Thursday, April 18, 2013

Enzim Pencernaan Pada Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio)

April 18, 2013 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam susunan makanan, sebagai sumber kalori. Sumber karbohidrat diantaranya gula pasir, buah-buahan, madu, sayuran, susu, dan produk olahannya. Makanan yang berasal dari hewan, misalnya daging atau ikan mengandung sangat sedikit karbohidrat kecuali sejumlah kecil glikogen. Bahan-bahan makanan di atas tidak dapat diserap dalam bentuk alami melalui mukosa saluran pencernaan dan karena alasan ini, bahan-bahan tersebut tidak berguna sebagai zat nutrisi tanpa proses pencernaan, baik pencernaan mekanik maupun pencernaan kimiawi. Proses pencernaan kimiawi sesungguhnya sangat sederhana, karena pada ketiga jenis zat makanan utama (karbohidrat, protein, dan lemak) terjadi proses hidrolisis dasar yang sama (Guyton, 1997).
Pada sebagian vertebrata, khususnya mamalia, pencernaan makanan secara kimiawi mulai terjadi di rongga mulut dimana yang dicerna pertama kali adalah karbohidrat. Kemudian hasil hidrolisis karbohidrat akan menuju ususs halus untuk dicerna menjadi molekul yang lebih sederhana lagi. Usus halus merupakan tempat terjadinya absorbsi makanan, karena itulah dapat dikatakan bahwa sebenarnya pencernaan makanan secara kimiawi berpusat di usus halus (intestinum), terutama pada spesies ikan. Hal tersebut dikarenakan proses pencernaan kimiawi pada ikan baru di mulai di bagian ususnya karena rongga mulut ikan tidak memilki kelenjar saliva yang mampu menghasilkan amilase saliva. Karena itulah dilakukan percobaan ini dimana tujuannya adalah menganalisis enzim pencernaan makanan yang terdapat di usus ikan, khususnya ikan mas (Cyprinus carpio) serta menguji fungsi empedu dalam sistem pencernaan.
Permasalahan yang timbul pada percobaan ini adalah bagaimana mengetahui macam-macam enzim pencernaan paa usus ikan mas (Cyprinus carpio) serta bagaimana mengetahui fungsi empedu bagi sistem pencernaan.
Sistem pencernaan merupakan suatu proses pemecahan senyawa kompleks menjadi suatu molekul yang lebih sederhana. Praktikum sistem pencernaan kali ini lebih menekankan pada analisis enzim pada usus ikan mas (Cyprinus carpio) dimana tujuannya adalah untuk mengetahui macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan serta mengetahui fungsi empedu dalam proses pencernaan makanan.
Secara umum, sistem pencernaan dibedakan atas sistem pencernaan intraseluler dan ekstraseluler. Invertebrata pada umumnya memiliki sistem pencernaan yang sangat sederhana, bahkan tidak memiliki organ-organ pencernaan yang spesifik. Misalnya sponge yang mencerna makanannya dengan menggunakan sel kolar. Di dalam sel kolar tersebut terdapat vakuola makanan yang mengandung enzim-enzim pencernaan dan pada akhirnya makanan akan disebarkan ke seluruh tubuh Sponge. Sedangkan pencernaan ekstraseluler merupakan sistem pencernaan yang berlangsung di luar sel dan dilakukan oleh semua vertebrata, termasuk ikan mas (Cyprinus carpio).
