Wednesday, September 6, 2017

BAHAYA FORMALIN DALAM PRODUK PERIKANAN

September 06, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Pendahuluan
Dengan semakin merebaknya isu penggunaan bahan kimia berbahaya dalam penanganan dan pengolahan hasil perikanan akhir-akhir ini akan berdampak negatif terhadap upaya pemerintah untuk melaksanakan program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan. Pasalnya, masyarakat yang sudah mempunyai minat akan makan ikan akan surut begitu mendengar sebagian ikan yang tersedia di pasar mengandung bahan berbahaya, apalagi bagi masyarakat yang belum memahami pentingnya makan ikan. Di samping itu, kandungan formalin pada produk-produk perikanan indonesia dapat menjadi alat bagi negara-negara importir untuk menolak produk-produk perikanan asal indonesia. Lalu, apa sebenarnya formalin, fungsinya dan efeknya terhadap kesehatan?
Cara Mengenali Formalin
Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40 %, berupa cairan jernih, tidak berwarna dengan bau menusuk. Berbagai macam fungsi formalin diantaranya adalah :
1. Sebagai antiseptik untuk membunuh  mikroorganisme
2. Bahan pengawet hewan kecil, serangga hingga mayat manusia
3. Desinfektan misal untuk mensterilkan kandang
4. Dalam kosmetika digunakan sebagai deodorant dan antihidrolitik (menghambat keringat )
5. Bahan tambahan dalam pembuatan kertas tissue untuk toilet
6. Bahan baku dalam industri lem playwood, resin maupun tekstil
Berdasarkan penelitian, formalin bersifat karsinogen yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Konsumsi formalin dalam dosis rendah, dapat menyebabkan mual, muntah, rasa terbakar pada tenggorakan, sakit perut akut, mencret darah, depresi syaraf dan gangguan peredaran darah. Pada dosis tinggi berakibat konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), muntah darah dan bahkan bisa menyebabkan kematian.
Jika formalin dikonsumsi secara terus menerus dan dalam jangkla waktu yang panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Mengingat besarnya bahaya yang ditombulkan, formalin dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan.
Alasan Penggunaan Formalin
Bagi sebagian nelayan adalah lebih ekonomis karena 1 kg formalin dapat dibeli dengan harga lebih murah dibandingkan harga es batu, daya awetnya lebih lama, resiko kerusakan lebih rendah, penampakan lebih baik, formalin lebih mudah diperoleh serta lebih praktis dan tidak makan tempat yang luas dibandingkan dengan es batu.
Sedangkan alasan bagi pengolah ikan adalah biaya produksi lebih rendah, rendemen hasil lebih tinggi karena selama pengeringan ikan, formalin dapat mencegah turunnya bobot dari sekitar 60 % hanya menjadi 30 %, proses pengeringan lebih cepat dan penampakan lebih baik.
Ciri-ciri ikan yang Mengandung Formalin
Ikan Basah :
-  Penampakan luar bersih dan cemerlang
-  Tekstur daging kaku/kenyal
-  Mata ikan merah tetapi insang pucat
-  Sedikit lendir, bau amis (spesifik ikan) berkurang
-  Ada bau seperti kaporit, lalat kurang / tidak mau hinggap
Ikan Kering :
-  Penampakan luar bersih, cerah
-  Tekstur keras, kenyal
-  Bau hampir netral (bau amis berkurang)
ALTERNATIF PENGGANTI FORMALIN
Setelah kita mengetahui bahwa formalin sangat berbahaya bagi manusia apabila digunakan sebagai bahan pengawet makanan, maka kita perlu mengetahui alternatif pengganti dari formalin. Beberapa bahan yang aman digunakan sebagai bahan pengawet makanan (ikan)  sebagai pengganti formalin adalah :
1. Chitosan
   Bahan alami pengawet bahan makanan alternatif yang dibuat dari limbah udang dan rajungan yang telah ditemukan oleh Tim Riset Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Chitosan adalah produk turunan dari polimer chitin yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan khususnya udang dan rajungan. Uji aplikasi chitosan telah dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor terhadap beberapa produk ikan asin, seperti teri dan cumi. Pengawetan dilakukan dengan cara mencelupkan produk beberapa saat pada chitosan yang dilarutkan dalam asam asetat.
