Jaring kejer adalah
salah satu alat tangkap yang berbentuk empat persegi panjang dan digunakan
untuk menangkap rajungan (Portunnus sp)
di perairan pantai. Menurut Martasuganda (2002), jaring kejer adalah alat
tangkap yang juga disebut dengan jaring insang satu lembar atau dalam bahasa
asingnya disebut dengan “Gillnet ”.
Martasuganda (2002)
menyebutkan bahwa jaring insang yang ada di Indonesia terdiri dari jaring
insang satu lembar atau single gillnet,
jaring insang dua lembar atau double
gillnet dan jaring insang tiga lembar atau
trammel net . Penamaan dari ketiga jenis jaring ini bisa berbeda menurut
daerah atau penamaannya
disesuaikan dengan nama
ikan yang akan
dijadikan target tangkapan.
Menurut Ayodhyoa
(1981), pada umumnya yang dimaksud dengan
gillnet adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai
mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek
jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan
dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring.
Pengertian jaring
insang (gillnet ) ialah suatu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang
dilengkapi dengan pelampung, pemberat, ris atas, ris bawah (kadang tanpa ris
bawah : sebagian dari jaring udang barong). Besar mata jaring bervariasi
disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap (ikan, udang). Ikan yang
tertangkap itu karena terjerat (gilled), pada bagian belakang lubang penutup
insang (operculum) atau kurang lebih demikian, terbelit atau terpuntal
(entangled) pada mata jaring
terdiri dari satu
lapis (gillnet), dua lapis, maupun tiga lapis (jaring
kantong/ciker/tilek, “trammel net ”). Jaring ini terdiri dari satuan-satuan
jaring yang biasa
disebut tinting (pis).
Dalam operasi penangkapan
biasanya terdiri dari beberapa tinting yang digabung menjadi satu
sehingga merupakan satu perangkat (unit) yang panjang (300-500 m), tergantung
dari banyaknya tinting yang akan dioperasikan. Jaring insang termasuk alat
tangkap selektif, besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang
akan ditangkap (Subani dan Barus, 1998).
Berdasarkan klasifikasi
alat penangkapan ikan, jaring kejer diklasifikasikan kedalam kelompok jaring
insang tetap, yaitu jaring dasar. Secara umum jaring insang tetap termasuk
kedalam alat jaring insang atau gillnet.
Jaring kejer yang digunakan nelayan untuk menangkap rajungan termasuk kedalam
golongan jaring puntal atau tangle net karena rajungan yang merupakan sasaran utama
penangkapanya tertangkap dengan cara terpuntal atau terbelit bagian tubuhnya
pada badan jaring atau entangled
(Muslim, 2000). Menurut von Brandt (1984), jaring kejer termasuk kelompok alat
tangkap tangle net , atau lebih spesifik single- walled tangle net, karena
rajungan yang merupakan sasaran utama penangkapanya tertangkap dengan cara
terpuntal (entangled) bagian tubuhnya pada badan jaring. Martasuganda (2002),
menyatakan bahwa jumlah
pis disesuaikan dengan besar
kapal, modal dan kemampuan nelayan yang mengoperasikannya, tetapi umumnya
memakai 10-20 pis. Penurunan jaring (setting) dilakukan setelah matahari
terbenam dengan cara diset me netap di dasar perairan selama 10-12 jam.
Secara umum konstruksi
jaring kejer ini terdiri dari badan jaring (webbing), tali ris atas atau bawah,
pelampung (float), tali pelampung (float line), pemberat (sinker), tali
pemberat (sinker line), tali selambar, pelampung tanda, dan pemberat tambahan
(Wawancara dengan nelayan Gebang Kabupaten Cirebon, 2006).
Badan jaring
terbuat dari PA Monofilament
berwarna transparan dengan nomor benang 20, ukuran mata jaring (mesh
size) 3-3,5 inci dan jumlah mata ke arah tinggi jaring 6-7 mata. Perahu yang
digunakan outboard engine berkekuatan
11-13,5 PK dengan bahan
bakar solar. Nelayan jaring kejer berjumlah 2-3 orang yaitu terdiri
dari 1 orang
sebagai juri mudi dan 1-2
orang sebagai petawur.
Konstruksi dari jaring
kejer menurut Martasuganda (2002), hanya terdiri dari satu lembar
jaring (badan jaring)
dimana ukuran matanya
adalah sama. Pada bagian bawah dilengkapi dengan pemberat.
