Bahan padat yang mudah mengenda adalah bahan yang kurang begitu penting pada pengolahan ini pengurangan kebutuhan akan oksigen dapat dilaksanakan dangan baik memulai pengendapan. Pengendapan pada tangki pertama menyebabkan pertama menyebabkan perubahan loktasa menjadi laktat secara cepat dan menyulitkan pengolahan terhadap keduanya.
Pengolahan dengan penggunaan oksidasi mempunyai dua fase yaitu:
1. Fase asimilasi
Pada fase ini air buangan susu segar masih berada dalam tangki aerasi.
2. Fase endogen
Bakteri tidak mempunyai makanan baru tetapi mencerna makanan selama proses asimilasi dan memerluukan oksigen dalam waktu yang lama
Langkah-langkah Pengolahan Air Limbah
Langkah awal proses pengolahan limbah adalah merubahnya menjadi air yang sudah dikurangi pencemarannya. Proses ini akan menyebabkan terbentuknya lumpur, bau, serta sedikit panas(energy).
Air Limbah → Air berkurang tercemarnya +lumpur + bau + panas
Cara pengolahannya :
Aerobik
Anaerobik
Fakultatif
Kimiawi lannya
Cara Aerobik
Air limbah + udara (O2) → Air lebih aman + lumpur + bau + energy (sedikit)
Bakteri aerob yang menguraikan air limbah.
Bakteri aerob dapat hidup karena ada udara.
Sehingga diperlukan unit tambahan “aerator”, atau kolam aerob.
Prosesnya lebih cepat.
Biaya lebih mahal karena harus mengoperasikan aerator.
Contohnya pada terjunan/bending air sungai yang tercemar.
Fungsi aerator = mensuplai oksigen dari luar, sehingga member hidup bagi bakteri untuk penguraian.
2. Cara anaerobic
Air limbah → Air limbah lebih aman + lumpur + bau + panas
Bakteri anaerob yang menguraikan air limbah, dalam kedaan tanpa udara atau sedikit udara.
Kelemahannya bau yang kuat.
Proses pengolahannya lebih lama.
Kelebihannya , tanpa aerator sehingga lebih murah.
Biasanya di limbah yang berbentuk genangan atau kali yang relative tidak bergerak.
Contohnya pada septic tank.
Cara fakultatif
Air limbah → air limbah lebih aman + lumpur + bau + panas
Fakultatif artinya sebagian waktu menggunakan cara aerob dan sebagian waktu lain menggunakan cara anaerob. Misalnya pada pengolahan cara aerob diperlukan waktu 10 jam untuk mengperasikan aerator, pada fakultatif mungkin aerator cukup dioperasikan 4jam/hari(aerator tidak hidup terus-menerus) dan sisa waktu yang lain menggunakan cara anaerob. Sehingga dicapai hasil yang optimum. Contohnya adalah IPAL (Instalasi pengolahan air limbah)
Aerasi Didalam Pengolahan Limbah Cair
Secara umum, aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan air. Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan memberikan berbagai manfaat dalam pengolahan limbah.
Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik.
Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.
Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara.
Metode Lumpur Aktif Dalam Pengolahan Air Limbah
Merupakan proses pengolahan secara biologis aerobic dengan mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator dan blower, karena selain berfungsi untuk suplai oksigen juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan pembuangan lumpur dalam jumlah tertentu.
Pengaturan jumlah massa mikroba dalam sistem lumpur aktif dapat dilakukan dengan baik dan relatif mudah karena pertumbuhan mikroba dalam kondisi tersuspensi sehingga dapat terukur dengan baik melalui analisa laboratorium. Tetapi jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya operasi sistem ini jauh lebih rumit. Khususnya untuk limbah industri dengan karakteristik khusus.
Permasalahan dalam lumpur aktif antara lain :
Membutuhkan energi yang besar
Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba dalam reaktor
Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.
Proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik. limbah padat yang berasal dari suatu instalasi pengolah air limbah industri tekstil dapat digolongkan ke dalam limbah berbahaya karena mengandung logam berat.
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat menyebabkan sludge bulking.
Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies Comamonas-Psudomonas. Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah, khususnya lumpur aktif .
Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah dan lingkungan yang kaya bahan organik . Zoogloea diisolasi dengan menggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983).
Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai BOD dalam lumpur aktif .
TEKNIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIOREMEDIASI
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Cara bioremediasi air
Wastewater treatment (Pengolahan limbah cair)
1. Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut sludge. Sedangkan air yang mengalir keluar disebut effluent yang digunakan untuk aerasi tangki karena bakteri aerobik dan mikroba lain akan mengkoksidasi bahan organik yang terdapat effluent.
