Bawal bintang (Trachinotus blochii) merupakan spesies budidaya perikanan laut yang terbilang masih baru di Indonesia. Meskipun demikian, permintaan terhadap ikan ini terus meningkat terutama dari pasar internasional seperti Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan China. Dengan harga yang cukup tinggi, pertumbuhan pesat, dan lebih tahan terhadap penyakit membuat spesies ini potensial untuk dikembangkan dalam rangka diversifikasi spesies budidaya perikanan laut di Indonesia.
Selama ini budidaya
ikan bawal bintang di Indonesia, terutama tahap
pembesarannya masih dilakukan
di laut yaitu
dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Walaupun demikian, ada potensi
untuk membudidayakan ikan bawal bintang di tambak bersalinitas rendah. Beberapa
spesies yang berkerabat dekat dengan ikan bawal bintang seperti Trachinotus
carolinus dan Trachinotus marginatus dilaporkan memiliki kemampuan untuk
mentolerir salinitas dengan
kisaran yang luas
atau bersifat euryhaline.
Bahkan Trachinotus
carolinus dilaporkan telah dapat dibudidayakan di tambak bersalinitas rendah
(19-12 ‰) dan tahan terhadap perubahan mendadak dari media air bersalinitas 32
‰ ke 19 ‰.
Survival rate atau
kesintasan berkaitan erat dengan tingkat toleransi atau resistensi suatu
organisme pada kondisi tertentu baik kondisi abiotik (contohnya kualitas air)
maupun kondisi biotik (contohnya adanya organisme patogen). Dalam kaitannya
dengan salinitas, maka jika suatu spesies ikan mampu bertahan hidup pada
kondisi salinitas tertentu maka ikan tersebut dianggap toleran
terhadap kondisi salinitas
tersebut dan jika suatu ikan mampu hidup pada kisaran
salinitas yang luas maka ikan itu dinamakan ikan euryhaline.
Pengaruh salinitas
terhadap kesintasan ikan adalah spesifik untuk tiap spesies ikan, contohnya
pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa salinitas tidak berpengaruh
signifikan terhadap kesintasan, namun
ada pula yang menunjukkan bahwa salinitas mempengaruhi kesintasan [16][17][18].
Sehingga penelitian tentang survival rate ikan bawal bintang
yang dipelihara di
salinitas yang berbeda penting untuk dilakukan guna
memperoleh informasi apakah ikan bawal bintang yang dipelihara pada salinitas
yang lebih rendah dari air laut menunjukkan kesintasan yang lebih baik, sama,
atau sebaliknya sebagai langkah awal untuk mengetahui potensi ikan bawal
bintang dalam rangka diversifikasi spesies budidaya perikanan air payau.
Persiapan Ikan dan
Media Budidaya
Ikan bawal bintang yang
digunakan adalah ikan juvenil berumur sekitar 35 hari dengan panjang tubuh
sekitar 3,5 cm yang dibeli dari Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut
(BBRPBL) Gondol, Bali. Ikan yang telah dibeli kemudian diangkut ke Laboratorium
Nutrisi, Balai Budidaya Air Payau Situbondo dan
dipindahkan kedalam wadah aklimasi berbentuk tabung bervolume 1000 L yang telah
berisi air laut dan diberi aerasi.
Pakan berupa pelet komersil
Otohime® EP 1 (protein kasar: 51%, lemak kasar: 8%, serat kasar: 2%, kadar abu:
17%, kalsium: 2,5%, fosfor: 1,7%, diameter: 1,5 mm) diberikan dua kali sehari
secara ad libitum atau sampai kenyang yaitu diberi pakan terus menerus hingga
ikan sudah tidak merespon pakan yang diberikan lagi.
Penyiponan dilakukan
setiap hari untuk
membersihkan media pemeliharaan. Ikan dalam wadah aklimasi ini
selanjutnya disebut sebagai ikan stok.
C. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan
(preliminary test) dilakukan untuk mengetahui
sampai salinitas berapa
ikan bawal bintang mampu bertahan hidup dan dengan laju
penurunan berapakah yang paling efisien untuk dapat mencapai salinitas
tersebut. Uji ini dilakukan berdasarkan modifikasi metode dari [10]. Mula-mula
disediakan 4 akuarium yang telah berisi air laut sebanyak 70
L dan diberi
aerasi. Keempat akuarium
ini masing-masing diisi dengan 10 ekor ikan. Pemindahan ikan dari wadah
aklimasi ke akuarium dilakukan pada pagi hari sebelum memberikan
makan. Sesaat setelah
ikan dipindah, ikan pada
masing-masing akuarium kemudian diberi makan secara ad libitum. Kemudian pada
sore hari pada hari yang sama juga dilakukan pemberian pakan secara ad libitum.
