Friday, March 4, 2011

MENGENALKAN BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii)

March 04, 2011 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments


Bawal bintang (Trachinotus   blochii)   merupakan spesies  budidaya  perikanan  laut  yang  terbilang  masih baru   di   Indonesia.   Meskipun   demikian,   permintaan terhadap ikan ini terus meningkat terutama dari pasar internasional seperti Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan China. Dengan harga yang cukup tinggi, pertumbuhan pesat, dan lebih tahan terhadap penyakit membuat spesies ini potensial untuk dikembangkan dalam rangka diversifikasi spesies budidaya perikanan laut di Indonesia.

Selama ini budidaya ikan bawal bintang di Indonesia, terutama tahap  pembesarannya  masih  dilakukan  di  laut  yaitu  dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Walaupun demikian, ada potensi untuk membudidayakan ikan bawal bintang di tambak bersalinitas rendah. Beberapa spesies yang berkerabat dekat dengan ikan bawal bintang seperti Trachinotus carolinus dan Trachinotus marginatus dilaporkan memiliki kemampuan untuk mentolerir  salinitas  dengan  kisaran  yang  luas  atau  bersifat euryhaline.
Bahkan Trachinotus carolinus dilaporkan telah dapat dibudidayakan di tambak bersalinitas rendah (19-12 ‰) dan tahan terhadap perubahan mendadak dari media air bersalinitas 32 ‰ ke 19 ‰.
Survival rate atau kesintasan berkaitan erat dengan tingkat toleransi atau resistensi suatu organisme pada kondisi tertentu baik kondisi abiotik (contohnya kualitas air) maupun kondisi biotik (contohnya adanya organisme patogen). Dalam kaitannya dengan salinitas, maka jika suatu spesies ikan mampu bertahan hidup pada kondisi salinitas tertentu maka ikan tersebut dianggap  toleran  terhadap  kondisi  salinitas  tersebut  dan  jika suatu ikan mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas maka ikan itu dinamakan ikan euryhaline.
Pengaruh salinitas terhadap kesintasan ikan adalah spesifik untuk tiap spesies ikan, contohnya pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa salinitas tidak berpengaruh signifikan terhadap  kesintasan, namun ada pula yang menunjukkan bahwa salinitas mempengaruhi kesintasan [16][17][18]. Sehingga penelitian tentang survival rate ikan bawal  bintang  yang  dipelihara  di  salinitas  yang  berbeda penting untuk dilakukan guna memperoleh informasi apakah ikan bawal bintang yang dipelihara pada salinitas yang lebih rendah dari air laut menunjukkan kesintasan yang lebih baik, sama, atau sebaliknya sebagai langkah awal untuk mengetahui potensi ikan bawal bintang dalam rangka diversifikasi spesies budidaya perikanan air payau.
Persiapan Ikan dan Media Budidaya
Ikan bawal bintang yang digunakan adalah ikan juvenil berumur sekitar 35 hari dengan panjang tubuh sekitar 3,5 cm yang dibeli dari Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali. Ikan yang telah dibeli kemudian diangkut ke Laboratorium Nutrisi, Balai Budidaya Air Payau Situbondo            dan dipindahkan kedalam wadah aklimasi berbentuk tabung bervolume 1000 L yang telah berisi air laut dan diberi aerasi.
Pakan berupa pelet komersil Otohime® EP 1 (protein kasar: 51%, lemak kasar: 8%, serat kasar: 2%, kadar abu: 17%, kalsium: 2,5%, fosfor: 1,7%, diameter: 1,5 mm) diberikan dua kali sehari secara ad libitum atau sampai kenyang yaitu diberi pakan terus menerus hingga ikan sudah tidak merespon pakan yang diberikan lagi.
Penyiponan  dilakukan  setiap  hari  untuk  membersihkan media pemeliharaan. Ikan dalam wadah aklimasi ini selanjutnya disebut sebagai ikan stok.
