Latar
belakang
Persiapan
tambak atau kolam yang sangat luas seperti wilayah Desa Talun sangat penting
untuk diberi perlakuan pengapuran disamping pengeringan dan pengolahan dasar
tambak.
Menurut
Kordi et.al. (2010), Lahan hutan mangrove yang baru dibuka untuk tambak umumnya
memiliki keadaan tanah asam. tanah-tanah yang asam di daerah payau muncul
karena beberapa hal. biasanya pada tanah-tanah pantai yang baru terbentuk
seringkali ion-ion pyrit terakumulasi. Selama tanah yang mengandung pyrit ini
muncul, tanah demikian sangat peka terhadap perubahan yang kecil sekalipun.
Bila lahan tambak diairi, pyrit akan teroksidasi dan menghasilkan asam sulfurik
atau asam sulfat yang menyebabkan keasaman tanah menjadi sangat rendah.
Keasaman tanah yang rendah dapat berasal dari keasaman air tambak yang sangat
rendah karena pencucian dasar tambak atau oleh aliran air hujan dari tanggul
selama badai.
Tanah-tanah
asam dapat pula menyebabkan rendahnya produktivitas tambak. asam sulfurik yang
terbentuk karena teroksidasinya pyrit akan mempengaruhi mineral-mineral tanah.
Pembebasan besi dan aluminium akan mengikat fosfat dan hara alga esensial
lainnya yang akan menyebabkan rendahnya produktivitas alami tambak. Akibatnya,
pemupukan tidak berdaya guna. Kekurangan makanan alami demikian menyebabkan
pertumbuhan alga melambat.
Akibat
lain kehadiran asam sulfat menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman penutup
pematang sehingga pematang mudah tererosi. Oleh karena itu, kita perlu
memperbaiki pematang agar tanah-tanah pematang tidak jatuh ke dalam tambak.
Tanah-tanah pematang yang mengandung asam sulfat, aluminium aktif, dan besi
bila tercuci lewat erosi dan masuk ke dalam tambak dapat memperburuk kondisi
kualitas air.
Tanah
asam sulfat tidak baik untuk lokasi tambak. Namun, untuk menjadikannya
produktif dan dapat digunakan, kita perlu melakukan pengapuran. Dengan
pengapuran, sifat keasaman tanah akan rusak sehingga pH tanah naik menjadi
netral atau basa. oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang pengapuran
tambak yang baik sehingga tambak menjadi produktif.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu pengapuran?
2. Apa jenis-jenis kapur yang dipakai
dalam pengapuran beserta dosisnya?
3. Bagaimana teknik pengapuran dan faktor
yang harus diperhatikan?
Pembahasan
2.1 Pengertian Pengapuran
Pengapuran
adalah pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah
kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karena itu pH tanah
perlu dinaikkan agar unsur-unur hara seperti P mudah diserap tanaman dan
keracunan Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1992).
Menurut
Ratnawati (2008), Pengapuran adalah salah satu bentuk dari remediasi selain
pengoksidasian dan pembìlasan tanah Untuk mengatasi Permasalahan utama pada
tambak tanah sulfat masam antara lain: pH rendah (S 3,5); kurang tersedia
fosfor (P), kalsium (Ca), dan magnesium kandungan unsur molibdium (Mo) dan besi
(Fe) serìng berlébihan sehingga dapat meracuni organisme; serta kelarutan
aluminium (Al) sering tinggi sehingga merupakan penghambat ketersediaan P.
Penambahan pupuk, terutama yang mengandung P sering tidak bermanfaat pada tanah
masam ini bila unsur-unsur toksìk sepertì AI, Fe, dan Mn thdak diatasi.
2.2 Fungsi Pengapuran
Pengapuran
berguna untuk memperbaiki keasaman (pH) dasar tambak. dasar tambak yang ber-pH
rendah dapat menyebabkan rendahnya pH air tambak. oleh karena itu, perbaikan pH
air tambak harus dimulai dari perbaikan pH tanah dasar tambak. selain untuk
memperbaiki keasaman dasar tambak, kapur juga berfungsi sebagai desinfektan dan
penyedia unsur hara (fosfor) yang dibutuhkan plankton. tanah dasar tambak yang
mengandung pirit harus direklamasi terlabih dahulu selama kurang lebih 4 bulan
sebelum diberi kapur sejumlah 2-2,5 ton/ha (Suyanto et.al 2009).
Kapur
yang digunakan di tambak berfungsi untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas
air membentuk sistem penyangga (buffer) yang kuat, meningkatkan pH,
desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan organik, mengendapkan besi, menambah
ketersediaan unsur P, dan merangsang pertumbuhan plankton serta benthos (Chanratchakool,
1995).
Menurut
kordi et al (2010), fungsi pengapuran antara lain:
1) Meningkatkan pH tanah dan air
2) Membakar jasad jasad renik penyebab
penyakit dan hewan liar
3) Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur
halus
4) Memperbaiki kualitas tanah
5) Kapur yang berlebihan dapat mengikat fosfat
yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton
Manfaat
pengapuran menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1) menormalkan asam-asam bebas dalam air,
sehingga pH meningkat
2) mencegah kemungkinan terjadinya perubahan
pH air atau tanah yang mencolok
3) mendukung kegiatan bakteri pengurai bahan
organik sehingga garam dan zat hara akan terbebas.
4) mengendapkan koloid yang melayang layang
dalam air tambak
2.3 Teknik-Teknik Pengapuran
Menurut
Mahyudin (2008), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata di
permukaan tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam
dibalik dengan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah
dasar. pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding
kolam dan dasar terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampuri air .
Menurut
kordi et al (2010). Sebelum mengapurnya, kita harus mengeringkan tambak
terlebih dahulu. Tebarkan kapur secara merata di permukaan tambak dengan jumlah
yang disesuaikan dengan luas tambak dan tekstur tanah. Kapur yang diperlukan
adalah kapur pertanian atau kapur lain dengan takaran disesuaikan dengan pH
tanah.
Menurut
Ratnawati (2008), Pengapuran yang dilakukan dìbagi atas 2 tahap yaitu
pengapuran dasar dan pengapuran susulan. Pengapuran dasar dìlakukan setelah
pengerìngan tambak dengan dosis 1.000--1.875 kg/ha yang ditebaŕ secara merata
ke permukaan tanah dasar tambak,‘tergantung pH tanah dasar tambak.
Adapun cara-cara pengapuran t`mbak agar
memperoleh hasil yang baik, menurut murtidjo (1988) diantaranya:
1.
Tanah dasar tambak setelah pengeringan digali dengan kedalaman sekitar 0,1
meter, selanjutnya dicampur dengan kapur dan diaduk
2. Pengadukan harus baik dan benar hingga
merupakan adonan yang homogen serta sempurna
3. setelah adonan sempurna, bisa dikembalikan
dan diratakan pada dasar tambak
4. pengapuran dilakukan setiap musim
penebaran benur atau nener
Menurut Kholis
(2010), Pemberian kapur dilakukan dengan cara disebar merata dipermukaan
tanah dasar kolam. setelah pengapuran selesai, tanah dasar kolam dibalik dengan
menggunakan cangkul sehingga kapur bisa lebih masuk ke dalam lapisan tanah
dasar, pengapuran untuk kolam semen dan terpal dilakukan dengan cara dinding
kolam dan terpal dikuas dengan kapur yang telah dicampur air.
Cara
Pengapuran Tambak menurut Tim Perikanan WWF Indonesia (2011) yaitu periksa pH
tanah pada beberapa titik yang berbeda pada dasar tambak dengan menggunakan
alat pengukur pH hingga sesuai dengan yang diharapkan.
pH
4-5 digunakan kapur 500 - 1000 kg/ha.
pH
5-6 digunakan kapur
250
- 500 kg/ha.
pH
> 6 digunakan dolomit 100 – 250 kg/ha.
Pemberian
kapur harus disesuaikan dengan tekstur dan pH tanah. Kemudian dolomit/kapur
ditebarkan ke seluruh dasar dan pematang tambak dan tambak siap diisi sampai
ketinggian yang dinginkan.
2.4 Jenis-Jenis Kapur Yang Biasa Dipakai Dalam
Pengapuran Tambak
Menurut
Ratnawati (2008), jenis kapur yang digunakan pada kegiatan budidaya udang
tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2, karena kapur ini
memiliki pengaruh yang lebih lama, mudah diperoleh, meninggalkan residu dan
kecepatan reaksìnya lebih lambat, sertajuga mengandung Mg selaìn Ca.
Menurut
Kholis (2010), Jenis kapur yang biasa digunakan
untuk pengapuran kolam adalah kapur aktif atau kapur tohor (CaO) dan kapur
pertanian (CaCO3) atau CaMg(CO3)2. Kapur tohor atau kapur sirih adalah kapur
yang pembuatannya melaluin proses pembakaran. bahan penyusunnya berupa batuan
tohor gunung dan kulit kerang. Kapur pertanian adalah kapur karbonat yang bahan
penyusunnya berupa batuan kapur tanpa melaluin proses pembakaran, tetapi
langsung digiling. terdapat dua macam kapur pertanian, yaitu kalit dan dolomit.
kalsit bahan bakunya didominasi oleh kandungan karbonat dan sedikit magnesium
(CaCO3), sementara dolomit bahan bakunya didominaso oleh kalsium
karbonat dan magnesium karbonat (CaMg(CO3)2).
Menurut
Rezqi (2009), Bentuk kapur yang paling tepat digunakan pada air payau atau
salin (air laut) adalah kapur bakar CaO atau kapur hidrat Ca(OH)2, karena
kalsium karbonat CaCO3 kurang larut dalam air laut.Sumber :
Chanratchakool, (1995) dalam Rezqi (2009)
Jenis
kapur yang dapat diaplikasikan di tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu
kapur karbonat, kapur oksida dan kapur hidrat.
· Kapur karbonat : kapur karbonat
diperoleh dengan menggiling batu kapur tanpa pemanasan. yang tergolong kapur karbonat
adalah:Kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2)
· Kapur oksida : kapur ini diproduksi
setelah pemanasan kapur karbonat. kapur oksida dikenal pula sebagai kapur bakar
atau kapur tohor (CaO)
· Kapur hidrat : kapur ini diperoleh
dengan menambahkan air pada kapur oksida. kapur hidrat dikenal pula dengan nama
kapur bangunan atau kapur tembok Ca(OH)2
Kesesuaian
jenis kapur untuk digunakan sebagai material penertal tergantung pada beberapa
faktor antara lain kekuatan menetralisir, harga, tingkat reaksi dengan tanah,
tingkat kehalusan butir, dan kemudahan untuk digunakan/tidak beresiko. Biasanya
dolomit dan kalsit yang lebih umum digunakan oleh para petani tambak dengan
alasan tersebut di atas. Kapur dolomit memiliki pengaruh lebih lama, mudah
diperoleh, tidak meninggalkan residu dan kecepatan reaksi lebih lambat.
2.5 Dosis Kapur Dalam Pengapuran Tambak
Sebelum
menentukan dosis kapur pada persiapan tambak, maka perlu diketahui cara
pengukuran pH menggunakan pH meter. Setelah nilai pH tanah diketahui maka dosis
kapur yang digunakan disesuaikan dengan tingkat keasaman tanah. Sumber:
Amrullah (1997) dalam Enny et.al. (2009)
Menurut
Amri (2002), kebutuhan kapur per hektar tambak tergantung dari derajat keasaman
tanah tambak (pH). Umumnya, tambak yang sudah beberapa kali digunakan untuk
pemeliharaan udang akan ber-pH rendah karena telah terjadi proses pembusukan
bahan organik berupa sisa pakan dan kotoran udang sehhngga menghasilkan asam
dari proses oksidasi. semakin rendah pH tanah, jumlah kapur yang diperlukan
juga semakin banyak. tabel berikut menunjukkan keperluan kapur berdasarkan
jenis tanah untuk meningkatkan pH tanah dasar tambak sehingga menjadi normal.
Sumber:
Pedoman budidaya tambak, deptan dalam Amri (2002)
2.6 Metode Penentuan Dosis Kapur
Istilah
kebutuhan kapur digunakan untuk menyatakan jumlah kapur yang harus diberikan
pada tanah untuk pertanaman tertentu. Kebutuhan kapur juga digunakan untuk
menyatakan jumlah kapur atau kesetaraannya yang harus diberikan pada tanah
untuk menaikan pH tanah menjadi pH 5,5 dari pH 3,75. Angka-angka yang diperoleh
dari suatu carapenentuan kebutuhan kapur harus dikalikan dengan indeks
netralisasi, tergantung pada susunan serta kehalusan bahan yang digunakan dalam
pengapuran dan jumlah yang mungkin dapat tercuci.(Kaderi,2001)
Penentuan
kebutuhan kapur menurut Kaderi et. al. (2001),
a. Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan
Penambahan Larutan NaOH 0,05 N.
Peralatan
dan bahan yang digunakan:
Timbagan
dengan ketelitian 10 mg; mesin pengocok ; pH-meter dengan gelas elektrode;
pipet dan botol kocok; botol semprot plastik; larutan NaOH 0,05 N. NaOH
sebanyak 2,0 g dilarutkan dengan air destilasi kedalam labu ukur 1 liter sampai
tanda garis.
Cara
kerja:
1) Timbang contoh tanah dengan berat 10 g
sebanyak 6 contoh kemudian dimasukkan masing-masing ke dalam 6 buah botol
kocok.
2) Ke dalam 6 botol yang telah berisi contoh
tanah diberi larutan NaOH 0.05 N masing-masing 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 ml.
3) Ditambahkan air destilasi 25, 21, 17 .
13, 9, 5 ml sehingga jumlah menjadi 25 ml, yaitu setara dengan 0, 2, 4, 6, 8
dan pengekstrak dalam botol 10 ton kapur per hektar .
4) Botol dikocok selama 1 jam dengan mesin
pengocok.
5) pH ditetapkan dengan pH-meter
6) Dibuat kurva pH dan jumlah penambahan
larutan NaOH 0,05 N (ml). SUPING (1998), menyatakan kebutuhan kapur dapat
dihitung berdasarkan hasil penambahan NaOH:
Berdasarkan
kurva ph yang dubuat dari data tabel3 dengan penambahan naoh 0,05n dapat
dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mencapai ph yang diinginkan
b. Penentuan Kebutuhan Kapur Dengan Inkubasi
Peralatan
dan bahan yang digunakan:
Timbagan
dengan ketelitian 10 mg; gelas erlenmeyer dengan tutup karet; mesin pengocok;
pH-meter dengan gelas elektrode ; pipet dan botol kocok; botol semprot plastik
; kapur pertanian .
Cara
kerja:
1 1)
Contoh tanah basah 100 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer, 7 gelas per
contoh.
2 2)
Ke dalam gelas erlenmeyer yang telah berisi contoh tanah diberi kapur
pertanian 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 g ke dalam gelas erlenleyer,
yang setara dengan 0, 2, 4, 8, 12, 16 dan 20 ton kapur pertanian per hektar
(dengan perhitungan lapisan olah 20 cm dan bobot isi (BD = bulk density)
1g/cm3.
3 3) Tanah dan kapur pertanian diaduk, kemudian
diberi air sampai mencapai kapasitas lapang, keadaan air yang optimum untuk
pertumbuhan jasad hidup dalam tanah.
4 4)
Gelas ditutup dan ditempatkan di ruangan yang teduh.
5 5) Setelah
2 minggu inkubasi, diambil sebanyak 3 g tanah untuk penetapan pH-nya.
6 6)
Tanah dimasukan 3 g ke dalam botol kocok.