Penyiponan akuarium dilakukan saat sore hari untuk membersihkan akuarium dari
feses atau sisa pakan. Pada pagi hari berikutnya, ikan kembali diberi makan
secara ad libitum, kemudian sesaat setelah ikan selesai diberi pakan, air dalam
akuarium disipon. Saat ini ketika ada ikan yang mati, maka ikan tersebut
diambil, dibuang kemudian
dicatat mortalitas ikan pada tiap
akuarium. Setelah itu dilakukan penurunan salinitas dengan cara mengencerkan
air laut dalam akuarium menggunakan air tawar. Pengenceran dilakukan menggunakan
rumus:
M1 x V1 = M2 x V2 (1) Dimana
M1 adalah salinitas
air laut yang
akan diencerkan (‰), V1 adalah
volume air laut yang akan diencerkan (L), M2 adalah salinitas yang diinginkan
(‰), dan V2
adalah volume air dengan salinitas yang diinginkan (L)
Untuk meyakinkan hasil pengenceran, salinitas diperiksa dengan hand refractometer. Pengenceran yang
dilakukan pada keempat akuarium masing-masing sebanyak 3
‰/hari, 5 ‰/hari, 7
‰/hari, dan 9 ‰/hari, dengan kata lain pada
hari berikutnya juga
dilakukan prosedur yang
sama hanya saja untuk masing-masing akuarium memiliki laju penurunan
salinitas yang berbeda. Variasi laju penurunan salinitas ini berdasarkan
modifikasi dari metode [10]. Penurunan salinitas ini dilakukan hingga salinitas
di akuarium mencapai 0 ‰ atau hingga semua ikan di akuarium telah mati. Data SR
dari Uji pendahuluan ini kemudian digunakan untuk menentukan MLS (median lethal
salinity), yaitu level salinitas dimana populasi ikan (n=10) menurun hingga
50%. Parameter kualitas air berupa suhu, salinitas, pH dan DO dicatat setiap hari. Suhu diukur menggunakan
termometer Hg (oC), pH dengan pH-meter, salinitas diukur dengan hand
refractometer (‰), dan DO menggunakan DO-meter (mg/L).
Berdasarkan hasil dari
uji pendahuluan MLS, salinitas terendah yang dapat dicapai oleh ikan bawal
bintang dengan SR masih 100% adalah salinitas 4‰. Karena perlakuan yang dapat
mencapai salinitas 4‰ hanya perlakuan 3‰/hari dan
5‰/hari maka dipilihlah
laju penurunan salinitas yang lebih banyak dan efisien yaitu 5‰/hari.
Sehingga ditetapkanlah
kisaran salinitas yang digunakan untuk uji sebenarnya adalah dari salinitas
laut hingga 4‰. Variasi salinitas yang digunakan dalam uji sebenarnya adalah
salinitas laut (32 – 34 ‰), 24 ‰, 14 ‰, dan 4 ‰ dimana salinitas laut sebagai
kontrol yang mewakili salinitas hiperosmotik, salinitas 24 ‰ mewakili salinitas
payau namun masih dalam taraf hiperosmotik, salinitas 14 ‰ mewakili
salinitas yang paling
mendekati level isosmotik, sedangkan salinitas 4 ‰ mewakili salinitas
yang hiposmotik. Masing- masing perlakuan salinitas dibuat replikasi sebanyak 3
kali sehingga dalam uji sebenarnya ini akuarium yang digunakan berjumlah 12
buah. Penempatan tiap akuarium untuk tiap perlakuan dan pengulangan dilakukan
secara acak. Tiap akuarium ini berisi 70 L air laut. Disamping tiap akuarium
perlakuan (kecuali perlakuan salinitas laut) diletakkan satu akuarium tambahan
untuk menampung air dengan salinitas yang sama untuk tiap perlakuan yang akan
digunakan untuk mengganti air disetiap akuarium uji tiap harinya
Setelah uji pendahuluan
berakhir dan telah diketahui berapa kisaran
salinitas yang dipakai
maka pada hari
itu juga dilakukan sampling awal
untuk uji sebenarnya. Sampling awal ini dimulai dengan mengambil sebanyak 420
ekor ikan bawal bintang dari wadah aklimasi secara acak untuk diukur panjang
total (total lenght) dan berat tubuhnya. Untuk menyeragamkan ukuran ikan, maka
ikan yang dipilih untuk digunakan dalam uji sebenarnya adalah ikan dengan
panjang total antara 4-5 cm. Tiap kali selesai melakukan pengukuran panjang
total dan berat satu ekor ikan, ikan tersebut kemudian diletakkan secara
acak pada satu
akuarium uji. Pengacakan
berhenti ketika dalam satu akuarium
telah terdapat 35 ekor ikan. Pada hari dimana sampling awal ini dilakukan ikan
tidak diberi makan sama sekali untuk menghindari stress karena sampling, ikan
baru diberi makan keesokan harinya.