2. Di dalam tangki ini, air disemprotkan di atas batu atau plastik yang ditutupi dengan biofilm mikroba pendegradasi sampah yang secara aktif mendegradasi bahan organik dalam air.
3. Effluent dialirkan melalui system sludge dengan menggunakan tangki yang mengandung sejumlah besar mikroba pendegradasi sampah yang tumbuh pada lingkungan yang dikontrol
4. Effluent didesinfeksi dengan klorin sebelum air dialirkan ke sungai atau laut.
5. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil.
6. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk.
Groundwater clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremidiasi ex situ (bagian atas permukaan tanah) dan bioremidiasi in-situ (di dalam tanah).
Bioremidiasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah menggunakan bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm à bakteri ini mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan oksigen ditambahkan pada bioreaktor
2. Bioremidiasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk, bakteri dan oksigen à dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
Turning wastes into energy
Pada waktu proses bioremidiasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil nutrients dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan soil nutrients digunakan sebagai pupuk.
Contoh. Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana bisa menghasilkan energi. Karena bakteri ini menggunakan reaksi redoks untuk mendegradasi molekul pada lapisan sedimen à elektron ditangkap oleh elektroda à elektroda ini berfungsi mentransfer elektron ke generatorà arus listrik.
Teknik bioremediasi menciptakan lingkungan yang terkontrol untuk memproduksi enzim yang sesuai bagi reaksi terkatalisis yang diinginkan. Kebutuhan dasar dari proses biologis yaitu :
1. Kehadiran mikroorganisme dengan kemampuan untuk mendegradasi senyawa target.
2. Keberadaan substrat yang dikenali dan dapat digunakan sebagai sumber energi dan karbon.
3. Adanya pengumpanan yang menyebabkan terjadinya sintesa spesifik untuk senyawa target.
4. Keberadaan sistem penerima-donor elektron yang sesuai.
5. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk reaksi terkatalisis enzim dengan kelembaban dan pH yang mendukung.
6. Ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan sel mikroba dan produksi enzim.
7. Suhu yang mendukung aktivitas mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8. Ketersediaan bahan atau substansi beracun terhadap mikroorganisme tersebut.
9. Kehadiran organisme untuk mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran organisme untuk mencegah timbulnya racun antara.
11. Kondisi lingkungan yang meminimumkan organisme kompetitif bagi mikroorganisme pendegradasi.
Tanpa adanya enzim yang mengkatalis reaksi degradasi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan lama. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Tanpa adanya mikroba, proses penguraian di lingkungan tidak akan berlangsung. Kotoran, sampah, hewan, dan tumbuhan yang mati akan menutupi permukaan bumi, suatu kondisi yang tidak akan pernah kita harapkan. Sebagai akibatnya, siklus nutrisi atau rantai makanan akan terputus.
Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
B. OPTIMALISASI KONDISI DALAM BIOREMEDIASI
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1. Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzm-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC. Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38oC bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme pathogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak.
4. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
5. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
C. BIOAUGMENTASI
Bioaugmentasi adalah penambahan organisme atau enzim pada suatu bahan untuk menyingkirkan bahan kimia yang tidak diinginkan. Bioaugmentasi digunakan untuk menyingkirkan produk sampingan dari bahan mentah dan polutan potensial dari limbah. Organisme yang biasa digunakan dalam proses ini adalah bakteri. Namun banyak aplikasi yang berhasil menggunakan tumbuhan untuk menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri pathogen. Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah phytoremediasi. Pemilihan metode bioremediasi yang cocok dengan kondisi lingkungan diharapkan akan dapat meningkatkan kecepatan biodegradasi. Dua metode yang biasa dilakukan untuk bioremediasi adalah : (1) dengan menstimulasi populasi mikroorganisme eksogen (biostimulasi) dan (2) dengan menambahkan mikroorganisme eksogen (bioaugmentasi). Bioaugmentasi dipilih apabila kontaminan membutuhkan waktu degradasi yang lama, bila lingkungan yang tercemar sulit dimodifikasi dalam rangka mencapai kondisi optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme, atau bila tingginya konsentrasi kontaminan menghambat pertumbuhan mikroorganisme indogenus. Bioaugmentasi juga dilakukan untuk menurunkan keragaman jalur degradasi hidrokarbon terutama untuk mempercepat proses degradasi hidrokarbon poliaromatik. Keberhasilan aplikasi bioaugmentasi diukur dari peningkatan jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi serta daya tahan mikroorganisme eksogen pada lingkungan yang tercemar. Walter (1997) menyatakan bahwa untuk memperoleh strain mikroorganisme ataupun konsorsium mikroorganisme yang tepat bagi aplikasi bioaugmentasi ada tiga pilihan metode yang bisa dilakukan, yaitu : pengkayaan selektif, penggunaan produk mikroorganisme komersial atau rekayasa genetika.