Hidayati (2007) mengemukakan bahwa sistem pencernaan vertebrata terdiri dari serangkaian organ yang meliputi saluran pencernaan yang berawal dari mulut dan berakhir di anus serta adanya organ asesoria berupa kelenjar pencernaan yang berupa pankreas dan hati. Sementara itu hal yang paling mendasari perbedaan sistem pencernaan intraseluler dan ekstraseluler adalah bentuk molekul organik yang dicerna. Pada sistem pencernaan intraseluler molekul organik yang dicerna adalah molekul organik kompleks, sedangkan pada sistem pencernaan ekstraseluler molekul organik yang dicerna adalah molekul organik sedrehana.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa percobaan ini ditekankan untuk mengetahui analisis enzim pada usus ikan, yaitu ikan mas. Secara umum, proses pencernaan ikan sama dengan vertebrata lainnya. Akan tetapi, ikan memilki beberapa variasi, terutama dalam hubungannya dengan cara memakan. Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata. Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya. Ikan pemakan plankton memiliki mulut relatif kecil dan umumnya tidak dapat dotonjolkan ke luar. Rongga mulut bagian dalam dilengkapi dengan jari-jari tapis insang yang panjang dan lemas untuk menyaring plankton yang dimakan. Mekanisme tersebutlah yang digunakan ikan mas dalam mencari makanannya. Berbeda dengan mamalia, pada ikan pencernaan secara kimiawi dimulai di lambung (untuk ikan karnivora/ herbivora cenderung karnivora) atau di bagian depan usus halus (untuk ikan herbivora/ omnivora cenderung herbivora), bukan di bagian rongga mulut. Hal tersebut dikarenakan ikan tidak memilki kelenjar air liur yang dapat menhhasilkan enzim saliva (Fujaya, 2004).
 Menurut Effendie (2002), ikan mas dapat memakan plankton dan dapat pula memakan invertebrata kecil. Atas dasar inilah maka dapat dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora dengan sistem pencernaan di antara karnivora dan herbivora. Namun karena ikan mas tidak memilki lambung maka dapat dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui hasil praktikum ini yaitu ketika ikan mas dibedah dan diamati organ dalamnya tidak ditemukan adanya lambung, tetapi bagian depan usus halus terlihat membesar dan bagian tersebut lebih dikenal dengan istilah “lambung palsu”. 
Selain adanya “lambung palsu” bukti bahwa ikan mas adalah omnivora cenderung herbivore adalah usus halus memilki panjang yang melebihi panjang baku tubuh ikan. Pada pengukuran yang telah dilakukan diketahui bahwa tubuh ikan mas yang digunakan memiliki panjang baku 19 cm, sedangkan panjang ususnya mencapai 50 cm atau hampir tiga kali lipat dari panjang tubuhnya. Usus yang panjang tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil hidrolisis makromolekul makanan secara maksimal (Fujaya, 2004).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pencernaan makanan adalah penyerdehanaan makanan yang pada awalnya berupa molekul komplek menjadi molekul sederhana. Dalam proses pencernaan,komponen makanan berupa protein, lemak, dan karbohidrat harus dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan komponen penyusunnya. Nutrien berbentuk sederhana itulah yang nantinya dapat diserap oleh eritrosit dan diedarkan ke seluruh tubuh yang selanjutnya digunakan untuk mensintesis senyawa baru (anabolisme) atau dioksidasi untuk menghasilkan energi (katabolisme).
Di dalam lambung, protein akan mengalami denaturasi oleh kerja HCl dan dihidrolisis oleh pepsin menjadi peptid. Pencernaan di dalam lambung ini merupakan suatu persiapan untuk pencernaan di dalam usus. Kemudian di dalam usus peptid akan mengalami hidrolisis dimana prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin, khimotripsin, elastase sebagai katalisatornya menjadi polipeptid, tripeptid, dan dipeptid. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi bentuk tripeptid dan dipeptid hingga akhirnya menjadi asam amino. Fujaya (2004) menjelaskan bahwa pencernaan protein ikan yang tidak berlambung seperti ikan mas terjadi di usus depan dan diperankan oleh enzim protease yang berasal dari pankreas.
Fujaya (2004) mengemukakan bahwa ada dua proses penting dalam pencernaan lemak yaitu emulsifikasi oleh garam empedu dan pencernaan oleh lipase. Emulsifikasi menyebabkan bahan hasil pencernaan berbentuk butiran halus dengan permukaan yang lebih luas sehingga memaksimalkan aktivitas enzim. Meskipun intensitasnya rendah, pencernaan lemak dimulai di lambung dan akan dicerna secara intensif di bagian usus. Hidrolisis lemak oleh lipase akan menghasilkan monogliserid dan asam lemak yang berukuran kecil dan disebut micel. Partikel lemak dalam bentuk micel inilah yang siap diserap oleh dinding usus (enterosit).