Keesokan harinya, saat
pagi hari dilakukan pembersihan akuarium
dan penggantian air
sebanyak 100% kemudian sekitar 30 menit setelah penggantian
air, ikan diberi pakan secara ad libitum. Penurunan salinitas belum dilakukan
saat ini sebab ikan masih dalam kondisi yang baru dan perlu untuk
beradaptasi selain itu
ikan baru memulihkan
kondisinya setelah dipuasakan sehari sebelumnya. Sore harinya sebelum
dilakukan pemberian pakan,
air kembali diganti
sebanyak 100%, kemudian 30 menit setelah
itu pakan kembali diberikan. Penyiponan dilakukan
setiap setelah pemberian pakan untuk membersihkan akuarium dari sisa pakan.
Keesokan harinya
dilakukan prosedur yang
sama seperti hari sebelumnya
hanya saja setelah sesaat setelah pemberian pakan dilakukan penurunan salinitas
sebanyak 5 ‰ untuk semua akuarium kecuali akuarium dengan perlakuan salinitas
laut. Kemudian disiapkan pula air dengan salinitas yang sama untuk tiap
perlakuan (kecuali salinitas laut) di akuarium lain yang akan
digunakan untuk mengganti
air dalam tiap perlakuan setiap
pagi hari berikutnya.
Penurunan salinitas terus
dilakukan keesokan harinya hingga tercapai salinitas target untuk masing-masing
perlakuan. Pemeliharaan dilakukan hingga 4 minggu (28 hari) terhitung pada hari
dimana ikan mendapat pakan untuk pertama kalinya setelah disampling.
Parameter kualitas air
berupa suhu, salinitas, pH dan DO dicatat setiap hari. Suhu diukur menggunakan
termometer Hg (oC), pH dengan pH-meter, salinitas diukur dengan hand
refractometer (‰), dan DO menggunakan DO-meter (mg/L).
E. Pengamatan
Pengamatan tingkat
kesintasan (survival rate/SR) dilakukan setiap hari. SR dihitung berdasarkan
rumus dari, yaitu:
SR = (Nt/No) x 100 % (2) Dimana SR adalah survival rate,
Nt adalah jumlah ikan yang
hidup di akhir
penelitian, dan No adalah jumlah ikan
pada awal penelitian.
F. Analisa Data
Analisa data pada uji
pendahuluan menggunakan analisis probit untuk menentukan MLS tiap perlakuan
sedangkan analisa data pada uji
sebenarnya menggunakan ANOVA
one-way dimana salinitas sebagai faktor dan SR sebagai respon. Jika
terdapat beda signifikan (P < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji tukey untuk
mengetahui dimana letak signifikansi pada data.
A. Uji Pendahuluan
Pada uji pendahuluan
ini menggunakan ikan bawal bintang dengan ukuran antara 3 – 3,5 cm. Kualitas
air selama uji pendahuluan masih dalam taraf aman menurut [9] yaitu suhu antara
29-30oC, DO antara 4,8–5 mg/L, dan pH antara 7,99–8,5. Parameter utama yang diamati
adalah survival rate (SR) harian selama 5–14 hari masa pemeliharaan tergantung
perlakuan laju penurunan salinitasnya. Melalui perhitungan MLS menggunakan
analisis probit, maka diketahui MLS untuk perlakuan laju penurunan salinitas
sebanyak 3‰/hari adalah 0,9‰, untuk perlakuan 5‰/hari adalah 2‰, untuk 9‰/hari
adalah 4,5‰ sedangkan untuk 7‰/hari adalah -1‰ (<0 span="">0>
Pemilihan salinitas 4‰
sebagai salinitas target terendah pada uji sebenarnya berdasarkan data SR
pada uji pendahuluan yang menunjukkan
bahwa salinitas terendah yang dapat dicapai oleh ikan bawal
bintang dengan SR masih 100% adalah salinitas 4‰. Hal ini sejalan dengan
manfaat dari penelitian ini yaitu dalam rangka diversifikasi spesies
budidaya di pertambakan
(payau). Karena perlakuan
yang dapat mencapai salinitas 4‰ hanya perlakuan 3‰/hari dan 5‰/hari
maka dipilihlah laju penurunan salinitas yang lebih efisien yaitu 5‰/hari.
