Tuesday, June 25, 2013

IKAN BANDENG DURI LUNAK (PRESTO)

June 25, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati 1 comment
 Selama ini ada jenis ikan yang paling lazim dibuat olahan presto barulah bendeng. Bandeng presto ini sering pula disebut sebagai bandeng duri lunak. Sebutan demikian untuk membedakannya dengan pindang bandeng yang durinya masih keras. Bandeng (Chanos-chanos forks) memang merupakan ikan laut tropis yang tergolong paling lezat rasa dagingnya, tetapi banyak durinya. Ikan ini juga sudah bisa dibudidayakan secara massal di tambak air payau bahkan sekarang sudah biasa di air tawar. Kelemahan utama jenis ikan ini adalah, adanya banyak duri-duri halus di dalam jaringan dagingnya, sehingga pada waktu makanya harus hati-hati. Beda dengan ikan kakap, tongkol, tenggiri dan lain-lain yang tidak ada duri di dalam dagingnya. Bandeng duri lunak adalah jawaban untuk mengatasi kendala ini.
Pada awalnya bandeng duri lunak diproduksi dengan cara dipindang biasa, namun jangka waktunya lebih panjang. Memindang adalah salah satu teknologi pengawetan ikan dengan cara perebusan menggunakan air garam. Untuk ikan-ikan kecil seperti layang, selar, japung dan kembung, hasil pindangnya dikenal luas masyarakat sebagai ikan cuik. Ikan cuik demikian, durinya masih keras. Termasuk duri-duri halus ikan bandeng yang menyatu dengan dagingnya. Agar duri ini menjadi lunak, maka diperlukan perebusan sampai satu hari satu malam. Biasanya tumpukan bandeng ini diberi pemisah dari merang padi dan pemberat di bagian atasnya. Perintis industri bandeng duri lunak adalah masyarakat Chinese di Semarang, Jawa Tengah.
Perebusan sampai sehari semalam tentu akan makan waktu, biaya bahan bakar dan tenaga yang besar. Itulah sebabnya pada tahun-tahun 1950 dan 1960an, bandeng duri lunak harganya sangat tinggi. Selain jangka waktu perebusan, pindang bandeng biasanya juga diberi bumbu. Misalnya kunyit dan bawang putih atau variasi lainnya sesuai dengan selera dan "rahasia" perusahaan bandeng presto tersebut. Sementara ikan cuik hanya diberi garam. Beberapa tahun belakangan ini, ikan cuik banyak pula yang diberi formalin sebagai pengawet secara illegal. Zat ini sebenarnya bukan pengawet makanan, sebab  akan sangat membahayakan kesehatan konsumen
Setelah teknologi pengukusan dan perebusan dengan tekanan ditemukan, maka proses pembuatan bandeng duri lunak cukup hanya memakan waktu satu jam. Hingga banyak tenaga, energi dan waktu yang bisa dihemat. Teknologi ini sebenarnya sangat sederhana. Prinsipnya, ketel perebus atau pengukus ditutup rapat dengan sekat karet atau bahan lain yang tahan panas. Untuk menahan kekuatan uap air, tutup ketel dibaut yang dengan mudah bisa dibuka tutup. Tutup ketel dilengkapi dengan alat pengukur tekanan udara (manometer) dan katup pelepas. Kalau api terlalu panas dan tekanan uap melampaui tutup tertentu, maka katup pelepas ini akan mengeluarkan uap air agar ketel tidak meledak.
Ketel bertekanan dengan kapasitas besar, misalnya sampai 50 kg sekali masak, bisa dipesan di bengkel-bengkel las. Bahannya bisa besi biasa maupun baja tahan karat. Besi biasa pasti lebih murah, namun daya tahannya sangat rendah karena akan mudah berkarat terkena air garam. Harga ketel besi biasa kapasitas 50 kg, sekitar 1,5 sampai dengan Rp 2.000.000,- Sementara yang tahan karat bisa duakali lipatnya. Namun di toko-toko sudah sejak 20 tahun silam tersedia panci presto yang harganya murah meriah. Namun kapasitasnya hanya 1 sd. 1,5 kg ikan. Saat ini banyak pula industri bendeng presto rumahan yang menggunakan panci presto buatan pabrik. Namun mereka bisa punya sampai belasan panci sekaligus.
Ukuran bandeng yang akan dipresto, sangat tergantung dari ukuran panci atau ketelnya. Bandeng presto ukuran di atas 0,5 kg bobot hidup, membutuhkan ketel berukuran besar dengan kapasitas besar pula. Panci-panci presto pabrik, biasanya hanya untuk memproduksi bandeng dengan bobot hidup 250 sd. 350 kg (1 kg isi 3 atau 4 ekor). Bandeng yang akan dipresto sebaiknya masih dalam kondisi sangat segar, belum disimpan dalam es terlalu lama. Biasanya industri bandeng presto sudah punya langganan pedagang yang mengambil langsung dari tambak. Sesampai di lokasi pengolahan, bendeng segera dicuci dan dibuang insang serta isi perutnya.
Meskipun ikan bandeng memiliki sisik, namun sisiknya demikian halus hingga dalam pengolahan, sisik bandeng tidak pernah dibuang bahkan diusahakan tidak cacat. Hingga cara pembuangan insang dan isi perut bandeng, bandeng cukup dibelah bagian perutnya lalu insang dan isi perutnya diambil. Yang paling sulit adalah membersihkan kulit hitam yang melapisi rongga perut bandeng. Sebab kulit tipis ini sangat lunak dan menempel pada dinding rongga bandeng yang juga lunak dan berlemak. Karenanya, membuang lapisan hitam ini memerlukan keterampilan yang tinggi karena harus dilakukan secara manual dengan pisau. Pembuangan lapisan hitam ini akan dipermudah apabila kondisi ikan masih sangat segar.