1. Badan Jaring
Badan PA Monofilament
d.02 mm, besar mata jaring (mesh size) 8,89 cm (3,5 inci), jumlah mata ke arah
tinggi jaring 6-7 mata dan jumlah mata dalam satu meter ke arah panjang jaring
16,5 mata.
2. Panjang Jaring
Panjang jaring dalam
satu tinting (pis) untuk bagian tali ris atas adalah 40-50 m dan untuk bagian
tali ris bawah adalah 42-52 m.
Metode Pengoperasian
Jaring Kejer
Jaring kejer dalam
pengoperasiannya dibawah (diset) di dasar perairan, yang sasaran utama penangkapan
adalah rajungan dan ikan- ikan dasar. Cara pengoperasian jaring kejer ini
disamping didirikan secara tegak lurus atau kurang lebih demikian
dapat juga diatur
begitu rupa yang
seakan-akan menutup permukaan
dasar atau dihamparkan pada dasar perairan (Subani dan Barus, 1998).
Pemasangan jaring kejer
secara umum adalah dipasang melintang terhadap arah arus dengan tujuan
menghadang arah ikan dan diharapkan ikan- ikan tersebut menabrak jaring serta
tejerat dan terpuntal atau entangled pada tubuh jaring. Oleh karena itu, warna jaring
sebaiknya disesuaikan denga n warna perairan tempat jaring kejer
dioperasikan (Sadhori,1985). Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa warna jaring di
dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman dari perairan,
tranparansi, sinar matahari, sinar bulan dan lain- lain. Selain itu setiap warna
memiliki derajat terlihat atau visibilitas yang berbeda bagi ikan, yang dapat
menjadikan jaring seperti suatu benda penghalang atau penghadang. Dengan
demikian, kemungkinan terlihatnya jaring pada siang
hari lebih besar dibandingkan pada malam hari, sehingga sebaiknya warna jaring
tidak kontras terhadap warna air maupun warna dasar perairan.
Penelitian-Penelitian
Tentang Jaring Kejer
Penelitian sebelumnya
(Muslim (2000), Nurhakim (2001), Gardenia (2002), Effendie (2002), Miskiya (2003),
Suadela (2004), Ansharullah (2004), Firmansyah (2004) dan Setiyawan (2004))
sudah mendeskripsikan data ukuran rajungan yang tertangkap, yaitu lebar karapas
dan panjang karapas pada masing- masing penelitian
Deskripsi Bubu Lipat
(Wadong)
Bubu adalah perangkap
yang digunakan untuk menangkap ikan, bubu mempunyai pintu dan badan yang
dirancang sedemikian rupa sehingga bila ikan masuk ke bubu melalui pintu
tersebut tidak akan dapat keluar lagi. Alat tangkap bubu dapat dipergunakan
untuk menangkap ikan demersal dan pelagis di perairan teritorial Indonesia dan
perairan ZEEI Samudera Hindia dan ZEEI Samudera Pasifik. Ikan- ikan yang
tertangkap pada operasi alat tangkap bubu ini adalah jenis-jenis ikan demersal (bubu
dasar), dan ikan-ikan pelagis (bubu apung/hanyut)
(Direktorat Sarana Perikanan Tangkap, 2003).
Menurut (Subani dan
Barus, 1998), bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal di
kalangan nelayan, variasi bentuknya
banyak sekali, hampir
setiap daerah perikanan mempunyai model dan bentuk sendiri. Bentuk bubu
ada yang seperti : sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga
memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain- lainnya.
Perangkap adalah alat
tangkap yang umumnya berbentuk kurungan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa
adanya paksaan, tetapi ikan tersebut akan sukar keluar karena terhalang oleh
pintu masuknya yang berbentuk corong (non-return device) (von Brandt, 1984).
Bub u adalah alat
tangkap yang cara pengoperasiannya bersifat pasif, yaitu dengan cara menarik
perhatian ikan agar masuk kedalamnya. Prinsip penangkapan ikan mengunakan bubu
adalah membuat ikan dapat masuk dan tidak dapat keluar dari bubu (Sainsbury,
1996).
Menurut Martasuganda
(2003), bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segiempat,
trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang atau
bentuk lainnya, bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan yang akan
dijadikan target tangkapan, tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama,
terkadang bentuk bubu
yang dipakai bisa
juga berbeda tergantung pada
kebiasaan atau pengetahuan nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat
tangkap yang terbuat dari jaring seperti pukat cincin, trawl, jaring insang,
set net dan
alat tangkap lainnya.
