Karbohidrat adalah kelompok nutrien
yang penting dalam susunan makanan, sebagai sumber kalori. Sumber karbohidrat
diantaranya gula pasir, buah-buahan, madu, sayuran, susu, dan produk olahannya.
Makanan yang berasal dari hewan, misalnya daging atau ikan mengandung sangat
sedikit karbohidrat kecuali sejumlah kecil glikogen. Bahan-bahan makanan di
atas tidak dapat diserap dalam bentuk alami melalui mukosa saluran pencernaan
dan karena alasan ini, bahan-bahan tersebut tidak berguna sebagai zat nutrisi
tanpa proses pencernaan, baik pencernaan mekanik maupun pencernaan kimiawi.
Proses pencernaan kimiawi sesungguhnya sangat sederhana, karena pada ketiga
jenis zat makanan utama (karbohidrat, protein, dan lemak) terjadi proses
hidrolisis dasar yang sama (Guyton, 1997).
Pada sebagian vertebrata, khususnya
mamalia, pencernaan makanan secara kimiawi mulai terjadi di rongga mulut dimana
yang dicerna pertama kali adalah karbohidrat. Kemudian hasil hidrolisis
karbohidrat akan menuju ususs halus untuk dicerna menjadi molekul yang lebih
sederhana lagi. Usus halus merupakan tempat terjadinya absorbsi makanan, karena
itulah dapat dikatakan bahwa sebenarnya pencernaan makanan secara kimiawi
berpusat di usus halus (intestinum), terutama pada spesies ikan. Hal tersebut
dikarenakan proses pencernaan kimiawi pada ikan baru di mulai di bagian ususnya
karena rongga mulut ikan tidak memilki kelenjar saliva yang mampu menghasilkan
amilase saliva. Karena itulah dilakukan percobaan ini dimana tujuannya adalah
menganalisis enzim pencernaan makanan yang terdapat di usus ikan, khususnya
ikan mas (Cyprinus carpio) serta menguji fungsi empedu dalam sistem pencernaan.
Permasalahan yang timbul pada
percobaan ini adalah bagaimana mengetahui macam-macam enzim pencernaan paa usus
ikan mas (Cyprinus carpio) serta bagaimana mengetahui fungsi empedu bagi sistem
pencernaan.
Sistem pencernaan merupakan suatu
proses pemecahan senyawa kompleks menjadi suatu molekul yang lebih sederhana.
Praktikum sistem pencernaan kali ini lebih menekankan pada analisis enzim pada
usus ikan mas (Cyprinus carpio) dimana tujuannya adalah untuk mengetahui
macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan serta
mengetahui fungsi empedu dalam proses pencernaan makanan.
Secara umum, sistem pencernaan
dibedakan atas sistem pencernaan intraseluler dan ekstraseluler. Invertebrata
pada umumnya memiliki sistem pencernaan yang sangat sederhana, bahkan tidak
memiliki organ-organ pencernaan yang spesifik. Misalnya sponge yang mencerna
makanannya dengan menggunakan sel kolar. Di dalam sel kolar tersebut terdapat
vakuola makanan yang mengandung enzim-enzim pencernaan dan pada akhirnya
makanan akan disebarkan ke seluruh tubuh Sponge. Sedangkan pencernaan
ekstraseluler merupakan sistem pencernaan yang berlangsung di luar sel dan
dilakukan oleh semua vertebrata, termasuk ikan mas (Cyprinus carpio).
Hidayati (2007) mengemukakan bahwa
sistem pencernaan vertebrata terdiri dari serangkaian organ yang meliputi
saluran pencernaan yang berawal dari mulut dan berakhir di anus serta adanya
organ asesoria berupa kelenjar pencernaan yang berupa pankreas dan hati.
Sementara itu hal yang paling mendasari perbedaan sistem pencernaan
intraseluler dan ekstraseluler adalah bentuk molekul organik yang dicerna. Pada
sistem pencernaan intraseluler molekul organik yang dicerna adalah molekul
organik kompleks, sedangkan pada sistem pencernaan ekstraseluler molekul
organik yang dicerna adalah molekul organik sedrehana.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa
percobaan ini ditekankan untuk mengetahui analisis enzim pada usus ikan, yaitu
ikan mas. Secara umum, proses pencernaan ikan sama dengan vertebrata lainnya.