Pencernaan karbohidrat yaitu pati dan glikogen dimulai oleh amilase saliva di dalam rongga mulut dan terus berlanjut di dalam usus halus. Amilase pankreas menghidrolisis pati , glikogen, dan polisakarida yang lebih kecil menjdi disakarida, termasuk maltosa. Enzim maltase akan menyempurnakan dan menyelesaikan pencernaan maltosa dan memecahnya menjadi dua molekul glukosa (galaktosa) yang merupakan gula sederhana. Selain maltase, pada usus halus terdapat pula enzim disakaridase lainnya yaitu laktose dan sukrose. Laktose akan menghidrolisis laktosa (gula susu) menjadi glukosa, sedangkan sukrose/sukrase/invertase akan menghidrolisis sukrosa menjadi fruktosa. Menurut Campbell (2004), disakaridase tersebut dibuat dan berada dalam membran dan matriks ekstraseluler yang menutupi epitelium usus halus. Pengkondisian tersebut dikarenakan membran dan matriks ekstraseluler usus halus adalah tempat penyerapan gula.
Pembuatan Ekstrak Usus
            Bahan utama pembuatan ekstrak usus adalah usus ikan dimana pada praktikum ini digunakan usus ikan mas (Cyprinus carpio). Langkah pertama yang dilakukan adalah membedah ikan mas yang telah dibeli sebelumnya pada bagian ventral di atas alas lilin. Pembedahan di bagian ventral dimaksudkan untuk menghindari rusak atau terputusnya usus ikan akibat pembedahan.
Setelah itu, usus halus diambil dengan cara memotong atau memisahkannya dari bagian akhir lambung dan bagian awal usus besar. Hal ini dikarenakan usus halus terletak diantara lambung dan usus besar. Namun, karena ikan mas hanya memiliki lambung palsu, pemotongan usus halus dilakukan dari bagian akhir pilorus dan bagian awal usus besar. Setelah usus terpisah dari organ-organ lainnya. Usus dicuci dengan menggunakan aquades. Kemudian diletakkan di dalam cawan Petri berisi 20 ml gliserin 50% untuk dicacah. Pencacahan usus halus ini bertujuan untuk mengeluarkan enzim-enzim pencernaan yang ada di dalamnya sehingga memudahkan proses pengujian selanjutnya. Pemakaian gliserin sendiri dimaksudkan untuk membantu proses peluruhan enzim pencernaan yang ada di usus halus.
Usus halus yang telah terpotong-potong (tercacah) kecil selanjutnya ditambahkan lima tetes toluen sembari dicacah hingga halus. Setelah benar-benar halus, usus dimasukkan ke dalam botol fial/botol film gelap (seluruh permukaannya tertutup lakban hitam) dan disimpan selama satu minggu (6-7 hari). Waktu satu minggu ini adalah waktu yang optimum bagi gliserin untuk meluruhkan enzim pencernaan pada usus halus. Pada saat inilah toluen memainkan perannya yaitu sebagai pengawet yang menjaga enzim dari kerusakan atau membusuk selama penyimpanan.
Anonim (2007) mengemukakan bahwa gula reduksi dengan larutan Benedict (campuran garam Kupri Sulfat, Natrium Sitrat, Natrium Karbonat) akan membentuk reaksi reduksi oksidasi dan dihasilkan endapan berwarna merah dari kupro oksida. Karena hasil percobaan ini membentuk endapan yang berwarna orange maka diindikasikan pula ada beberapa factor yang mempengaruhi hasil pengamatan. Factor utama adalah kekeliuran prosedur dimana seharusnya botol fial/film gelap berisi ekstrak usus diletakkan di tempat gelap pula seperti laci meja atau kolong tempat tidur, karena tempat gelap dapat memaksimalkan peluruhan enzim oleh gliserin, sedangkan pada praktikum ini sendiri botol fial tersebut hanya diletakkan di atas rak laboratorium diantara botol-botol lainnya. Indikasi kedua adalah kurang tingginya suhu saat pemanasan sehingga mengurangi aktivitas kerja enzim. Akan tetapi, percobaan ini tetap diasumsikan berhasil dan dinyatakan usus halus ikan positif mengandung enzim amilase.