7 7)
Ditambahkan 3 ml air aquadest/air hujan.
8 8)
Botol dikocok .
9 9) pH
ditetapkan dengan pH meter .
1 10)
Berdasarkan data di atas dibuat kurva pH.
Kebutuhan
kapur dapat dilihat dari kurva yang mencerminkan hubungan antara pH dan jumlah
kapur yang dibutuhkan untuk mencapai pH yang dikehendaki (WIDJAYA, 1996) .
sumber
: Kaderi et al. (2010)
Berdasarkan
kurva pH yang dibuat dari data Tabel 2 dengan masa inkubasi selama 2 minggu
dapat dihitung jumlah kapur yang diperlukan untuk mendapatkan pH 5.5 dari pH
awal 3,75 pada lokasi Belawang sebanyak 16,6 ton/ha kapur.
2.7 Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Pengapuran Tambak
Kolam
hendaknya dicangkul terlebih dahulu agar proses pengapuran menjadi lebih
sempurna. yanah yang dicangkul kurang lebih mencapai kedalaman 20cm dan diberi
air sehingga menjadi macak-macak (becek). selanjutnya kapur ditebarkan secara
merata (Afrianto 1992).
Menurut
Murtidjo (2002), agar dapat diperoleh manfaat pengapuran yang sempurna,
perlakuan yang diperlukan adalah sebagai berikut
Tanah dasar tambak digali sedalam kurang
lebih 0,10m, kemudian dicampur dengan kapur dan diaduk
Pengadukan harus dilakukan secara merata,
sehingga didapat adonan yang homogen dan sempurna
Adonan yang sudah sempurna dapat
dikembalikan dan diratakan pada pelataran tambak
Untuk
tambak yang bertanah asam, pengapuran tambak harus dilakukan setiap musim
tanam. dengan demikian, produktivitas tambak tetap terjamin
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan menurut Soemarno 2012 :
1. Idealnya paling lambat pengapuran
dilakukan 2 minggu sebelum tanam, karena bahan kapur termasuk bahan yang lambat
bereaksi dengan tanah.
2. Setelah pengapuran sebaiknya tanah
dicangkul (dibajak) agar kapur bisa merata masuk dekat zona perakaran.
3. Pengairan setelah pengapuran sangat
diperlukan.
4. Peningkatan pH tidak bisa terjadi
seketika, melainkan pelan dan bertahap.
5. Dosis kapur disesuaikan pH tanahnya, tetapi
sebagai pedoman praktis dosis berkisar 500 kg/Ha 2 ton/Ha.
Catatan
:
Dolomit
juga harus secara rutin digunakan pada tanah pH normal, karena unsur Ca dan Mg
pada dolomit sangat dibutuhkan tanaman.
Beberapa
kriteria yang perlu dijadikan patokan sebelum melaksanakan pengapuran menurut
Sualia et.al (2010), adalah :
Pemberian kapur dilakukan saat dasar
tambak kering, setelah pembilasan. Jenis dan Jumlah Kapur Dasar yang Dibutuhkan
berdasarkan pH Tanah di Daerah Mangrove.
Pemberian kapur disarankan pada waktu
dimana angin tidak berhembus kencang untuk mencegah kapur beterbangan keluar
tambak. Tempatkan posisi tubuh yang membelakangi arah angin agar kapur tidak
mengenai tubuh saat pemberian kapur.
Sebarkan kapur semerata mungkin di dasar
tambak dan pematang bagian dalam, terutama pada bagian caren atau bagian yang
masih tergenang.
Diamkan tambak selama beberapa hari setelah
pengapuran, kemudian isi dengan air laut dan, jika memungkinkan, dilakukan
pemeriksaan pH air. Diharapkan pH air telah mencapai 7,5-8,5 yang menunjukkan
bahwa proses pengapuran telah berhasil.