Bentuk bubu tidak
ada keseragaman diantara nelayan di satu daerah dengan nelayan di daerah
lainnya termasuk bubu di satu negara dengan negara lainnya.
Alat tangkap
ini dibuat dalam
bentuk empat persegi
panjang, biasanya dilengkapi
dengan suatu katup yang didesain agar ikan mudah untuk masuk, tetapi sulit
keluar. Pada umumnya bubu dibuat dari bahan bambu yang dianyam, tetapi pada
saat ini sering digunakan bahan jaring. Bubu dapat digunakan dengan atau tanpa umpan (Umali dan Warfel,
1949).
Secara garis besar
komponen bubu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : badan (body), mulut (funnel)
dan pintu. Bubu biasa terbuat dari bahan anyaman bambu, anyaman rotan,
atau anyaman kawat.
Bentuk bubu sangat bervariasi, hampir setiap daerah di
Indonesia memiliki bentuk sendiri-sendiri (Subani dan Barus, 1998).
Konstruksi atau
struktur alat tangkap
bubu menurut Direktorat
Sarana Perikanan Tangkap (2003), terdiri atas :
1. Rangka besi atau bahan lainnya yang d
ibentuk sedemikian rupa sesuai dengan bentuk bubu yang digunakan (kotak
persegi, kotak empat persegi panjang, oval, silinder, bulat dan lain- lain).
2. Mulut atau jendela adalah tempat
masuknya ikan kedalam bubu yang diberi
corong jaring, sehingga
bila ikan masuk kedalamnya tidak dapat keluar lagi.
3. Net webbing adalah jaring multifilament dari
bahan PA yang berfungsi sebagai pembungkus (pembentuk) dari
rangka sehingga rangka
tersebut berbentuk bubu yang
diinginkan.
4. Tali
penarik adalah tali
PE yang diikatkan
pada bagian atas
bubu yang
berfungsi untuk
menaikkan dan menurunkan bubu ke dalam air.
Menurut Martasuganda
(2003), memberikan penjelasan bahwa secara umum konstruksi bubu terdiri dari
rangka, badan dan pintu masuk, kemudian ada juga yang dilengkapi dengan
pintu untuk mengambil
hasil tangkapan dan
kantung umpan sebagai tempat untuk menyimpan umpan. Rangka bubu ada yang
tersebut dari lempengan besi,
besi behel, bambu,
kayu atau bahan
lainnya. Sedangkan badan bubu ada
yang terbuat dari anyaman kawat, jaring, waring, anyaman bambu atau bahan
lainnya yang bisa
dijadikan sebagai badan
bubu. Untuk kantung umpan kebanyakan bahannya memakai
kawat kasa. Selain itu, ada juga jenis bubu yang bahannya memakai bekas cangkang
kerang, keramik, potongan bambu atau potongan paralon.
Alasan utama dari
pemakaian bubu di suatu daerah penangkapan. Menurut Martasuganda (2003) adalah kemungkinan disebabkan karena beberapa pertimbangan seperti :
1. Adanya larangan mengoperasikan alat tangkap
selain bubu
2. Topografi daerah penangkapan yang tidak
mendukung
3. Kedalaman daerah penangkapan yang tidak
memungkinkan alat tangkap lain untuk dioperasikan
4. Biaya pembuatan alat tangkap murah
5. Pembuatan dan pengoperasian alat tangkap
tergolong mudah
6. Hasil tangkapan dalam keadaan hidup
7. Kualitas hasil tangkapan bagus
8. Hasil tangkapan umumnya bernilai ekonomis
tinggi dan
9. Pertimbangan lainnya
Berdasarkan cara
pengoperasiannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu bubu dasar
atau ground fishpot, bubu apung atau floating fishpot dan bubu hanyut atau
drifting fishpot (Subani dan Barus, 1998). Bubu dasar dapat dioperasikan dengan
dua cara, yaitu dipasang secara terpisah, setiap satu bubu dengan bubu satu
tali pelampung atau single trap; dan
beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan tali utama, disebut
mainline traps.
