Lingkungan
budidaya yang tertata baik belumlah cukup untuk menjamin keberhasilan usaha
budidaya, karena organisme hama dapat masuk melalui berbagai media seperti air,
manusia dan peralatan budidaya. Sikap
pelaku budidaya untuk tidak membuang hama ikan yang sudah mati misalnya ke
lingkungan, mensucihamakan peralatan yang akan digunakan serta mengolah limbah
sebelum dibuang ke lingkungan adalah hal-hal yang belum sepenuhnya dilakukan
secara benar.
Untuk itu
perawatan ikan yang meliputi pemeliharaan dengan pengelolaan lingkungan atau
kualitas air, penggunaan alat-alat budidaya dengan baik dan hygienies, penanganan
ikan dengan cermat hendaknya selalu dilakukan.
Keberadaan
hama ikan di areal budidaya dapat
disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Persiapan Lahan Yang Kurang Baik
Pada saat akan
dilakukannya usaha budidaya ikan, baik pembenihan, pendederan, maupun
pembesaran, akan dilakukan tahapan persiapan kolam (dekontaminasi kolam)
meliputi proses pengapuran, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit ikan. Salah satu tujuan pengapuran adalah membunuh
bakteri patogen dan organisme hama (eradikasi).
Jika tahapan pemberantasan hama dan penyakit ini tidak dilakukan, maka
hama ikan akan bebas hidup dan tumbuh bersama benih ikan yang dibudidayakan,
sehingga hama akan menyerang dan menimbulkan penyakit pada ikan. Akibatnya,
dapat menimbulkan kematian pada ikan yang dibudidayakan. 2. Konstruksi
Wadah
Konstruksi
wadah dapat memicu timbulnya hama ikan.
Wadah budidaya yang bersifat terbuka (outdoor) seperti kolam memudahkan
hama untuk masuk, seperti melalui pematang, saluran air, pintu masuk air
(inlet), atau melalui permukaan air atau tanaman yang ada di pinggir
kolam. Sedangkan wadah yang bersifat
tertutup, seperti akuarium dan hatchery cukup aman dari serangan hama, tetapi
si pemilik wadah budidaya itu harus senantiasa waspada akan keberadaan hama
ikan.
3. Letak Wadah Budidaya
Wadah budidaya yang
berdekatan dengan tempat hidup hama, seperti di luar ruangan, atau tanpa atap,
dekat dengan sungai akan memudahkan masuknya hama ke dalam kolam/wadah
budidaya. Contohnya linsang, hal ini
dipicu oleh adanya sumber makanan yang lebih terjamin di dalam kolam, sehingga
mereka akan menyerang ikan budidaya.
Keberadaan
hama juga dapat masuk bersama-sama dengan tanaman air yang digunakan di wadah
budidaya baik sebagai assesoris (hiasan) atau untuk keperluan budidaya
lainnya. Untuk itu kebersihan tanaman
air harus selalu dijaga dengan mencucinya menggunakan air bersih atau direndam
dalam PK (Kalium Permanganat) bila diperlukan.
Hama ikan
sering dikenal juga dengan hewan tingkat tinggi yang secara langsung maupun
tidak langsung mengganggu kehidupan ikan dengan cara mengisap cairan atau
memakan sebagian atau seluruh tubuh ikan budidaya. Serangan hama pada umumnya lebih banyak
terjadi pada pendederan dan pembesaran ikan, karena biasanya kegiatan tersebut
biasanya dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan ikan dilakukan di
ruangan / areal tertutup.
Upaya pemberantasan hama merupakan bagian
penting kegiatan budidaya terutama untuk golongan predator, kompetitor dan
segala jenis hewan perusak. Untuk
mengendalikan hama ikan dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu pencegahan dan
penanggulangan. Pemberantasan hama dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) cara yaitu
:
1.
Mekanis : dengan cara memburu, menangkap, membunuh hama
dengan menggunakan peralatan mekanis seperti jala, jaring, pancing, parang,
tombak, dan cangkul. Dalam kondisi serangan hama yang sudah parah, tindakan
yang dapat dilakukan adalah memindahkan ikan budidaya dan memisahkannya dari hama. Sementara itu tindakan pengendalian hama di
tambak dilakukan dengan cara seperti :
-
Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan
secara total agar semua organisme mati dan pengeringan dasar tambak dapat
membantu memperbaiki struktur tanah.
-
Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika
terdapat lubang dapat dilakukan penyumbatan.
Cara lain adalah dengan melapisi tanggul dengan plastik.
-
Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, kepiting
dan ular. Cara ini sangat efektif jika
dilakukan teratur sehingga menghemat biaya pembelian pestisida.
-
Air yang ke dalam tambak harus disaring terlebih
dahulu, misalnya dengan ijuk atau dengan saringan yang berukuran halus agar
hewan-hewan liar tidak dapat masuk ke dalam petakan tambak.
2.
Kimia : menggunakan bahan kimia untuk meracuni hama
sehingga hama terganggu, sakit dan mati. Bahan kimia yang disarankan adalah
pestisida organik seperti saponin dan akar tuba. Dalam keadaan biasa, air garam dapat
diberikan untuk membunuh hama atau hewan kecil seperti lintah.
Jika cara
fisik mengalami hambatan maka cara kimiawi dapat digunakan tetapi tetap harus
hati-hati dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan. Cara kimiawi lebih menguntungkan dalam hal
tenaga dan waktu.
Secara detail,
beberapa tehnik pengendalian hama-hama ikan diuraikan sebagai berikut :
1. Pengendalian Burung :
dengan melakukan pengawasan terhadap unit-unit usaha pembenihan (kolam
pendederan atau bak benih). Atau dengan
melakukan pengusiran jika melihat kehadiran burung, membuat penghalang dari bambu dan diberi
rumbai/tali pada kolam sehingga burung tidak dapat menerkam ikan. Atau dengan menyingkirkan ranting/dahan pohon mati
di sekitar kolam sehingga tidak ada tempat bertengger burung predator ikan.
2. Pengendalian Labi-labi : cara mudah adalah
dengan menangkap labi-labi dengan serok/tangguk, memancing dengan umpan daging
seperti anak ayam/ikan, atau dengan secara rutin melakukan pembersihan kolam,
tempat pembenihan dan sekitarnya seperti di lingkungan luar kolam sebagai
lokasi persembunyian labi-labi, walaupun
tidak ada petunjuk yang jelas sebagai indikator keberadaan labi-labi di
lingkungan budidaya. Beberapa petunjuk
yang dapat dijadikan patokan untuk keberadaan labi-labi adalah tidak adanya
bangkai ikan yang mati tetapi hasil sampling terhadap populasi ikan mengalami
penurunan, air kolam menjadi keruh karena labilabi menyelam ke dalam lumpur.
3. Pengendalian Kodok : ada 3 (tiga) cara yaitu dengan perbaikan
sarana perkolaman, pengontrolan kebersihan lokasi dan pembuangan telur-telur
kodok.
4.
Pengendalian Ular :
dengan cara menangkap langsung atau dengan cara pemberian pagar sehingga
ular tidak dapat masuk ke area perkolaman.
5. Pengendalian Biawak : dengan cara menangkap menggunakan jerat atau
kail yang dipasang pada tempat-tempat yang biasa didatangi oleh biawak.
6. Pengendalian Lingsang/Sero : dengan cara memasang rintangan berupa ranting
bambu di kolam atau memasang jaring pengaman dari bahan tambang yang kuat. Pemagaran dan pemasangan lampu penerangan di
bagian-bagian tertentu sangat efektif juga untuk mencegah keberadaan
lingsang.
7. Pengendalian Kepiting :
dengan cara memberantas secara langsung yakni dengan membunuh atau
menangkapi kepiting di luar dan di lubang-lubang tanggul. Atau dengan cara menaburkan sekam padi ke
dalam lubang-lubang kepiting sehingga akan keluar dan pindah ke tempat lain.
8. Pengendalian Belut : dengan cara menangkap menggunakan tangan
kosong atau alat khusus menangkap belut seperti pancing yang diberi umpan ikan
kecil/anak kodok atau dengan bubu yang sudah diberi umpan dan dibenamkan ke
dalam lumpur pada sore hari. Ada juga
yang menggunakan racun/tuba untuk membunuh belut pada saat pengeringan
kolam.
9. Pengendalian Ikan Gabus : dengan cara memasang
saringan dari ijuk pada saluran pemasukan air secara rapat sehingga telur, anak
ikan dan ikan gabus dewasa tidak ikut masuk ke kolam bersama aliran air. Atau dengan cara menangkapnya menggunakan
pancing yang sudah diberi umpan ikan kecil, cacing atau anak kodok. Pada saat pengolahan lahan untuk mencegah
masuknya gabus ke kolam, dasar kolam harus benar-benar kering sampai
retak-retak karena kondisi ini akan menyulitkan bagi ikan gabus untuk dapat
bertahan hidup.
10. Pengendalian Kini-kini/Capung : dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan
kimiawi. Secara mekanis adalah dengan
cara mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva capung melalui
kegiatan sanitasi/kebersihan pematang atau tanggul kolam baik dari
rerumputan/semak ataupun perdu.
Sedangkan secara biologis dititikberatkan pada upaya pemeliharaan
terhadap benih yang tahan atau bisa terhindar dari serangan kini-kini artinya
dengan memanfaatkan kelemahan kini-kini dan kelebihan jenis ikan tertentu. Pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan
sebagai alternatif akhir karena menggunakan pestisida/insektisida.
11. Pengendalian Ucrit/Larva Cybister : dengan cara menghindari bahan organik yang
menumpuk di sekitar kolam, memasang saringan pada pintu air masuk kolam. Penangkapan dengan jumlah banyak dapat
dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seser. Pemberantasan ucrit dapat dilakukan dengan
penyemprotan bahan kimia, walaupun ini merupakan solusi akhir jika populasi
ucrit sulit diberantas secara mekanis.
Bahan kimia yang umumnya digunakan adalah minyak tanah, yang
disemprotkan di permukaan air kolam sehingga ucrit yang ada di kolam tidak
dapat mengambil oksigen dari udara bebas dan akhirnya mematikan ucrit.
12. Pengendalian Notonecta/Bebeasan : dengan cara memasang saringan berupa filter
dari bahan kawat halus atau kain kassa halus pada pintu masuknya air untuk
mencegah telur dan benih Notonecta masuk ke air. Pemberantasan dianjurkan menggunakan minyak
tanah dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan air sebanyak 500 cc/100
m2 luas permukaan kolam. Notonecta akan mati karena stigma atau alat
pernafasannya kemasukan minyak tanah.
Yang perlu diingat adalah pada saat pemberian minyak tanah, agar
mendapatkan hasil yang efektif maka pintu air masuk dan keluar harus ditutup.
Penanganan
hama yang paling baik adalah melalui pencegahan di mana hama dicegah untuk bisa
masuk dan berkembang di dalam wadah produksi.
Pencegahan dilakukan pada saat dilakukannya persiapan wadah budidaya,
melalui proses pengeringan dasar kolam yang baik dan pemberian zat-zat beracun,
baik racun alami seperti saponin, akar
tuba, maupun racun buatan seperti brestan.
Pencegahan lainnya melalui pemasangan saringan pada pintu pemasukan air
(inlet) dan pembuatan/pemasangan pagar pengaman, penutupan wadah dengan
jaring. Penggunaan perangkap tertentu
sering memberikan hasil positif terhadap upaya mengatasi serangan hama pada
ikan yang dibudidayakan.
BAB
II
PENYAKIT
IKAN
A. Penyebab Timbulnya Penyakit
Kenapa ikan
sakit? Pertanyaan ini muncul ketika kita
menemukan kejadian yang berbeda dari kondisi ikan yang sehat. Penyakit pada budidaya ikan merupakan hal
yang menakutkan bagi petani. Karena
hasil kerja keras yang dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih sampai
dengan pemeliharaan yang perlu biaya dan lainnya akan berganti dengan kerugian
jika ikan terkena penyakit. Penyakit
ikan terjadi jika ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang kurang
sesuai untuk kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri
atau berkembang biak. Ini akan
menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada organ-organ tubuh ikan.
Timbulnya
serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi
antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah
menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang
dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit. Jika pertahanan tubuh inang lemah dan patogen
yang terdapat dalam tubuh inang banyak, tetapi lingkungan tetap sesuai dan
mendukung untuk meningkatkan ketahanan tubuh inang maka penyakit tidak akan
muncul karena patogen tidak dapat berkembang biak.
Manusia memegang peranan penting dalam upaya
mencegah terjadinya serangan
penyakit pada ikan di kolam budidaya, yaitu dengan cara
memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen tersebut di atas. Umumnya wabah penyakit yang menyerang ikan di
kolam disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan kolam. Sebagai contoh, serangan bakteri dari jenis Enterobacter sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas
sp. pada usaha budidaya air tawar di tahun 1980-an yang telah menimbulkan
kematian puluhan ton ikan air tawar di Jawa Barat (Rukyani, dkk. 1996). Kasus
serangan penyakit yang terbaru adalah timbulnya penyakit Koi Herves Virus (KHV)
yang merupakan penyakit virus pada ikan koi dan Ikan mas di Pulau Jawa pada
tahun 2002 diakibatkan kelalaian pembudidaya menjaga kebersihan kolam, sehingga
keserasian ketiga komponen penyebab penyakit menjadi terganggu. Infeksi KHV yang bermula terjadi di Pulau
Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera dan Kalimantan Selatan. Bahkan pada tahun 2005, kasus KHV telah
menyerang ikan mas pada kegiatan budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian
diikuti dengan adanya larangan untuk mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera
yang merupakan kawasan karantina ikan.
Hubungan
antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan terhadap terjadinya penyakit
(yang disebut Interaksi Tripel) digambarkan
dalam diagram Venn pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Hubungan antara parasit, ikan (host) dan faktor lingkungan terhadap
proses terjadinya
penyakit.
Inang dapat
berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya tahan tubuh inang terhadap
serangan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : umur dan ukuran,
jenis, daya tahan tubuh dan status kesehatan ikan.
Pada kondisi
normal, ketiga faktor yaitu ikan, lingkungan dan patogen akan mampu menjaga
keseimbangan. Ikan yang kita budidayakan
akan memanfaatkan makanan yang berasal dari makanan yang bermutu, sehingga ikan
dapat tumbuh berkembang dengan baik, bereproduksi dalam rangka melanjutkan
keturunan, mampu mempertahankan diri dari perubahan lingkungan sekitarnya
dengan baik. Terjadinya serangan
penyakit pada ikan merupakan akibat adanya ketidakseimbangan antara ketiga
faktor di atas. Jasad patogen biasanya
akan menimbulkan gangguan sehingga terjadi perubahan pada kondisi lingkungan
yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh ikan (ikan menjadi stress). Pada ikan yang dibudidayakan penyakit dapat
menyerang pada semua ukuran mulai dari benih, ikan konsumsi sampai induk. Penyakit yang biasa menyerang benih ikan
biasanya karena infeksi parasit, sedangkan pada ukuran yang besar biasanya yang
menyerang adalah jamur, luka borok, maupun benjolan.
Penjelasan
dari interaksi tripel tersebut di atas dirincikan sebagai berikut :
1.
Ikan
Ikan merupakan
sasaran atau inang dari penyakit. Ikan
sehat memiliki kemampuan mempertahankan diri dari serangan berbagai penyakit
dengan adanya mekanisme pertahanan diri.
Kemampuan ikan mempertahankan diri dari serangan penyakit tergantung
pada kesehatan ikan dan lingkungan. Jika
kesehatan ikan menurun atau kondisi lingkungan kurang menunjang, maka ikan akan
mengalami stres, sehingga menurunkan kemampuannya mempertahankan diri dari
serangan penyakit.
Stres terjadi
jika suatu faktor lingkungan (stressor)
meluas atau melewati kisaran toleransi untuk ikan dan akan mengganggu fungsi
fisiologis pada ikan tersebut. Pengaruh
stres terhadap menurunnya ketahanan ikan terjadi secara hormonal. Ikan stres mempunyai respon hormonal,
contohnya dapat berupa hormon esteorase (hormon yang banyak tertimbun di otak),
atau hormon adrenaline dan respon seluler (phagocytic)
relatif rendah, sehingga tidak mempunyai ketahanan yang memadai terhadap
serangan penyakit.
Penyebab stres
pada ikan sangat bervariasi dan dikelompokkan menjadi stres kimia, lingkungan
dan biologis. Penyebab stres ini dapat
langsung mempengaruhi ikan atau secara tidak langsung mempengaruhi kondisi
lingkungan menjadi tidak sesuai bagi ikan yang dipelihara atau dibudidayakan.
Stres kimia
disebabkan karena terjadinya penurunan konsentrasi oksigen, meningkatnya
konsentrasi karbondioksida, amonia maupun nitrit. Konsentrasi sublethal dari insektisida, pestisida maupun logam berat juga dapat
dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya stres kimia.
