi bumbu
kunyit. Selain berfungsi untuk menghilangkan bau amis, kunyit juga berguna
untuk memberi warna kuning alami yang menarik. Sebab tanpa kunyit, warna
bandeng presto putih pucat yang kurang menarik. Selain kunyit, bahan bumbu lain
yang bisa digunakan adalah bawang putih, jahe dan lain-lain tergantung selera.
Namun bandeng presto yang diperdagangkan, kebanyakan hanya diberi garam dan
kunyit, agar aroma dan rasa bandeng asli tetap kuat. Aroma dan rasa bandeng
asli inilah yang selama ini dikenal oleh konsumen. Hingga penggunaan
bumbu-bumbu yang menenggelamkan aroma bendeng asli, dikhawatirkan akan membuat
produk tersebut ditolak konsumen.
Dengan panci presto buatan pabrik yang berkapasitas 1 sd.
1,5 kg, dalam jangka waktu 1 jam, duri bandeng sudah akan lunak. Namun ketel
bertekanan yang memuat 50 kg ikan misalnya, memerlukan waktu pemasakan sampai
1,5 jam. Pemanas yang digunakan, bisa minyak tanah atau gas. Industri rumahan
yang menggunakan panci presto pabrik, umumnya menggunakan kompor gas. Sementara
industri yang menggunakan ketel bertekanan ukuran besar, menggunakan kompor
minyak tanah dengan blower (dipompa). Minyak maupun gas dipilih dengan pertimbangan
stabilnya panas. Industri ikan cuik atau pindang biasa, umumnya menggunakan
tungku berbahan bakar kayu dengan pertimbangan efisiensi biaya.
Setelah satu jam dipanaskan, panci didiamkan sampai
dingin, baru dibuka. Bandeng yang telah lunak diangkat satu per satu lalu
ditiriskan untuk selanjutnya dikemas. Hasil presto yang sudah dikemas seperti
ini, bisa tahan sampai satu bulan dalam suhu ruangan (tanpa pendingin).
Biasanya industri menengah selalu mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada kemasan
produk mereka. Sementara industri kecil hanya memproduksi sesuai pesanana.
Industri massal yang murah, tidak mengemas produk mereka, karena jalur
perdagangannya melalui pasar tradisional. Produk di pasar ini rata-rata hanya
berumur dua sampai tiga hari sudah habis terkonsumsi. Hingga mereka tidak perlu
mengemas dan mencantumkan tanggal kadaluwarsa.
Harga bandeng segar ukuran 250 gram di tingkat konsumen
sudah mencapai di atas Rp 12.000,- per kg. Karena membeli langsung ke pedagang
pengumpul atau petambak dalam jumlah besar secara rutin, perajin bandeng presto
bisa mendapatkan harga di bawah Rp 1.000,- per ekor untuk ukuran terkecil, Rp
1.000,- untuk ukuran sedang dan Rp 1.500,- sd. Rp 2.000,- per ekor ukuran
besar. Di tingkat konsmen, bandeng duri lunak massal ukuran sangat kecil dijual
dengan harga Rp 1.500,- per ekor. Presto ukuran menengah dijual dengan harga Rp
4.500,- sd. Rp 5.000,- per ekor. Sementara kualitas terbaik dijual dengan harga
sampai dengan Rp 6.000,- per ekor. Tingginya selisih harga ini, antara lain
juga disebabkan oleh biaya kemasan.
Saran saran
1.
Untuk menarik kosumen agar Bandeng dipilih ukuran yang
seragam.
2.
Untuk bandeneg air tawar biasanya ada aroma tanah,
untuk mengurangi aroma tersebut agar dipergunakan bumbu yang tepat agar lebih sedap.
3.
Untuk menghemat biaya bahan bakar, supaya memanfaatkan
bahan bakar dari limbah pertanian dan ditambah kayu dari pohon sekitarnya.
4.
Buatlah kemasan yang bersih dan menarik agar bisa
meningkatkan penjualan produk bandeng duri lunak.
Sangat terima kasih atas informasinya...
ReplyDelete