Pembuktian Adanya Enzim Maltase
Jika pati dihidrolisis dengan enzim amilase akan dihasilkan maltosa dan maltosa akan dihidrolisis oleh enzim maltase menjadi galaktosa. Untuk membuktikan keberadaan enzim maltase tersebut dilakukan pengujian yang prosedurnya sama dengan proses pengujian keberadaan enzim amilase.
Hal yang dilakukan pertama kali adalah t abung reaksi A dan B diisi dengan 2 ml reagen Benedict. Sementara itu dua buah tabung lainnya, yaitu tabung C dan tabung D diisi dengan 2,5 ml larutan sukrosa 1%. Sukrosa adalah salah satu disakarida yang nantinya akan dihidrolisis oleh enzim maltase. Kemuadian pada tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan tabung D ditambahkan 1 ml aquadest.
Pada pengujian ini tabung D merupakan kontrol atau pembanding pengamatan. Setelah penambahan ekstrak usus dan aquadest, kedua tabung (C dan D) digoyang-goyangkan secara perlahan selama 10 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghomogenkan larutan yang ada di dalamnya. Setelah 10 menit, lima tetes larutan dari tabung C dimasukkan ke dalam tabung A dan lima tetes larutan dari tabung D dimasukkan ke dalam tabung B. Kemudian, sama seperti perlakuan di uji enzim amilase kedua tabung (tabung A dan B) dipanasakan di atas bunsen dengan maksud mempercepat reaksi antara sukrosa dan enzim yang diindikasikan berada di ekstrak usus halus, yaitu enzim maltase.
Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa perubahan warna pada larutan, baik pada tabung A maupun pada tabung B. Pada awalnya, kedua tabung berisi larutan yang berwarna biru (warna Benedict), tetapi beberapa menit setelah pemanasan, larutan di dalam tabung A berubah warna menjadi hijau  yang pada akhirnya terbentuk sedikit endapan berwarna orange di dasar tabung. Endapan tersebut diindikasikan sebagai hasil positif keberadaan enzim maltase pada usus halus ikan mas (Cyprinus carpio). Akan tetapi, sama seperti hasil pengamatan pembuktian enzim amilase hasil pengamatan pada pengujian ini bukanlah hasil maksimal dari suatu uji Benedict karena seharusnya warna endapan adalah merah bata. Walaupun begitu dapat dipastikan bahwa usus halus ikan mas mengandung enzim maltase.
Pembuktian Adanya Enzim Tripsin
Tripsin merupakan salah satu protease atau enzim yang menghidrolisis protein. Menurut Winarno (1995) tripsin lebih banyak digunakan dalam bidang bidang kedokteran daripada industri makanan. Tripsin merupakan endopeptidase yang bentuk inaktifnya disebut tripsinogen. Tripsin bekerja optimum pada pH asam / 1,8 (1,2 - 2).
Pembuktian adanya enzim tripsin pada usus halus ikan mas ini diawali dengan menyiapkan putih telur atau albumin yang telah diencerkan dengan aquadest. Setelah itu putih telur dimasukkan ke dalam dua buah tabung reaksi dimana setiap tabung reaksi diisi 1 ml putih telur. Kemudian kedua tabung reaksi dipanaskan di atas api bunsen. Tujuan pengenceran putih telur tadi akan terlihat pada saat pemanasan. Putih telur yang terlalu kental akan memadat dan mengendap di dasar tabung dengan warna orange kecoklatan. Jika hal itu terjadi maka proses hidrolisis albumin (putih telur) oleh enzim tripsin yang diindikasikan terkandung dalam usus ikan mas akan berjalan sangat lama atau bahkan tidak berhasil. Karena itulah dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquadest. Penggunaan aquades sendiri dimaksudkan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada putih telur sehingga tidak mengganggu proses hidrolisis protein oleh tripsin.