C.  Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan (preliminary test) dilakukan untuk mengetahui   sampai   salinitas   berapa   ikan   bawal   bintang mampu bertahan hidup dan dengan laju penurunan berapakah yang paling efisien untuk dapat mencapai salinitas tersebut. Uji ini dilakukan berdasarkan modifikasi metode dari [10]. Mula-mula disediakan 4 akuarium yang telah berisi air laut sebanyak  70  L  dan  diberi  aerasi.  Keempat  akuarium  ini masing-masing diisi dengan 10 ekor ikan. Pemindahan ikan dari wadah aklimasi ke akuarium dilakukan pada pagi hari sebelum  memberikan  makan.  Sesaat  setelah  ikan  dipindah, ikan pada masing-masing akuarium kemudian diberi makan secara ad libitum. Kemudian pada sore hari pada hari yang sama juga dilakukan pemberian pakan secara ad libitum. Penyiponan akuarium dilakukan saat sore hari untuk membersihkan akuarium dari feses atau sisa pakan. Pada pagi hari berikutnya, ikan kembali diberi makan secara ad libitum, kemudian sesaat setelah ikan selesai diberi pakan, air dalam akuarium disipon. Saat ini ketika ada ikan yang mati, maka ikan  tersebut  diambil,  dibuang  kemudian  dicatat  mortalitas ikan pada tiap akuarium. Setelah itu dilakukan penurunan salinitas dengan cara mengencerkan air laut dalam akuarium menggunakan air tawar. Pengenceran dilakukan menggunakan rumus:
M1 x V1 = M2 x V2   (1) Dimana  M1   adalah  salinitas  air  laut  yang  akan  diencerkan (‰), V1 adalah volume air laut yang akan diencerkan (L), M2 adalah     salinitas   yang   diinginkan   (‰),   dan   V2    adalah volume air dengan salinitas yang diinginkan (L)
Untuk  meyakinkan     hasil     pengenceran,   salinitas diperiksa dengan hand refractometer. Pengenceran yang dilakukan pada keempat akuarium masing-masing sebanyak 3
‰/hari, 5 ‰/hari, 7 ‰/hari, dan 9 ‰/hari, dengan kata lain pada  hari  berikutnya  juga  dilakukan  prosedur  yang  sama hanya saja untuk masing-masing akuarium memiliki laju penurunan salinitas yang berbeda. Variasi laju penurunan salinitas ini berdasarkan modifikasi dari metode [10]. Penurunan salinitas ini dilakukan hingga salinitas di akuarium mencapai 0 ‰ atau hingga semua ikan di akuarium telah mati. Data SR dari Uji pendahuluan ini kemudian digunakan untuk menentukan MLS (median lethal salinity), yaitu level salinitas dimana populasi ikan (n=10) menurun hingga 50%. Parameter kualitas air berupa suhu, salinitas, pH dan DO  dicatat setiap hari. Suhu diukur menggunakan termometer Hg (oC), pH dengan pH-meter, salinitas diukur dengan hand refractometer (‰), dan DO menggunakan DO-meter (mg/L).
D.  Uji Sebenarnya (Definitive Test)
Berdasarkan hasil dari uji pendahuluan MLS, salinitas terendah yang dapat dicapai oleh ikan bawal bintang dengan SR masih 100% adalah salinitas 4‰. Karena perlakuan yang dapat mencapai salinitas 4‰ hanya perlakuan 3‰/hari dan
5‰/hari maka dipilihlah laju penurunan salinitas yang lebih banyak dan efisien yaitu 5‰/hari.
Sehingga ditetapkanlah kisaran salinitas yang digunakan untuk uji sebenarnya adalah dari salinitas laut hingga 4‰. Variasi salinitas yang digunakan dalam uji sebenarnya adalah salinitas laut (32 – 34 ‰), 24 ‰, 14 ‰, dan 4 ‰ dimana salinitas laut sebagai kontrol yang mewakili salinitas hiperosmotik, salinitas 24 ‰ mewakili salinitas payau namun masih dalam taraf hiperosmotik, salinitas 14 ‰ mewakili salinitas  yang  paling  mendekati level isosmotik, sedangkan salinitas 4 ‰ mewakili salinitas yang hiposmotik. Masing- masing perlakuan salinitas dibuat replikasi sebanyak 3 kali sehingga dalam uji sebenarnya ini akuarium yang digunakan berjumlah 12 buah. Penempatan tiap akuarium untuk tiap perlakuan dan pengulangan dilakukan secara acak. Tiap akuarium ini berisi 70 L air laut. Disamping tiap akuarium perlakuan (kecuali perlakuan salinitas laut) diletakkan satu akuarium tambahan untuk menampung air dengan salinitas yang sama untuk tiap perlakuan yang akan digunakan untuk mengganti air disetiap akuarium uji tiap harinya
Setelah uji pendahuluan berakhir dan telah diketahui berapa kisaran  salinitas  yang  dipakai  maka  pada  hari  itu  juga dilakukan sampling awal untuk uji sebenarnya. Sampling awal ini dimulai dengan mengambil sebanyak 420 ekor ikan bawal bintang dari wadah aklimasi secara acak untuk diukur panjang total (total lenght) dan berat tubuhnya. Untuk menyeragamkan ukuran ikan, maka ikan yang dipilih untuk digunakan dalam uji sebenarnya adalah ikan dengan panjang total antara 4-5 cm. Tiap kali selesai melakukan pengukuran panjang total dan berat satu ekor ikan, ikan tersebut kemudian diletakkan secara acak  pada  satu  akuarium  uji.  Pengacakan  berhenti  ketika dalam satu akuarium telah terdapat 35 ekor ikan. Pada hari dimana sampling awal ini dilakukan ikan tidak diberi makan sama sekali untuk menghindari stress karena sampling, ikan baru diberi makan keesokan harinya.