Akan tetapi, ikan memilki beberapa variasi, terutama dalam hubungannya dengan
cara memakan. Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata.
Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makan terutama oleh ikan
pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya. Ikan pemakan plankton
memiliki mulut relatif kecil dan umumnya tidak dapat dotonjolkan ke luar.
Rongga mulut bagian dalam dilengkapi dengan jari-jari tapis insang yang panjang
dan lemas untuk menyaring plankton yang dimakan. Mekanisme tersebutlah yang
digunakan ikan mas dalam mencari makanannya. Berbeda dengan mamalia, pada ikan
pencernaan secara kimiawi dimulai di lambung (untuk ikan karnivora/ herbivora
cenderung karnivora) atau di bagian depan usus halus (untuk ikan herbivora/
omnivora cenderung herbivora), bukan di bagian rongga mulut. Hal tersebut
dikarenakan ikan tidak memilki kelenjar air liur yang dapat menhhasilkan enzim
saliva (Fujaya, 2004).
Menurut Effendie (2002), ikan
mas dapat memakan plankton dan dapat pula memakan invertebrata kecil. Atas
dasar inilah maka dapat dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora dengan
sistem pencernaan di antara karnivora dan herbivora. Namun karena ikan mas
tidak memilki lambung maka dapat dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan
omnivora yang cenderung herbivora. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui hasil
praktikum ini yaitu ketika ikan mas dibedah dan diamati organ dalamnya tidak
ditemukan adanya lambung, tetapi bagian depan usus halus terlihat membesar dan
bagian tersebut lebih dikenal dengan istilah “lambung palsu”.
Selain adanya “lambung palsu” bukti
bahwa ikan mas adalah omnivora cenderung herbivore adalah usus halus memilki
panjang yang melebihi panjang baku tubuh ikan. Pada pengukuran yang telah
dilakukan diketahui bahwa tubuh ikan mas yang digunakan memiliki panjang baku
19 cm, sedangkan panjang ususnya mencapai 50 cm atau hampir tiga kali lipat
dari panjang tubuhnya. Usus yang panjang tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil
hidrolisis makromolekul makanan secara maksimal (Fujaya, 2004).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
pencernaan makanan adalah penyerdehanaan makanan yang pada awalnya berupa
molekul komplek menjadi molekul sederhana. Dalam proses pencernaan,komponen makanan
berupa protein, lemak, dan karbohidrat harus dipecah menjadi senyawa-senyawa
sederhana yang merupakan komponen penyusunnya. Nutrien berbentuk sederhana
itulah yang nantinya dapat diserap oleh eritrosit dan diedarkan ke seluruh
tubuh yang selanjutnya digunakan untuk mensintesis senyawa baru (anabolisme)
atau dioksidasi untuk menghasilkan energi (katabolisme).
Di dalam lambung, protein akan
mengalami denaturasi oleh kerja HCl dan dihidrolisis oleh pepsin menjadi
peptid. Pencernaan di dalam lambung ini merupakan suatu persiapan untuk
pencernaan di dalam usus. Kemudian di dalam usus peptid akan mengalami
hidrolisis dimana prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin,
khimotripsin, elastase sebagai katalisatornya menjadi polipeptid, tripeptid, dan
dipeptid. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan dihidrolisis oleh enzim
peptidase menjadi bentuk tripeptid dan dipeptid hingga akhirnya menjadi asam
amino. Fujaya (2004) menjelaskan bahwa pencernaan protein ikan yang tidak
berlambung seperti ikan mas terjadi di usus depan dan diperankan oleh enzim
protease yang berasal dari pankreas.
Fujaya (2004) mengemukakan bahwa ada
dua proses penting dalam pencernaan lemak yaitu emulsifikasi oleh garam empedu
dan pencernaan oleh lipase. Emulsifikasi menyebabkan bahan hasil pencernaan
berbentuk butiran halus dengan permukaan yang lebih luas sehingga memaksimalkan
aktivitas enzim. Meskipun intensitasnya rendah, pencernaan lemak dimulai di
lambung dan akan dicerna secara intensif di bagian usus. Hidrolisis lemak oleh
lipase akan menghasilkan monogliserid dan asam lemak yang berukuran kecil dan
disebut micel. Partikel lemak dalam bentuk micel inilah yang siap
diserap oleh dinding usus (enterosit).
