Pengalengan, yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic dalam suatu wadah yang disebut can (kaleng) dan kemudian disterilkan, sehingga diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak mengalami kerusakan baik fisik, kimia maupun biologis.
- Pengalengan didefinisikan juga sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
- Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
- Metoda pengalengan secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metoda pengalengan konvensional dan metoda aseptik. Pada metoda pengalengan konvensional bahan pangan berupa padatan atau caiaran yang telah disiapkan dalam kaleng atau botol ditutup rapat dan disterilisasi dalam autoklaf. Sedangkan pada metoda pengalengan aseptik bahan pangan dan kemasan dikerjakan secara terpisah Bahan pangan diperlakukan sesuai dengan proses termalnya, sedangkan kemasan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu
2.2 Prinsip Pengalengan
yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.
Ø Mekanisme Pengalengan Pengalengan bahan pangan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a Bahan pangan dikemas dulu secara hermetis, baru kemudian dipanaskan.
b Bahan pangan dipanaskan lebih dahulu baru dikemas (dipak) secara hermetis baik setelah dingin maupun panas. Penggunaan kemasan secara dingin itu sering disebut sebagai pengalengan aseptis.
Diantara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, clostridium botulinum adaalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun btulin yang membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama 4 menit pada suhu 120°C atau 10 meit pada suhu 115°C sudah ckup untuk membunuh semua strain clostridium botulinum karena sifatnya yang tahan panas, maka jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar maka bakteri tersebut dapat aktif kembali.
Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan, seperti teripang, cumi-cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan sebagainya. Hanya saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Beberapa jenis ikan yang biasa dikalengkan adalah cakalang, tuna, lemuru, sardin, salmon, kembung, banyar, kenyar, bengkunis, corengan, tembang, layang, bentong, dan juhi.
2.3.Proses Pengalengan
Pada dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan, baik dilakukan di rumah maupun di pabrik ternyata sama saja. Tahapan pengalengan terdiri dari :
a. Penyiapan wadah
Pembersihan wadah sebelum dipakai : Wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
b. Pemberian kode
Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan , tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
c. Penyiapan Bahan Mentah
- Pemilihan (Sortasi/Grading) : bahan baku yang akan digunakan dalam proses engalengan dipilih yang bermutu baik serta diseleksi secara ketat. Pemilihan bahan baku ini memegang peranan yang sangat penting karena hanya dari bahan baku yang baik akan dihasilkan produk akhir yng bermutu baik. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna
- Pembersihan (Washing)
Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku atau bagian-bagian yang tidak dikehendaki,seperti kepala, sirip, isi perut, insang, dan ekor; dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air. Selanjutnya ikan dipotong-potong menurut ukuran tertentu, sesuai dengan ukuran kaleng yang akan digunakan. Tujuan dari proses penyiangan ini adalah untuk memperoleh bentuk yang menarik dan mengurangi sumber kontaminan yaitu isi perut dan insang ikan.
d. Penambahan Bahan Tertentu
• Larutan garam dengan konsentrasi 15- 20 % sebagai media untuk ikan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa-sisa darah, kotoran dan lendir, menurunkan jumlah mikroba awal serta untuk memperkuat tekstur dan rasa ikan.
• Minyak dipakai untuk pengalengan ikan
• Larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan
1. Latar Belakang
Komoditas perikanan mempunyai kecenderungan meningkat di pasaran dunia ditengah merosotnya perdagangan komoditas pertanian dan bahan pangan lainnya. Pemerintah terus berupaya untuk merangsang pertumbuhan industri perikanan agar dapat meningkatkan produksinya untuk ekspor, sekaligus akan bermanfaat untuk meningkatkan hasil devisa negara dan sebagai saluran pemasaran baru bagi produksi rakyat ke luar negeri. Dengan pengembangan perikanan akan mendorong para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menginvestasikan modalnya disektor perikanan (Wahyudi dalam Khairul, 2003).
Ikan merupakan sumber makanan yang mudah membusuk (perishable food), karena itu dalam pengolahannya perlu dilakukan dengan cepat dan tepat. Apabila cara penanganan salah, maka tidak mungkin dihasilkan produk perikanan yang bermutu baik demikian pula pada pengolahannya, harus dilakukan dengan benar supaya tahan lama serta nutrisinya tidak berkurang. Salah satu teknologi pengolahan yang digunakan untuk melindungi ikan dari pembusukan dan kerusakan. adalah dengan pengalengan ikan.