Salah satu masalah yang
dihadapi oleh perikanan bubu antara lain
ghost fishing. Hal ini dapat terjadi ketika bubu tertinggal pada suatu
perairan. Bubu yang tertinggal tersebut
masih dapat berfungsi sebagai pemikat ikan atau udang. Ikan yang tertangkap
akan mati dengan sendirinya menjadi umpan ikan yang lebih besar lagi. Bila hal
ini terjadi terus, produktivitas perikanan di perairan tersebut berkurang.
Menurut Martasuganda (2003), kejadian ghost
fishing bisa dicegah sekecil mungkin dengan cara yaitu, pada waktu
penyambungan tali temali dikerjakan
seteliti mungkin dan
sebaik mungkin untuk
mencegah pemotongan dari tangan
usil dan terpotong secara tidak sengaja oleh baling-baling kapal lain, jumlah
pemakaian bubu dibatasi agar mencegah banyak bubu yang hilang, bubu memakai
bahan tertentu (bahan organik) dan tidak memakai bahan plastik atau metal.
Bubu lipat yang
digunakan oleh nelayan Gebang Mekar dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Ukuran bubu lipat (wadong) yang biasa digunakan untuk lama waktu 3 hari dalam 1
kali trip adalah P x L x T = 52 cm x 33 cm x 20 cm.
Metode Pengoperasian
Bubu Lipat (Wadong)
Metode pengoperasian
untuk semua jenis bubu menurut Martasuganda (2003), pada umumnya hampir sama
yaitu disamping di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan
banyak hidup ikan
(ikan dasar, rajungan,
udang, keong, lindung,
cumi-cumi, gurita atau
habitat perairan lainnya
yang bisa ditangkap dengan bubu) yang akan dijadikan
target tangkapan. Pemasangan bubu ada yang dipasang satu demi satu (pemasangan
sistem tunggal), ada juga yang dipasang secara
berantai (pemasangan sistem
rawai). Waktu pemasangan
“setting” dan pengangkatan “hauling ” ada yang dilakukan pada waktu pagi
hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari
tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya. Lama
perendaman bubu di
perairan ada yang
hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga yang
direndam sampai 3 hari tiga malam dan bahkan ada yang direndam sampai 7 hari 7
malam.
Subani dan Barus (1998), menyatakan bahwa dalam operasional penangkapannya bisa tunggal
(umumnya bubu ukuran besar), bisa ganda (umumnya untuk bubu ukuran kecil atau
sedang) yang dalam pengoperasiannya dirangkai dengan tali panjang yang pada
jarak tertentu diikatkan bubu tersebut. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya
dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan, untuk
memudahkan mengetahui tempat- tempat dimana bubu dipasang, maka dilengkapi dengan
pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut.
Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2-3 hari setelah bubu dipasang, kadang
bahkan beberapa hari setelah dipasang.
Bubu lipat (wadong)
yang dioperasikan oleh nelayan Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, rata-rata
lamanya perendaman bubu di perairan berkisar 3-5 jam dengan pemasangan berantai
(sistem rawai). Jenis umpan yang dipakai adalah ikan petek dan ikan rucah
dengan ukuran 5 cm (Wawancara nelayan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, 2006).
Alat tangkap bubu
sifatnya pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan yang akan
dijadikan target tangkapan mau memasuki bubu. Jenis umpan yang dipakai sangat
beraneka ragam ada yang memakai umpan hidup, ikan rucah atau jenis umpan lainnya.
Penempatan umpan didalam bubu pada umumnya diletakkan di tengah-tengah bubu
baik di bagian bawah, tengah atau di bagian atas dari bubu dengan cara diikat
atau digantung dengan atau tanpa pembungkus umpan (Martasuganda, 2003).
Monintja dan
Martasuganda (1990) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan
karang dan udang terperangkap ke dalam bubu yaitu karena tertarik oleh bau
umpan, untuk tempat istirahat sewaktu ikan bermigrasi, karena sifat thigmotaxis
dari ikan itu sendiri. Sifat thigmotaxis adalah
sifat ikan yang selalu ingin mengetahui suatu benda asing yang ada di
sekitarnya, sehingga cenderung
untuk menyentuhkan diri
pada benda tersebut. Sedangkan menurut Larger et al.
(1977), reaksi ikan mendekati bubu disebabkan oleh respon ikan tersebut untuk
mencari tempat berlindung.
Menurut IMA (2001)
diacu dalam Widyaningsih (2004), untuk mengetahui berapa ikan yang telah
terperangkap, nelayan harus mengangkat bubu ke permukaan atau nelayan menyelam.