Setelah itu salah satu tabung ditambahkan 1 ml ekstrak usus halus sedangkan tabung reaksi yang lain ditambahkan 1 ml aquadest. Tabung reaksi yang ditambahkan aquadest ini digunakan sebagai kontrol perlakuan. Setelah didiamkan selama sepuluh menit masing-masing tabung reaksi ditetesi 2-4 tetes reagen biuret. Pengamatan yang didapat adalah terbentuknya cincin ungu pada permukaan atas tabung reaksi (lihat gambar 4.2.) yang ditambahkan ekstrak usus halus, sedangkan tabung reaksi yang berperan sebagai kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada usus ikan mas terdapat pula enzim tripsin yang berperan penting dalam memotong polipeptida protein menjadi ikatan-ikatan protein yang lebih kecil.
 Pengaruh Empedu Terhadap Lemak
Hampir semua lemak dalam suatu hidangan mencapai usus halus dalam kondisi belum tercerna sepenuhnya. Hal ini merupakan masalah bagi sistem pencernaan karena molekul lemak tidak larut dalam air. Akan tetapi, karena adanya garam-garam empedu yang berasal dari kantung empedu, lemak dapat dihidrolisis oleh lipase dengan segera sehingga dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh. Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa empedu memilki peranan penting paad sistem pencernaan, khususnya pencernaan lemak (Campbell, 2004).
Untuk mengetahui pengaruh penting empedu terhadap lemak dilakukanlah pengujian ini dimana empedu yang digunakan adalah empedu ayam. Alasannya adalah empedu ayam mudah di dapat tanpa harus memotong ayam sendiri karena di pasar-pasar tradisional empedu ayam adalah sampah buangan yang tidak dipakai. Dengan begitu tidak menyulitkan pengamat/praktikan ataupun merugikan pedagang. Setelah empedu mendapatkan empedu, isi dari empedu tersebut dikeluarkan dengan cara menggunting permukaannya dan menuangkan isinya ke dalam tabung reaksi atau mortar.
Setelah itu, cairan empedu yang berwarna hijau dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 ml dan kemudian ditambahkan 1 ml aquadest sebagai pengencer sehingga didapatkan larutan empedu sebanyak 2 ml pada tabung reaksi tersebut (tabung A). Sementara itu, dimasukkan 2 ml aquades ke dalam tabung reaksi lain (tabung B) dimana tabung ini digunakan sebagai kontrol pengamatan. Selanjutnya masing-masing tabung ditambahkan 2 ml minyak goreng yang dianggap sebagai sumber lemak pada praktikum ini.
Kedua tabung tersebut kemudian dikocok dengan kuat dengan maksud menghomogenkan larutan yang ada di dalamnya karena sebelum pengocokan larutan di semua tabung reaksi membentuk dua buah lapisan. Pada tabung A lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah cairan empedu, sedangkan pada botol B lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah aquadest.
Hasil yang terlihat setelah pengocokan adalah isi dari tabung A tidak lagi membentuk dua lapisan, tetapi membentuk kompleks larutan dimana minyak tercampur oleh empedu. Sedangkan pada tabung tidak terjadi perubahan apapun. Akan tetapi, meskipun isi tabung A terlihat menyatu atau seperti larutan sebenarnya isi dari tabung A bukanlah suatu larutan, melainkan hanya sebuah emulsi lemak yang prosesnya dinamakan emulsifikasi.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa emulsifikasi ini merupakan proses pelapisan lemak untuk memperkecil ukuran lemak sehingga memiliki luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas permukaan yang lebih besar ini enzim lipase akan lebih mudah menghidrolisis lemak dan lemak dapat dengan mudah diedarkan ke seluruh tubuh. Pada percobaan ini pelapis lemak adalah cairan empedu ayam sehingga dapat dikatakan bahwa cairan empedu adalah emulgator dan lebih lanjut lagi dapt dikatakan bahwa empedu berfungsi untuk membantu penyerapan lemak.

0 comments:

Post a Comment