2. Pengertian Pengalengan
Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam kaleng (Murniyarti dan Sunarman, 2000). Diperjelas oleh Pratiwi dalam Khairul (2004), yang menyatakan bahwa pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan cita rasa.
3. Prinsip Pengalengan
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan.
Pengalengan ikan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pratiwi dalam Khairul (2004), menambahkan bahwa prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
4. Proses Pengalengan Ikan
Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui. Adapula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah, atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008), menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
4.1. Persiapan Wadah
Di dalam pengalengan suatu produk, penting diperhatikan untuk selalu menggunakan jenis kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perubahan warna. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderannya, adanya karat atau adanya cacat lainnya, misalnya lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian dibilas dengan air bersih ( Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
4.2. Penyiapan Bahan Mentah
Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam keadaan segar (Poernomo, 2002). Adapun ciri-ciri bahan baku yang baik adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ciri-Ciri utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk
Ikan Segar
Ikan yang Mulai Busuk
Kulit
· Warna kulit terang dan jernih
· Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut
· Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.
· Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak
· Kulit mulai terlihat mengendor di beberapa tempat tertentu.
Sisik
· Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
· Sisik mudah terlepas dari tubuh
Mata
· Mata tampak terang, jernih menonjol dan cembung
· Mata tampak surm, tenggelam dan berkerut.
Insang
· Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah
· Insang tertutup oleh lendirberwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
· Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
· Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
Daging
· Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung
· Daging dan bagian tubuh yang lain berbau segar
· Bila daging ditekan dengan jari tidak terlihat lekukan
· Daging melekat kuat pada tulang
· Daging perut utuh dan kenyal
· Warna daging putih
· Daging lunak menandakan rigormortis telah selesai
· Daging dan bagian tubuh yang lain mulai berbau busuk
· Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
· Daging mudah lepas dari tulang
· Daging lembek dan isi perut sering keluar
· Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama disekitar tulang punggung
Bila ditaruh di dalam air
· Ikan segar akan tenggelam
· Ikan yang sudah sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
• Ikan segar akan tenggelam
• Ikan yang sudah sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kaleng, dilakukan sortasi dan grading berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Kemudian dilakukan pembersihan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku yang dapat dilakukan dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008). Proses penyiapan bahan baku ini juga disertai dengan proses pemotongan. Pemotongan bisa dilakukan dengan manual maupun alat mekanis.
4.3. Pengisian (Filling)
Pengisian wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah proses persiapan selesai. Pengisian produk dilakukan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya Head space yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama sterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi kembung (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Bila head space terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Sebaliknya apabila “head space“ terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
4.4. Penghampaan Udara (Exhausting)
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan tersebut adalah untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space. Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan juga agitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi (Hudaya, 2008).
Exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga dalam keadaan panas. Untuk beberapa jenis produk, exhausting dapat dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat larutan garam mendidih (Adawyah, 2008).
4.5. Penutupan Wadah (Sealing)
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng/wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali (Hudaya, 2008).
4.6. Sterilisasi
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan (Hudaya, 2008).
Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak (Adawyah, 2008).
4.7. Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar (35-40oC) maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati (Hudaya, 2008).
Adawyah (2008), menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasanya. Selain itu, selama produk berada pada suhu antara suhu ruang dan proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Selain itu, dengan pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan menyebabkan shock sehingga akan mati.
4.8.. Sortasi, Pemberian Kode dan Pengemasan
Keranjang yang telah didinginkan kemudian diangkat menggunakan katrol hoist secara berpasangan menuju jalur tempat pemberian kode dan pengemasan. Keranjang yang berada pada jalur diangkat menggunakan katrol hoist yang berada pada ruangan pengemasan satu persatu. Sebelumnya kode pengenal kernjang diambil untuk proses pencetakan kode pada mesin video jet. Kaleng-kaleng yang berasal dari keranjang disusun pada konveyor mesin print untuk proses pencetakan kode produksi dan tanggal kedaluarsa. Instruksi kerja mesin print dapat dilihat pada lampiran.
Kaleng-kaleng yang telah dilewatkan pada laser pencetak kode kemudian di sortasi untuk memeriksa kerusakan yang terjadi. Macam-macam kerusakan dapat dilihat pada lampiran. Pencetakan kode yang salah dihilangkan menggunakan etanol kemudian dikembalikan pada mesin mencetak kode. Sedangkan kaleng yang penyok sedikit di bereskan jika dapat di bersekan.