Beberapa
parameter yang dapat menyebabkan terjadinya stres lingkungan antara lain adalah
temperatur yang ekstrem, air yang terlalu jenuh dengan gas, intensitas cahaya
yang berlebihan, fluktuasi pH, alkalinitas dan sistem buffer. Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas parasit
eksternal maupun internal merupakan salah satu penyebab terjadinya stres
biologi.
Penyebab stres biologi lainnya adalah kondisi pakan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan ikan.
2.
Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini air, merupakan media
paling vital bagi kehidupan ikan.
Stressor (faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan
meliputi stressor 1) fisik (suhu, cahaya, suara, tekanan air) 2) kimiawi (pH,
NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam
berat), 3) biologis (padat tebar, keberadaan hama) dan 4) prosedural budidaya
(penebaran, sampling, pergantian air, pergantian wadah, pemanenan). Ikan yang mengalami stres akan mengalami
rangkaian perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut general adaptive syndrome (GAS).
Selain
jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci
keberhasilan budidaya ikan.
Parameter-parameter air yang biasanya diamati untuk menenetukan kualitas
suatu perairan adalah : 2.1. Oksigen
Oksigen
adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Beberapa jenis ikan masih mampu bertahan
hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi
minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup
dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan
dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup,
akan tetapi nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga
pertumbuhannya menjadi terhambat. Ikan
akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen mencapai nol.
2.2. Karbondioksida
Karbondioksida
adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air maupun di udara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses
respirasi maupun proses penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah
tertutup selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah
tropis. Adanya gas karbondioksida
terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di perairan
tersebut. Jika konsentrasi oksigen
berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas karbondioksida dapat diabaikan.
2.3. Derajat keasaman (pH)
Derajat
keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di dalam air
tempat hidup. Nilai optimal pH
tergantung dari spesies ikan. Sebagian
besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang
mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar,
pH yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut adalah 8.3.
Pada Tabel 2 di bawah ini dapat
dilihat pengaruh derajat keasaman (pH) di kolam terhadap ikan yang dibudidayakan.
Tabel
2. Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
|
Pengaruh Terhadap Ikan
|
|
|
|
4-5
4-6,5
6,5-9
> 11
|
Tingkat keasaman yang mematikan reproduksi
Pertumbuhan lambat
Baik untuk produksi
Tingkat alkalinitas mematikan
|
dan
|
tidak
|
ada
|
Sumber
: Afrianto Edddy dan Evi Liviawaty, 1992.
2.4. Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering
dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang cukup
drastis. Hal ini kurang menguntungkan,
sebab akan mempengaruhi kehidupan ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang
drastis di suatu perairan dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai
sistem buffer yang memadai. Apabila
suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat, borat, dan silikat,
maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan dapat mencegah
terjadinya penurunan pH secara drastis.
2.5. Ammonia
Pada suatu
kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi karena
pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Selain itu, ammonia dalam kolam juga dapat
terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi protein yang berasal dari sisa pakan
atau plankton yang mati.
Ammonia dengan
konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat ditolerir ikan dapat
menyebabkan terjadinya new tank syndrome
yaitu kondisi tidak stabil terhadap perubahan lingkungan.
Konsentrasi
ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di
atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Disamping itu, peningkatan konsentrasi
ammonia dalam suatu media budidaya dapt mempengaruhi aktivitas bakteri,
khususnya bakteri penyebab penyakit insang.
Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di
atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil
oksigen dari lingkungannya. Efek
keracunan ammonia sangat bervariasi, tergantung spesies ikan yang dipelihara,
konsentrasi oksigen, pH dan temperatur air.
Peningkatan
konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi pada pH tinggi atau
konsentrasi oksigen rendah. Pada umumnya
kematian akan terjadi dalam waktu 1- 4 hari.
2.6. Temperatur
Temperatur
memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena temperatur secara
langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air (DO),
konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan. Setiap ikan mempunyai temperatur tertentu
untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal. Di luar kisaran temperatur tersebut ikan akan
mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan adaptasi agar dapat mempertahankan
pertumbuhannya tetap normal. Perubahan
temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju
respirasi, aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.
3.
Organisme Parasit
Penyakit ikan yang disebabkan oleh organisme
parasit umumnya menimbulkan kerugian cukup besar. Karakteristik khusus yang
terdapat pada penyakit ikan yang menyebabkan infeksi adalah kemampuan untuk
menularkan penyakit (transmisi) dari
satu ikan ke ikan yang lain secara langsung dimana organisme parasit sering
menyebabkan infeksi sekunder. Tubuh ikan
dapat terluka karena gesekan dengan benda keras atau berhasil meloloskan diri
dari serangan hama. Tetapi jika
terlambat mengobatinya, tubuh ikan yang luka akan mengalami infeksi sekunder
yang disebabkan oleh serangan organisme parasit.
Serangan
parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup
tinggi. Jika tidak ditangani segera
tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti
bakteri dan virus misalnya melalui luka yang ditimbulkan olehnya. Dengan demikian, petani tidak akan membuat
kesalahan dalam menduga penyebab timbulnya penyakit tersebut.
Infeksi sekunder yang disebabkan
oleh organisme parasit telah terbukti telah menimbulkan banyak kematian pada
ikan dan beberapa faktor yang menentukan prevalensi dan tingkat serangan dari
parasit. Faktor-faktor tersebut
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Faktor Biologis meliputi umur, stres, nutrisi dan
tingkat kepadatan yang tinggi.
Umur : Umur ikan menentukan kerentanan ikan terhadap
penyakit. Ikan yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit dibanding ikan
dewasa. Kondisi ini dikarenakan daya tahan tubuh dan perkembangan sistem kekebalan pada tubuh ikan
belum sempurna sehingga belum banyak memproduksi anti bodi). Sebagai contoh
benih ikan sangat rentan terhadap parasit protozoa.
Stres :
kolam budidaya yang terlalu padat atau kolam yang mengalami perubahan
kualitas air dapat berdampak terhadap timbulnya stres pada ikan. Tingkat imunitas pada ikan dapat menurun bila
ikan mengalami stres sehingga ikan lebih rentan terhadap penyakit. Ikan yang lemah akan mengalami serangan
parasit yang meningkat dan mungkin akan terjadi serangan sekunder oleh patogen
lainnya seperti bakteri atau virus melalui jaringan kulit yang rusak.
Nutrisi
: Jika ikan tidak memiliki nutrisi yang
cukup maka sistem kekebalan akan menurun dan tidak dapat mentolerir keberadaan
parasit. Pakan pada awal hidup ikan
sangat penting untuk membantunya selamat dari serangan parasit.
Tingkat Kepadatan Yang Tinggi :
Tingkat kepadatan ikan yang tinggi mampu menimbulkan stres dan peluang menyebarnya
parasit. Transmisi langsung dari ikan ke
ikan digunakan oleh protozoa ciliata dan trematoda monogenea. Sangat lebih mudah bagi parasit untuk
menemukan inang pada kolam yang padat ikan dan hal ini memungkinkan parasit
untuk berkembang secara pesat.
2. Faktor Lingkungan meliputi salinitas, kualitas air
dan jenis sistem akuakultur.
Salinitas : Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup
pada air tawar sebaliknya beberapa jenis hanya bisa hidup pada air yang
bersalinitas tinggi (air laut).
Salinitas adalah faktor penting dalam serangan suatu parasit yang
spesifik. Misalnya beberapa spesies Trichodina
hanya dapat mentoleransi air tawar dan akan mati bila salinitas air meningkat
sebanyak 5 ppt.
KualitasAir
: Kualitas air yang buruk, misalnya kadar amoniak yang tinggi, oksigen terlarut
yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi dan keberadaan bakteri akan
menciptakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi ikan dan menimbulkan stres.
Jenis sistem
akuakultur : Tiap jenis sistem akuakultur mempunyai karakter yang berbeda. Sistem akuakultur seperti karamba yang
menampung ikan dengan jumlah yang banyak akan sangat mendukung bagi transmisi
ektoparasit yang mempunyai siklus hidup langsung. Kolam tanah adalah lingkungan yang lebih
kompleks di mana parasit seperti copepoda krustacea dapat bereproduksi di sela
tanaman air. Lumpurnya sendiri bisa
menjadi reservoir untuk dinoflagellata seperti Amyloodinium atau invertebrata sebagai inang perantara dari Digenea
Trematoda. Semakin besar kolam akan
semakin sulit untuk mengatasi populasi parasit.
Serangan
organisme parasit terhadap ikan peliharaan dapat disebabkan karena organisme
parasit sudah ada di kolam tersebut atau secara tidak sengaja telah didatangkan
dari daerah lain misalnya melalui intoduksi induk atau benih ikan baru. Dalam kondisi lingkungan kolam yang baik,
organisme parasit yang ada di kolam maupun di tubuh ikan tidak mampu
menyebabkan timbulnya penyakit. Akan
tetapi jika kondisi lingkungan kolam menjadi buruk, daya tahan ikan cenderung
menurun dan perkembangan organisme penyakit seringkali menjadi lebih baik. Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila
pada kolam yang kurang terawat sering terjadi wabah penyakit, sebab pada kolam
semacam ini kondisi tubuh ikan menjadi
lemah sehingga tidak akan mampu menahan serangan organisme. Adanya
serangan parasit yang dapat menyebabkan kematian pada ikan dapat dilihat
pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar
6. Contoh Ikan yang Terkena Parasit
B.
Penyakit Pada Ikan
Penyakit ikan adalah suatu bentuk
abnormalitas dalam struktur atau fungsinya yang disebabkan oleh organisme hidup
melalui tanda-tanda yang spesifik.
Sedangkan menurut Sachlan dalam
Afrianto (1992), penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan tentang penyakit ikan dirasakan
sangat penting ketika telah menyebabkan kegagalan dan kehilangan yang sangat
bermakna pada usaha budidaya ikan.
Penyakit ikan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1.
Penyakit Parasiter/Infektif (Infectious disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas
organisme parasit. Organisme yang sering
menyerang ikan peliharaan antara lain virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan
cacing dan udang renik. Bakteri dan
virus akan menyebabkan infeksi pada ikan budidaya, sementara yang disebabkan
oleh parasit akan mengakibatkan investasi pada ikan budidaya.
2.
Penyakit Non Parasiter/Non Infektif (Non Infectious disease) adalah penyakit
yang disebabkan bukan oleh hama maupun organisme parasit. Penyakit ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan faktor penyebabnya.
2.1. Lingkungan
Penyakit non parasiter yang
disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang
menunjang bagi kehidupan ikan, antara lain pH air terlalu tinggi/rendah,
kandungan oksigen terlarut terlalu tinggi/rendah, perubahan temperatur air
secara tiba-tiba, adanya gas beracun hasil penguraian bahan organik (gas metan,
ammonia atau asam belerang), adanya polusi dari pestisida (insektisida atau
herbisida), limbah industri atau limbah rumah tangga. Dalam budidaya laut
khususnya, penyebab penyakit non parasiter (non infektif/infectious disease)
akibat lingkungan dapat berupa :
-
faktor kimia dan fisika, antara lain: perubahan
salinitas air secara mendadak; pH yang terlalu rendah (air asam), pH yang
terlalu tinggi (air basa / alkalis); kekurangan oksigen dalam air; zat beracun,
pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya); perubahan suhu air yang
mendadak; kerusakan mekanis (luka-luka); perairan terkena polusi.
-
stres : stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan
timbulnya penyakit pada ikan tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang
menaikan batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya.
Biasanya stres pada ikan diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal
atau perlakuan misalnya akibat pengangkutan / transportasi ikan-ikan yang
dimasukan kedalam jaring apung di laut dari tempat pengangkutan biasanya akan
mengalami shock, berhenti makan dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap
penyakit.
- Kepadatan
ikan
Kepadatan ikan yang melebihi
daya dukung perairan (carrying capacity) akan
menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi
rendah dan sisa metabolisme seperti ammonia akan meningkat sehingga dapat
menimbulkan stres dan merupakan penyebab timbulnya serangan penyakit.
2.2. Pakan/
Nutrisi
Salah satu penyakit non
parasiter akibat pakan adalah kelaparan.
Kelaparan merupakan kekurangan nutrisi yang bersifat absolut. Kelaparan pada ikan menunjukkan gejala
seperti anemia dan hambatan pertumbuhan.
Contoh lainnya adalah penyakit yang disebabkan karena kualitas pakan
yang diberikan kurang baik (malnutrition)
antara lain karena kekurangan vitamin, gizinya rendah, bahan pakan yang
digunakan telah busuk atau mengandung racun.
2.3. Turunan
Penyakit yang disebabkan oleh
turunan, misalnya bentuk fisik dan kelainan- kelainan tubuh yang sudah ada
sejak lahir, seperti tubuh bengkok, larva ikan yang cacat, sisik tidak lengkap atau sirip melengkung.
Bentuk fisik dan kelainan-kelainan tubuh yang disebabkan oleh keturunan, dimana
faktor keturunan sangat berpengaruh langsung terhadap penampilan fisik
ikan. Untuk mencegahnya harus dilakukan
seleksi induk yang ketat pada saat melakukan breeding. Variasi genetika ini
juga dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme, tutup insang yang tidak dapat
menutup sempurna, ikan menjadi kerdil dan cacat.
Berdasarkan
daerah penyerangannya pada tubuh ikan, penyakit yang disebabkan oleh parasit
dapat dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1) Penyakit pada Kulit dan Sisik
Kulit dan sisik
merupakan pertahanan pertama dan utama terhadap infeksi penyakit, karena bagian
ini menghasilkan lendir (mucus) yang
berasal dari ikatan antara air dengan glycoprotein yang terletak di bagian
epidermis. Secara khusus, fiungsi kulit
dan sisik adalah untuk melindungi jaringan dan organ yang berada di bawahnya
dari infeksi penyakit. Kulit dan sisik
menjadi indikator untuk kesehatan ikan.
Penyakit
atau parasit yang menyerang kulit ikan mudah untuk dideteksi. Jika organisme penyebabnya berukuran cukup
besar, maka dengan mudah langsung diidentifikasi. Tetapi jika berukuran kecil harus
diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop atau dengan mengamati akibat yang
ditimbulkan oleh serangan organisme tersebut.
Organisme yang menyerang sisik dan kulit ikan biasanya berasal dari
golongan bakteri, virus, jamur atau lainnya.
Jika disebabkan oleh jamur, biasanya akan gterlihat bercak-bercak putih,
kelabu atau kehitam-hitaman pada kulit ikan.
Ikan yang
terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat (tampak jelas pada
ikan yang berwarna gelap), luka, inflamasi (peradangan), pendarahan
(haemorrhages) dan perubahan abnormal produksi lendir. Ikan tersebut biasanya akan menggosok-gosokkan
tubuhnya ke benda-benda yang ada di sekitarnya.
Infeksi Argulus di permukaan
tubuh ikan sepat siam sebagai bentuk serangan penyakit pada kulit dan sisik
dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.
infeksi penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : insang
berhubungan langsung dengan lingkungan luar, mempunyai kemampuan dalam
penyerapan nutrisi dari lingkungan luar, mempunyai bentuk dan struktur seragam
sehingga kemampuan dalam pencegahan infeksi sangat terbatas.
Penyakit
atau parasit yang menyerang organ insang agak sulit dideteksi secara dini
karena menyerang bagian dalam ikan.
Salah satu cara yang dianggap cukup efektif mengetahui adanya serangan
penyakit atau parasit pada ikan adalah mengamati pola tingkah laku ikan.
Serangan penyakit ini akan menyebabkan ikan sulit bernafas, tutup insang
mengembang dan warna insang menjadi pucat.
Pada lembaran insang sering terlihat bintik-bintik merah karena
pendarahan kecil (peradangan). Jika terlihat
bintik putih pada insang, kemungkinan besar disebabkan oleh serangan parasit
keci yang menempel. Contoh serangan penyakit pada insang
3) Penyakit pada Organ Dalam
Penyakit yang
menyerang organ dalam sering mengakibatkan perut ikan membengkak atau menjadi
kurus dengan sisik-sisik yang berdiri (penyakit dropsy). Jika pada kotoran
ikan ditemukan bercak darah, ini berarti usus ikan sudah mengalami pendarahan
(peradangan). Jika serangannya sudah
mencapai gelembung renang biasanya keseimbangan badan ikan menjadi terganggu
sehingga gerakan berenang ikan menjadi tidak terkendali.
Secara
teori, diketahui bahwa ikan mempunyai
sistem pencernaan yang saling berhubungan dan bersifat causalitas (sebab akibat). Penyakit dropsy
merupakan akibat dari infeksi virus, bakteri (contoh bakteri Myxobacter) dan parasit.