Keesokan harinya, saat pagi hari dilakukan pembersihan akuarium  dan  penggantian  air  sebanyak  100%  kemudian sekitar 30 menit setelah penggantian air, ikan diberi pakan secara ad libitum. Penurunan salinitas belum dilakukan saat ini sebab ikan masih dalam kondisi yang baru dan perlu untuk beradaptasi  selain  itu  ikan  baru  memulihkan  kondisinya setelah dipuasakan sehari sebelumnya. Sore harinya sebelum dilakukan  pemberian  pakan,  air  kembali  diganti  sebanyak 100%,   kemudian 30 menit   setelah   itu   pakan   kembali diberikan. Penyiponan dilakukan setiap setelah pemberian pakan untuk membersihkan akuarium dari sisa pakan.
Keesokan  harinya  dilakukan  prosedur  yang  sama  seperti hari sebelumnya hanya saja setelah sesaat setelah pemberian pakan dilakukan penurunan salinitas sebanyak 5 ‰ untuk semua akuarium kecuali akuarium dengan perlakuan salinitas laut. Kemudian disiapkan pula air dengan salinitas yang sama untuk tiap perlakuan (kecuali salinitas laut) di akuarium lain yang   akan   digunakan   untuk   mengganti   air   dalam   tiap perlakuan  setiap  pagi  hari  berikutnya.  Penurunan  salinitas terus dilakukan keesokan harinya hingga tercapai salinitas target     untuk            masing-masing perlakuan. Pemeliharaan dilakukan hingga 4 minggu (28 hari) terhitung pada hari dimana ikan mendapat pakan untuk pertama kalinya setelah disampling.
Parameter kualitas air berupa suhu, salinitas, pH dan DO dicatat setiap hari. Suhu diukur menggunakan termometer Hg (oC), pH dengan pH-meter, salinitas diukur dengan hand refractometer (‰), dan DO menggunakan DO-meter (mg/L).
E.  Pengamatan
Pengamatan tingkat kesintasan (survival rate/SR) dilakukan setiap hari. SR dihitung berdasarkan rumus dari, yaitu:
SR = (Nt/No) x 100 %            (2) Dimana SR adalah survival rate, Nt adalah jumlah ikan yang
hidup di akhir penelitian, dan No  adalah jumlah ikan pada awal penelitian.
F.  Analisa Data
Analisa data pada uji pendahuluan menggunakan analisis probit untuk menentukan MLS tiap perlakuan sedangkan analisa data     pada  uji  sebenarnya  menggunakan  ANOVA  one-way dimana salinitas sebagai faktor dan SR sebagai respon. Jika terdapat beda signifikan (P < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji tukey untuk mengetahui dimana letak signifikansi pada data.
A.  Uji Pendahuluan
Pada uji pendahuluan ini menggunakan ikan bawal bintang dengan ukuran antara 3 – 3,5 cm. Kualitas air selama uji pendahuluan masih dalam taraf aman menurut [9] yaitu suhu antara 29-30oC, DO antara 4,8–5 mg/L, dan pH antara 7,99–8,5. Parameter utama yang diamati adalah survival rate (SR) harian selama 5–14 hari masa pemeliharaan tergantung perlakuan laju penurunan salinitasnya. Melalui perhitungan MLS menggunakan analisis probit, maka diketahui MLS untuk perlakuan laju penurunan salinitas sebanyak 3‰/hari adalah 0,9‰, untuk perlakuan 5‰/hari adalah 2‰, untuk 9‰/hari adalah 4,5‰ sedangkan untuk 7‰/hari adalah -1‰ (<0 span="">
Pemilihan  salinitas 4‰  sebagai salinitas target terendah pada uji sebenarnya berdasarkan data SR pada uji pendahuluan  yang  menunjukkan  bahwa  salinitas  terendah yang dapat dicapai oleh ikan bawal bintang dengan SR masih 100% adalah salinitas 4‰. Hal ini sejalan dengan manfaat dari penelitian ini yaitu dalam rangka diversifikasi spesies budidaya  di  pertambakan  (payau).  Karena  perlakuan  yang dapat mencapai salinitas 4‰ hanya perlakuan 3‰/hari dan 5‰/hari maka dipilihlah laju penurunan salinitas yang lebih efisien yaitu 5‰/hari.
