Indonesia memiliki
potensi sumber daya
perairan yang cukup
besar, terdiri dari beribu pulau dan dua per tiga perairan. Untuk usaha
budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang,
sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha
budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah
berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates
calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan
nama seabass/Baramundi
merupakan jenis ikan
yang mempunyai nilai
ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun
ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di
hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang
menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih
sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Untuk mengatasi masalah
benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP
melalui Seafarming Development
Project INS/81/008 dalam upaya
untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap
putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum
diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada
awal 1989 kakap
putih dengan sukses
telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery
Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di
indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba
Jaring Apung
BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah
ikan yang mempunyai toleransi yang cukup
besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous
(dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang
menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air
tawar.
Pada beberapa daerah di
Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak,
petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura),
talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan kakap
putih termasuk dalam
famili Centroponidae, secara
lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Subclas : Teleostei
Ordo :
Percomorphi
Famili :
Centroponidae
Genus :
Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis
antara lain adalah:
a. Badan memanjang,
gepeng dan batang sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih
burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur
3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat
kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip
berwarna abu-abu gelap.
c. Mata berwarna merah
cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit
serong dengan geligi halus.
e. Bagian atas penutup
insang terdapat lubang kuping bergerigi.
f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah
7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan
budidaya dilakukan terlebih
dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang
tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan
kakap putih. Secara
umum lokasi yang
baik untuk kegiatanusaha budidya ikan di laut adalah
daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua
buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan
teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut
adalah:
a. Perairan pantai/
laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman air
yang baik untuk
pertumbuhan ikan kakap
putih berkisar antara 5 ~ 7
meter.
c. Pergerakan air yang
cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32
ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah
diperoleh.
f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g.
Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
SARANA DAN ALAT
BUDIDAYA
1) Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap
di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan
metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung
terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari
bahan:
- Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan
ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan
peliharaan yang lolos keluar.
- Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
- 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4
terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
- Bahan: Bambu atau kayu
- Ukuran: 8 m x 8 m
c. Pelampung: Pelampung
berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang
diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
- Jenis: Drum (Volume 120 liter)
- Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar
seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin,
gelombang digunakan jangkar.
- Jenis yang dipakai: Besi atau beton
(40 kg).
- Jumlah : 4 buah
- Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke
dalam air e. Ukuran benih yang akan
Dipelihara: 50-75
gram/ekor
f. Pakan yang digunakan: ikan rucah g. Perahu :
Jukung
h. Peralatan lain :
ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
2) Konstruksi wadah
pemeliharaan dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
Kerangka ditempatkan di
lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak
terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
Jaring apung apa yang
telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat
sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2.
PELAKSANAAN BUDIDAYA
1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah
mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery,
selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke
dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi
terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
Pemberian pakan
dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10%
botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash
fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1
kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode
pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada
jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang- kerangan dll. Penempelan
organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah
berat.
Pembersihan kotoran
dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala
atau bisa juga tergantung kepada
banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat
ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke
dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan
air bertekanan tinggi.
Selain pengelolaan
terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk
kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan
terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme
atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya
pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan
makanan.
Penggolongan ukuran
(grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan
yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai
terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai
dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ±
500 gram/ekor
diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate
sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
3) Penyakit
Publikasi tentang
penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap
putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis
ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur.
Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu
makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll.
Tindakan yang dapat
dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan
pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang
terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat
sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
0 comments:
Post a Comment