Kondisi air akuarium yang tidak bagus (seperti akibat terjadinya
akumulasi nitrogen) dapat memicu terjadinya gejala dropsy. Secara alamiah, bakteri penyebab dropsy kerap dijumpai dalam
lingkungan akuarium, tetapi biasanya dalam jumlah normal dan terkendali. Perubahan
bakteri ini menjadi patogen, biasa terjadi karena akibat masalah osmoregulator
pada ikan, atau karena hal-hal seperti: kondisi lingkungan yang memburuk,
menurunnya fungsi kekebalan tubuh ikan, malnutrisi atau karena faktor genetik.
Infeksi utama biasanya terjadi melalui mulut, yaitu ikan secara sengaja atau
tidak memakan kotoran ikan lain yang terkontaminasi patogen atau akibat
kanibalisme terhadap ikan lain yang terinfeksi.
Tiga tingkatan
serangan penyakit yang mungkin terjadi adalah :
•
Akut : Infeksi terjadi dengan cepat sehingga
ikan mati tanpa menunjukan gejala yang jelas.
•
Kronis :
infeksi terjadi secara perlahan secara sistemik dan menunjukan berbagai
gejala yaitu pembangkakan rongga tubuh, yang biasanya disertai ulcer dan atau exophthalmia.
•
Laten : infeksi terjadi sangat lemah sehingga
ikan tampak tidak menunjukan gejala penyakit, tetapi berpotensi sebagai pembawa
(carrier)
Jika salah
satu organ dalam dari tubuh ikan mulai terinfeksi patogen/penyakit maka
kemungkinan besar organ lain akan ikut terinfeksi patogen. Jika menyerang usus ikan, biasanya akan
mengakibatkan peradangan, dan jika menyerang gelembung renang, ikan akan
kehilangan keseimbangan pada saat berenang.
Berdasarkan
daerah serangannya, ada parasit yang menimbulkan penyakit di bagian luar tubuh
ikan disebut ektoparasit, sedangkan
yang menyerang bagian dalam tubuh disebut endoparasit. Ektoparasit biasanya menyerang insang dan
permukaan tubuh, sedangkan endoparasit menyerang organ-organ dalam. Serangan endoparasit dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan serangan ektoparasit,
karena efek serangannya sulit dideteksi secara dini, sehingga petani ikan
sering terlambat untuk mencegahnya. Pada
Gambar 9 berikut ini adalah contoh serangan ektoparasit dan endoparasit pada
ikan. Sedangkan salah satu contoh
penyakit
tubuh ikan. Penyakit pada ikan dapat muncul akibat adanya
faktor-faktor yang tidak sesuai dengan syarat hidup ikan. Umumnya, serangan penyakit pada ikan terjadi
akibat kelalaian manusia yang membiarkan kondisi yang tidak seimbang atau tidak
harmonis dalam hubungan mata rantai kehidupan ikan, parasit dan lingkungan.
Jika keadaan ini tidak mendapat perhatian
serius maka akan mengganggu kesehatan ikan. Ikan akan mudah terserang penyakit dan mengakibatkan kematian. Kerugian yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk kematian, pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun. Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya ikan akibat penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya (kualitas, stadia rawan), lingkungan budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab penyakit serta kemampuan dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri. Pada intinya, kesehatan ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek lingkungan telah terkontrol pula.
serius maka akan mengganggu kesehatan ikan. Ikan akan mudah terserang penyakit dan mengakibatkan kematian. Kerugian yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk kematian, pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun. Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya ikan akibat penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya (kualitas, stadia rawan), lingkungan budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab penyakit serta kemampuan dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri. Pada intinya, kesehatan ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek lingkungan telah terkontrol pula.
Ikan yang
pernah terserang penyakit dapat pula menjadi sumber penyakit karena fungsinya
menjadi agen (perantara) terhadap timbulnya penyakit baru di kemudian hari jika
tidak segera ditangani atau diobati secara tuntas.
Secara garis
besar kondisi ikan sakit atau penyakit digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok
penyebab penyakit ikan yang harus selalu diwaspadai oleh para petani ikan dan
hobiis (kolektor) ikan, yaitu kelompok
penyakit patogen dan kelompok penyakit non patogen. Kelompok penyakit patogen diartikan sebagai kelompok penyakit
yang disebabkan oleh jasad hidup berupa parasit, jamur, bakteri dan virus dan
biasanya menyebabkan infeksi pada ikan yang diserangnya. Sedangkan kelompok non patogen adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh bukan
jasad hidup, antara lain disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan
ikan terlalu tinggi, variasi lingkungan (oksigen, suhu, pH, salinitas, dsb.),
biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb.), polutan, rendahnya mutu
pakan, dan lain-lain.
Beberapa hal yang penting
untuk diketahui dari kelompok penyakit patogen adalah :
1. Karakteristik
khusus yang terdapat pada penyakit patogen adalah kemampuan untuk menularkan
penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan lain secara langsung dan
menimbulkan infeksi. Penularan ini dapat
terjadi secara horisontal dan vertikal.
Secara vertikal yaitu penyakit ditransfer oleh induk ke anakan melalui
sperma atau sel telur dan secara horisontal
melalui media pemeliharaan, pakan, peralatan, ataupun organisme lainnya
yang ada di wadah budidaya.
2. Penyakit
patogen yang bersifat infektif di atas, dapat dilihat dari adanya gejala klinis
(umum) dan gejala khas yang ditimbulkannya.
Gejala klinis adalah gejala akibat gangguan patogen yang ditunjukkan
oleh adanya kelainan pada tubuh (seperti luka pada kulit, sirip rontok dan
adanya pendarahan) dan kelainan perilaku ikan (seperti ikan memisahkan diri
dari kelompoknya, terlihat megap-megap ke permukaan air, tubuh tampak lemah dan
gerakan yang lambat). Sedangkan gejala
khas adalah gejala klinis yang sifatnya khas untuk suatu jenis penyakit,
seperti penyakit mata menonjol yang disebabkan oleh mycobacterioph.
3. Pada
dasarnya dari berbagai sebab timbulnya infeksi pada ikan ada 2 (dua) penyebab
utama, yaitu :
-
Living agent (penyebab hidup) antara lain serangan
hama, insekta atau jenisjenis serangga tertentu, berbagai jasad renik seperti
virus, bakteri, protozoa dan berbagai jenis cacing.
-
Nonliving agent yaitu infeksi yang bukan disebabkan
oleh organisme hidup (penyebab tidak hidup) seperti perubahan temperatur dan
kualitas air, keracunan zat kimia akibat pencemaran, keracunan bahan pakan, dan
lain – lain.
4. Untuk
kelompok patogen dari golongan parasit (organisme yang menumpang pada organisme lain) yang mempunyai sifat
mengambil bahan makanan dan energi dari organisme yang ditumpanginya (inang)
untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.
Akibatnya inang akan sakit akibat pertumbuhannya terhambat oleh
parasit.
Berdasarkan daerah
penyerangannya pada tubuh ikan, dikenal external parasites (ektoparasit) dan
internal parasites (endoparasit). Ektoparasit menyerang bagian sebelah luar
ikan. Walaupun kedua jenis parasit itu sama-sama merugikan, akan tetapi diduga
endo-parasit lebih berbahaya dan sulit disembuhkan dibanding ekto-parasit.
5. Organisme
parasit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu patogen asli (true patogen) dan patogen potensial (opportunistic patogen). Patogen asli adalah organisme parasit yang
selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada kontak dengan ikan. Patogen potensial adalah organisme parasit
yang dalam keadaan normal hidup damai dengan ikan, akan tetapi jika kondisi
lingkungan menunjang akan segera menjadi patogen (penyebab suatu
penyakit).
6. Kejadian
penyakit akibat parasit pada ikan
terkait dengan hubungan antara organisme yang disebut simbiosis (hidup
bersama), di mana dikenal 3 (tiga) bentuk simbiosis yaitu :
a. Simbiosis
komensalisme, dimana kedua organisme saling diuntungkan.
b. Simbiosis
mutualisme, terjadi dimana salah satu organisme diuntungkan dan organisme lain
tidak dirugikan tetapi memerlukan organisme lain untuk hidup.
BAB
III
PERILAKU
DAN GEJALA IKAN SAKIT
Kesehatan ikan
sangat penting untuk diperhatikan.
Kondisi ikan yang tidak sehat jelas akan berpengaruh terhadap penampilan
fisik bahkan dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Ikan yang sakit menunjukkan suatu keadaan
pada ikan yang sedang mengalami gangguan atau kelainan, baik fisik maupun
perilakunya. Gangguan fisik dapat berupa
luka karena gesekan antar ikan, insang membusuk, sisik tampak kusam, dan lain
sebagainya. Di sisi lain, perilaku yang
tampak adalah ikan lebih senang menyendiri, cenderung di permukaan air, gerakan
lemah, dan menurunnya nafsu makan ikan.
Secara umum
gejala-gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan dapat dilihat/diamati dengan tanda-tanda
sebagai berikut:
a)
Adanya kelainan tingkah laku : misalnya salah satu atau
beberapa ikan keluar dari kelompoknya dan cara berenangnya miring atau
”driving” (ikan yang berada dipermukaan langsung menuju dasar dengan cepat).
Gejala demikian biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit, antara lain :
penyakit insang, penyakit sistem syaraf otak, keracunan bahan kimia logam
berat, dan kekurangan vitamin.
b)
Ikan tidak mau makan (perhatikan sudah berapa lama
keadaaan ini terjadi), penyebabnya adalah : penyakit diabetes (oxodized fatty),
kelebihan mineral yang berasal dari pakan dan kebosanan yang terjadi karena
persediaan pakan sedikit.
c)
Adanya kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada
rangka ikan dan permukaan tubuh ikan atau mata yang tidak normal disebabkan
oleh bakteri dan parasit Trematoda Giganea
sp.
Sedangkan untuk organ-organ ikan bagian dalam, gejala-gejala penyakit
dapat terjadi pada:
a)
Insang berupa hilangnya insang dibeberapa bagian,
disebabkan karena kekurangan darah dan keracunan, atau adanya parasit berupa
ciliata dan monogenik.
b)
Otak dimana terjadi pendarahan disebabkan oleh parasit Mycosporidia, Giganea sp, Streptococcus
sp, dan Nocardia sp.
c)
Jantung akan menjadi tebal dan membesar, disebabkan
oleh bakteri kelas Mycosporidia,
membran jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcus spp.
d)
Hati akan membesar atau mengecil, berwarna
hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan kadar lemak/LLD= Lipoid Liver
Degeneration (fatty change liver desease).
Jamur yang berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan hati
mengalami pendarahan, keras, dan mudah pecah.
e)
Lambung dapat menjadi kembung, luka dan berlubang,
disebabkan oleh parasit yang termasuk kelas Cestoda.
f)
Usus berupa luka, pendarahan, keluar dari anus yang
disebabkan oleh parasit dalam kelas Nematoda, Trematoda, Cestoda, dan
Acanthocephala.
g)
Limpa menjadi besar/kecil dan kekurangan darah,
disebabkan oleh adanya penyakit di bagian lain.
h)
Otot akan memiliki warna tidak jelas/putih, terjadi
pendarahan, disebabkan oleh bakteri Nocardia
sp. atau serangan parasit Microsporidae.
Pengamatan
visual terhadap kesehatan ikan secara teratur dapat dilakukan terhadap selera
makan, tingkah laku, badan, warna, sirip dan mulut.
1. Selera makan.
Pemberian
makan tidak teratur akan membuat ikan datang pada waktunya untuk makan. Jika
tidak ada respon pada pakan maka perlu diwaspadai bahwa ikan tidak dalam
keadaan baik, begitu pula jika pada hari berikutnya pakan masih dalam keadaan
utuh.
2. Tingkah Laku
Pengamatan
terhadap tingkah laku ikan sangat penting karena bersifat individual. Kelakuan
yang normal untuk satu jenis ikan belum tentu normal untuk ikan lainnya. Oleh
sebab itu, pengenalan tingkah laku setiap jenis ikan perlu pula diketahui.
Sebagai contoh, ikan yang lemah atau berdiam saja perlu diperhatikan karena
biasanya berenang secara aktif. Ikan yang mengapung dan diam umumnya
menunjukkan gejala sakit. Ikan catfish yang biasanya berada didasar akan tidak
wajar bila berdiri dengan kepala di atas dan berada di tengah kolam.
3. Badan.
Badan yang
bengkok akibat sakit atau cacat sejak menetas akan menyebabkan ikan berenang
tidak stabil. Kembung karena sakit (dropsy) umumnya diikuti dengan warna yang
agak pudar, sisik agak berdiri, dan ikan terlihat lemah atau tidak aktif.
4. Warna.
Warna tubuh
ikan tetap atau konstan dan kadang ada perubahan lebih cerah atau terang maupun
lebih gelap pada saat berahi. Warna ini dapat pula digunakan sebagai petunjuk
mendeteksi kesehatan ikan, khususnya bila diikuti oleh tanda-tanda lain. Warna
yang abnormal disertai tanda khusus, seperti ikan bersembunyi, kurang aktif,
dan kurang nafsu makan, menandakan ikan dalam kondisi sakit.
5. Mata.
Jika mata
yang tidak bergerak ada kemungkinan ikan dalam keadaan sakit, terutama bila
diikuti dengan berenang yang cepat dan gemetaran (tidak stabil atau
bergoyanggoyang).
6. Sirip.
Ikan dengan
cacat sirip bawaan seperti sirip bengkok atau pendek (pada ikan berjenis sirip
panjang) akibat genetik sebaiknya tidak dipelihara, terutama untuk induk.
Karena sirip yang demikian, umumnya akan diturunkan ke anaknya. Apabila cacat
pada sirip disebabkan oleh penyakit maka umumnya sirip akan baik(normal)
kembali. Namun, bila penyebabnya faktor genetik, sirip yang cacar tidak dapat
normal lagi. Sirip dengan bercak merah merupakan tanda ikan terserang penyakit
bakteri. Bila sirip melengkung pada ikan yang bersirip panjang, pertanda ikan
sudah terlalu tua.
7. Mulut.
Jika
mulut berwarna keputihan, kemungkinan ikan terserang penyakit jamur.
Sungut yang patah atau luka pada
beberapa ikan umumnya diakibatkan kerusakan fisik (penanganan yang tidak baik)
atau substrat yang tidak cocok. Sungut yang patah atau luka ini ada yang dapat
dipulihkan dan dad yang tidak.
Kondisi ikan
yang sehat dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada ikan yang tidak menunjukkan
adanya kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Sebaliknya ikan yang sakit
memperlihatkan suatu keadaan gangguan atau kelainan baik fisik atau tingkah
lakunya. Kondisi stres karena kepadatan, malnutrisi, penanganan dan kualitas
air yang buruk akan memicu timbulnya penyakit ikan. Kualitas lingkungan yang buruk dan ikan yang
stres mengakibatkan terganggunya sistem imunitas ikan, karena sebagian besar
energi hasil mengkonsumsi pakan dialokasikam untuk penanganan stres
dibandingkan untuk memproduksi sel-sel pertahanan tubuh. Selanjutnya kondisi seperti ini menjadi yang
dimanfaatkan agen patogen sebagai ”port
of entry” (pintu masuk) awal kejadian infeksi penyakit. Oleh karena itu maka sangatlah penting
untukmenciptakan suatu kondisi lingkungan budidaya yang layak dan dapat
memberikan kenyamanan hidup organisme kultur.
Ini menunjukkan bahwa bagi para petani ikan hendaknya sebagai langkah
awal dalam memulai usahanya adalah dengan sunggung-sungguh mengenali dan
memahami biologi ikan/biota akuatiknya.
Penyakit ikan
diartikan sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan fungsi
fisiologis (abnormalitas perilaku). Berikut ini beberapa tanda ikan yang dapat
menjadi patokan akan adanya serangan penyakit yaitu :
1.
Ikan terlihat pasif, lemah dan kehilangan keseimbangan
tubuhnya sehingga cenderung mengapung di permukaan air.
2.
Nafsu makan menurun, bahkan pada ikan yang sangat lemah
tidak ada nafsu makan sama sekali.
3.
Ikan mengalami kesulitan untuk bernafas (megap-megap)
dan mempunyai reaksi lambat, sering dijumpai ikan tidak bereaksi sama sekali.
4.
Tubuh ikan tidak licin lagi karena selaput lendir pada
kulitnya berkurang atau habis, sehingga ikan menjadi mudah ditangkap.
5.
Pada bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan terlihat
pendarahan, terutama di dada, perut dan pangkal sirip. Pendarahan ini menunjukkan bahwa tingkat
serangan penyakit sudah tinggi.
6.
Sisik terlihat menjadi rusak atau rontok. Pada serangan yang lebih hebat, kulit ikan
tampak seperti melepuh.
7.
Sirip punggung, dada dan ekor mengalami rusak dan
pecah-pecah. Sering pula sirip hanya
tinggal tulang yang kerasnya saja.
8.
Insang mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi,
sehingga ikan sering terlihat mengalami kesulitan untuk bernafas. Warna insang yang semula merah segar berubah
menjadi keputih-putihan atau kebiru-biruan.
9.
Jika bagian perutnya dibelah akan terlihat organ hati
menjadi berwarna kekuningkuningan dan ususnya agak rapuh.
10. Ikan
peliharaan yang mengalami kompetisi (persaingan) untuk memperoleh oksigen,
pakan dan ruang gerak akan terlihat lambat pertumbuhannya.
11. Di
kolam di mana terdapat organisme predator umumnya sulit dideteksi, karena tubuh
ikan yang diserang akan habis dimangsa.
Untuk mengetahui organisme predator perlu dilakukan pengamatan terhadap
jenis ikan atau organisme predator lainnya yang ada di kolam.
12. Penyakit
yang disebabkan oleh adanya senyawa beracun di dalam kolam umumnya sulit untuk
diidentifikasi, sebab efek dari senyawa beracun ini terhadap ikan relatif
cepat, sehingga petani sering terlambat untuk mengatasinya.
Untuk mencegah
timbulnya penyakit pada ikan budidaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan
persiapan lahan yang benar, yaitu pengeringan, pengapuran dan pemupukan.
Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup penyakit, dilakukan
kira-kira selama tiga minggu sampai dasar kolam retak-retak. Pengapuran digunakan untuk menstabilkan pH
tanah dan air serta dapat membunuh bakteri dan parasit. Pemupukan digunakan untuk menyuburkan kolam dan menumbuhkan
fitoplankton sebagai pakan alami.
2. Menjaga
kualitas air pada saat pemeliharaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
treatment di tambak menggunakan probiotik secara teratur setiap hari. Probiotik akan mendegradasikan bahan organik,
menguraikan gas beracun dan menekan pertumbuhan bakteri merugikan penyebab
timbulnya penyakit.
3. Meningkatkan
ketahanan tubuh ikan melalui kekebalan non spesifik dengan aplikasi
immunostimulan secara teratur seperti vitamin, betaglukan dan lipopolisacaridae
(LPS).
BAB
IV
IDENTIFIKASI
PENYAKIT IKAN
Penyakit,
seperti yang diketahui, dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam sumber
penyakit. Sebagai contoh, penyakit yang disebabkan oleh satu faktor tetapi dibarengi oleh faktor lain, sehingga penyakit
yang kedua memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit pertama, inilah
yang disebut sebagai infeksi sekunder.
Secara garis
besar, cara berjangkit dan penularan penyakit pada ikan adalah :
1.
Melalui air; jika air yang digunakan telah tercemar
oleh penyakit, Biasanya ikan yang dipelihara
akan terserang oleh penyakit tersebut. Jika penggunaan air yang
berkualitas rendah atau air yang telah tercemar oleh senyawa racun dapat
menyebabkan timbulnya penyakit pada ikan budidaya.
2.
Melalui kontak
atau gesekan secara langsung dengan ikan yang sudah terserang penyakit. Gesekan biasanya terjadi pada saat
pengangkutan/pemindahan ikan atau jika padat tebar ikan yang dipelihara terlalu
tinggi.
3.
Melalui alat-alat yang telah digunakan untuk menangani
atau mengangkut ikan yang terserang penyakit.
Sebaiknya peralatan yang telah digunakan untuk menangani atau mengangkut
ikan sudah disterilkan terlebih dahulu (didesinfektan) agar organisme
penyebab penyakit yang menempel di
peralatan tersebut mati.
4.
Terbawa oleh ikan, pakan hidup atau tumbuhan dari
daerah asalnya dan berkembang dengan pesat di daerah (kolam) yang baru. Mungkin saja organisme penyakit tersebut
tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah asalnya, sedangkan di daerah yang baru
ia dapat tumbuh dengan pesat karena kondisi lingkungannya lebih menunjang.
5.
Konstruksi wadah budidaya yang kurang memenuhi syarat,
sehingga memungkinkan sumber penyakit berupa organisme predator atau kompetitor
memasuki wadah budidaya.
Untuk itulah
maka pemeliharaan dan perawatan lingkungan (areal dan wadah) budidaya mutlak
dilakukan secara rutin dan teratur agar didapatkan ikan yang sehat. Pengamatan
yang rutin dan seksama akan membantu dalam mengenali tanda-tanda ikan sakit
secara dini, sehingga pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan tepat
waktu.
Ikan merupakan
salah satu hewan air yang selalu berkaitan dengan lingkungan perairan sehingga
mudah terinfeksi patogen melalui air. Karena itu, selain mendiagnosis dan
mengendalikan pertumbuhan organisme penyakit, media hidup ikan yaitu air juga
harus mendapat perhatian karena dapat menjadi salah satu faktor pencetus
timbulnya penyakit. Artinya pada
budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup bagi ikan tetapi sebagai
perantara bagi patogen. Lingkungan
perairan tempat ikan dipelihara sebaiknya terus dijaga kualitasnya, antara lain
dengan memberikan probiotik, menjaga agar parameter kualitas air seperti
oksigen terlarut, salinitas, dan keasaman (pH) dalam batas yang ditolerir oleh
ikan. Pada Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat karakteristik setiap kelompok
patogen.
Tabel
3. Karakteristik setiap kelompok patogen
Karakteristik
|
Virus
|
Bakteri
|
Jamur
|
Parasit
|
Ukuran
(penyaring 0,45
µm)
|
23-350
mm
(dapat melalui
penyaring)
|
0,6 – 30 µm (tidak dapat
melalui penyaring)
|
Besar dari
beberapa
mikron (tidak dapat melalui penyaring)
|
Besar dari
beberapa
mikron (tidak dapat melalui penyaring)
|
Reproduksi
|
Transkripsi
atau reproduksi pada inang DNA / RNA
|
Segmentasi
|
Produksi spora
|
Produksi telur atau spora
|
Kultur
|
Pada sel
|
Pada media
|
Pada media
|
Pada umumnya membutuhkan
inang hidup
|
Deteksi
|
•
PCR
•
Kultur sel
•
Secara imunologi
•
Mikroskop elektron
|
•
Kultur pd
agar
•
Mikroskop
•
Secara imunologi
|
•
Kultur pada agar
•
Mikroskop
|
Mikroskop
|
Identifikasi
|
•
Secara
genetik
•
Secara morfologi
|
•
Secara biokimia
•
Secara morfologi
•
Secara genetik
|
Secara morfologi
|
Secara morfologi
|
Sementara itu pada
Tabel 4 dibawah ini dapat dilihat tanda-tanda dan tingkah laku ikan serta
diagnosis penyakit ikan.
Tabel 4. Tanda-tanda dan tingkah
laku ikan serta Diagnosis ikan.
TANDA-TANDA DIAGNOSIS
DAN TINGKAH LAKU IKAN
Kelainan pada tulang belakang ikan, scoliosistau lordosis
Kelainan pada rahang atas/bawah
Rontok sirip
Perut gelembung (dropsy)
Ikan menjadi kurus
Sisik kasar
Mata menonjol
Mata masuk ke dalam
Serabut seperti kapas pada kulit
Pendarahan
a. Keturunan
b. Myxosoma cerebralis
c. Infekfeksi
bakteri/virus
d. d. Kekurangan vitamin
a.
Myxosoma
cerebralis
b.
Kelainan kelenjar thyroid
a.
Infeksi bakteri Flexibacter
sp.
b.
Parasit Costia sp
c.
Sifat air terlalu basa
d.
Parasit Gyrodacylus
sp.
a. Bacterial
hemorrhagic
spticaemia
b. Viral
hemorrhagic septicaemia (VHS)
a. Tuberculosis
b. Penyakit
cacing
c. Penyakit
Octomitus sp
a. Infeksi
bakteri
b. Air
terlalu asam
a. Tuberculosis
b. Infeksi
cacing
c. Infeksi
virus
a. Infeksi
bakteri
b. Infeksi
Trypanoplasma
a. Penyakit jamur Saprolegnia
sp
a. Sengatan
Argulus sp
b. Infeksi
bakteri
c. Infeksi
Trichodina sp
d. Gigitan
lintah
Kulit terasa kasar dan bintik hitam
Insang pucat
Insang rontok
Bintil putih kemerahan pada insang
Frekuensi pernapasan bertambah
Bintik-bintik putih pada kulit
Luka pada daging
Bintil berwarna putih pada hati, limpa, jantung
Dan otak
Bintil berwarna putih pada hati dan jantung
Hati berwarna cokelat kekuning kuningan
Pendarahan dan bengkak pada anus
Pembengkakan dan pendarahan pada gelembung renang
Tonjolan seperti bunga kol pada rahang
Tonjolan kecil di daerah sirip
Tutup insang selalu terbuka.
a. Ichtyosporidium
a. Infeksi
bakteri
b. Infeksi
virus
a. bakteri
Flexibactersp
b. Myxobacteria
c. Parasit
Dactylogyrus sp
a. Myxobolus
a.
Myxobacteria
b.
Flexibacter
sp
c.
Parasit Dactylogyrus
sp
a. Ichtyopthirius sp
a. Ichthyosporidium
b. Tuberculosis
c. Bacterial
septiemia
d. Flexibacter columnaris
a. Ichtyosporidium
a. Sporozoasis
b. Tuberculosis
a. Infeksi bakteri
a. Infeksi
bakteri
b. Infeksi
virus
c. Octomus
a. Infeksi bakteri
a. Infeksi virus
a. Infeksi virus
a. Myxobacter
b. Columnaris
c. Parasit
Bactylogyrus sp
Beberapa
istilah penting penyakit infeksi pada ikan adalah :
a.
Epidemiologi : Ilmu yang memepelajari hubungan berbagai
factor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran penyakit pada suatu
komonitas.
b.
Penyebaran vertikal : penyebaran penyakit dari suatu
generasi ke generasi selanjutnya melalui telur.
c.
Penyebaran horizontal : penyebaran penyakit dari ikan
satu ke ikan yang lain pada kelompok ikan dan waktu yang sama..
d.
Carrier : hewan yang membawa organisme penyebab
penyakit dalam tubuhnya, Namur hewan tersebut terlihat sehat sehingga menjadi
pembawa atau penyebar infeksi.
e.
Vektor : hewan yang menjadi perantara organisme
penyebab penyakit dari inang yang satu ke inang yang lain. Contoh siput, burung.
f. Patogenisitas
: kemampuan untuk dapat menyebabkan terjadi nya penyakit.
g. Virulensi
: derajat patogenisitas statu mikro organisme.
h. Kisaran
inang : kisaran hewan-hewan yang dapat diinfeksi oleh patogen.
Hal-hal yang
telah diuraikan di atas hendaknya selalu menjadi perhatian bagi petani ikan
sehingga serangan penyakit pada ikan dapat ditanggulangi secepat mungkin. Untuk itu akan dapat terwujud jika pelaku
budidaya memiliki pengetahuan, pemahaman danpenerapan cara budidaya ikan yang
baik.
A.
PENYAKIT INFEKSI
Penyakit
infeksi pada ikan berdasarkan jenis
penyebabnya dibedakan menjadi 4 (empat) bagian yaitu penyakit akibat infeksi
parasit, infeksi jamur, infeksi bakteri
dan infeksi virus. a. Penyakit
akibat infeksi Parasit.
Parasit adalah suatu organisme yang menggunakan bahan
untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) diambil dari tubuh inangnya. Parasit
pada ikan umumnya dapat berupa organisme dari golongan protozoa yaitu binatang yang bersel tunggal (sporozoa,
ciliata dan flagelata), crustacea (golongan udang-udangan) dan helminth
(golongan cacing). Pada Gambar 12 terlihat contoh infeksi parasit pada ikan
kerapu.
Serangan parasit pada suatu usaha
budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi. Jika tidak ditangani dengan segera maka tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti
bakteri dan virus melalui luka yang ditimbulkannnya.
Infeksi
parasit Haliotrema pada filamen insang.
Gambar
12. Penyakit akibat Infeksi Parasit
b. Penyakit akibat infeksi Jamur (Mycosis).
Beberapa jamur dapat menginfeksi
ikan, tetapi pada prinsipnya ikan akan terinfeksi jamur jika penanganan yang
kurang sempurna atau karena sesuatu hal lainnya.
Misalnya akibat air yang mengandung
bahan kimia atau pestisida sehingga menyebabkan terkikisnya lendir dan kulit
ikan (iritasi) dan akhirnya melukai kulit, atau karena perubahan suhu air atau
perubahan sifat air yang sangat mendadak. Biasanya ikan yang baru diangkut dari
suatu tempat akan banyak terinfeksi penyakit ini, demikian pula dengan ikan yang
pada saat mendekati kematangan kelamin/gonad juga mudah terinfeksi oleh jamur
dikarenakan pengaruh hormonal.
Salah
satu contoh jamur yang sering menyerang ikan budidaya adalah jamur
c. Penyakit akibat infeksi bakteri
Penyakit bakterial telah banyak
dilaporkan menginfeksi ikan, terutama jika ikan
dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari perairan
yang kaya bahan organik. Ini dikarenakan sifat bakteri akan lebih subur pertumbuhannya
pada tempat bahan organik tinggi.
Secara umum gejala akibat
infeksi bakteri pada ikan dapat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu :
- Peracute
dimana ikan mengalami kematian tanpa menunjukkan gejala yang jelas,
-
Acute dimana ikan yang terinfeksi menunjukan gejala
klinis terutama pendarahan (haemorrhage)
pada insang, anus, organ dalam, pangkal sirip, kembung perut dan lain-lain,
-
Sub acute dimana
ikan yang terinfeksi mengalami gejala agak ringan seperti luka, dan
-
Kronis dimana ikan yang terinfeksi mengalami gejala di
bagian eksternal umumnya dijumpai borok, sedangkan di bagian internal terdapat
infeksi Mycobacterium, ditemukan
bintil-bintil kecil berwarna putih yang sering disebut dengan tubercle/granuloma.
Pada Gambar 14 di bawah ini
terlihat contoh ikan kerapu yang terkena serangan bakteri.
Gambar
14. Ikan yang terkena bakteri
d. Penyakit akibat infeksi Virus.
Penyakit akibat infeksi virus dilaporkan
menginfeksi ikan terlebih-lebih apabila ikan tersebut dibudidayakan pada tempat yang menggunakan
sumber air dari perairan yang kaya akan bahan organik. Biasanya
insidensi penyakit virus berkaitan erat dengan perubahan suhu air. Salah satu contoh adalah penyakit
limfosistis, dimana nama penyakit ini berasal dari nama kista berwarna putih
yang menyertai serangannya pada ikan.
Kista tersebut bisa dijumpai secara sendiri-sendiri (tunggal) atau
bergerombol pada permukaan tubuh ikan.
Kehadiran limfosistis akan sangat mengganggu tampilan ikan. Contoh serangan virus Limfosistis dan gejala
awal serangan virus dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar
15. Penyakit akibat infeksi Virus
BAB
V
PENGAMBILAN
SAMPEL HAMA PENYAKIT IKAN
Diagnosa
adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada pada ikan sakit dan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Diagnosa klinik atau sering
disebut sebagai diagnosa fisik merupakan cara pengenalan (diagnosa) penyakit berdasarkan pada gejala-gejala yang
tampak (symptom).
Diagnosa
klinik didahului dengan pemeriksaan gejala klinik, dilakukan sejak ikan masih
di dalam bak/keramba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah
laku abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik,
adanya gerak tak terkoordinasi, menggesek-gesekan badan pada dinding bak dan
perubahan-perubahan tingkah laku abnormal lainnya.
Ahli penyakit
memiliki 2 (dua) tugas utama di lapangan yaitu :
1. pemeriksaan
atau peninjauan lapangan ke daerah yang terserang penyakit
2. mengumpulkan
sampel yang akan diperiksa di laboratorium untuk menemukan penyebab kematian.
Sejarah ikan mempunyai arti penting dalam
diagnosa. Sejarah ikan yang meliputi status ikan dan riwayat kejadian penyakit
mempunyai arti penting dalam diagnosa penyakit ikan.. Status ikan dapat berupa
jenis atau spesies, populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, daerah asal
(lokasi) pemeliharaan, serta sistem pengelolaan usaha budidaya yang diterapkan.
Dalam riwayat/sejarah kejadian perlu diketahui inseden (keberlangsungan)
penyakit serta derajat kematian dan kesakitan. Data tersebut diperlukan
sebagiai indikasi untuk penyebab penyakit tertentu (kualitas air, virus,
bakteri , parasit, pakan, atau faktor-faktor lain).
Hal-hal yang perlu diketahui pada saat
terjadinya penyakit adalah sebagai berikut :
1. Mortalitas
•
Tanggal mulai terjadinya kematian
•
Jumlah ikan mati per hari
2. Gejala ikan yang diserang
•
Tingkat kematian akut/ kronis
•
Karakteristik tingkah laku ikan
•
Tanda-tanda eksternal dari ikan
•
Tanda-tanda internal
3. Faktor lingkungan
•
Suhu air media pemeliharaan
•
Kekeruhan air
•
Konsentrasi oksigen terlarut
•
Konsentrasi ammonia dan pH media pemeliharaan
4. Metode pemeliharaan
•
Lokasi wadah pemeliharaan
•
Tingkat pertukaran air
•
Kepadatan ikan
•
Jenis obat atau zat kimia yang pernah dipakai
Prosedur diagnosa ikan sakit di lapangan adalah sebagai berikut :
1.
Pengukuran panjang dan berat ikan.
2.
Pengamatan tanda-tanda luar permukaan tubuh dan insang.
3.
Gunting lembaran insang dan ambil lendir tubuh untuk
mendeteksi parasit di bawah mikroskop.
4.
Ambil contoh darah dari sirip dada menggunakan jarum
suntik untuk pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan
Giemsa.
5.
Isolasi jamur dengan menggunakan agar GY jika diduga
terjadi infeksi jamur. Isolasi bakteri
dari sirip atau insang dengan menggunakan Agar Cytophaga, jika diamati ada
insang atau sirip yang membusuk.
6.
Isolasi bakteri dari luka dengan menggunakan Agar TS
atau BHI, jika ikan memiliki borok atau ada pembengkakan pada permukaan tubuh.
7.
Bedah ikan dengan peralatan bedah yang bersih untuk
membuka rongga perut dan amati tanda-tanda internal.
8.
Isolasi bakteri dari hati, ginjal dan limpa dengan
menggunakan Agar TS atau BHI. Pembuatan preparat limpa pada kaca preparat
dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi infeksi bakteri.
9.
Fiksasi setiap organ dengan larutan formalin 10%
berpenyangga fosfat untuk histopatologi dan dalam etanol 70% untuk uji PCR.
Dalam memulai
pemeriksaan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah
terdapat makro parasit seperti lintah ataupun organisme dari
jenis crustacea. Jika parasit telah diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan
seberapa parah serangan parasit dengan menentukan jumlah parasit per ikan. Jika ditemui parasit dalam jumlah sedikit
sebetulnya masih dianggap wajar dan tidak mengganggu proses akuakultur. Jika jumlah parasit yang menyerang ikan
sangat banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian
pada ikan-ikan yang lain. Selanjutnya
pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan mengeruk kulit dan insang ikan.
Ketepatan
hasil pemeriksaan patogen pada ikan di laboratorium dipengaruhi oleh
banyak hal. Untuk
ketepatan diagnosa maka dari catatan diatas dilakukan pemeriksaan secara
menyeluruh terhadap kemungkinan adanya perubahan abnormal, meliputi pemeriksaan
terhadap abnormalitas pada permukaan tubuh. Berupa kelainan anatomi dan anggota
tubuh, warna kulit, keadaan lendir permukaan tubuh, sisik, keadaan anggota
gerak dan kemungkinan terdapatnya ektoparasit kulit, perubahan abnormal insang
berupa warna, lendir dan parasit atau benda asing pada ikan, abnormalitas mata.
Semua hasil
diagnosa klinik dicatat di dalam sebuah kartu pemeriksaan atau Kartu Status
Ikan yang digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan penyakit sebaiknya ikan
hidup atau baru saja mati.
Sampel untuk
setiap pemeriksaan penyakit sebaiknya berupa ikan sakit, ikan diduga
sakit dan baru saja mati. Banyaknya ikan contoh yang diambil
tergantung pada kondisi kesehatan ikan. Pada populasi ikan sakit yang
menunjukkan gejala klinis yang nyata dan seragam, maka jumlah contoh yang
diambil bisa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (3-5 ekor). Contoh ikan
yang diambil adalah ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis yang mewakili
kondisi populasinya.
Jika populasi
ikan yang tidak sakit tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata dan
tidak seragam, maka dilakukan pengambilan contoh secara
sampling. Jumlah contoh ditentukan dari jumlah populasinya serta prosentase
asumsi tingkat prevalensinya dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Jumlah
populasi serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya.
JUMLAH
POPULASI
|
|
JUMLAH IKAN YANG DISAMPLING
DENGAN ASUMSI TINGKAT
PREVALENSI
|
|||||
2%
|
5%
|
10%
|
20%
|
30%
|
40%
|
50%
|
|
50
|
50
|
35
|
20
|
10
|
7
|
5
|
2
|
100
|
75
|
45
|
23
|
11
|
9
|
7
|
6
|
250
|
110
|
50
|
25
|
10
|
9
|
8
|
7
|
500
|
130
|
55
|
26
|
10
|
9
|
8
|
7
|
1.000
|
140
|
55
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
1.500
|
140
|
55
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
2.000
|
145
|
60
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
4.000
|
145
|
60
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
10.000
|
145
|
60
|
27
|
10
|
9
|
9
|
8
|
≥ 100.000
|
150
|
60
|
30
|
10
|
9
|
9
|
8
|
Salah satu hal penting dalam ketepatan hasil
pemeriksaan patogen pada ikan adalah
kondisi contoh/sampel pada saat tiba di laboratorium. Jika pengambilan contoh tidak dilakukan
dengan benar maka hasil pemeriksaannya bisa saja salah. Pengambilan sampel ikan sedapat mungkin
diusahakan dari ikan atau sekelompok ikan dengan gejala patogenik. Jumlah
sampel ikan untuk pemeriksaan parasitologi diperlukan 10 – 15 ekor, bakteri dan
virologi 3 – 10 ekor ikan sakit dan untuk pemeriksaan bahan pencemar akibat
pencemaran diperlukan sampel sejumlah 2 – 3 ekor.
Jika
ikan sakit dan terjadi kematian, untuk diagnosa harus dikirim segera ke
laboratorium terdekat. Beberapa
cara pengiriman sampel ikan sakit, adalah :
1). Pengiriman Sampel Ikan Hidup
(untuk seluruh pemeriksaan).
• Pengepakan
ikan sehat dan ikan sakit dipisahkan
•
Sampel ikan dengan kantong plastik diangkut dan
diberi oksigen, atau dapat pula menggunakan aerasi bila waktu tempuh tidak
terlalu lama.
•
Apabila kondisi cuaca saat pengangkutan panas,
sebaiknya pengangkutan menggunakan kotak styrofoam atau termos yang diisi
es(suhu diatur 22 – 24 C)
2). Pengiriman sampel ikan dengan
es (untuk pemeriksaan parasit dan bakteri)
• Pisahkan
pengepakan ikan sehat dan ikan sakit
• Tiriskan
satu persatu disimpan dalam plastik
• Masukan
dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan es
Pemeriksaan parasit yang rutin tentunya adalah bagian yang
penting dari manajemen kesehatan ikan dan jika memungkinkan dilakukan dilakukan
secara regular. Penting sekali untuk
mengetahui jenis-jenis parasit penting yang menyerang ikan karena akan
menentukan metode pengobatannya kelak.
Khususnya
dalam pemeliharaan udang, diagnosis
merupakan tindakan yang menentukan keberhasilan dalam usaha pengendalian
penyakit. Diagnosis penyakit pada udang dapat dilakukan melalui dua metode
yaitu diagnosis sementara dan diagnosis definitif.
1.
Diagnosis Sementara ( Presumptive )
Diagnosis
sementara adalah diagnosis yang didasarkan pada pengamatan perubahan tingkah
laku dan gejala klinis. Pada prinsipnya hampir tidak mungkin mendiagnosis
penyakit udang hanya didasarkan terhadap tingkah laku dan gejala klinis semata.
Gejala klinis hanyalah indikator yang memungkinkan kita untuk menduga
permasalahan yang sedang terjadi. Disamping itu diperlukan informasi pendukung,
antara lain:
• Pengamatan
terhadap perubahan tingkah laku seperti udang menunjukkan peningkatan nafsu
makan kemudian diikuti dengan kehilangan nafsu makan. Perubahan tingkah laku
antara lain: mendekat ke aliran air masuk atau permukaan air, menyendiri,
mengarah ke pematang tambak dan berenang abnormal.
• Pengamatan
kondisi fisik udang. Kegiatan ini dapat dilakukan di petak tambak atau udang
ditempatkan dalam wadah yang mudah diamati untuk melihat adanya bintik putih.
• Pengamatan
perubahan kualitas air, terutama terhadap parameter kunci seperti suhu, oksigen
terlarut, pH, salinitas, alkalinitas, kesadahan, ammonia dan nitrit.
• Diagnosis
lanjut, udang dapat diangkat dari air untuk pengamatan yang lebih detail secara
mikroskopis. Untuk diagnosis lanjut, perlu diambil sample udang dan dikirim ke
laboratorium referensi (Laboratorium Riset Kesehatan Ikan Pasar Minggu, Balai
Besar Riset Perikanan Budidaya Laut gondol, Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Payau Jepara, Balai Budidaya Laut Lampung, dan Balai Budidaya Air Payau Situbondo).
2.
Diagnosis Definitif.
Diagnosis
defenitif adalah diagnosis yang didasarkan pada hasil pengujian di laboratorium
dengan berbagai teknik seperti:
• Pengamatan
karapas udang dengan menggunakan mikroskop.
• Histopatologi.
• Mikroskop
elektron.
• Bioassay.
• DNA
probes.
• Polymerase
Chain Reaction (PCR).
Dari keenam teknik tersebut,
sejauh ini PCR merupakan teknik diagnosis yang cepat dan tepat dalam mendeteksi
patogen penyebab bercak putih. Selain itu, teknik PCR sudah banyak digunakan
oleh masyarakat.
BAB
VI
VIRUS PATOGEN DAN BAKTERI PATOGEN PADA
IKAN
A. Virus Patogen pada ikan
Virus adalah organisme bertubuh
kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata (patogen yang paling kecil). Untuk
melihatnya diperlukan mikroskop elektron yang kepekaannya lebih tinggi
dibandingkan dengan mikroskop biasa. Organisme ini tergolong unik karena tidak
mempunyai pencernaan sehingga harus menumpang hidup pada tubuh ikan untuk
dijadikan inang. Virus menyerang makhluk
hidup, berkembang biak di dalam organisme inang dan pada saat itulah dia akan
menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada organisme inang. Virus dapat
memperbanyak diri di dalam organ pencernaan sel inang sekaligus memproduksi
asam nukleat untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh inangnya, virus juga
membentuk selubung protein yang disebut capsid yang berguna sebagai media
pertahanan diri terhadap serangan organisme lain. Setiap virus memiliki bentuk capsid yang
berbeda-beda.
Virus
mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mikroorganisme bersel tunggal.
Perbedaan Virus dengan mikroorganisme bersel tunggal berdasarkan pada: Diameter virus yang sangat kecil (kurang
dari 300 nm) Virus
tidak dapat tumbuh pada media mati.
• Sifat-sifat
pertumbuhan (siklus hidup) virus didalam hospes (insang).
• Virus
hanya mempunyai materi genetik berupa DNA atau RNA saja, tidak pernah keduanya.
• Asam
nukleat virus bersifat infektif.
• Virus
tidak dapat melakukan metabolisme sendiri.
• Virus
tidak peka terhadap antibiotik.
Serangan virus
membawa akibat kerusakan jaringan cukup luas dan membawa kematian dalam waktu
yang relatif cepat. Infeksi oleh virus sering berlanjut pada infeksi sekunder
yang dapat melemahkan tubuh ikan terutama ikan hias. Ada 3 (tiga) jenis virus
yang sering ditemukan menyerang ikan, yaitu : a. Epithelioma
papulasum
Virus ini sering menyerang ikan
mas (C. carpio), Prussian carp (Carassius
auratus) dan juga beberapa jenis ikan hias. Serangan virus ini akan
menyebabkan penyakit cacar, sehingga pada tubuh ikan timbul bercak-bercak putih
seperti susu yang secara perlahanlahan akan membentuk lapisan lebar mirip kaca
atau lemak dengan ketebalan antara 1-2 mm. Jika serangannya gencar, maka dalam
waktu yang singkat lapisan ini akan menutupi seluruh permukaan tubuh ikan.
Serangan virus ini menimbulkan
gejala penyakit cacar. Pada tubuh ikan muncul bercakbercak putih yang secara
perlahan-lahan membentuk lapisan lemak yang berlendir dan transparan. Serangan
virus ini dapat dikendalikan dengan zat arsenik yang telah dilarutkan ke dalam
senyawa arycil. Kemudian suntikan larutan tersebut kedalam tubuh ikan yang
berukuran besar.
b. Hervesvirus
Virus ini sering menyerang ikan
hias jenis catfish (berbagai jenis lele) sehingga penyakit yang ditimbulkannya
lebih dikenal dengan nama Channel Catfish
Virus Disease (CCVD). Infeksi CCVD disebabkan oleh virus Herpervirus,
dan termasuk jenis penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian
massal pada lele, terutama perioda pemeliharaan benih. Penyebaran penyakit ini
dapat melalui induk atau pada saat pengangkutan. Serangannya dapat menimbulkan
kematian secara massal. Langkah awal untuk mencegah serangan virus ini adalah
memberikan suntikan imunisasi hervesvirus yang telah dilemahkan. Selain itu
dapat dilakukan tindakan pencucian kolam dengan menggunakan klorin.
c. Limfosistis
Limfosistis merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh sejenis
virus. Penyakit ini dapat menyerang sejumlah besar ikan, akan tetapi
serangannya biasanya terbatas pada jenis-jenis ikan yang telah mengalami
evolusi lanjut, seperti keluarga cichlid. Penyakit ini tidak menyerang golongan
cyprinid maupun catfish. Virus limfosistis pada dasarnya akan menyerang sel-sel
ikan sehingga sel tersebut akan membesar 50 hingga 100000 kali dari ukuran
normalnya. Pada saat infeksi berlangsung, sel-sel disekitar sel yang terinfeksi
akan dapat pula terserang dan membesar sehingga akan membentuk kumpulan sel-sel
berukuran besar yang mengandung banyak virus dan membentuk bintil berwarna
putih. Infeksi penyakit pada umumnya diawali dengan munculnya bintil kecil
berwarna putih, atau abu-abu atau kadang-kadang merah jambu. Munculnya terutama
pada bagian sirip. Tidak tertutup kemungkinan mereka muncul dibagian tubuh
lainnya. Penyakit limfosistis
disebabkan oleh sejenis iridovirus (kelompok virus DNA). Virus ini memiliki
ukuran 180-200 mikron sehingga cukup sulit untuk dilihat dengan menggunakan
mikroskop biasa. Sejauh ini belum diketahui pengobatan yang tepat untuk
mengatasi limfosistis. Meskipun demikian, penyakit ini dapat sembuh dengan
sendirinya dan jarang berakibat fatal.Ikan yang terserang harus dilolasi untuk
mencegah terjadinya penularan, sampai penyakit tersebut hilang. Ikan yang
terserang biasanya akan menjadi kebal sehingga tidak akan terinfeksi kembali.
Ikan harus tetap dikarantina hingga sekitar 2 bulan setengah penyakit hilang
dari ikan yang bersangkutan. Satu-satunya cara agar limfosistis tidak sampai
menyerang ikan adalah dengan melakukan karantina yang memadai. Penyakit ini
biasanya baru terlihat 10 hari hingga 2 bulan setelah infeksi. Meskipun
demikian, karantina bagi limfosistis tidak perlu dilakukan pada ikan-ikan yang
tidak dapat terserang seperti ikan dari famili cyprinid. Ikan-ikan yang telah
mengalami kontak dengan ikan terinfeksi disarankan untuk dikarantina selama 2
bulan, sampai dipastikan bahwa infeksi tidak terjadi.
Pada Gambar 16 dapat dilihat contoh virus
patogen pada ikan.
B.
Bakteri patogen pada ikan
Bakteri merupakan
jasad renik yang kira-kira duapuluh kali lebih kecil dari sel jamur, protozoa
atau sel daging ikan. Penyakit bakterial pada ikan merupakan salah satu
penyakit yang dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Selain dapat
mematikan ikan penyakit ini dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas daging ikan yang terinfeksi. Sebagian besar
bakteri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri mempunyai
mempunyai kemampuan memperbanyak diri sangat cepat, apalagi jika bakteri
tersebut berada dalam bagian tubuh hewan.
Bakteri patogen pada ikan dapat
bersifat sebagai infeksi primer atau infeksi sekunder/kedua.
Dalam suatu kondisi
dimana kadar bahan organik pada air sangat tinggi, akan banyak terdapat bakteri
patogen. Bahkan beberapa peneliti mengatakan bahwa bakteri mikroflora yang
banyak kedapatan pada usus ikan akan sesuai jenisnya dengan bakteri yang ada
dalam lingkungan perairan tersebut. Namun
demikian ada beberapa bakteri yang tidak dapat hidup lama di luar tubuh
inangnya.