Bandeng yang sudah dibuang insang dan isi perutnya, dicuci lagi sampai bersih. Setelah bersih, bandeng dimasukkan ke dalam panci presto atau ketel bertekanan. Bandeng disusun saling silang dengan diberi pembatas merang padi atau daun bambu. Merang dan daun bambu dipilih karena kuat hingga tidak hancur saat direbus dalam tekanan tinggi. Selain itu, dua bahan ini juga bersifat netral, tidak mempengaruhi aroma dan warna bandeng. Kadang-kadang ada pula yang menggunakan daun pisang. Bahan ini masih memenuhi syarat sebagai pembatas. Namun industri bandeng presto yang bersifat lebih massal, kebanyakan menggunakan kertas bekas yang jelas tidak memenuhi syarat kesehatan dalam industri makanan.
Setelah bandeng tersusun penuh, barulah air dengan garam dan bumbu dimasukkan. Takaran garam bisa menggunakan patokan bobot bandeng. Agar tingkat keawetan bandeng cukup, maka bobot garam harus sama dengan bobot ikan yang akan dipresto. Untuk mempresto 1 kg bandeng, garamnya juga harus 1 kg. Tingkat kepekatan garam ini bisa dikurangi dengan pertimbangan agar hasil presto tidak terlalu asin. Namun resikonya, tingkat keawetan bandeng menjadi lebih pendek. Untuk mengatasi hal ini, banyak perajin ikan pindang dan cuik yang kemudian menambahkan bahan pengawet. Bahan pengawet yang direkomendasikan oleh Depkes antara lain asam benzoat. Namun untuk mudahnya, banyak yang menggunakan formalin.
Selain garam, bandeng presto umumnya juga diberi bumbu kunyit. Selain berfungsi untuk menghilangkan bau amis, kunyit juga berguna untuk memberi warna kuning alami yang menarik. Sebab tanpa kunyit, warna bandeng presto putih pucat yang kurang menarik. Selain kunyit, bahan bumbu lain yang bisa digunakan adalah bawang putih, jahe dan lain-lain tergantung selera. Namun bandeng presto yang diperdagangkan, kebanyakan hanya diberi garam dan kunyit, agar aroma dan rasa bandeng asli tetap kuat. Aroma dan rasa bandeng asli inilah yang selama ini dikenal oleh konsumen. Hingga penggunaan bumbu-bumbu yang menenggelamkan aroma bendeng asli, dikhawatirkan akan membuat produk tersebut ditolak konsumen.
Dengan panci presto buatan pabrik yang berkapasitas 1 sd. 1,5 kg, dalam jangka waktu 1 jam, duri bandeng sudah akan lunak. Namun ketel bertekanan yang memuat 50 kg ikan misalnya, memerlukan waktu pemasakan sampai 1,5 jam. Pemanas yang digunakan, bisa minyak tanah atau gas. Industri rumahan yang menggunakan panci presto pabrik, umumnya menggunakan kompor gas. Sementara industri yang menggunakan ketel bertekanan ukuran besar, menggunakan kompor minyak tanah dengan blower (dipompa). Minyak maupun gas dipilih dengan pertimbangan stabilnya panas. Industri ikan cuik atau pindang biasa, umumnya menggunakan tungku berbahan bakar kayu dengan pertimbangan efisiensi biaya.
Setelah satu jam dipanaskan, panci didiamkan sampai dingin, baru dibuka. Bandeng yang telah lunak diangkat satu per satu lalu ditiriskan untuk selanjutnya dikemas. Hasil presto yang sudah dikemas seperti ini, bisa tahan sampai satu bulan dalam suhu ruangan (tanpa pendingin). Biasanya industri menengah selalu mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada kemasan produk mereka. Sementara industri kecil hanya memproduksi sesuai pesanana. Industri massal yang murah, tidak mengemas produk mereka, karena jalur perdagangannya melalui pasar tradisional. Produk di pasar ini rata-rata hanya berumur dua sampai tiga hari sudah habis terkonsumsi. Hingga mereka tidak perlu mengemas dan mencantumkan tanggal kadaluwarsa.
Harga bandeng segar ukuran 250 gram di tingkat konsumen sudah mencapai di atas Rp 12.000,- per kg. Karena membeli langsung ke pedagang pengumpul atau petambak dalam jumlah besar secara rutin, perajin bandeng presto bisa mendapatkan harga di bawah Rp 1.000,- per ekor untuk ukuran terkecil, Rp 1.000,- untuk ukuran sedang dan Rp 1.500,- sd. Rp 2.000,- per ekor ukuran besar. Di tingkat konsmen, bandeng duri lunak massal ukuran sangat kecil dijual dengan harga Rp 1.500,- per ekor. Presto ukuran menengah dijual dengan harga Rp 4.500,- sd. Rp 5.000,- per ekor. Sementara kualitas terbaik dijual dengan harga sampai dengan Rp 6.000,- per ekor. Tingginya selisih harga ini, antara lain juga disebabkan oleh biaya kemasan.
Saran saran
1.    Untuk menarik kosumen agar Bandeng dipilih ukuran yang seragam.
2.    Untuk bandeneg air tawar biasanya ada aroma tanah, untuk mengurangi aroma tersebut agar dipergunakan bumbu yang tepat agar lebih sedap.
3.      Untuk menghemat biaya bahan bakar, supaya memanfaatkan bahan bakar dari limbah pertanian dan ditambah kayu dari pohon sekitarnya.
4.      Buatlah kemasan yang bersih dan menarik agar bisa meningkatkan penjualan produk bandeng duri lunak.

1 comment: