Ikan tuna merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Ikan tuna pada umumnya dimanfaatkan untuk produksi pengalengan dan pembekuan. Produk beku dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk loin beku. Produk ikan tuna beku sebagian besar hanya memanfaatkan daging ikannya saja, sedangkan sisa-sisa pemanfaatan lain berupa kepala, sirip dan tulang belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini kepala, sirip dan tulang hanya dibuat tepung ikan.
Tulang ikan dapat dimanfaatkan menjadi gelatin, Eastoe (1977) menyatakan bahwa di dalam tulang terdapat kolagen sebesar 18,6 % dari 19,86 % unsur organik protein kompleks. Secara umum fungsi gelatin untuk produk pangan adalah sebagai zat pengental, penggumpal, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pemerkaya gizi, pengawet, dan lain-lain (Hermanianto, 2004).
Selama ini sumber utama gelatin yang banyak dimanfaatkan adalah berasal dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penggunaan kulit dan tulang babi tidak menguntungkan bila diterapkan pada produk pangan di negara-negara yang
1) Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB
2) Alumni Program Studi Teknologi Hasil Perikanan FPIK IPB
mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia, karena babi diharamkan untuk dimakan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan gelatin dari sumber hewan lain. Salah satu yang berprospek untuk dikembangkan adalah gelatin tulang dan kulit ikan. Oleh karena itu pemanfaaatan limbah tulang ikan tuna menjadi produk gelatin menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisika kimia gelatin dari tulang ikan tuna dengan beberapa konsentrasi asam klorida.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan meliputi bahan utama untuk pembuatan gelatin yaitu tulang ikan tuna yang diperoleh dari PT Bonecom, asam klorida teknis dan akuades. Bahan-bahan untuk analisis yaitu asam klorida, asam sulfat, asam asetat, pelarut hexana, natrium asetat, natrium hidroksida, etanol 95%, tablet
kjeltab (CuSO4 dan K2SO4).
Peralatan utama dibutuhkan yaitu neraca analitik, pH meter, tanur, desikator, oven, heater, termometer, blender, peralatan mikro kjeldahl, peralatan soxhlet, cawan alumunium, Rheoner RE3305, Brookfield Synchro-Lectric Viscometer, dan Kettler Whitenes Powder.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap pertama yaitu membuat gelatin dengan perlakuan perendaman dalam asam klorida dan suhu ekstraksi. Penelitian tahap kedua adalah menganalisis karakteristik sifat kimia fisika gelatin terpilih yang dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap merah (Hadi, 2005) dan gelatin tulang ikan patin (Nurilmala, 2004).
Pembuatan gelatin dari tulang ikan tuna dilakukan dengan metode asam yang dimodifikasi (Hadi, 2005). Tahapan utama proses pembuatan gelatin ini adalah degrasssing (perebusan) selama 30 menit dengan suhu 80 oC; demineralisasi atau perendaman tulang ikan tuna menggunakan asam klorida. Konsentrasi asam klorida yang digunakan berkisar antara 4 %-6 % (v/v) dengan lama perendaman 2 hari, setiap 24 jam larutan perendaman diganti; dan dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 80-90 oC.
Penelitian tahap pertama diawali dengan melakukan analisis proksimat pada bahan baku tulang ikan tuna kering, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Selanjutnya adalah pembuatan gelatin dari tulang ikan tuna dengan perlakuan pertama pada proses demineralisasi atau perendaman tulang ikan tuna menggunakan asam klorida, dengan perbandingan tulang ikan dan larutan perendaman adalah 1: 4. Konsentrasi asam klorida yang digunakan adalah 4, 5, dan 6 % dengan lama perendaman 2 hari. Setiap 24 jam larutan perendaman diganti dan pemanasan dengan suhu ekstraksi 80 oC, 85 oC dan 90 oC merupakan perlakuan yang kedua. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengamatan berupa uji fisik yang meliputi identifikasi gelatin, rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel.
Penelitian tahap kedua merupakan analisis produk gelatin yang terpilih dari penelitian tahap pertama. Hasil analisis ini dibandingkan parameter mutunya dengan gelatin tulang ikan kakap merah (Hadi, 2005) dan gelatin tulang ikan patin (Nurilmala, 2004). Parameter yang dibandingkan meliputi analisis proksimat gelatin (kadar air, abu, lemak dan protein) (AOAC, 1995) dan sifat fisikakimianya meliputi kekuatan gel (Gaspar, 1998), viskositas (British Standard 757, 1975), pH (British Standard 757, 1975), titik gel (Suryaningrum dan Utomo, 2002), titik leleh (Suryaningrum dan Utomo, 2002), titik isoelektrik (Wainewright, 1977), derajat putih(Kett Digital Whitness Powder) dan asam amino (AOAC, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap Pertama
Analisis proksimat
Pada penelitian pertama dilakukan analisis proksimat tulang ikan tuna kering dengan tujuan untuk mengetahui kandungan protein, lemak, air dan abu.
Hasil analisis proksimat tulang ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Proksimat tulang ikan tuna
Parameter Jumlah (%)
Protein 26,02
Lemak 8,01
Abu 52,36
Air 12,57
Rendemen gelatin
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai rata-rata rendemen gelatin yang berkisar antara 3,8 % - 11,4 %. Hasil rendemen dalam bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram rata-rata rendemen gelatin tulang ikan tuna
(Thunnus sp.)
Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen. Berdasarkan hasil penelitian terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida, maka rendemen yang dihasilkan makin tinggi. Tingginya rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal yaitu gelatin lebih banyak, semakin tinggi suhu ekstraksi akan menyebabkan kolagen terurai menjadi gelatin lebih banyak. Kencenderungan ini mencapai batasnya apabila ion H+ yang berlebih disertai suhu yang tinggi mendenaturasi kolagen yang terhidrolisis. Konsentrasi asam yang berlebih dan suhu yang tinggi menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah gelatin. Konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH (Courts, 1977).
Nilai pH gelatin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH gelatin berkisar antara 4,46-4,89. Nilai ini masih memenuhi standar gelatin tipe A (gelatin dengan proses asam) yaitu antara 3,8-6,0 (Tourtellote, 1980). Nilai pH gelatin dalam histogram dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Histogram pH gelatin tulang ikan tuna (Thunnus sp.)
Rendahnya nilai pH pada gelatin tulang ikan tuna diakibatkan oleh penggunaan asam kuat (asam klorida). Hal ini diduga bahwa masih ada sisa-sisa asam klorida yang digunakan pada saat proses demineralisasi masih terbawa pada saat proses ekstraksi, yang akan mempengaruhi tingkat keasaman pada gelatin yang dihasilkan.
Viskositas gelatin
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata viskositas berkisar antara 3,56,8 centipoise (cP). Nilai ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Tourtellote (1980) yaitu 2,0-7,5. Hasil viskositas disajikan pada Gambar 3.
Secara keseluruhan semakin meningkatnya suhu ekstraksi maka semakin rendah nilai viskositasnya. Hal ini diduga karena pemanasan yang tinggi mengakibatkan terjadinya hidrolisis lanjutan pada kolagen yang sudah menjadi gelatin sehingga akan memutuskan rangkaian asam amino yang berdampak pada rendahnya viskositas. Semakin panjang rantai asam amino gelatin maka nilai viskositas gelatin akan semakin besar (Stansby, 1977).
Gambar 3. Histogram rata-rata viskositas gelatin tulang ikan tuna (Thunnus sp.)
Kekuatan gel
Nilai kekuatan gel berkisar antara 40-290 bloom. Menurut Tourtellote (1980) kekuatan gel standar gelatin sebesar 75-300 bloom. Hasil kekuatan gel dalam bentuk histogram dapat dilihat dalam Gambar 4.
Gambar 4. Kekuatan gel gelatin tulang ikan tuna (Thunnus sp.)
Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka nilai kekuatan gel semakin rendah. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka akan terjadi hidrolisis lanjutan pada kolagen yang sudah menjadi gelatin dan menyebabkan pendeknya rantai asam amino sehingga kekuatan gelnya rendah.
Berdasarkan penelitian tahap pertama didapatkan perlakuan terpilih untuk pembuatan gelatin yaitu konsentrasi HCl 6 %, dengan suhu ekstraksi 80 oC.
Perlakuan ini terpilih karena mempunyai nilai rendemen yang baik dan memiliki nilai sifat-sifat fisik memenuhi standar berdasarkan Tourtellote (1980).
Penelitian Tahap Kedua
Analisis proksimat
Gelatin tulang ikan tuna yang terpilih (kombinasi perlakuan perendaman HCl 6 % dengan suhu ekstraksi 80 oC) dilakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, abu, lemak dan protein. Hasil analisis proksimat gelatin tulang ikan tuna, kakap merah (Hadi, 2005), dan patin (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis proksimat gelatin tulang ikan tuna
Parameter
(%) Gelatin
Tuna Kakap merah Patin SNI (1995)
Kadar air 6,54 6,73 9,26 maks 16 %
Kadar abu 1,93 0,88 2,26 Maks 3,25 %
Kadar lemak 0,42 0,16 1,95 -
Kadar Protein 91,01 86,61 85,91 -
Kadar air
Nilai kadar air dari ketiga gelatin tersebut masih memenuhi standar mutu gelatin yaitu maksimal 16 % (SNI, 1995) dan standar JECFA (2003) yaitu maksimum 18 %. Dengan kadar air sebesar 6,54 % ini, gelatin dari tulang ikan tuna cenderung menyerap air jika disimpan pada suhu ruang untuk mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan. Pada kadar air 13 % dan suhu 25 oC gelatin mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan.
Kadar abu
Kadar abu dari ketiga jenis gelatin tulang ikan ini berbeda-beda, gelatin ikan tuna mempunyai nilai kadar abu 1,93 %, kadar abu gelatin ikan kakap merah 0,88 % dan kadar abu ge1atin ikan patin 2,26 %. Ketiga nilai ini masih memenuhi standar SNI (1995) yaitu maksimum 3,35 % dan JECFA (2003) yaitu maksimum 2 %.
Kadar lemak
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kadar lemak gelatin dari bahan dasar tulang ikan tuna mempunyai nilai yang cukup tinggi sebesar 0,42 % dibandingkan dengan gelatin dari bahan tulang ikan kakap merah, yaitu sebesar 0,16 %. Hal ini dikarenakan kandungan bahan dasar yang berbeda kadar lemaknya, kadar lemak tulang ikan tuna lebih besar dibandingkan dengan kadar lemak ikan kakap merah yang sebesar 4,12 %.
Kadar protein
Hasil pengukuran kadar protein dari ketiga jenis bahan tulang yang berbeda didapatkan nilai tertinggi pada gelatin dengan bahan dasar tulang ikan tuna, yaitu sebesar 91,01 %. Tingginya kadar protein pada gelatin dari bahan dasar tulang tuna diduga berasal dari bahan dasarnya sendiri yang mempunyai kadar protein yang tinggi. Ikan tuna banyak mengandung protein yang merupakan ikan pelagis.
Sifat Fisika-Kimia
Hasil penelitian sifat fisika-kimia gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah (Hadi, 2005), dan ikan patin (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan sifat fisika-kimia gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah dan ikan patin
Parameter Gelatin
Tuna Kakap merah Patin
Kekuatan gel (bloom) 175 226,8*) 279,1*)
Viskositas (cP) 6,9 6,7 4,17
pH 4,89 5,05 4,61
Titik gel (oC) 7,61 8,4 8,2
Titik leleh (oC) 19,84 24,6 24
Titik isoelektrik 7 7 8
Derajat Putih (%) 10,7 37,63 -
*) pengukuran menggunakan TA-XT plus texture analyzer
Titik gel gelatin
Titik gel adalah suhu pada waktu dimana larutan gelatin mulai membentuk gel. Berdasarkan hasil pengukuran terlihat nilai titik gel yang berbeda-beda, yaitu berkisar 7,61-8,4 oC. Nilai titik gel gelatin dari bahan dasar tulang tuna lebih rendah hal ini dapat dilihat juga dari nilai kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan yang lainnya. Titik gel gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin, pH dan besarnya molekul gelatin (Stansby,1977).
Titik leleh gelatin
Titik leleh adalah suhu ketika gelatin yang telah membentuk gel mencair ketika dipanaskan (Stansby, 1977). Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh titik leleh gelatin dari bahan dasar tulang ikan tuna mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan yang lainnya, yaitu 19,84 oC, sedangkan gelatin tulang ikan kakap merah sebesar 24,6 oC, dan gelatin tulang ikan patin sebesar 24 oC. Semakin besar titik leleh, maka titik gel juga semakin besar.
Titik isoelektrik protein
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian titik isoelektrik menunjukkan bahwa gelatin tulang ikan tuna sama dengan gelatin tulang ikan kakap merah dan lebih rendah dibandingkan dengan titik isoelektrik gelatin tulang ikan patin. Titik isoelektrik gelatin berkisar antara 4,8-9,4. Gelatin yang dihasilkan dengan proses asam mempunyai titik isoelektrik yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang dihasilkan dengan proses basa (Poppe, 1992).
Derajat putih
Hasil pengukuran derajat putih menunjukkan bahwa nilai derajat putih gelatin tulang ikan tuna lebih rendah dibandingkan dengan gelatin ikan kakap merah. Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan gelatin tulang ikan tuna tidak menggunakan bahan baku yang segar seperti yang dilakukan pada ikan kakap merah. Bahan baku pada pembuatan gelatin tulang ikan tuna tidak terlalu berwarna putih tapi sedikit kecoklatan. Kesegaran bahan baku akan mempengaruhi mutu dari gelatin tersebut. Pada proses pengeringan pada gelatin tulang ikan tuna menggunakan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses pembuatan gelatin tulang ikan kakap merah.
Asam amino gelatin
Hasil analisis asam amino gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah (Hadi, 2005), dan ikan patin (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis asam amino gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah dan ikan patin
No Jenis asam amino Ikan tuna (%) Ikan kakap merah (%) Ikan patin (%)
1 Asam aspartat 5,646 4,70 4,53
2 As. glutamat 8,410 8,85 9,30
3 Serin 5,306 - 2,00
4 Histidin 6,885 - 0,01
5 Arginin 5,559 7,78 8,23
6 Treonin 4,23 2,66 2,55
7 Alanin 3,78 10,02 10,31
8 Tirosin 4,51 0,46 0,09
9 Glisin 11,795 21,57 22,97
10 Prolin 10,545 10,9 12,17
11 Valin 3,97 1,79 1,34
12 Methionin 1,72 1,40 0,37
13 Sistein 2,305 - 0,06
14 Isoleusin 5,246 0,79 1,07
15 Leusin 3,245 2,23 -
16 fenilalanin 1,57 1,78 2,01
17 Lisin 1,077 3,34 1,89
18 Hidroksiprolin 5,395 6,93 6,25
Gelatin tulang ikan tuna mempunyai nilai glisin, prolin dan hidroksiprolin yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap dan ikan patin. Rendahnya nilai glisin, prolin dan hidroksiprolin menyebabkan nilai kekuatan gel, titik leleh dan titik gel gelatin tulang ikan tuna lebih rendah dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap dan gelatin tulang ikan patin. Semakin besar nilai asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin maka nilai kekuatan gel, viskositas, titik leleh dan titik gel akan semakin tinggi. Menurut Stansby (1977) semakin panjang rantai asam amino gelatin maka nilai viskositas dan kekuatan gel akan semakin besar.
Kandungan logam berat (Hg)
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan merkuri di dalam gelatin tidak terdeteksi. Kandungan merkuri yang negatif pada gelatin tulang ikan tuna menunjukkan bahwa bahan baku tulang ikan tuna dan proses pembuatan gelatin tidak tercemar.
KESIMPULAN
Tulang ikan tuna dapat dibuat menjadi gelatin menggunakan asam klorida dengan konsentrasi 4 %, 5 % dan 6 % dan menggunakan suhu ekstraksi 80 oC, 85
ooC dan 90 C.
Diantara ketiga kondisi tersebut, HCl 6 % dengan suhu ekstraksi 80 0C merupakan kondisi terbaik. Gelatin yang dihasilkan dengan metode ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : titik gel 7,61 0C, titik leleh 19,84 0C, titik isoelektrik pada pH 7 dan derajat putih 10,7 %. Asam amino glisin merupakan asam amino yang utama yang terdapat dalam gelatin tulang ikan tuna ini. Gelatin tulang ikan tuna memiliki nilai derajat putih, kekuatan gel, titik gel dan titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap merah dan gelatin tulang ikan patin. Gelatin tulang ikan tuna memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap dan gelatin tulang ikan patin.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah: (a) diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui masa simpan dan (b) perlunya penelitian lebih lanjut terhadap aplikasi gelatin tulang ikan tuna.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemists. 1995. Official Methods of Analysis the 16th ed. Virginia: Inc. Arlington.
British Standard 757. 1975. Sampling and testing of gelatin. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
Courts A dan Johns. P. 1977. Relationship between collagen and gelatin. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
Eastoe J E. 1977. The Chemical examination of gelatin. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
JECFA. 2003. Edible gelatin. Di dalam Compendium of Food Additive Specifications Addendum 7. Rome, Italy
Gaspar C, Laureno O dan Sousa I.1998. Production of reduced calorie grape juice jelly with gellan, xanthan and locust bean gums. Sensory and Objective Analysis of Texture. Original Food Research and Technology Vol.206. Lisboa: Springer.
Hadi S. 2005. Karakteristik fisikokimia gelatin dari tulang kakap merah (Lutjanus sp.) serta pemanfaatanya dalam produk jelly. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Hermanianto J. 2004. Gelatin: Keajaiban dan resiko kehalalannya. Di dalam pks-anz.org. 24 Januari 2005.
Nurilmala M. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan keras (Teleostei) sebagai sumber gelatin dan karakterisasinya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam Thickening and Gelatin Agents for Food. Imeson A (ed.). London: Blackie Academic and Professional.
SNI 06-3735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Stansbsy, G. 1977. The gelatin gel and the sol-gel transformation. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
Suryaningrum T D dan Utomo B S D. 2002. Petunjuk analisa rumput laut dan hasil olahannya . Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan.
Tourtellote, P. 1980. Gelatin. Di dalam McGraw Hill Encyclopedia of Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press.
Wainewright F W. 1977. Physical test for gelatin and gelatin products. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A. editors. New York: Academic Press.
Tulang ikan dapat dimanfaatkan menjadi gelatin, Eastoe (1977) menyatakan bahwa di dalam tulang terdapat kolagen sebesar 18,6 % dari 19,86 % unsur organik protein kompleks. Secara umum fungsi gelatin untuk produk pangan adalah sebagai zat pengental, penggumpal, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pemerkaya gizi, pengawet, dan lain-lain (Hermanianto, 2004).