Kaleng yang karat sedikit pada bagian tutup di lapisi dengan menggunakan spidol 32 silver. Kaleng yang penyok bagian kepala tutupnya di rapikan dengan menggunakan kepala seamer dan palu.
Pengemasan Kaleng-kaleng yang telah diberi kode dan di sortasi dari kerusakan kemudian dimasukan kedalam kardus sesuai jenis produk. Cara pengemasan yaitu dengan memasukan kaleng-kaleng kedalam kardus dengan posisi tutup kaleng berada dibagian atas dan diberi layer untuk memberi batas tiap sapnya. Kemudian karton diberi kode: tanggal produksi, batch retort, jenis ikan, dan asal kaleng.
4.9. Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH rendah dan ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan.
5. Kerusakan Pada Produk Kaleng
Kerusakan pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan menurut Adawyah (2008) dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Hudaya (2008), menambahkan bahwa pada umumnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng, kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan pengalengan bekerja kurang baik.
5.1. Kesalahan Pengolahan
Pengolahan yang kurang (Underprocessing) mengakibatkan mikroba mesofil masih dapat hidup. Mikroba tersebut berasal dari spora yang tahan pada suhu tinggi. Jenis kerusakan ini dinamakan inspient spoilage, yaitu produk akhir yang steril komersial tetapi isi kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh mikroba (Adawyah, 2008). Adapun jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan pengolahan adalah sebagai berikut.
- Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh perubahan tekstur daging ikan.
- Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup kaleng.
- Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan produk.
- Terbentuknya kristal seperti kaca dari magnesium ammonium fosfat.
Bakteri yang harus diwaspadai dalam pengalengan ikan diantara adalah bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya.
Sifat bakteri Clostridium botulinum menurut Angrenani dalam Khairul (1997):
a) Dapat menghasilkan racun botulin
b) Melindungi diri dari suhu yang tinggi dengan cara membentuk spora
c) Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun botulin yang dapat menyerang saraf dan menyebabkan kelumpuhan.
Tanda-tanda keracunan botulin adalah :
Tenggorokan menjadi kaku, penglihatan ganda, otot kejang, serta dapat mengakibatkan kematian akibat penderita tidak bisa bernapas, mata berkunang-kunang dan membawa kematian.
5.2. Kerusakan Kaleng
Kaleng yang tidak tertutup secara hermetis, ketika didinginkan dalam air pendingin yang tidak memenuhi syarat maka akan terkontaminasi oleh mikroba. Kerusakan itu dapat terlihat dengan adanya mixed flora, terdiri atas bakteri berbentuk batang rod dan kokus di dalam makanan yang rusak (Adawyah, 2008). Hudaya (2004), menambahkan bahwa penggembungan kaleng dapat disebabkan karena timbulnya gas CO2 atau H2. Isi kaleng dapat mengalami perubahan warna, rasa, dan terbentuk senyawa yang berbau tidak sedap.
5.3. Kerusakan Nonbakteriologi
Selain kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, masih terdapat kerusakan yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Misalnya Hidrogen swell yaitu kerusakan yang terjadi karena adanya reaksi kimia antara makanan dan kaleng yang membentuk gas hidrogen. Selain itu juga ada kerusakan akibat penyimpanan di atas 40-45oC dan masih banyak lagi kerusakan produk kaleng yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroba lainnya.
6. Faktor Penyebab Awetnya Ikan Kaleng
Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng menurut (Akbarsyah dalam Khairul, 2006) adalah:
a) Ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan kesegarannya dijamin masih baik.
b) Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindar dari sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.
c) Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.
d) Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (dibawah pH 4,6), Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.
e) Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk dalam kaleng menjadi lebih awet.
7. Media
Di Indonesia, dikenal 4 macam medium pengalengan, yaitu:
a) Larutan garam (brine)
b) Minyak
c) Minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya,
d) Saus tomat.
Tujuan penambahan medium pada proses pengalengan ikan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir,
2. Sebagai media pengantar panas sehingga mempercepat sterilisasi
3. Mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi (menurunkan pH)
4. Memberikan flavour yang khas.
Sumber : Sofyan Ilyas dalam Afrianto dan Liviawaty dalam Khairul (1989).