Penyakit
akibat infeksi bakteria di Indonesia ternyata dapat mengakibatkan kematian
sekitar 50-100%. Infeksi penyakit yang
sering terjadi antara lain pada budidaya ikan lele, ikan mas, ikan hias dan
ikan gurame. Pada usaha pembesaran ikan
gurame antara lain dikenal dengan istilah penyakit “tuberculosis”. Penyakit
tersebut biasanya ditunjukkan dengan gejala-gejala klinis antara lain luka dan
pendarahan pada kulit, mata menonjol, bisul pada tubuh, pendarahan pada pangkal
sirip. Salah satu gejala yang sangat spesifik adalah adanya bintil-bintil
(tubercle) berwarna putih, biasanya terdapat pada daging, ginjal, hati, limfa
dan mata. Penyakit bakteri pada ikan ini cukup banyak menimbulkan kerugian
selain menurunkan mutu daging ikan juga akhirnya dalam tingkatan yang akut akan
menyebabkan kematian ikan. Kematian yang ditimbulkannya menurut para petani
ikan dapat mencapai 50-60%.
Bakteri yang dapat menginfeksi ikan dikenal ada
bermacam-macam bentuk dimana
masing-masing bentuk akan memberikan gambaran efek infeksi yang berlainan.
Bentuk-bentuk bakteri yang bersifat patogenik bagi ikan adalah : bakteri
berbentuk bulat (coccus), bentuk bulat bergabung dua sel (diplococcus),
bakteri bentuk bulat bergabung seperti rantai
(streptococcus), bakteri bulat berkelompok beberapa sel
(staphylococcus), bakteri berbentuk
batang (bacillus), bakteri berbentuk koma (vibrio)
Infeksi bakteri biasanya timbul jika menderita
stres. Kematian banyak terjadi pada ikan
yang menderita stres karena serangan bakteri yang menyebabkan infeksi. Gejala akibat infeksi bakteri secara
keseluruhan sangat susah untuk dibedakan dengan gejala akibat infeksi virus.
Gejala-gejala tersebut pada umumnya tergantung sampai stadium mana tingkat
infeksinya dan gejala umum yang sering ditemukan antara lain sbb:
1.
Gerakan ikan lemah.
2. Produksi
lendir berkurang karena setelah ikan terinfeksi akan mengeluarkan lendir yang
berlebihan.
3.
Timbul
pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi.
4.
Luka (ulcer) di tempat infeksi.
5.
Beberapa bakteri menyebabkan rontok pada insang dan
sirip.
6.
Bengkak pada perut dan mengeluarkan cairan kuning
darah (dropsy).
7.
Mata menonjol (exophthalmos).
8. Beberapa
bakteri dapat menghasilkan “tubercle” atau “granuloma” pada bagian tubuh yang
terinfeksi.
Bakteri yang biasanya menginfeksi ikan lebih banyak tergolong pada bakteri gram negatif. Tetapi bakteri gram positif
juga ada yang dapat menginfeksi ikan seperti treptococcus sp. dan Mycobacterium
spp. Beberapa contoh bakteri yang biasanya menginfeksi ikan antara lain adalah
:
1. Penyakit
Columnaris (luka kulit, sirip dan insang)
Penyebab
: Flexibacter columnaris (Syn :
Flavobacterium columnare).
Bio-Ekologi Patogen : bakteri gram
negatif, aerobik, berbentuk batang kecil dengan lebar 0.5 m dan panjang 12 m. Bakteri tersebut bergerak
secara merayap seperti ulat, bentuk koloninya pipih dengan permukaan koloni
yang tidak teratur (irregular), tumbuh pada media campuran pepton yang ditambah
1% media agar.
Epizootiology: merupakan penyebab dari penyakit Columnaris. Sifat
serangannya bisa kronik, akut atau
perakut, dan biasanya terjadi pada level suhu diatas 18oC, dan
infeksi jarang terjadi pada keadaan pH rendah dan kandungan bahan organik yang
rendah.
Gejala klinis: Lecet (lesi) biasanya
terjadi pada kulit badan atau bagian kepala atau pada insang, yang dimulai
seperti bintik putih yang kemudian berkembang menjadi pendarahan. Infeksi di
sekitar mulut, terlihat seperti diselaputi benang (thread-like), sehingga
sering disebut penyakit “jamur mulut”. Di
bagian pinggir luka tertutup oleh
lendir (pigmen) berwarna kuning cerah.
Infeksi pada insang biasanya langsung menimbulkan nekrosa dan kematian
akan cepat terjadi akibat insang yang rontok.
Penanggulangan sebaiknya ditujukan lebih
pada tindakan pencegahan yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan,
mempertahankan kualitas air, mengurangi kandungan bahan organik dalam air dan
penambahan oksigen. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotic
seperti Oxytetracyclin hydrochlorid (OTC HCl) 5 – 10 mg/ l air dengan cara
merendamnya selama 24 jam.
Pada Gambar 17 dapat dilihat satu contoh infeksi Flexibacter
columnaris dan insang ikan yang diserangnya.
2. Penyakit merah
Penyebab :
Aeromonas hydrophila adalah salah
satu spesies bakteri yang terdapat di hampir seluruh lingkungan perairan tawar
maupun payau, bahkan pada feces mammalian, katak dan manusia. Bakteri ini bersifat gram negatif, bentuk
batang 0.70.8 mx1.0-1.5
m, bergerak
dengan menggunakan polar flagella, cytochrom oksidase positif, fermentative dan
oksidatif. Bakteri ini tumbuh pada kondisi air tawar, terutama pada kondisi
kandungan bahan organik tinggi.
Epizootiology : A.
hydrophila dikenal dengan penyebab penyakit merah, bersifat septisemik,
biasanya sebagai infeksi kedua. Tetapi hasil penelitian Hayes (2000)
menunjukkan bahwa A. hydrophila
sebagai bakteri patogen pada ikan dapat berperan baik sebagai patogen primer
maupun sekunder. Sifat serangannya
sangat bergantung pada spesies inang dan virulensi strain bakteri. Cara penularan penyakit ini secara horizontal
(antar individu-individu dalam satu spesies) atau berbeda spesies dalam suatu
populasi dan atau komunitas) tetapi tidak secara vertical (dari induk kepada
keturunannya). Pada umumnya penyakit ini
akan timbul pada ikan yang penanganannya
kurang sempurna, pakan yang kurang tepat
baik mutu maupun jumlahnya, banyak terinfeksi oleh parasit, serta air kolam yang terlalu subur,
serta zat asam yang sangat rendah.
Gejala klinis: warna ikan
menjadi lebih gelap, nafsu makan berkurang atau hilang, bergerombol dekat saluran pembuangan, dan
kadang-kadang timbul luka pada kulit
jadi kemerah-merahan. Jika kita membedah ikan yang terinfeksi gejala yang ditunjukkannnya adalah
hatinya berwarna pucat, dan pendarahan
terjadi pada organ dalam seperti hati, ginjal, limpa dan gelembung udara.
Penanggulangan: manajemen budidaya yang baik, mengurangi kesuburan
kolam, serta pemberian pakan yang tepat baik jumlah maupun mutunya.
Pengobatan : dapat dilakukan
menggunakan antibiotik melalui suntikan, makanan atau perendaman . contoh nya
OTC HCl 25-30 mg/kg ikan, diberikan 3 kali penyunikan
3. Penyakit Furunculosis
Penyebab: Aeromonas salmonicida adalah bakteri
gram negatif, tidak bergerak, dengan ukuran 0.8-1.0 x 1.5-2.0 m. Bakteri memiliki 3
subspecies yaitu A. salmonicida ssp
salmonicida yang memproduksi pigmen coklat, A.
salmonicida ssp achromogenes
tidak memproduksi pigmen coklat dan tidak mereduksi nitrat, A. salmonicida ssp masoucida yang tidak
memproduksi pigmen coklat tetapi memproduksi indol dan H2S.
Habitat:
Ikan-ikan air tawar merupakan pembawa penyakit. Bakteri tidak hidup lama diluar
tubuh inangnya. Bakteri tersebut dapat menginfeksi ikan salmonid dan
nonsalmonid.
Distribusi: Aeromonas salmonicida, merupakan
penyakit yang daerah sebarnya cukup luas hampir seluruh dunia terutama daerah
yang banyak memelihara ikan salmon.
Epizootiology :
Ikan yang terinfeksi berat (acute) oleh penyakit ini kebanyakan akan mati dalam
waktu 2-3 hari. Patogen dapat hidup pada air tawar sekitar 19 hari, sedangkan
pada air payau antara 16 - 25 hari sedangkan pada air laut dapat aktip kembali
antara 24 jam sampai 8 hari Efek patologi dari penyakit ini dikatakan karena
diproduksinya ekstrak luaran sel (ECP) oleh patogen tersebut yaitu
leucocytolytic yang dapat merusak leucocyte yang akan mengakibatkan
leucopenia.
Gejala klinis:
Ikan yang terinfeksi akan menunjukkan gejala lecet dan luka serta borok pada
kulit sehingga akan menurunkan mutu
daging. Dari organ yang terluka apabila larut kedalam air maka akan dapat
menginfeksi inang yang cocok.
Pengobatan :
Ikan yang terserang bakteri jenis ini dapat diobati dengan
memberikan 12 gram sulfamerazin dan 6 gram sulfaguanidine untuk setiap 55 kg
pakan perhari yang diberikan pada tiga hari partama.
4. Penyakit Vibriosis
Penyebab: Vibrio spp., bakteri
ini memiliki ukuran 0.5 x 1.0-2.0
m, bersifat
gram negatif, berbentuk batang bisa lurus maupun bentuk koma, bergerak dengan
menggunakan polar flagella, fermentative
dan cytochrom oksidase positif, sensitive terhadap vibriostat 0/129 (pteridine). Vibriosis merupakan penyakit sekunder,
artinya penyakit ini muncul setelah adanya serangan penyakit lainnya misalnya
protozoa atau penyakit lainnya.
Habitat: sumber utama adalah species ikan
laut sebagai pembawa, namun bakteri ini juga telah ditemukan pada invertebrata
dan benthos. Tumbuh hampir disegala media umum yang mengandung NaCl 1-1.5%.
Epizootiology: Vibriosis merupakan penyakit yang potensial
bagi ikan laut, baik yang dibudidayakan maupun bagi ikan liar. Sebetulnya pada
keadaan normal bakteri tsb merupakan mikroflora pada usus ikan air laut. Suhu
ambang untuk terjadinya wabah tergantung dari species ikan msalnya untuk salmon
dan turbot pada level suhu 10-11oC. Kematian yang diakibatkannya
dapat mencapai 50% terutama apabila terjadi pada ikan yang berumur muda. Vibriosis merupakan penyakit sekunder,
artinya penyakit ini muncul setelah adanya serangan penyakit yang lain misalnya
protozoa atau penyakit lainnya.
Gejala klinis: anorexia, warna tubuh
menjadi gelap, warna insang pucat. Pada infeksi akut ikan akan menunjukkan
gejala tubuh membengkak, luka pada kulit
yang mengeluarkan nanah. Pada infeksi kronik akan terbentuk granuloma, dan
pendarahan pada rongga perut.
Penanggulangan : lebih ditujukan pada
pencegahan yaitu dengan vaksinasi dan seleksi ikan yang tahan terhadap infeksi
penyakit.
Pengobatan :
Pemberian antibiotik melalui pakan ataupun suntikan yang
sesuai (jenis, dosis, dan lama pemberian disesuaikan dengan peraturan). Beberapa contoh antara lain : menggunakan Oxytetracycline sebanyak 0.5 gram
per kg pakan ikan selama 7 hari, atau dengan Sulphonamides 0.5 gram per kg
pakan ikan selama 7 hari, atau Chlorampenicol sebanyak 0.2 gram per kg berat
pakan ikan selama 4 hari. Jika ikan tidak
mau makan, cobalah dengan pengobatan melalui perendaman menggunakan
Nitrofurozon 15 ppm selama lebih kurang 4 jam atau dengan Sulphonamides 50 ppm
selama lebih kurang 4 jam.
5. Penyakit Edwardsielosis
Penyebab: Edwardsiela tarda, bakteri bersifat gram negatif berbentuk batang
dan bergerak dengan menggunakan flagella, bersifat fermentatif dan mampu memproduksi H2S.
Sampai saat ini penyakit ini
telah dilaporkan dapat menginfeksi hampir semua jenis ikan termasuk salmon,
chanel catfis, ikan mas, sidat, tilapia dan flounder.
Gejala infeksi: ikan pucat, gembung perut,
pendarahan pada anus, anus tertekan kedalam, dan mata pudar. Gejala klinis pada organ dalam adanya
bintil kecil berwarna putih terdapat pada insang, ginjal, hati dan limfa dan
kadang-kadang pada usus.
Hal yang berperan membantu
terjadinya wabah diduga karena ular, kotoran manusia dan binatang lainnya. Namun wabah biasanya terjadi pada suhu tinggi
yaitu 30oC dan kandungan bahan organik tinggi. Jumlah kematian akan
tergantung pada keadaan lingkungan tetapi dari data yang ada ternyata pada
kolam ikan lele biasanya kematian tidak lebih dari 5%. Namun demikian apabila
ikan tersebut dipindahkan maka infeksi penyakit tersebut akan bertambah ganas
dan dapat menyebabkan kematian sekitar 50% dari populasi.
Ikan yang ternfeksi akan menunjukan
gejala terjadinya luka pada kulit dan kemudian meluaskan bagian daging. Luka
ini sering mengakibatkan pendarahan. Pengobatan: adalah dengan memberikan
sulfamerazin atau OTC melalui penyuntikan atau dicampurkan pada pakan.
6. Penyakit
Streptococciosis
Penyebab:
Streptococcus iniae.
Bio-Ekologi Patogen : termasuk
bakteri gram positif berbentuk bulat kecil (coccus), bergabung menyerupai
rantai, non-motil, koloni transparan dan halus dan mempunyai kemampuan
menyerang sel darah merah. Streptococcus
merupakan bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik yang secara terus
menerus dipergunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang lain. Infeksi : Streptococcus pada ikan dapat
berlangsung secara kronik hingga akut.
Kemampuan menyerang sel darah karena species ini miliki dan atau - haemolytic. Seperti misalnya S. agalactiae memiliki
dan -
haemolytic. Penyakit ini banyak
dilaporkan pada ikan yang dipelihara pada lingkungan perairan tenang (stagnant)
dan sistem resirkulasi. Infeksi ini
banyak ditemukan di organ otak, sehingga ikan yang terinfeksi sering
menunjukkan tingkah laku abnormal seperti kejang atau berputar.
Gejala Klinis : gejala yang
ditimbulkannya meliputi mata menonjol, gembung perut (dropsy), pendarahan pada
mata, tutup insang dan pangkal ekor, warna ikan menjadi lebih gelap, dan ikan
berenang cepat tidak karuan, pertumbuhan ikan menjadi lambat. Sedangkan ciri
pada organ dalam meliputi kerusakan ginjal, hati, limpa dan usus. Seringkali infeksi Streptococcus tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas kecuali
kematian yang terus berlangsung.
Biasanya penyakit ini diamati lewat pemeriksaan laboratories.
Species ikan yang terinfeksi
meliputi: ikan ekor kuning, tilapia, sidat, rainbow trout, channel
catfish, golden shiner, lele-lelean (Arius felis) ,silver trout dan mullet.
Efek yang ditimbulkan adalah ikan menjadi sulit bernapas
dan hilang kemampuan dalam menentukan arah dan gerak (inkoordinasi). Mata
menjadi buram, nekrosis dan dapat menyebabkan kondisi kebutaan. Kerusakan organ-organ
internal akan mengakibatkan kematian.
Pencegahan dan pengendalian : manajemen
kesehatan ikan terpadu (inang, lingkungan dan patogen), ikan yang terinfeksi segera diambil dan
dimusnahkan, hindari penggunaan air dari kolam yang sedang terinfeksi bakteri
tersebut. menghindari kepadatan tinggi,
pakan berlebih dan penanganannya kasar.
Pengobatan : Erythromycin 50 – 100 mg/kg berat badan
ikan / hari melalui pakan selama 21 hari, Oxytetracycline 50 – 75 mg/kg ikan
/hari melalui pakan selama 10 hari, Tetracycline 75 – 100 mg/kg ikan/hari
melalui pakan selama 14 hari.
Pada Gambar 20. di bawah ini terlihat ikan yang
terinfeksi bakteri Streptococcus iniae.
Gambar
20. Ikan yang terinfeksi bakteri Streptococcus
iniae, serta gejala spesifik pada
hati yang pucat dan teksturnya rapuh
7. Penyakit
Mycobacteriosis
Penyakit ini disebabkab oleh
bakteri Mycobacterium spp. Species
bakteri yang dapat menginfeksi ikan adalah:
M. marinum, M. foruitum dan M. chelonei.
Bio-Ekologi Patogen : Bakteri
tersebut berbentuk batang agak bengkok, bersifat acid fast dan gram positif,
tumbuh pada media khusus seperti Lowenstein-Jensen, Petragnani dan Ogawa and
Sauton. Tumbuh agak lama sekitar 30
hari. Namun untuk
M. fortuitum dan M. chelonei akan tumbuh 7
hari dalam medium” Ogawa’s egg”
pada temperatur 25-30oC
. Infeksi Mycobacterium banyak dilaporkan pada ikan yang dipelihara pada
lingkungan perairan tenang (stagnant) dan sistem resirkulasi, sehingga jenis
ikan seperti gurami dan cupang yang cocok pada kondisi tersebut sering
dilaporkan terinfeksi penyakit tersebut.