Selama ini sumber utama gelatin yang banyak dimanfaatkan adalah berasal dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penggunaan kulit dan tulang babi tidak menguntungkan bila diterapkan pada produk pangan di negara-negara yang
1) Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB
2) Alumni Program Studi Teknologi Hasil Perikanan FPIK IPB
mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia, karena babi diharamkan untuk dimakan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan gelatin dari sumber hewan lain. Salah satu yang berprospek untuk dikembangkan adalah gelatin tulang dan kulit ikan. Oleh karena itu pemanfaaatan limbah tulang ikan tuna menjadi produk gelatin menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisika kimia gelatin dari tulang ikan tuna dengan beberapa konsentrasi asam klorida.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan meliputi bahan utama untuk pembuatan gelatin yaitu tulang ikan tuna yang diperoleh dari PT Bonecom, asam klorida teknis dan akuades. Bahan-bahan untuk analisis yaitu asam klorida, asam sulfat, asam asetat, pelarut hexana, natrium asetat, natrium hidroksida, etanol 95%, tablet
kjeltab (CuSO4 dan K2SO4).
Peralatan utama dibutuhkan yaitu neraca analitik, pH meter, tanur, desikator, oven, heater, termometer, blender, peralatan mikro kjeldahl, peralatan soxhlet, cawan alumunium, Rheoner RE3305, Brookfield Synchro-Lectric Viscometer, dan Kettler Whitenes Powder.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap pertama yaitu membuat gelatin dengan perlakuan perendaman dalam asam klorida dan suhu ekstraksi. Penelitian tahap kedua adalah menganalisis karakteristik sifat kimia fisika gelatin terpilih yang dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap merah (Hadi, 2005) dan gelatin tulang ikan patin (Nurilmala, 2004).
Pembuatan gelatin dari tulang ikan tuna dilakukan dengan metode asam yang dimodifikasi (Hadi, 2005). Tahapan utama proses pembuatan gelatin ini adalah degrasssing (perebusan) selama 30 menit dengan suhu 80 oC; demineralisasi atau perendaman tulang ikan tuna menggunakan asam klorida. Konsentrasi asam klorida yang digunakan berkisar antara 4 %-6 % (v/v) dengan lama perendaman 2 hari, setiap 24 jam larutan perendaman diganti; dan dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 80-90 oC.
Penelitian tahap pertama diawali dengan melakukan analisis proksimat pada bahan baku tulang ikan tuna kering, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Selanjutnya adalah pembuatan gelatin dari tulang ikan tuna dengan perlakuan pertama pada proses demineralisasi atau perendaman tulang ikan tuna menggunakan asam klorida, dengan perbandingan tulang ikan dan larutan perendaman adalah 1: 4. Konsentrasi asam klorida yang digunakan adalah 4, 5, dan 6 % dengan lama perendaman 2 hari. Setiap 24 jam larutan perendaman diganti dan pemanasan dengan suhu ekstraksi 80 oC, 85 oC dan 90 oC merupakan perlakuan yang kedua. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengamatan berupa uji fisik yang meliputi identifikasi gelatin, rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel.
Penelitian tahap kedua merupakan analisis produk gelatin yang terpilih dari penelitian tahap pertama. Hasil analisis ini dibandingkan parameter mutunya dengan gelatin tulang ikan kakap merah (Hadi, 2005) dan gelatin tulang ikan patin (Nurilmala, 2004). Parameter yang dibandingkan meliputi analisis proksimat gelatin (kadar air, abu, lemak dan protein) (AOAC, 1995) dan sifat fisikakimianya meliputi kekuatan gel (Gaspar, 1998), viskositas (British Standard 757, 1975), pH (British Standard 757, 1975), titik gel (Suryaningrum dan Utomo, 2002), titik leleh (Suryaningrum dan Utomo, 2002), titik isoelektrik (Wainewright, 1977), derajat putih(Kett Digital Whitness Powder) dan asam amino (AOAC, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap Pertama
Analisis proksimat
Pada penelitian pertama dilakukan analisis proksimat tulang ikan tuna kering dengan tujuan untuk mengetahui kandungan protein, lemak, air dan abu.
Hasil analisis proksimat tulang ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Proksimat tulang ikan tuna
Parameter Jumlah (%)
Protein 26,02
Lemak 8,01
Abu 52,36
Air 12,57
Rendemen gelatin
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai rata-rata rendemen gelatin yang berkisar antara 3,8 % - 11,4 %. Hasil rendemen dalam bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Histogram rata-rata rendemen gelatin tulang ikan tuna
(Thunnus sp.)
Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen. Berdasarkan hasil penelitian terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida, maka rendemen yang dihasilkan makin tinggi. Tingginya rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal yaitu gelatin lebih banyak, semakin tinggi suhu ekstraksi akan menyebabkan kolagen terurai menjadi gelatin lebih banyak. Kencenderungan ini mencapai batasnya apabila ion H+ yang berlebih disertai suhu yang tinggi mendenaturasi kolagen yang terhidrolisis. Konsentrasi asam yang berlebih dan suhu yang tinggi menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah gelatin. Konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH (Courts, 1977).
Nilai pH gelatin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH gelatin berkisar antara 4,46-4,89. Nilai ini masih memenuhi standar gelatin tipe A (gelatin dengan proses asam) yaitu antara 3,8-6,0 (Tourtellote, 1980). Nilai pH gelatin dalam histogram dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Histogram pH gelatin tulang ikan tuna (Thunnus sp.)
Rendahnya nilai pH pada gelatin tulang ikan tuna diakibatkan oleh penggunaan asam kuat (asam klorida). Hal ini diduga bahwa masih ada sisa-sisa asam klorida yang digunakan pada saat proses demineralisasi masih terbawa pada saat proses ekstraksi, yang akan mempengaruhi tingkat keasaman pada gelatin yang dihasilkan.
Viskositas gelatin
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata viskositas berkisar antara 3,56,8 centipoise (cP). Nilai ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Tourtellote (1980) yaitu 2,0-7,5. Hasil viskositas disajikan pada Gambar 3.
Secara keseluruhan semakin meningkatnya suhu ekstraksi maka semakin rendah nilai viskositasnya. Hal ini diduga karena pemanasan yang tinggi mengakibatkan terjadinya hidrolisis lanjutan pada kolagen yang sudah menjadi gelatin sehingga akan memutuskan rangkaian asam amino yang berdampak pada rendahnya viskositas. Semakin panjang rantai asam amino gelatin maka nilai viskositas gelatin akan semakin besar (Stansby, 1977).
Gambar 3. Histogram rata-rata viskositas gelatin tulang ikan tuna (Thunnus sp.)
Kekuatan gel
Nilai kekuatan gel berkisar antara 40-290 bloom. Menurut Tourtellote (1980) kekuatan gel standar gelatin sebesar 75-300 bloom. Hasil kekuatan gel dalam bentuk histogram dapat dilihat dalam Gambar 4.
Gambar 4. Kekuatan gel gelatin tulang ikan tuna (Thunnus sp.)
Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka nilai kekuatan gel semakin rendah. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka akan terjadi hidrolisis lanjutan pada kolagen yang sudah menjadi gelatin dan menyebabkan pendeknya rantai asam amino sehingga kekuatan gelnya rendah.
Berdasarkan penelitian tahap pertama didapatkan perlakuan terpilih untuk pembuatan gelatin yaitu konsentrasi HCl 6 %, dengan suhu ekstraksi 80 oC.
Perlakuan ini terpilih karena mempunyai nilai rendemen yang baik dan memiliki nilai sifat-sifat fisik memenuhi standar berdasarkan Tourtellote (1980).
Penelitian Tahap Kedua
Analisis proksimat
Gelatin tulang ikan tuna yang terpilih (kombinasi perlakuan perendaman HCl 6 % dengan suhu ekstraksi 80 oC) dilakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, abu, lemak dan protein. Hasil analisis proksimat gelatin tulang ikan tuna, kakap merah (Hadi, 2005), dan patin (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis proksimat gelatin tulang ikan tuna
Parameter
(%) Gelatin
Tuna Kakap merah Patin SNI (1995)
Kadar air 6,54 6,73 9,26 maks 16 %
Kadar abu 1,93 0,88 2,26 Maks 3,25 %
Kadar lemak 0,42 0,16 1,95 -
Kadar Protein 91,01 86,61 85,91 -
Kadar air
Nilai kadar air dari ketiga gelatin tersebut masih memenuhi standar mutu gelatin yaitu maksimal 16 % (SNI, 1995) dan standar JECFA (2003) yaitu maksimum 18 %. Dengan kadar air sebesar 6,54 % ini, gelatin dari tulang ikan tuna cenderung menyerap air jika disimpan pada suhu ruang untuk mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan. Pada kadar air 13 % dan suhu 25 oC gelatin mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan.
Kadar abu
Kadar abu dari ketiga jenis gelatin tulang ikan ini berbeda-beda, gelatin ikan tuna mempunyai nilai kadar abu 1,93 %, kadar abu gelatin ikan kakap merah 0,88 % dan kadar abu ge1atin ikan patin 2,26 %. Ketiga nilai ini masih memenuhi standar SNI (1995) yaitu maksimum 3,35 % dan JECFA (2003) yaitu maksimum 2 %.