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari Bab II dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Pengapuran adalah pemberian kapur ke dalam
tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah
terlalu masam
Kapur yang digunakan di tambak berfungsi
untuk meningkatkan kesadahan dan alkalinitas air membentuk sistem penyangga
(buffer) yang kuat, meningkatkan pH, desinfektan, mempercepat dekomposisi bahan
organik, mengendapkan besi, menambah ketersediaan unsur P, dan merangsang
pertumbuhan plankton serta benthos
Pemberian kapur dilakukan dengan cara
disebar merata di permukaan tanah dasar kolam.
Sebelum mengapurnya, kita harus
mengeringkan tambak terlebih dahulu.
jenis kapur yang digunakan pada kegiatan
budidaya udang tradisional plus ini adalah kapur dolomite (Ca Mg(CO3)2
Jenis kapur yang dapat diaplikasikan di
tambak TSM menurut Sammut et.al. (2011) yaitu kapur karbonat, kapur oksida dan
kapur hidrat.
kebutuhan kapur per hektar tambak
tergantung dari derajat keasaman tanah tambak (pH)
Penentuan kebutuhan kapur menurut Kaderi
et. al. (2001) adalah Dengan Penambahan Larutan NaOH 0,05 N dan Dengan
Inkubasi.
3.2 Saran
Untuk
menetralkan pH serta menambah produktivitas tambak, disarankan melakukan
pengapuran secara rutin dengan jenis dan dosis sesuai dengan kebutuhan.
Daftar
Pustaka
Afrianto
E. Ir. dan Evi L. Ir. (1992). Pemeliharaan Kepiting. Penerbit
Kanisius.Yogyakarta
Amri
K, Ir. M.Si. (2002). Budi Daya Udang Windu secara Intensif. Agromedia pustaka.
Hardjowigeno,
S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Kholis
M, S.Pi, MM 2010. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta
Kordi
K, M. Ghufran H. (2010), Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya - Pintar Budidaya
Ikan di Tambak Secara intensif. Lily
publisher. Yogyakarta
Murtidjo
B. A. (2002) Budi Daya Dan Pembenihan Bandeng.Penerbit Kanisius.Yogyakarta
Mustafa
A, Rachmansyah dan Anugriati (2010). Distribusi Kebutuhan Kapur Berdasarkan
Nilai Spos Tanah Untuk Tambak Tanah Sulfat Masam Di Kabupaten Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.
Ratnawati
E. (2008). Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Sistem SemlIntenslf Pada
Tambak Tanah Sulfat Masam. Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau. Maros. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3108610.pdf . Diakses
pada 8 Mei 2012 pukul 01.07 WIB
Rezqi
V. S. K. (2009).Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan
Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19449/C09rvs.pdf.
Diakses pada 8 Mei 2012 pukul 20.04 WIB
Saefulhakim
S,(1985). Efek Pengapuran Terhadap Fosfor Tersedia Pada Tanah. Fakultas
Pertanian. IPB.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/36951/Kongres%20Nasional%204_sunsun%20Saefulhakim.pdf.
Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.24 WIB.
Sammut
J Dr.,dan Mustafa A Ir., MS.(2011) Teknik Pengapuran Pada Pematang Tambak Tanah
Sulfat Masam. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.Maros
Soemarno
(2012), Kemasaman Tanah Dan Pengapuran.
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/MAES-PENGELOLAAN-kemasaman-tanah-dan-PENGAPURAN.ppt.
Diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.40 WIB.
Sualia,
I, Eko B.P., dan I N.N. Suryadiputra. (2010). Panduan Pengelolaan Budidaya
Tambak Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. Wetlands International – Indonesia
Programme. Bogor.
Suyanto
R Dra. Ny. S ,dan Takarina E. P., Ir.
Msi. (2009). Panduan Budidaya Udang Windu
.
Penebar Swadaya. Yogyakata.
Tim
Perikanan WWF Indonesia (2011), Budidaya Udang Windu - Dengan Pemberian pakan
dan Tanpa Aerasi.WWF-Indonesia.
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/3_bmp_budidaya_udang_windu___dengan_pakan_tanpa_aerasi.pdf.
diakses pada 7 Mei 2012 pukul 21.03
0 comments:
Post a Comment