Kolam tadah hujan dan pekarangan dengan sumber air terbatas lebih rentan
terhadap infeksi jenis penyakit ini. Gejala
klinis: Mycobacteriosis merupakan penyakit yang progresif chronik
dengan beberapa gejala klinis antara lain lesi seperti cacar, ikan lemah,
pembengkakan pada kulit, mata menonjol (exophthalmia) lesi dan borok pada
tubuh. Ikan akan kehilangan nafsu makan,
lemah, kurus. Gejala ini diawali dengan
kurang gizi terutama vitamin E. Jika
menginfeksi kulit, timbul bercak-bercak merah dan berkembang menjadi luka,
sirip dan ekor geripis. Pada infeksi
lanjut, gejala pada organ dalam biasanya terdapat granuloma yang berwarna putih
keabu-abuan atau putih kecoklatan, terutama pada hati, limfa, ginjal dan pada
daging ikan (dikenal sebagai penyakit TBC).
Epizootiology dari penyakit ini
sangat sedikit sekali diketahui. Kemungkinan penyebaran penyakit tersebut
dengan menelan langsung dari pakan atau kotoran yang terinfeksi oleh Mycobacterium spp tersebut.. Di
Indonesia telah ditemukan menginfeksi ikan hias dan ikan gurame (Osphronemus gouramy). Insidensi
infeksinya dapat mencapai 60% degan. Kematian yang diakibatkan dapat mencapai
70-80%.
Diagnosa berupa isolasi dan identifikasi melalui uji
biokimia.
Pengendalian dan Pengobatan :
manajemen kesehatan ikan terpadu (inang, lingkungan dan patogen), ikan yang
terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan, hindari penggunaan air dari kolam
yang terinfeksi bakteri tersebut.
Pengobatan paling efektif adalah dengan menyuntikan antibiotik
Streptomycin dosis 0,01 – 0,02 mg/g ikan atau dengan merendam ikan di larutan
tersebut diatas dengan dosis 10 mg per liter air. Streptomycin 50 – 75 mg/kg ikan/hari melalui
pakan selama 10 hari, Chloramine B atau T 10 ppm melalui perendaman selama 24
jam dan setelah itu dilakukan penggantian air baru. Pemeliharaan dalam ”air hijau” secara
ekstensif akan mengurangi stress.
Pada Gambar 21.
di bawah ini dapat dilihat morfologi Mycobacterium
spp.
8. Penyakit Nocardiasis
Penyakit ini disebabkan oleh Nocardia spp. adalah organisme bersifat
aerob, gram positif dan mungkin “acid fast’ berbentuk batang dan kadang-kadang
bercabang.
Dapat
menginfeksi baik ikan air tawar maupun ikan air laut.
Ikan yang terinfeksi menunjukkan
gejala hilang nafsu makan (anorexia),
ikan kurus, pembengkakan terjadi pada daerah mulut dan perut yang menunjukkan
adanya bintik putih pada kulit, insang, daging dan organ dalam dan
kadang-kadang penyakit ini menimbulkan lesi. Gejala yang ditimbulkan mirip
dengan gejala infeksi tuberkulosis.
9. Penyakit Enteric Septicaemia of Catfish
(ESC)
Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Edwardsiela ictaluri .
Bakteri tsb tergolong bakteri yang mempunyai sifat gram negatif, berbentuk
batang, bergerak lamban dengan menggunakan flagella. Suhu optimum untuk
pertumbuhannya adalah 2030oC. Perbedaannya dengan E. tarda adalah bakteri E. ictaluri tidak memproduksi H2S dan indol.
Gejala klinis dari penyakit ini
ciri dengan keadaan ikan lemah menggantung arah vertikal, berenang berputar
(Spinning) dan kemudian diikuti oleh kematian. Pada ikan yang berukuran panjang
diatas 15 cm gejala klinis luar tidak pernah ditemukan. Penyebaran penyakit
tersebut meliputi seluruh wilayah Amerika dimana budidaya channel catfish
sangat intensif.
10. Penyakit Pasteurellosis.
Jasad
penyebab penyakitnya adalah Pasteurella
piscida. Yaitu bakteri gram negatif tidak bergerak, berbentuk batang,
fermentatif dengan warna koloni abu-abu sampai kuning.
Pasteurellosis adalah penyakit
septicaemia dimana gejala klinis pada infeksi akut hanya menunjukkan gejala
yang tidak dapat terdeteksi. Sedangkan gejala pada organ dalam dapat ditemukan
granuloma pada ginjal dan limfa yang berwarna putih keabuabuan. Oleh karena itu
maka penyakit ini juga sering disebut dengan istilah
"pseudotuberculosis"
Pasteurellosis menyerang baik ikan yang
dibudidayakan maupun ikan liar. Penyakit ini hanya menginfeksi ikan laut pada
suhu air sekitar 25oC.
11.Penyakit Enteric Red Mouth
Disease (ERM)
Penyakit ini disebabkan oleh Yersinia ruckeri, bakteri bersifat gram
negatif, berbentuk batang agak lengkung, bergerak dengan menggunakan 7-8
flagella. Ada tiga tipe sel yaitu type 1, type 2 dan type 3 dimana type 1
sangat virulen, diikuti oleh type 2 dan kemudian type 3.
Red Mouth Disease adalah suatu penyakit
dengan gejala klinis warna merah pada mulut dan kerongkongan akibat adanya
pendarahan pada lapisan subcutan. Gejala lainnya adalah pembengkakan dan erosi
pada rahang, kulit jadi kehitaman, pendarahan pada pangkal sirip, mata menonjol
dan ikan lemah (Fuhrman et al., 1983)
dalam Hambali (2003). Gejala klinis
pada organ dalam meliputi pendarahan pada otot daging,lemak pada usus serta
pembengkakakan terjadi pada ginjal dan limfa. Penyebaran penyakit ini meliputi:
Amerika Serikat, Canada, Denmark, Inggeris, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia
dan Australia.
Penyakit ini terutama menyerang ikan kecil ukuran panjang
sekitar 7.5 cm. Lebih jarang menginfeksi ikan besar tetapi lebih bersifat
chronik.
BAB
VII
TEKNIK
PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN
Mencegah lebih baik dari mengobati adalah prinsip yang tepat
untuk mengatasi setiap gangguan penyakit ikan. Mencegah penyakit akan jauh
lebih baik dari mengobatinya. Pencegahannya berarti melakukan upaya-upaya agar
ikan terhindar dari serangan penyakit.
Pada
tahap awal, seorang petani ikan hendaknya memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk mengenal tanda-tanda awal dari ikan yang
terkena penyakit. Ini sangat diperlukan
agar tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap serangan penyakit tersebut
juga dapat dilakukan secara dini.
Kolam dan akuarium dapat dibersihkan secara mekanik, kimia atau
biologis. Cara mekanik dilakukan menggunakan peralatan pembersih, seperti alat
sirkulasi dan filter. Pembersihan secara kimia dilakukan dengan menggunakan
larutan mutilen biru dan PK (Kalium Permanganat). Secara biologis, kolam atau
akuarium dibersihkan dengan memanfaatkan organisme lain seperti bakteri
pengurai dan tanaman air.
Beberapa
kegiatan berikut ini juga bermanfaat untuk mengendalikan serangan
penyakit ikan yaitu:
1. PENGALIRAN AIR
Pengaliran air adalah
salah satu cara untuk mengatasi serangan penyakit ikan di kolam, disebabkan
oleh senyawa beracun atau kualitas air kolam yang kurang memenuhi syarat. Pengaliran dimaksudkan untuk mengencerkan
senyawa beracun atau menciptakan kondisi lingkungan kolam yang lebih baik,
sehingga daya tahan tubuh ikan tetap baik.
Adanya aliran air
yang lancar akan menghanyutkan sisa pakan dan hasil ekskresi, sehingga tidak
terdapat senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut. Aliran air juga dapat mempertahankan temperatur
dan konsentrasi oksigen di kolam tetap menunjang kehidupan ikan Jika jumlah ikan yang terserang penyakit
cukup besar, pengaliran dapat dilakukan di kolam tersebut. Akan tetapi, jika hanya beberapa ekor ikan
saja yang terserang, maka pengaliran dapat dilakukan dalam bak atau wadah yang
lebih kecil.
2. PENCUCIAN KOLAM
Sering
dijumpai kematian ikan di kolam disebabkan masuknya senyawa racun ke dalam
kolam, baik disengaja maupun tidak.
Penggunaan insektisida untuk pertanian maupun buangan limbah industri
yang tidak dilakukan secara hati-hati dapat menyebabkan masuknya senyawa
beracun tersebut ke dalam kolam dan menimbulkan masalah penyakit.
Untuk mengatsi
kematian ikan secara masal karena keracunan sebaiknya dilakukan penutupan
saluran pemasukan air dan memindahkan ikan yang terkena racun secepat mungkin
ke kolam lain atau saluran air yang tidak tercemar oleh racun atau limbah
industri. Tindakan selanjutnya adalah
mengeringkan kolam selama beberapa hari agar daya racun dari senyawa tersebut
menjadi lemah.
3. PERENDAMAN
Untuk mengobati ikan
yang terserang penyakit di bagian luar tubuhnya (ektoparasit), sebaiknya
dilakukan tindakan perendaman dalam senyawa kimia tertentu. Bila ikan yang terkena penyakit hanya
beberapa ekor, perendaman dapat dilakukan di dalam bak atau wadah kecil. Akan tetapi jika jumlah ikan yang terserang
cukup banyak, sebaiknya dilakukan perendaman di dalam kolam.
Perendaman ikan di
dalam bak atau wadah kecil dapat dilakukan dengan membuat larutan senyawa kimia
sesuai dengan jenis organisme penyakit yang menyerangnya. Masukkan ikan yang sakit ke dalam wadah
tersebut dan biarkan selama beberapa saat.
Ikan yang telah direndam segera dimasukkan ke dalam bak yang airnya
bersih untuk menghilangkan pengaruh senyawa kimia selama perendaman. Jika belum sembuh, sebaiknya dilakukan
perendaman ulang dalam senyawa kimia, hingga ikan benar-benar sembuh.
Sebelum menebar
senyawa kimia sesuai konsentrasi yang dianjurkan, saluran pemasukan dan
pengeluaran air harus ditutup dahulu, agar konsentrasi senyawa kimia tidak
berubah. Agar konsentrasinya seragam,
senyawa kimia tersebut dilarutkan dahulu ke dalam beberapa liter air dan
kemudian barulah disebarkan secara merata ke seluruh permukaan kolam. Konsentrasi senyawa kimia di dalam kolam
harus lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi senyawa kimia yang digunakan
di dalam bak atau wadah kecil. Dengan
demikian, proses perendaman ikan di kolam berlangsung lebih lama.
Jika sebelum waktu
perendaman yang ditetapkan berakhir ikan sudah memperlihatkan tanda-tanda
keracunan, sebaiknya segera dialirkan air baru yang segar dengan cara membuka
saluran pemasukan dan saluran pengeluaran air.
4. MELALUI PAKAN
Ikan yang telah
terserang penyakit dapat juga disembuhkan dengan pengobatan melalui pakan,
terutama terhadap serangan yang tidak mengakibatkan kematian secara
tiba-tiba. Pengobatan melalui pakan
sebaiknya segera dilakukan pada tahap awal terjadinya serangan, sebab pada saat
itu ikan masih mempunyai nafsu makan.
Keterlambatan pengobatan akan memberikan hasil kurang memuaskan, karena
ikan telah kehilangan nafsu makan sehingga obat yang diberikan lebih banyak
terbuang percuma.
Prinsip pengobatan
melalui pakan adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui pemberian pakan dan
membunuh organisme penyebab penyakit dengan obat yang sengaja dicampurkan ke
dalam pakan. Jenis obat yang umum
digunakan melalui pakan antara lain sulfamerazin, sulfadiazin, trisulfa, dan
teramisin. Dosis yang diberikan
tergantung pada jenis obat yang digunakan.
Satu gram sulfamerazin yang dicampurkan ke dalam 5 kg pakan sudah cukup
efektif untuk mengobati 30-50 kg ikan yang terserang penyakit. Lamanya pengobatan biasanya berlangsung secara
terus-menerus selama 5-10 hari.
5. PENYUNTIKAN
Pengobatan melalui
penyuntikan dilakukan untuk mengobati ikan yang terserang penyakit berupa
parasit. Tindakan pengobatan melalui
penyuntikan hanya efektif digunakan jika ikan yang terserang jumlahnya relatif
sedikit. Jika jumlahnya banyak, maka
dibutuhkan tenaga, waktu dan peralatan yang lebih banyak sehingga dianggap
kurang efisien.
Teknik
pengobatan ikan dengan cara penyuntikan biasanya dilakukan untuk induk
ikan. Penyuntikan dilakukan pada bagian
punggung ikan yang sakit, karena mudah dan resiko lebih kecil dibandingkan
dengan penyuntikan di bagian lainnya.
Penanganan terhadap ikan sakit
dapat dibagi atas 2 (dua) langkah yaitu :
1.
Berdasarkan tehnik budidaya yaitu berupa tindakan-tindakan
menghentikan pemberian pakan pada ikan, mengganti pakan dengan jenis lain,
mengelompokkan ikan menjadi kelompok yang kepadatan/densitasnya rendah, dan
bila tidak memungkinkan lagi maka ikan dapat dipanen daripada menjadi wabah
bagi ikan lainnya.
2.
Berdasarkan terapi kimia yaitu berupa pemeriksaan
kepekaan dari masing-masing obat yang telah dan akan digunakan, pemeriksaan
batas dosis yang aman untuk masingmasing obat agar tidak terjadi over dosis,
dan memperhatikan keterangan yang dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
Di bawah ini
diuraikan beberapa tindakan penanganan terhadap penyakit ikan antara lain untuk :
1. Penyakit Virus
: jika ikan terinfeksi virus
sangatlah sulit untuk diobati, Ada 2
(dua) tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab penyakit dari
lingkungan dan meningkatkan kekebalan ikan terhadap virus. Tindakan pencegahan pertama adalah dengan
melakukan desinfeksi semua wadah dan peralatan, seleksi induk dan telur bebas
virus. Berikutnya adalah melakukan upaya
meningkatkan kualitas telur, penggunaan vaksin dan immunostimulan atau
vitamin. Diantara tindakan penanganan
yang ada, vaksin merupakan tindakan pencegahan yang efektif untuk mengatasi
penyakit virus, walaupun untuk penyakit virus herpes koi belum
dikembangkan. Untuk pengendalian
penyakit virus pada udang, tidak ada jenis antibiotika dan kemoterapi lain yang dapat digunakan
untuk pengobatan penyakit virus.
Pencegahan lebih efektif untuk hal tersebut berupa penyediaan benih
bebas virus, pembersihan carrier (pembawa) di lingkungan tambak merupakan
alternatif yang paling berhasil untuk program pengendalian penyakit viral,
penjagaan kualitas lingkungan dan aplikasi immunostimulan dapat merangsang
sistem kekebalan non spesifik udang.
2. Penyakit Bakterial :
dapat diobati dengan antibiotika.
Tetapi penggunaan antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang
negatif. Pemilihan antibiotika yang
tepat adalah pekerjaan penting dalam mengatasi masalah infeksi bakteri. Pemilihan antibiotika dilakukan berdasarkan
hasil uji sensivitas obat. Antibiotika
dapat mengobati dengan cepat ikan yang terinfeksi bakteri, tetapi juga dapat
menghasilkan bakteri yang resisten terhadap antibiotika. Untuk itulah maka pengembangan vaksin sangat
penting artinya.
3.
Penyakit Jamur
: sampai sekarang belum dilakukan
tindakan penanganan untuk infeksi jamur pada hewan air. Jadi pencegahan merupakan tindakan yang dapat
dilakukan. Spora yang berenang di air
untuk menemukan inang menunjukkan sensitivitas terhadap beberapa zat kimia.
4. Penyakit Parasitik : umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan
zat kimia. Tetapi telur dan siste
memiliki resistensi terhadap zat kimia.
Berdasarkan keberadaan parasit maka pengobatan kedua harus dilakukan
setelah spora atau oncomiracidium menetas.
Untuk menentukan jadwal pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus
hidup parasit sangatlah penting.