Kadar lemak
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kadar lemak gelatin dari bahan dasar tulang ikan tuna mempunyai nilai yang cukup tinggi sebesar 0,42 % dibandingkan dengan gelatin dari bahan tulang ikan kakap merah, yaitu sebesar 0,16 %. Hal ini dikarenakan kandungan bahan dasar yang berbeda kadar lemaknya, kadar lemak tulang ikan tuna lebih besar dibandingkan dengan kadar lemak ikan kakap merah yang sebesar 4,12 %.
Kadar protein
Hasil pengukuran kadar protein dari ketiga jenis bahan tulang yang berbeda didapatkan nilai tertinggi pada gelatin dengan bahan dasar tulang ikan tuna, yaitu sebesar 91,01 %. Tingginya kadar protein pada gelatin dari bahan dasar tulang tuna diduga berasal dari bahan dasarnya sendiri yang mempunyai kadar protein yang tinggi. Ikan tuna banyak mengandung protein yang merupakan ikan pelagis.
Sifat Fisika-Kimia
Hasil penelitian sifat fisika-kimia gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah (Hadi, 2005), dan ikan patin (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan sifat fisika-kimia gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah dan ikan patin
Parameter Gelatin
Tuna Kakap merah Patin
Kekuatan gel (bloom) 175 226,8*) 279,1*)
Viskositas (cP) 6,9 6,7 4,17
pH 4,89 5,05 4,61
Titik gel (oC) 7,61 8,4 8,2
Titik leleh (oC) 19,84 24,6 24
Titik isoelektrik 7 7 8
Derajat Putih (%) 10,7 37,63 -
*) pengukuran menggunakan TA-XT plus texture analyzer
Titik gel gelatin
Titik gel adalah suhu pada waktu dimana larutan gelatin mulai membentuk gel. Berdasarkan hasil pengukuran terlihat nilai titik gel yang berbeda-beda, yaitu berkisar 7,61-8,4 oC. Nilai titik gel gelatin dari bahan dasar tulang tuna lebih rendah hal ini dapat dilihat juga dari nilai kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan yang lainnya. Titik gel gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin, pH dan besarnya molekul gelatin (Stansby,1977).
Titik leleh gelatin
Titik leleh adalah suhu ketika gelatin yang telah membentuk gel mencair ketika dipanaskan (Stansby, 1977). Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh titik leleh gelatin dari bahan dasar tulang ikan tuna mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan yang lainnya, yaitu 19,84 oC, sedangkan gelatin tulang ikan kakap merah sebesar 24,6 oC, dan gelatin tulang ikan patin sebesar 24 oC. Semakin besar titik leleh, maka titik gel juga semakin besar.
Titik isoelektrik protein
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian titik isoelektrik menunjukkan bahwa gelatin tulang ikan tuna sama dengan gelatin tulang ikan kakap merah dan lebih rendah dibandingkan dengan titik isoelektrik gelatin tulang ikan patin. Titik isoelektrik gelatin berkisar antara 4,8-9,4. Gelatin yang dihasilkan dengan proses asam mempunyai titik isoelektrik yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang dihasilkan dengan proses basa (Poppe, 1992).
Derajat putih
Hasil pengukuran derajat putih menunjukkan bahwa nilai derajat putih gelatin tulang ikan tuna lebih rendah dibandingkan dengan gelatin ikan kakap merah. Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan pada proses pembuatan gelatin tulang ikan tuna tidak menggunakan bahan baku yang segar seperti yang dilakukan pada ikan kakap merah. Bahan baku pada pembuatan gelatin tulang ikan tuna tidak terlalu berwarna putih tapi sedikit kecoklatan. Kesegaran bahan baku akan mempengaruhi mutu dari gelatin tersebut. Pada proses pengeringan pada gelatin tulang ikan tuna menggunakan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses pembuatan gelatin tulang ikan kakap merah.
Asam amino gelatin
Hasil analisis asam amino gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah (Hadi, 2005), dan ikan patin (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis asam amino gelatin tulang ikan tuna, ikan kakap merah dan ikan patin
No Jenis asam amino Ikan tuna (%) Ikan kakap merah (%) Ikan patin (%)
1 Asam aspartat 5,646 4,70 4,53
2 As. glutamat 8,410 8,85 9,30
3 Serin 5,306 - 2,00
4 Histidin 6,885 - 0,01
5 Arginin 5,559 7,78 8,23
6 Treonin 4,23 2,66 2,55
7 Alanin 3,78 10,02 10,31
8 Tirosin 4,51 0,46 0,09
9 Glisin 11,795 21,57 22,97
10 Prolin 10,545 10,9 12,17
11 Valin 3,97 1,79 1,34
12 Methionin 1,72 1,40 0,37
13 Sistein 2,305 - 0,06
14 Isoleusin 5,246 0,79 1,07
15 Leusin 3,245 2,23 -
16 fenilalanin 1,57 1,78 2,01
17 Lisin 1,077 3,34 1,89
18 Hidroksiprolin 5,395 6,93 6,25
Gelatin tulang ikan tuna mempunyai nilai glisin, prolin dan hidroksiprolin yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap dan ikan patin. Rendahnya nilai glisin, prolin dan hidroksiprolin menyebabkan nilai kekuatan gel, titik leleh dan titik gel gelatin tulang ikan tuna lebih rendah dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap dan gelatin tulang ikan patin. Semakin besar nilai asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin maka nilai kekuatan gel, viskositas, titik leleh dan titik gel akan semakin tinggi. Menurut Stansby (1977) semakin panjang rantai asam amino gelatin maka nilai viskositas dan kekuatan gel akan semakin besar.