- Pengalengan didefinisikan juga sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
- Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
- Metoda pengalengan secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metoda pengalengan konvensional dan metoda aseptik. Pada metoda pengalengan konvensional bahan pangan berupa padatan atau caiaran yang telah disiapkan dalam kaleng atau botol ditutup rapat dan disterilisasi dalam autoklaf. Sedangkan pada metoda pengalengan aseptik bahan pangan dan kemasan dikerjakan secara terpisah Bahan pangan diperlakukan sesuai dengan proses termalnya, sedangkan kemasan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu
2.2 Prinsip Pengalengan
yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada.
Ø Mekanisme Pengalengan Pengalengan bahan pangan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a Bahan pangan dikemas dulu secara hermetis, baru kemudian dipanaskan.
b Bahan pangan dipanaskan lebih dahulu baru dikemas (dipak) secara hermetis baik setelah dingin maupun panas. Penggunaan kemasan secara dingin itu sering disebut sebagai pengalengan aseptis.
Diantara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, clostridium botulinum adaalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun btulin yang membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama 4 menit pada suhu 120°C atau 10 meit pada suhu 115°C sudah ckup untuk membunuh semua strain clostridium botulinum karena sifatnya yang tahan panas, maka jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar maka bakteri tersebut dapat aktif kembali.
Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan, seperti teripang, cumi-cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan sebagainya. Hanya saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Beberapa jenis ikan yang biasa dikalengkan adalah cakalang, tuna, lemuru, sardin, salmon, kembung, banyar, kenyar, bengkunis, corengan, tembang, layang, bentong, dan juhi.
2.3.Proses Pengalengan
Pada dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan, baik dilakukan di rumah maupun di pabrik ternyata sama saja. Tahapan pengalengan terdiri dari :
a. Penyiapan wadah
Pembersihan wadah sebelum dipakai : Wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
b. Pemberian kode
Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan , tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
c. Penyiapan Bahan Mentah
- Pemilihan (Sortasi/Grading) : bahan baku yang akan digunakan dalam proses engalengan dipilih yang bermutu baik serta diseleksi secara ketat. Pemilihan bahan baku ini memegang peranan yang sangat penting karena hanya dari bahan baku yang baik akan dihasilkan produk akhir yng bermutu baik. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna
- Pembersihan (Washing)
Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku atau bagian-bagian yang tidak dikehendaki,seperti kepala, sirip, isi perut, insang, dan ekor; dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air. Selanjutnya ikan dipotong-potong menurut ukuran tertentu, sesuai dengan ukuran kaleng yang akan digunakan. Tujuan dari proses penyiangan ini adalah untuk memperoleh bentuk yang menarik dan mengurangi sumber kontaminan yaitu isi perut dan insang ikan.
d. Penambahan Bahan Tertentu
• Larutan garam dengan konsentrasi 15- 20 % sebagai media untuk ikan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa-sisa darah, kotoran dan lendir, menurunkan jumlah mikroba awal serta untuk memperkuat tekstur dan rasa ikan.
• Minyak dipakai untuk pengalengan ikan
• Larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan
1. Latar Belakang
Komoditas perikanan mempunyai kecenderungan meningkat di pasaran dunia ditengah merosotnya perdagangan komoditas pertanian dan bahan pangan lainnya. Pemerintah terus berupaya untuk merangsang pertumbuhan industri perikanan agar dapat meningkatkan produksinya untuk ekspor, sekaligus akan bermanfaat untuk meningkatkan hasil devisa negara dan sebagai saluran pemasaran baru bagi produksi rakyat ke luar negeri. Dengan pengembangan perikanan akan mendorong para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menginvestasikan modalnya disektor perikanan (Wahyudi dalam Khairul, 2003).
Ikan merupakan sumber makanan yang mudah membusuk (perishable food), karena itu dalam pengolahannya perlu dilakukan dengan cepat dan tepat. Apabila cara penanganan salah, maka tidak mungkin dihasilkan produk perikanan yang bermutu baik demikian pula pada pengolahannya, harus dilakukan dengan benar supaya tahan lama serta nutrisinya tidak berkurang. Salah satu teknologi pengolahan yang digunakan untuk melindungi ikan dari pembusukan dan kerusakan. adalah dengan pengalengan ikan.
2. Pengertian Pengalengan
Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam kaleng (Murniyarti dan Sunarman, 2000). Diperjelas oleh Pratiwi dalam Khairul (2004), yang menyatakan bahwa pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan cita rasa.