BAB
VIII
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN
Penyakit pada
ikan merupakan gangguan pada fungsi atau struktur organ atau bagian tubuh
ikan. Penyakit pada ikan dapat muncul
akibat adanya faktor-faktor yang tidak sesuai dengan syarat hidup ikan. Umumnya, serangan penyakit pada ikan terjadi
akibat kelalaian manusia yang membiarkan kondisi yang tidak seimbang atau tidak
harmonis dalam hubungan mata rantai kehidupan ikan, parasit dan lingkungan.
Jika keadaan ini tidak mendapat perhatian serius maka akan mengganggu kesehatan
ikan. Ikan akan mudah terserang penyakit
dan mengakibatkan kematian. Kerugian
yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk kematian,
pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun. Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya
ikan akibat penyakit tidak hanya
disebabkan oleh faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang
sangat kompleks antara ikan budidaya (kualitas, stadia rawan), lingkungan
budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab penyakit serta kemampuan
dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri.
Pada intinya, kesehatan ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek
lingkungan telah terkontrol pula.
Ikan yang
pernah terserang penyakit dapat pula menjadi sumber penyakit karena fungsinya
menjadi agen (perantara) terhadap timbulnya penyakit baru di kemudian hari jika
tidak segera ditangani atau diobati secara tuntas.
Salah satu
kelompok penyebab penyakit pada ikan yang juga harus diwaspadai oleh petani
ikan dan hobiis (kolektor) ikan adalah kelompok non-infeksi. Kelompok ini
adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh bukan jasad hidup, antara lain
disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi,
variasi lingkungan (oksigen, suhu, ph,
salinitas, dsb), biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb), pollutan,
rendahnya mutu pakan dan lain-lain.
Penyakit
akibat lingkungan pada ikan sering
terjadi. Berdasarkan penyebabnya
dibedakan menjadi 3 golongan yaitu akibat faktor abiotik, faktor biotik dan
faktor penanganan (handling).
a. Faktor abiotik, seperti suhu/temperatur,
pH, dan kesadahan.
Suhu/temperatur
Ikan mempunyai tahap toleransi
yang maksimal dan minimal terhadap perubahan suhu. Jika terjadi perubahan suhu melebihi 5oC
secara mendadak, akan mempengaruhi keseimbangan regulasi sistem saraf dan
hormonal badan ikan yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan terhadap
sistem imunisasi.
Suhu yang tinggi di daerah
tropis merupakan masalah yang sering ditemukan, karena menyebabkan kurangnya
kelarutan oksigen dan meningkatnya pertambahan mikroorganisme di dalam sistem
akuatik. Suhu rendah menyebabkan kecepatan metabolisme turun dan nafsu makan
ikan menurun. Suhu dingin di bawah suhu
optimum akan berpengaruh pada tingkat
kekebalan tubuh ikan, sementara itu sedangkan suhu optimum berbeda-beda
bagi masing-masing jenis ikan. ’Heat stress’ menyebabkan kadar metabolisme
badan ikan meningkat, akibatnya ikan mengalami penurunan selera makan dan mudah
terjangkit penyakit akibat kurangnya ketahanan melawan penyakit.
Cahaya dan Kelarutan Oksigen
Cahaya diperlukan untuk proses
fotosintesis dan fotosintesis akan meningkatkan kelarutan oksigen di dalam
sistem akuatik. Banyak faktor yang berpengaruh dalam proses ini akan menyebabkan
menurunnya kadar oksigen di dalam air.
CO2
+ 2 H2X ----------- tenaga
cahaya ----------- [CH2O] + H2O + 2X
6CO2
+ 6H2O ----------- tenaga cahaya ----------- C6H12O6
+ 6O2
Tahap kebutuhan oksigen terlarut
untuk ikan adalah antara 4 - 10 ppm.
Ikan dapat hidup di bawah 4 ppm, tetapi kadar oksigen yang rendah akan
mempengaruhi kadar tumbuh besar ikan secara keseluruhan.
pH
Bagi ikan, pH air yang dibutuhkan
akan bervariasi tergantung jenisnya . Pada umumnya ikan akan toleran terhadap
range pH tertentu misalnya untuk ikan
hias jenis Mas Koi dan Mas koki antara 6.2 - 9.2. Keberadaan pH air yang ekstrim dibawah atau
diatas pH optimum akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan ikan.
Efek langsung dari pH rendah dan
yang terlalu tinggi adalah berupa kerusakan sel epitel baik kulit maupun
insang, karena akan mengganggu pada proses penyerapan oksigen terutama bagi
ikan yang bernafas menggunakan insang.
Kesadahan
Kesadahan pada lingkungan petani
ikan dikenal dengan istilah air lunak dan air yang keras. Nilai kesadahan pada
air biasanya ditentukan dengan kandungan kalsium karbonat atau magnesium.
Tingkatan nilai kesadahan untuk air dapat dibedakan menjadi air yang lunak (air
dengan kesadahan rendah), air yang sedang dan air yang keras (kesadahan tinggi)
dan sangat keras. Pada Tabel 6 di bawah
ini dapat dilihat tingkat kesadahan air berdasarkan jumlah kandungan kalsium
karbonat.
Tabel 6. Tingkat
kesadahan air berdasarkan pada jumlah kandungan kalsium karbonat
Tingkat kesadahan
|
Kandungan kalsium
karbonat
|
Nilai kesadahan (dCHo)
|
Lunak (rendah)
Sedang
Keras (tinggi)
Sangat keras
|
0-50
50-150
150-100
> 300
|
0-3.5
3.5-10
10.5-21
>21
|
Tiap jenis ikan terutama ikan
hias memerlukan kesadahan air yang tidak sama, misalnya ikan neon tetra
memerlukan kesadahan air yang rendah jika dibandingkan dengan ikan hias dari
golongan siklid lainnya.
Pencemaran
Bahan cemaran berasal dari
sumber air pada usaha budidaya ikan, yang menggunakan sumber air dari sungai
atau perairan umum lainnya.
Bahan cemaran berasal dari
limbah domestik, aliran darat yang dibawa oleh hujan maupun limbah industri berupa bahan beracun
dan logam berat. Bahan cemaran tersebut secara langsung dapat mematikan atau
bisa juga melemahkan ikan.
Oksigen terlarut akan berkurang
dikarenakan proses pembongkaran bahan organik
dari bahan cemaran oleh bakteria.
Proses ini juga akan meningkatkan populasi bakteri disamping
meningkatkan kandungan sistem akuatik. Bahan cemaran dengan konsentrasi rendah
yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan menimbulkan efek yang tidak
mematikan ikan tetapi mengganggu proses kehidupan ikan (sublethal) dan hal ini
akan mengganggu kesehatan ikan. Pada kondisi demikian ikan akan mudah
terinfeksi oleh segala macam penyakit misalnya penyakit akibat infeksi jamur
dan bakteri.
b.
Faktor Biotik
Adanya nutrien yang tinggi dari
kondisi di atas akan mengakibatkan ‘alga bloom’, yang akan menurunkan kandungan
oksigen, meingkatkan karbondioksida dan pH air melalui proses dekomposisi. Algae yang menutupi permukaan air,
menghalangi cahaya yang masuk dan akan mengganggu proses pernafasan ikan.
Sementara itu algae yang tumbuh di dalam air berpengaruh terhadap pergerakan
ikan karena akan terperangkap oleh algae. Selain itu algae sel tunggal berupa
filament, dapat masuk ke dalam lembar insang dan mengganggu proses pernafasan
ikan, sehingga ikan lama kelamaan akan mengalami kekurangan oksigen.
Beberapa algae yang biasanya
tumbuh berlebih (blooming) akan berpengaruh pada pengurangan kandungan oksigen
dalam air baik dari aktivitas fotosintesa terutama pada waktu malam hari.
Akibat dari aktivitas pembusukan algae akan menimbulkan bahan beracun seperti
ammoniak. Selain itu beberapa algae akan bersifat racun bagi ikan misalnya dari
jenis Mycrocystis aeruginosa.
c.
Faktor Penanganan (Handling)
Beberapa faktor penanganan ikan
perlu diperhatikan adalah : pemberian pakan yang tidak seimbang, penanganan
ikan secara kasar dan jumlah padat tebar terlalu tinggi.
Pemberian pakan yang tidak seimbang
Pemberian pakan secara
berlebihan perlu dihindari, karena pakan yang berlebih akan jatuh ke dasar
perairan menjadi substrat pertumbuhan bakteri.
Selain dari itu, bahan organik menyebabkan proses perombakan dan
selanjutnya akan meningkatkan persaingan terhadap penggunaan oksigen.
Penanganan ikan secara kasar
Pada saat ikan dijadikan sampel
pemeriksaan penyakit, tindakan penanganan ikan secara kasar dapat menyebabkan
cidera pada ikan. Masalah penyakit
akibat bakteri dan jamur merupakan masalah utama yang sering dihadapi akibat
penanganan ikan secara kasar.
Jumlah padat tebar terlalu tinggi
Kepadatan ikan yang terlalu
tinggi menyebabkan ikan saling berebut oksigen.
Kekurangan oksigen akan menyebabkan ikan stres dan daya tahan tubuhnya
menurun sehingga mudah dihinggapi penyakit.
Bagi ikan berduri, badannya akan mudah mendapat luka sehingga penyakit
akan mudah menular dari satu ikan ke ikan lainnya.
Kondisi padat juga akan
menyebabkan terjadi ‘krisis sosial’ di mana ikan yang besar akan mendominasi
ikan kecil, akibatnya proses tumbuhbesar ikan akan terhambat sehingga ukuran
ikan menjadi tidak seragam.
BAB
IX
PENYAKIT
NON INFEKSI PADA IKAN (PENYAKIT NUTRISI)
Seperti halnya
manusia, ikan memerlukan nutrisi yang baik, agar bisa hidup dengan sehat. Oleh
karena itu ikan perlu diberi makan dengan makanan yang mengandung kadar nutrisi
yang memadai. Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat,
lemak, mineral, dan vitamin.
Pakan ikan
harus mengandung cukup protein, karena protein yang dibutuhkan oleh ikan
relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan tubuh ikan
terhadap penyakit dan pertumbuhan ikanpun akan terganggu.
Kekurangan
vitamin pada ikan mengakibatkan kelainan-kelainan pada tubuh ikan baik kelainan
bentuk tubuh ataupun kelainan fungsi faal (fisiologi). Contohnya ikan yang
:
1. Kekurangan
vitamin A mengakibatkan pada pertumbuhan yang lambat, kornea mata menjadi lunak,
mata menonjol dan mengakibatkan kebutaan, pendarahan pada kulit dan ginjal.
2. Ikan
yang kekurangan vitamin B1 (Thiamin)
menunjukkan gejala : ikan lemah dan kehilangan nafsu makan, timbulnya
pendarahan atau penyumbatan pembuluh darah, abnormalitas gerakan seperti
kehilangan keseimbangan, dan warna kulit ikan menjadi pucat.
3. Kekurangan
vitamin B2 (Riboflavin) menunjukkan gejala: mata ikan keruh dan pendarahan pada
okuler mata, akibatnya ikan lama kelamaan akan mengalami kebutaan, kulit
berwarna gelap, nafsu makan hilang, pertumbuhan lamban dan timbulnya pendarahan pada kulit dan sirip.
4. Ikan
yang mengalami kekurangan vitamin B6 (Pyridoxine) akan menyebabkan frekuensi
pernafasan meningkat, ikan kehilangan nafsu makan, ikan lama kelamaan akan
mengalami kekurangan darah.
5. Vitamin
C sangat berperan di dalam pembentukan kekebalan tubuh, karena itu kekurangan
vitamin C yang berlangsung dalam periode lama akan mengakibatkan menurunnya
daya tahan tubuh. Kekurangan vitamin C
pada ikan akan menunjukkan gejala ikan berwarna lebih gelap, pendarahan terjadi
pada kulit, hati dan ginjal. Kekurangan
vitamin C juga akan menyebabkan terjadinya kelainan pada tulang belakang yaitu
bengkok arah samping (Scoliosis) dan bengkok arah atas dan bawah (Lordosis).
Pada Tabel 7 di bawah ini dapat dilihat beberapa contoh
kelainan pada tubuh ikan akibat dari kekurangan nutrisi tertentu.
Tabel
7. Beberapa contoh kelainan pada ikan sebagai kekurangan jenis nutrisi
tertentu
Gejala Kekurangan
|
Nutrisi
|
Anemia
|
Folic Acid, Inositol, Niacin, Pyrodoxine, Rancid Fat,
Riboflavin, Vitamin B12, Vitamin C, Vitamin E, Vitamin K.
|
Anorexia
|
Biotin,
Folic Acid, Inositol, Niacin, panthothenic Acid, Pyrodoxine, Riboflavin,
Thiamin, Vitamin A, Vitamin B12, Vitamin C
|
Acites
|
Vitamin A, Vitamin C,
Vitamin E,
|
Ataxia
|
Pyrodoxine, Pantothenic
acid, Riboflavin
|
Atrophy of Gills
|
Panthothenic Acid
|
Atrophy of Muscle
|
Biotin, Thiamin
|
Caclinosis : renal
|
Magnesium
|
Cartilage abnormality
|
Vitamin C, Tryptophan
|
Cataracts
|
Methionine, Riboflavin,
Thiamin, Zinc
|
Ceroid liver
|
Rancid Fat, Vitamin E
|
Cloudy lens
|
Methionine, Riboflavin,
Zinc
|
Clubbed gills
|
Pantothenic Acid
|
Clotting blood; slow
|
Vitamin K
|
Colouration: dark skin
|
Biotin, Folic Acid,
Pyrodoxine Riboflavin
|
Convulsions
|
Biotin, Pyrodoxine, Thiamin
|
Discolouration of skin
|
Fatty Acids, Thiamin
|
Deformations ; bone
|
Phosphorous
|
Deformations ; lenss
|
Vitamin A
|
Degenerations of
gills
|
Biotin
|
Dermatitis
|
Pantothenis Acid
|
Diathesis, exudative
|
Selenium
|
Distended stomach
|
Inositol
|
Distended swimblandder
|
Pantothenis Acid
|
Dystrophy, muscular
|
Selenium, Vitamin E
|
Untuk
menanggulangi akibat kekurangan vitamin maka tentu saja kita harus melengkapi
atau menambahkan beberapa vitamin pada pakan ikan.
BAB
X
PENYAKIT
NON INFEKSI PADA IKAN (PENYAKIT GENETIK)
Faktor genetik berpengaruh langsung pada
bentuk fisik ikan dan keadaan ini tidak akan bisa diobati dengan menggunakan
obat antibiotik ataupun jenis yang lainnya.
Perkawinan kekerabatan pada ikan akan
dapat menimbulkan masalah pada penurunan daya tahan tubuh ikan tersebut
terhadap infeksi suatu penyakit, karena perkawinan kekerabatan akan
mengakibatkan miskinnya variasi genetik dalam tubuh ikan itu sendiri. Kelainan lain yang sering ditemukan pada ikan
hasil perkawinan kekerabatan adalah tutup insang tidak tertutup dengan
sempurna. Hal tersebut akan mengganggu proses pernafasan ikan sehingga lama
kelamaan ikan akan mengalami kekurangan darah. Ini disebabkan rusaknya sistem
pembuat darah akibat dari minimnya oksigen yang
dipasok pada jaringan pembuat darah.
Pencegahan
penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit non infeksi adalah sebagai berikut :
1.
Lingkungan, terutama sifat fisika, kimia dan biologi
perairan akan sangat mempengaruhi
keseimbangan antara ikan sebagai inang dan organisme penyebab penyakit. Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya
tahan ikan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah
stress dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit non parasit.
2.
Kepadatan ikan yang seimbang karena jika kepadatan ikan
melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan menimbulkan persaingan
antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti
amoniak akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stress dan merupakan penyebab
timbulnya penyakit.
3.
Pakan yang seimbang karena pemberian pakan yang kurang
bermutu dapat menyebabkan kekurangan vitamin sehingga akan diikuti oleh
pertumbuhan yang lambat atau menurunnya daya tahan ikan dan memudahkannya untuk
diserang penyakit. Disamping itu juga
tingkat pemberian pakan dan kualitas pakan juga akan mempengaruhi sistem
kekebalan.
Untuk tindakan pengobatan penyakit non
infeksi dapat dilakukan dengan perendaman, penyemprotan dengan tekanan tinggi,
melalui pakan dan melalui suntikan menggunakan antibiotika.
DAFTAR PUSTAKA
Afriantono,
E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.
Kanisius, Yogyakarta.
Dailami. D, A.S. 2002. Agar Ikan
Sehat. Swadaya . Jakarta.
Effendi Irzal. 2004. Pengantar Aquakulture. Swadaya.
Jakarta
Lesmana, Darti. S, 2003. Mencegah
dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Penebar Swadaya.
Maloedyn.,S., 2001. Mengatasi Penyakit Hama Pada Ikan Hias.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
http: // www.fri.gov.my/ppat/culture/ diesease.
0 comments:
Post a Comment