Pencernaan karbohidrat yaitu pati
dan glikogen dimulai oleh amilase saliva di dalam rongga mulut dan terus
berlanjut di dalam usus halus. Amilase pankreas menghidrolisis pati , glikogen,
dan polisakarida yang lebih kecil menjdi disakarida, termasuk maltosa. Enzim
maltase akan menyempurnakan dan menyelesaikan pencernaan maltosa dan memecahnya
menjadi dua molekul glukosa (galaktosa) yang merupakan gula sederhana. Selain
maltase, pada usus halus terdapat pula enzim disakaridase lainnya yaitu laktose
dan sukrose. Laktose akan menghidrolisis laktosa (gula susu) menjadi glukosa,
sedangkan sukrose/sukrase/invertase akan menghidrolisis sukrosa menjadi
fruktosa. Menurut Campbell (2004), disakaridase tersebut dibuat dan berada
dalam membran dan matriks ekstraseluler yang menutupi epitelium usus halus.
Pengkondisian tersebut dikarenakan membran dan matriks ekstraseluler usus halus
adalah tempat penyerapan gula.
Pembuatan Ekstrak Usus
Bahan utama pembuatan ekstrak usus adalah usus ikan dimana pada praktikum ini
digunakan usus ikan mas (Cyprinus carpio). Langkah pertama yang dilakukan
adalah membedah ikan mas yang telah dibeli sebelumnya pada bagian ventral di
atas alas lilin. Pembedahan di bagian ventral dimaksudkan untuk menghindari
rusak atau terputusnya usus ikan akibat pembedahan.
Setelah itu, usus halus diambil
dengan cara memotong atau memisahkannya dari bagian akhir lambung dan bagian
awal usus besar. Hal ini dikarenakan usus halus terletak diantara lambung dan
usus besar. Namun, karena ikan mas hanya memiliki lambung palsu, pemotongan
usus halus dilakukan dari bagian akhir pilorus dan bagian awal usus besar.
Setelah usus terpisah dari organ-organ lainnya. Usus dicuci dengan menggunakan
aquades. Kemudian diletakkan di dalam cawan Petri berisi 20 ml gliserin 50%
untuk dicacah. Pencacahan usus halus ini bertujuan untuk mengeluarkan
enzim-enzim pencernaan yang ada di dalamnya sehingga memudahkan proses
pengujian selanjutnya. Pemakaian gliserin sendiri dimaksudkan untuk membantu
proses peluruhan enzim pencernaan yang ada di usus halus.
Usus halus yang telah
terpotong-potong (tercacah) kecil selanjutnya ditambahkan lima tetes toluen
sembari dicacah hingga halus. Setelah benar-benar halus, usus dimasukkan ke
dalam botol fial/botol film gelap (seluruh permukaannya tertutup lakban hitam)
dan disimpan selama satu minggu (6-7 hari). Waktu satu minggu ini adalah waktu
yang optimum bagi gliserin untuk meluruhkan enzim pencernaan pada usus halus.
Pada saat inilah toluen memainkan perannya yaitu sebagai pengawet yang menjaga
enzim dari kerusakan atau membusuk selama penyimpanan.
Anonim (2007) mengemukakan bahwa
gula reduksi dengan larutan Benedict (campuran garam Kupri Sulfat, Natrium
Sitrat, Natrium Karbonat) akan membentuk reaksi reduksi oksidasi dan dihasilkan
endapan berwarna merah dari kupro oksida. Karena hasil percobaan ini membentuk
endapan yang berwarna orange maka diindikasikan pula ada beberapa factor yang
mempengaruhi hasil pengamatan. Factor utama adalah kekeliuran prosedur dimana
seharusnya botol fial/film gelap berisi ekstrak usus diletakkan di tempat gelap
pula seperti laci meja atau kolong tempat tidur, karena tempat gelap dapat
memaksimalkan peluruhan enzim oleh gliserin, sedangkan pada praktikum ini
sendiri botol fial tersebut hanya diletakkan di atas rak laboratorium diantara
botol-botol lainnya. Indikasi kedua adalah kurang tingginya suhu saat pemanasan
sehingga mengurangi aktivitas kerja enzim. Akan tetapi, percobaan ini tetap
diasumsikan berhasil dan dinyatakan usus halus ikan positif mengandung enzim
amilase.