B.  Uji Sebenarnya
Kualitas air selain salinitas selama uji sebenarnya (definitive test) masih dalam taraf aman menurut [9] yaitu suhu antara 28- 30oC, DO antara 4 – 5 mg/L, dan pH antara 7,77 – 8,2. Panjang total dan berat ikan di awal penelitian adalah homogen sehingga dianggap tidak
Data   survival   rate   ikan   bawal   bintang   selama   uji sebenarnya dapat dilihat pada tabel 2.Survival rate ikan bawal bintang di semua akuarium selama 28 hari saat uji sebenarnya berkisar antara 97,1 – 100% dan tidak berbeda signifikan (P>0,05) antar perlakuan.
SR yang tinggi pada semua perlakuan salinitas menunjukkan bahwa ikan bawal bintang dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi salinitas tersebut dan menunjukkan bahwa ikan ini bersifat euryhaline. SR yang tinggi dan tidak menunjukkan beda nyata pada semua perlakuan salinitas juga menunjukkan bahwa ikan bawal bintang berpotensi untuk dibudidayakan di area pertambakan dalam upaya diversifikasi spesies ikan budidaya di salinitas payau seperti halnya ikan Atlantic Halibut , Flounder , Dusky Kob , Baronang/Rabbitfish , Fat Snook , dan Black Bream .
Kemampuan osmoregulasi ikan air laut terutama ikan air laut euryhaline berhubungan   dengan kemampuan mendeteksi tekanan osmotik (osmo-sensitivity) dari sel chloride Sel chloride yang merupakan reseptor, terutama peka terhadap level salinitas dilingkungan. Ketika ikan air laut euryhaline memasuki lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka sel chloride akan mengirimkan sinyal ke sistem saraf pusat, terutama ke kelenjar pituitary yang akan memicu perubahan jumlah hormon GH (Growth Hormone) yang disekresi. Hormon GH ini selanjutnya akan meregulasi perkembangan sel chloride pada organ-organ osmoregulasi seperti insang, ginjal, dan saluran pencernaan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan jumlah sel chloride atau perubahan mekanisme fisiologis dalam hal sekresi/absorbsi ion oleh sel chloride. Jika ikan memasuki lingkungan dengan salinitas yang lebih tinggi maka jumlah sel chloride akan bertambah dan sebaliknya jika memasuki lingkungan dengan salinitas yang lebih rendah. Perubahan jangka  pendek  ini  dapat  menyebabkan  perubahan  jangka panjang dalam hal ekspresi gen.
Mekanisme  ekskresi  garam  oleh  sel  chloride  terutama dikendalikan   oleh   pompa   sodium   menggunakan   enzim Na+/K+-activated ATPase yang menjaga agar level Na+  pada sitoplasma tetap rendah. Sehingga akan terdapat gradien konsentrasi ion Na+  antara bagian dalam sel chloride dengan cairan tubuh dimana konsentrasi ion Na+ lebih tinggi di cairan tubuh. Gradien konsentrasi inilah yang menyebabkan masuknya Na+ dan Cl-. Cl- kemudian terdifusi ke bagian apex potensial  membran dari sel chloride adalah negatif dibandingkan dengan air laut maka jika ada penambahan Cl- dalam sel chloride, Cl- akan langsung dikeluarkan ke air laut. Kebalikan dari Cl-, Na+ diekskresikan secara pasif melalui rute cation-selective paracelluler yang berakhir di leaky tight junction antar sel chloride. SR yang sama antara semua perlakuan salinitas pada penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan dimana ikan bawal bintang dapat beradaptasi dengan baik di salinitas yang lebih rendah daripada salinitas laut seperti halnya  ikan cobia (Rachycentron canadum) [21] yang telah dapat dibudidayakan di salinitas yang lebih rendah secara masal di Amerika Serikat [22]. Sehingga jika melihat pola yang sama antara ikan bawal bintang  dan  ikan  cobia  dalam  hal  SR  di  salinitas  yang berbeda,  maka  ikan  bawal  bintang  dapat  memiliki  potensi yang sama untuk dapat dibudidayakan di salinitas yang lebih rendah daripada salinitas air laut secara masal.
KESIMPULAN
Survival rate dan konversi pakan ikan bawal bintang yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selama 28 hari tidak menunjukkan adanya perbedaan sehingga dapat dikatakan bahwa ikan bawal bintang dapat beradaptasi dengan baik di salinitas yang lebih rendah daripada salinitas laut dan berpotensi untuk dibudidayakan pada skala pertambakan bersalinitas   rendah   dalam   rangka   diversifikasi   spesies budidaya perikanan air payau.

0 comments:

Post a Comment