Kandungan logam berat (Hg)
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan merkuri di dalam gelatin tidak terdeteksi. Kandungan merkuri yang negatif pada gelatin tulang ikan tuna menunjukkan bahwa bahan baku tulang ikan tuna dan proses pembuatan gelatin tidak tercemar.
KESIMPULAN
Tulang ikan tuna dapat dibuat menjadi gelatin menggunakan asam klorida dengan konsentrasi 4 %, 5 % dan 6 % dan menggunakan suhu ekstraksi 80 oC, 85
ooC dan 90 C.
Diantara ketiga kondisi tersebut, HCl 6 % dengan suhu ekstraksi 80 0C merupakan kondisi terbaik. Gelatin yang dihasilkan dengan metode ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : titik gel 7,61 0C, titik leleh 19,84 0C, titik isoelektrik pada pH 7 dan derajat putih 10,7 %. Asam amino glisin merupakan asam amino yang utama yang terdapat dalam gelatin tulang ikan tuna ini. Gelatin tulang ikan tuna memiliki nilai derajat putih, kekuatan gel, titik gel dan titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap merah dan gelatin tulang ikan patin. Gelatin tulang ikan tuna memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin tulang ikan kakap dan gelatin tulang ikan patin.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah: (a) diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui masa simpan dan (b) perlunya penelitian lebih lanjut terhadap aplikasi gelatin tulang ikan tuna.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemists. 1995. Official Methods of Analysis the 16th ed. Virginia: Inc. Arlington.
British Standard 757. 1975. Sampling and testing of gelatin. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
Courts A dan Johns. P. 1977. Relationship between collagen and gelatin. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
Eastoe J E. 1977. The Chemical examination of gelatin. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
JECFA. 2003. Edible gelatin. Di dalam Compendium of Food Additive Specifications Addendum 7. Rome, Italy
Gaspar C, Laureno O dan Sousa I.1998. Production of reduced calorie grape juice jelly with gellan, xanthan and locust bean gums. Sensory and Objective Analysis of Texture. Original Food Research and Technology Vol.206. Lisboa: Springer.
Hadi S. 2005. Karakteristik fisikokimia gelatin dari tulang kakap merah (Lutjanus sp.) serta pemanfaatanya dalam produk jelly. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Hermanianto J. 2004. Gelatin: Keajaiban dan resiko kehalalannya. Di dalam pks-anz.org. 24 Januari 2005.
Nurilmala M. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan keras (Teleostei) sebagai sumber gelatin dan karakterisasinya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam Thickening and Gelatin Agents for Food. Imeson A (ed.). London: Blackie Academic and Professional.
SNI 06-3735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Stansbsy, G. 1977. The gelatin gel and the sol-gel transformation. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. New York: Academic Press.
Suryaningrum T D dan Utomo B S D. 2002. Petunjuk analisa rumput laut dan hasil olahannya . Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan.
Tourtellote, P. 1980. Gelatin. Di dalam McGraw Hill Encyclopedia of Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press.
Wainewright F W. 1977. Physical test for gelatin and gelatin products. Di dalam The Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A. editors. New York: Academic Press.
Selamat datang di AURADEWA. Situs judi online terpercaya di indonesia.
ReplyDeleteKami menyediakan 6 pasaran terbaik : singapura, hongkong, szechuan, jayapura, thailand dan toto macau.
Kami juga menyediakan beberapa live casino seperti : roulette, head tail, sicbo, pokerdice, dll.
Poker Online yang direkomendasi kepada teman - teman yang hobi untuk bermain di gaple28. Minimal depo & wd : Rp. 10.000. Bonus refferal 10%.
Ayo gabung dengan AURADEWA. minimal depo & wd : Rp. 10.000
bonus refferal 1% untuk seumur hidup.
untuk info lebih lanjut hubungi cs yang bertugas :
BBM : AURADEWA
LINE : AURADEWA88
WA : +6285242867561
Link resmi kami :
http://auradewa.biz/
http://auradewa.org/