Pembuktian Adanya Enzim Maltase
Jika pati dihidrolisis dengan enzim
amilase akan dihasilkan maltosa dan maltosa akan dihidrolisis oleh enzim
maltase menjadi galaktosa. Untuk membuktikan keberadaan enzim maltase tersebut
dilakukan pengujian yang prosedurnya sama dengan proses pengujian keberadaan
enzim amilase.
Hal yang dilakukan pertama kali
adalah t abung reaksi A dan B diisi dengan 2 ml reagen Benedict. Sementara itu
dua buah tabung lainnya, yaitu tabung C dan tabung D diisi dengan 2,5 ml
larutan sukrosa 1%. Sukrosa adalah salah satu disakarida yang nantinya akan
dihidrolisis oleh enzim maltase. Kemuadian pada tabung C ditambahkan 1 ml
ekstrak usus dan tabung D ditambahkan 1 ml aquadest.
Pada pengujian ini tabung D
merupakan kontrol atau pembanding pengamatan. Setelah penambahan ekstrak usus
dan aquadest, kedua tabung (C dan D) digoyang-goyangkan secara perlahan selama
10 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghomogenkan larutan yang ada di
dalamnya. Setelah 10 menit, lima tetes larutan dari tabung C dimasukkan ke
dalam tabung A dan lima tetes larutan dari tabung D dimasukkan ke dalam tabung
B. Kemudian, sama seperti perlakuan di uji enzim amilase kedua tabung (tabung A
dan B) dipanasakan di atas bunsen dengan maksud mempercepat reaksi antara
sukrosa dan enzim yang diindikasikan berada di ekstrak usus halus, yaitu enzim
maltase.
Dari pengamatan yang telah dilakukan
diperoleh hasil berupa perubahan warna pada larutan, baik pada tabung A maupun
pada tabung B. Pada awalnya, kedua tabung berisi larutan yang berwarna biru
(warna Benedict), tetapi beberapa menit setelah pemanasan, larutan di dalam
tabung A berubah warna menjadi hijau yang pada akhirnya terbentuk sedikit
endapan berwarna orange di dasar tabung. Endapan tersebut diindikasikan sebagai
hasil positif keberadaan enzim maltase pada usus halus ikan mas (Cyprinus
carpio). Akan tetapi, sama seperti hasil pengamatan pembuktian enzim
amilase hasil pengamatan pada pengujian ini bukanlah hasil maksimal dari suatu
uji Benedict karena seharusnya warna endapan adalah merah bata. Walaupun begitu
dapat dipastikan bahwa usus halus ikan mas mengandung enzim maltase.
Pembuktian Adanya Enzim Tripsin
Tripsin merupakan salah satu
protease atau enzim yang menghidrolisis protein. Menurut Winarno (1995) tripsin
lebih banyak digunakan dalam bidang bidang kedokteran daripada industri
makanan. Tripsin merupakan endopeptidase yang bentuk inaktifnya disebut
tripsinogen. Tripsin bekerja optimum pada pH asam / 1,8 (1,2 - 2).
Pembuktian adanya enzim tripsin pada
usus halus ikan mas ini diawali dengan menyiapkan putih telur atau albumin yang
telah diencerkan dengan aquadest. Setelah itu putih telur dimasukkan ke dalam
dua buah tabung reaksi dimana setiap tabung reaksi diisi 1 ml putih telur.
Kemudian kedua tabung reaksi dipanaskan di atas api bunsen. Tujuan pengenceran
putih telur tadi akan terlihat pada saat pemanasan. Putih telur yang terlalu
kental akan memadat dan mengendap di dasar tabung dengan warna orange
kecoklatan. Jika hal itu terjadi maka proses hidrolisis albumin (putih telur)
oleh enzim tripsin yang diindikasikan terkandung dalam usus ikan mas akan
berjalan sangat lama atau bahkan tidak berhasil. Karena itulah dilakukan
pengenceran dengan menggunakan aquadest. Penggunaan aquades sendiri dimaksudkan
untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada putih telur sehingga tidak
mengganggu proses hidrolisis protein oleh tripsin.