3. Prinsip Pengalengan
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan.
Pengalengan ikan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pratiwi dalam Khairul (2004), menambahkan bahwa prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
4. Proses Pengalengan Ikan
Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui. Adapula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah, atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008), menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
4.1. Persiapan Wadah
Di dalam pengalengan suatu produk, penting diperhatikan untuk selalu menggunakan jenis kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perubahan warna. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderannya, adanya karat atau adanya cacat lainnya, misalnya lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian dibilas dengan air bersih ( Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
4.2. Penyiapan Bahan Mentah
Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam keadaan segar (Poernomo, 2002). Adapun ciri-ciri bahan baku yang baik adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ciri-Ciri utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk
Ikan Segar
Ikan yang Mulai Busuk
Kulit
· Warna kulit terang dan jernih
· Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut
· Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.
· Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak
· Kulit mulai terlihat mengendor di beberapa tempat tertentu.
Sisik
· Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
· Sisik mudah terlepas dari tubuh
Mata
· Mata tampak terang, jernih menonjol dan cembung
· Mata tampak surm, tenggelam dan berkerut.
Insang
· Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah
· Insang tertutup oleh lendirberwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
· Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
· Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
Daging
· Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung
· Daging dan bagian tubuh yang lain berbau segar
· Bila daging ditekan dengan jari tidak terlihat lekukan
· Daging melekat kuat pada tulang
· Daging perut utuh dan kenyal
· Warna daging putih
· Daging lunak menandakan rigormortis telah selesai
· Daging dan bagian tubuh yang lain mulai berbau busuk
· Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
· Daging mudah lepas dari tulang
· Daging lembek dan isi perut sering keluar
· Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama disekitar tulang punggung
Bila ditaruh di dalam air
· Ikan segar akan tenggelam
· Ikan yang sudah sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
• Ikan segar akan tenggelam
• Ikan yang sudah sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kaleng, dilakukan sortasi dan grading berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Kemudian dilakukan pembersihan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku yang dapat dilakukan dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008). Proses penyiapan bahan baku ini juga disertai dengan proses pemotongan. Pemotongan bisa dilakukan dengan manual maupun alat mekanis.
4.3. Pengisian (Filling)
Pengisian wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah proses persiapan selesai. Pengisian produk dilakukan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya Head space yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama sterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi kembung (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Bila head space terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Sebaliknya apabila “head space“ terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
4.4. Penghampaan Udara (Exhausting)
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan tersebut adalah untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space. Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan juga agitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi (Hudaya, 2008).
Exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga dalam keadaan panas. Untuk beberapa jenis produk, exhausting dapat dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat larutan garam mendidih (Adawyah, 2008).
4.5. Penutupan Wadah (Sealing)
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng/wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali (Hudaya, 2008).
4.6. Sterilisasi
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan (Hudaya, 2008).
Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak (Adawyah, 2008).
4.7. Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar (35-40oC) maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati (Hudaya, 2008).
Adawyah (2008), menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasanya. Selain itu, selama produk berada pada suhu antara suhu ruang dan proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Selain itu, dengan pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan menyebabkan shock sehingga akan mati.
4.8.. Sortasi, Pemberian Kode dan Pengemasan
Keranjang yang telah didinginkan kemudian diangkat menggunakan katrol hoist secara berpasangan menuju jalur tempat pemberian kode dan pengemasan. Keranjang yang berada pada jalur diangkat menggunakan katrol hoist yang berada pada ruangan pengemasan satu persatu. Sebelumnya kode pengenal kernjang diambil untuk proses pencetakan kode pada mesin video jet. Kaleng-kaleng yang berasal dari keranjang disusun pada konveyor mesin print untuk proses pencetakan kode produksi dan tanggal kedaluarsa. Instruksi kerja mesin print dapat dilihat pada lampiran.
Kaleng-kaleng yang telah dilewatkan pada laser pencetak kode kemudian di sortasi untuk memeriksa kerusakan yang terjadi. Macam-macam kerusakan dapat dilihat pada lampiran. Pencetakan kode yang salah dihilangkan menggunakan etanol kemudian dikembalikan pada mesin mencetak kode. Sedangkan kaleng yang penyok sedikit di bereskan jika dapat di bersekan.