Keuntungan bubu adalah ikan tertangkap hidup- hidup dan hanya ikan- ikan jenis
tertentu saja yang tertangkap (tergantung besar pintu dan ukuran mata jaring).
Menurut Tiyosa (1979),
fluktuasi hasil tangkapan bubu terjadi karena :
2. Keragaman ikan di dalam populasi;
3. Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan
bubu, karena alat tangkap jenis ini bersifat pasif dan menetap.
Teknologi Penangkap Rajungan Ramah Lingkungan
ReplyDeleteIndonesia memiliki Teknologi Penangkap Rajungan Ramah Lingkungan
Dari Cirebon untuk Indonesia memperkenalkan teknologi penangkapan Rajungan ramah lingkungan, disebut bubu, wadong, bintur kepada nelayan dari sabang sampai merauke untuk mengatasi ancaman ekspoitasi perikanan di laut Indonesia
Teknologi bubu ini telah diterapkan di pantai utara jawa yang hasilnya sangat memuaskan, adanya jaring bubu banyak sektor-sektor lain sebagai pendukung dari mulai ikan untuk umpan, iindustri es batu dan lain sebainya selain juga ramah lingkungan jaring bubu produksi eka plastik telah berhasil meningkatkan penghasilan nelayan baik yang besar, sedang dan kecil imbas nya pada kesejahteraan para nelayan dan pendapatan negara melalui peningkatan ekspor hasil laut sebesar 2,47 Triliun dari sektor ini ditahun 2012 terus meningkat dari tahun ke tahun sebelumnya
bubu wadong merupakan alat tangkap yang pengoperasiannya mirip dengan perangkap. Bubu yang terbuat dari besi kawat galvanis untuk rangkanya, dilapisi jaring pe, disulam dengan benang d6 biasanya digunakan nelayan tradisional.
Bubu wadong dapat dipasang sampai kedalaman lebih dari 40 meter sedangkan perangkap tradisional hanya mencapai kedalaman tiga meter.
Selain ramah lingkungan karena perairan pantai tetap terjaga, jarring bubu juga menciptakan kerjasama antar nelayan sehingga mengurangi konflik yang timbul akibat perebutan wilayah penangkapan.
Perekonomian nelayan juga meningkat karena hasil tangkapan yang diperoleh dalam kondisi segar dan dapat dijual dengan harga tinggi, Cara kerja jaring bubu, menurutnya sangat mudah karena nelayan hanya menaruh umpan ditempat pengait lalu dikancing, jaring bubu dimasukan ke laut dan rajungan pun masuk ke perangkap, sehingga Rajungan dalam kondisi segar dapat dipanen setiap hari.
penangkapan Rajungan yang dilakukan nelayan tradisional dengan menggunakan berbagai alat tangkap dapat mengakibatkan penurunan stok Rajungan Jumbo dan degradasi lingkungan.
Di Wilayah Jawa saat ini telah terpasang 30 ribu/bulan Jaring Bubu di sepanjang pantai Utara Jawa dan produksi Rajunganya memberi kontribusi terbesar.
Jaring bubu wadong sendiri diproduksi oleh Eka plastik bubu sebuah kelompok usaha nelayan yang bisa memproduksi jaring bubu hingga 100 ribu /bulan karena mutu dan kualitas sudah teruji di laut serta ukuran yang flexsibel tergantung dari situasi laut itu sendiri dan EKA plastik bercita-cita jaring bubu produksi bisa diekspor ke berbagai Negara didunia sehingga bisa dinikmati oleh nelayan di seluruh dunia.
untuk info dan pemesanan
EKA plastik
Jl. Puri Langgeng IX No.13 Cirebon Jawabarat - Indonesia
Telp. (0231) 3890607
Hp. 08115007600 - 0817260782
https://www.facebook.com/jaring.bubu.eka.plastik
https://sumberdayalaut.blogspot.com/
jual jaring rajungan
ReplyDeleteJual jaring Kepiting Hub 082390520337
ReplyDeleteProduksi bubu rajungan untuk di jual hub.085328358001
ReplyDeleteWww.buburajungankepiting.blogspot.com
Produksi bubu rajungan untuk di jual hub.085328358001
ReplyDeleteWww.buburajungankepiting.blogspot.com
nelayantradsonal.blogspot.com
ReplyDelete