Setelah itu salah satu tabung
ditambahkan 1 ml ekstrak usus halus sedangkan tabung reaksi yang lain
ditambahkan 1 ml aquadest. Tabung reaksi yang ditambahkan aquadest ini
digunakan sebagai kontrol perlakuan. Setelah didiamkan selama sepuluh menit
masing-masing tabung reaksi ditetesi 2-4 tetes reagen biuret. Pengamatan yang
didapat adalah terbentuknya cincin ungu pada permukaan atas tabung reaksi (lihat
gambar 4.2.) yang ditambahkan ekstrak usus halus, sedangkan tabung reaksi yang
berperan sebagai kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada usus ikan mas terdapat pula enzim tripsin yang berperan penting
dalam memotong polipeptida protein menjadi ikatan-ikatan protein yang lebih
kecil.
Pengaruh Empedu Terhadap Lemak
Hampir semua lemak dalam suatu
hidangan mencapai usus halus dalam kondisi belum tercerna sepenuhnya. Hal ini
merupakan masalah bagi sistem pencernaan karena molekul lemak tidak larut dalam
air. Akan tetapi, karena adanya garam-garam empedu yang berasal dari kantung
empedu, lemak dapat dihidrolisis oleh lipase dengan segera sehingga dapat
diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa
empedu memilki peranan penting paad sistem pencernaan, khususnya pencernaan
lemak (Campbell, 2004).
Untuk mengetahui pengaruh penting
empedu terhadap lemak dilakukanlah pengujian ini dimana empedu yang digunakan
adalah empedu ayam. Alasannya adalah empedu ayam mudah di dapat tanpa harus
memotong ayam sendiri karena di pasar-pasar tradisional empedu ayam adalah
sampah buangan yang tidak dipakai. Dengan begitu tidak menyulitkan
pengamat/praktikan ataupun merugikan pedagang. Setelah empedu mendapatkan empedu,
isi dari empedu tersebut dikeluarkan dengan cara menggunting permukaannya dan
menuangkan isinya ke dalam tabung reaksi atau mortar.
Setelah itu, cairan empedu yang
berwarna hijau dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 ml dan kemudian
ditambahkan 1 ml aquadest sebagai pengencer sehingga didapatkan larutan empedu
sebanyak 2 ml pada tabung reaksi tersebut (tabung A). Sementara itu, dimasukkan
2 ml aquades ke dalam tabung reaksi lain (tabung B) dimana tabung ini digunakan
sebagai kontrol pengamatan. Selanjutnya masing-masing tabung ditambahkan 2 ml
minyak goreng yang dianggap sebagai sumber lemak pada praktikum ini.
Kedua tabung tersebut kemudian
dikocok dengan kuat dengan maksud menghomogenkan larutan yang ada di dalamnya
karena sebelum pengocokan larutan di semua tabung reaksi membentuk dua buah
lapisan. Pada tabung A lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah
cairan empedu, sedangkan pada botol B lapisan atas adalah minyak dan lapisan
bawah adalah aquadest.
Hasil yang terlihat setelah pengocokan
adalah isi dari tabung A tidak lagi membentuk dua lapisan, tetapi membentuk
kompleks larutan dimana minyak tercampur oleh empedu. Sedangkan pada tabung
tidak terjadi perubahan apapun. Akan tetapi, meskipun isi tabung A terlihat
menyatu atau seperti larutan sebenarnya isi dari tabung A bukanlah suatu
larutan, melainkan hanya sebuah emulsi lemak yang prosesnya dinamakan
emulsifikasi.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa
emulsifikasi ini merupakan proses pelapisan lemak untuk memperkecil ukuran
lemak sehingga memiliki luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas permukaan
yang lebih besar ini enzim lipase akan lebih mudah menghidrolisis lemak dan
lemak dapat dengan mudah diedarkan ke seluruh tubuh. Pada percobaan ini pelapis
lemak adalah cairan empedu ayam sehingga dapat dikatakan bahwa cairan empedu
adalah emulgator dan lebih lanjut lagi dapt dikatakan bahwa empedu berfungsi
untuk membantu penyerapan lemak.
0 comments:
Post a Comment