Kaleng yang karat sedikit pada bagian tutup di lapisi dengan menggunakan spidol 32 silver. Kaleng yang penyok bagian kepala tutupnya di rapikan dengan menggunakan kepala seamer dan palu.
Pengemasan Kaleng-kaleng yang telah diberi kode dan di sortasi dari kerusakan kemudian dimasukan kedalam kardus sesuai jenis produk. Cara pengemasan yaitu dengan memasukan kaleng-kaleng kedalam kardus dengan posisi tutup kaleng berada dibagian atas dan diberi layer untuk memberi batas tiap sapnya. Kemudian karton diberi kode: tanggal produksi, batch retort, jenis ikan, dan asal kaleng.
4.9. Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH rendah dan ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan.
5. Kerusakan Pada Produk Kaleng
Kerusakan pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan menurut Adawyah (2008) dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Hudaya (2008), menambahkan bahwa pada umumnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan tiga hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng, kontaminasi bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan pengalengan bekerja kurang baik.
5.1. Kesalahan Pengolahan
Pengolahan yang kurang (Underprocessing) mengakibatkan mikroba mesofil masih dapat hidup. Mikroba tersebut berasal dari spora yang tahan pada suhu tinggi. Jenis kerusakan ini dinamakan inspient spoilage, yaitu produk akhir yang steril komersial tetapi isi kaleng menunjukkan gejala kerusakan oleh mikroba (Adawyah, 2008). Adapun jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan pengolahan adalah sebagai berikut.
- Mengalami penurunan tekanan vakum yang disebabkan oleh perubahan tekstur daging ikan.
- Sering terjadi lengket produk bagian dalam tutup kaleng.
- Terbentuknya gumpalan warna kelabu pada permukaan produk.
- Terbentuknya kristal seperti kaca dari magnesium ammonium fosfat.
Bakteri yang harus diwaspadai dalam pengalengan ikan diantara adalah bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya.
Sifat bakteri Clostridium botulinum menurut Angrenani dalam Khairul (1997):
a) Dapat menghasilkan racun botulin
b) Melindungi diri dari suhu yang tinggi dengan cara membentuk spora
c) Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun botulin yang dapat menyerang saraf dan menyebabkan kelumpuhan.
Tanda-tanda keracunan botulin adalah :
Tenggorokan menjadi kaku, penglihatan ganda, otot kejang, serta dapat mengakibatkan kematian akibat penderita tidak bisa bernapas, mata berkunang-kunang dan membawa kematian.
5.2. Kerusakan Kaleng
Kaleng yang tidak tertutup secara hermetis, ketika didinginkan dalam air pendingin yang tidak memenuhi syarat maka akan terkontaminasi oleh mikroba. Kerusakan itu dapat terlihat dengan adanya mixed flora, terdiri atas bakteri berbentuk batang rod dan kokus di dalam makanan yang rusak (Adawyah, 2008). Hudaya (2004), menambahkan bahwa penggembungan kaleng dapat disebabkan karena timbulnya gas CO2 atau H2. Isi kaleng dapat mengalami perubahan warna, rasa, dan terbentuk senyawa yang berbau tidak sedap.
5.3. Kerusakan Nonbakteriologi
Selain kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, masih terdapat kerusakan yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Misalnya Hidrogen swell yaitu kerusakan yang terjadi karena adanya reaksi kimia antara makanan dan kaleng yang membentuk gas hidrogen. Selain itu juga ada kerusakan akibat penyimpanan di atas 40-45oC dan masih banyak lagi kerusakan produk kaleng yang tidak disebabkan oleh aktivitas mikroba lainnya.
6. Faktor Penyebab Awetnya Ikan Kaleng
Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng menurut (Akbarsyah dalam Khairul, 2006) adalah:
a) Ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan kesegarannya dijamin masih baik.
b) Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindar dari sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.
c) Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.
d) Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (dibawah pH 4,6), Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.
e) Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk dalam kaleng menjadi lebih awet.
7. Media
Di Indonesia, dikenal 4 macam medium pengalengan, yaitu:
a) Larutan garam (brine)
b) Minyak
c) Minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya,
d) Saus tomat.
Tujuan penambahan medium pada proses pengalengan ikan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir,
2. Sebagai media pengantar panas sehingga mempercepat sterilisasi
3. Mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi (menurunkan pH)
4. Memberikan flavour yang khas.
Sumber : Sofyan Ilyas dalam Afrianto dan Liviawaty dalam Khairul (1989).
0 comments:
Post a Comment