B. Uji Sebenarnya
Kualitas air selain
salinitas selama uji sebenarnya (definitive test) masih dalam taraf aman
menurut [9] yaitu suhu antara 28- 30oC, DO antara 4 – 5 mg/L, dan pH antara
7,77 – 8,2. Panjang total dan berat ikan di awal penelitian adalah homogen
sehingga dianggap tidak
Data survival
rate ikan bawal
bintang selama uji sebenarnya dapat dilihat pada tabel
2.Survival rate ikan bawal bintang di semua akuarium selama 28 hari saat uji
sebenarnya berkisar antara 97,1 – 100% dan tidak berbeda signifikan (P>0,05)
antar perlakuan.
SR yang tinggi pada
semua perlakuan salinitas menunjukkan bahwa ikan bawal bintang dapat
beradaptasi dengan baik pada kondisi salinitas tersebut dan menunjukkan bahwa
ikan ini bersifat euryhaline. SR yang tinggi dan tidak menunjukkan beda nyata
pada semua perlakuan salinitas juga menunjukkan bahwa ikan bawal bintang
berpotensi untuk dibudidayakan di area pertambakan dalam upaya diversifikasi
spesies ikan budidaya di salinitas payau seperti halnya ikan Atlantic Halibut ,
Flounder , Dusky Kob , Baronang/Rabbitfish , Fat Snook , dan Black Bream .
Kemampuan osmoregulasi
ikan air laut terutama ikan air laut euryhaline berhubungan dengan kemampuan mendeteksi tekanan osmotik
(osmo-sensitivity) dari sel chloride Sel chloride yang merupakan reseptor,
terutama peka terhadap level salinitas dilingkungan. Ketika ikan air laut
euryhaline memasuki lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka sel chloride
akan mengirimkan sinyal ke sistem saraf pusat, terutama ke kelenjar pituitary
yang akan memicu perubahan jumlah hormon GH (Growth Hormone) yang disekresi.
Hormon GH ini selanjutnya akan meregulasi perkembangan sel chloride pada
organ-organ osmoregulasi seperti insang, ginjal, dan saluran pencernaan yang
selanjutnya akan menyebabkan perubahan jumlah sel chloride atau perubahan
mekanisme fisiologis dalam hal sekresi/absorbsi ion oleh sel chloride. Jika
ikan memasuki lingkungan dengan salinitas yang lebih tinggi maka jumlah sel
chloride akan bertambah dan sebaliknya jika memasuki lingkungan dengan
salinitas yang lebih rendah. Perubahan jangka
pendek ini dapat
menyebabkan perubahan jangka panjang dalam hal ekspresi gen.
Mekanisme ekskresi
garam oleh sel
chloride terutama
dikendalikan oleh pompa
sodium menggunakan enzim Na+/K+-activated ATPase yang menjaga
agar level Na+ pada sitoplasma tetap
rendah. Sehingga akan terdapat gradien konsentrasi ion Na+ antara bagian dalam sel chloride dengan
cairan tubuh dimana konsentrasi ion Na+ lebih tinggi di cairan tubuh. Gradien konsentrasi
inilah yang menyebabkan masuknya Na+ dan Cl-. Cl- kemudian terdifusi ke bagian
apex potensial membran dari sel chloride adalah
negatif dibandingkan dengan air laut maka jika ada penambahan Cl- dalam sel
chloride, Cl- akan langsung dikeluarkan ke air laut. Kebalikan dari Cl-, Na+
diekskresikan secara pasif melalui rute cation-selective paracelluler yang
berakhir di leaky tight junction antar sel chloride. SR yang sama antara semua
perlakuan salinitas pada penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan dimana
ikan bawal bintang dapat beradaptasi dengan baik di salinitas yang lebih rendah
daripada salinitas laut seperti halnya
ikan cobia (Rachycentron canadum) [21] yang telah dapat dibudidayakan di
salinitas yang lebih rendah secara masal di Amerika Serikat [22]. Sehingga jika
melihat pola yang sama antara ikan bawal bintang dan
ikan cobia dalam
hal SR di
salinitas yang berbeda, maka
ikan bawal bintang
dapat memiliki potensi yang sama untuk dapat dibudidayakan
di salinitas yang lebih rendah daripada salinitas air laut secara masal.
KESIMPULAN
Survival rate dan
konversi pakan ikan bawal bintang yang dipelihara pada salinitas yang berbeda
selama 28 hari tidak menunjukkan adanya perbedaan sehingga dapat dikatakan
bahwa ikan bawal bintang dapat beradaptasi dengan baik di salinitas yang lebih
rendah daripada salinitas laut dan berpotensi untuk dibudidayakan pada skala
pertambakan bersalinitas rendah dalam
rangka diversifikasi spesies budidaya perikanan air payau.
0 comments:
Post a Comment