Berdasarkan penelitian, chitosan lebih unggul daripada formalin dalam hal :
-  Lebih aman
- Pada konsentrasi 1,5 % chitosan dapat menyamai formalin dengan indikasi lalat yang hinggap lebih sedikit, penampakan lebih baik dibandingkan dengan ikan asin dengan formalin maupun tanpa formalin
-  Pada minggu ke-delapan setelah diawetkan, ikan asin cucut yang diolesi chitosan lebih
   enak
-  Lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
- Lebih ekonomis, (100 kg ikan asin hanya memerlukan satu liter chitosan dengan harga    Rp. 12.000,- sedangkan untuk efek yang sama diperlukan formalin senilai Rp. 16.000,-)
2. Biji Picung/Kluwek/Kapayang
Alternatif kedua ini merupakan bumbu populer di dapur keluarga Indonesia. Biji picung merupakan tanaman dengan nama spesies Pangium edule REINW yang termasuk dalam Divisio : Spermatophyta dan Sub Divisio : Angiospermae.
Nama-nama lain dari biji picung (Sunda), Kluwek (Jawa), Hapesong (Batak), Kepayang (Bahasa Indonesia), Pangi (Bahasa Melayu, Bali, Bugis), Pucung (Jakarta), Kalowa (Sumbawa). Biji picung sudah digunakan untuk mengawetkan ikan di daerah Banten dan Pariaman. Umumnya ikan yang diawetkan dengan biji picung dapat bertahan sampai       6 hari.
Cara-cara mengawetkan dengan biji picung :
-  Biji dicincang dan dijemur selama 2-3 hari
-  Ikan laut yang baru ditangkap dibersihkan   isi perutnya
-  Setelah itu rongga perut ikan diisi dengan cincangan biji picung
   Untuk pengangkutan jarak jauh, maka wadah/keranjang ikan dapat ditaburi dengan campuran cincangan biji picung dengan garam perbandingan 1 : 3 atau bisa juga dengan biji picung saja.
3. Asam Laktat yang Berasal dari Sayuran Kubis
Sayuran kubis ini dikenalkan oleh Dr. NL. Ida Sopied, MS, dari Jurusan Kimia FMIPA Institut 10 November (ITS) Surabaya. Pengawetan terhadap ikan segar dilakukan dengan cara merendam ikan dengan air yang dicampur dengan asam laktat.
 Asam laktat dapat dibuat di rumah dari sayuran kubis yang dirajang halus dan ditempatkan dalam wadah kemudian didiamkan selama 2 hari. setelah 2 hari akan terdapat cairan dari proses pembusukan kubis. Cairan tersebut yang akan digunakan sebagai asam laktat. Dengan merendam ikan dalam cairan tersebut maka ikan akan tahan selama 12 jam. Hasilnya akan lebih baik lagi, bila dipinggiran wadahnya diberi sedikit es batu.
4. Asap Cair dari Tempurung Kelapa
Pengawetan ikan dengan tempurung kelapa ini ditemukan oleh Dr. AH. Bambang Setiadji, MSc, PHd, Dosen Fakultas Kimia MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Asam cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa yang digunakan untuk mengawetkan ikan berbentuk cairan yang berwarna bening, tidak keruh dan berwarna coklat. Meskipun masih mempunyai kendala dalam produksi antara lain mahalnya peralatan yang digunakan untuk memproduksi asap cair, namun asap cair mempunyai potensi sebagai pengganti formalin karena :
-    Ekonomis (pengawetan 1000 ekor ikan bandeng memerlukan 1 liter asap cair seharga       Rp. 6.000,- yang dicampur dengan 3 liter air)
-    Aman
-    Daya simpan ikan hingga 25 hari
-    Telah diproduksi secara masal
Beberapa bahan pengganti formalin sudah ditemukan oleh beberapa ahli di Indonesia. Namun demikian, masih perlu mendapat perhatian karena bahan pengawet alternatif fornalin tersebut belum tersedia secara luas di pasaran. Kepraktisan penggunaan serta nilai ekonomis dari bahan alternatif formalin tersebut juga perlu disosialisasikan secara luas ke masyarakat.

0 comments:

Post a Comment