BIO TRENT LIMBAH
Adalah kultur campuran berbagai mikroorganisme yang mampu mengurai berbagai senyawa organik di dalam air limbah. Kandungan BIO-TRENT adalah : Mikroorganisme seperti Lactobacillus, Actinomycetes, Bakteri Nitrifikasi, Bakteri Pelarut Fosfat, Bakteri Fotosintetik, Zat Penghilang Bau dan Jamur Fermentasi. Di samping itu, BIO-TRENT juga dilengkapi dengan nutrisi seperti Glukosa, Fruktosa dan lainnya.
Keunggulan
1. Lebih cepat mengurai bahan-bahan organik
Bakteri BIO-TRENT adalah bakteri pengurai yang dapat bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama. Sifat bakteri yang mampu hidup dalam keadaan ekstrim, membuat bakteri BIO-TRENT lebih cepat mengurai dibanding bakteri alami yang ada di air limbah. Setiap bakteri mengurai dengan bantuan zat (enzim) yang dihasilkan. Bakteri BIO-TRENT yang beragam (kompleks) akan menghasilkan enzim pengurai yang beragam pula, sehingga kemampuan penguraiannya lebih tinggi dibanding bakteri lain.
2. Mencegah bau
Actinomycetes adalah bakteri yang mampu menghasilkan zat penghilang bau tak sedap. Dengan tumbuhnya bakteri ini di dalam sistem sudah dipastikan bau tak sedap dapat dicegah. Instalasi air limbah banyak menggunakan bahan terbuat dari logam. Seperti pompa dan blower. Logam bersifat mudah terkorosi, apalagi terkena H2S dan CO2 agresif. H2S dalam bentuk tak terionisasi bersifat sangat toksik dan korosif. H2S dan CO2 dapat berasal dari dekomposisi bahan organik oleh bakteri tertentu. Kerugian yang diderita perusahaan/instansi dengan kerusakan tersebut sangatlah besar. Untuk mencegah korosi atau karat pada instalasi pengolahan air limbah, dibutuhkan bakteri yang mampu mencegah terjadinya proses penguraian yang menghasilkan H2S dan CO2 agresif. Bakteri tersebut ada di dalam produk BIO- TRENT.
3. Menghambat pertumbuhan bakteri patogen
Bakteri patogen (penyebab penyakit) diantaranya E. coil (penyebab penyakit diare), Legionella pneumophilla (penyebab penyakit pernapasan akut), Leptospira (penyebab penyakit leptospirosis), Shigella (penyebab penyakit disentri) Vibrio cholerae (penyebab penyakit kolera). Dan bakteri penyebab penyakit lainnya. Untuk menghambat tumbuhnya bakteri-bakteri tersebut di dalam air limbah, maka perlu kita hidupkan bakteri BIO-TRENT di dalam system. Bakteri Lactobacillus di dalam BIO-TRENT mampu menghasilkan antibiotik alami (zat) pembunuh bakteri patogen.
PERKEMBANGAN TECHNOLOGI BIOREMEDIASI
Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
a. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
b. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Langkah-langkahnya Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut sludge.Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk. Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut Candidatus Brocadia Anammoxidans yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi ammonium pada suasana anaerob (sebagian besar produk yang terdapat dalam urin). Penting sekali untuk menghilangkan amonium dalam limbah cair sebelum air dialirkan ke sungai atau laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi memberikan dampak negatif bagi lingkungan.
Tanah dan air yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah dan air yang terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak kedalam tanah.
Upaya pengolahan limbah B3 baik di darat (tanah dan air tanah) ataupun di laut telah banyak dilakukan dengan menggunakan tehnik ataupun metoda konvensional dalam mengatasi pencemaran seperti dengan cara membakar (incinerasi), menimbun (landfill), menginjeksikan kembali sludge keformas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah (solidification). Teknologi-teknologi ini dianggap tidak efektif dari segi biaya (cost effective technology), waktu (time consuming) dan juga keamanan (risk).
KAJIAN RELIGI
Q.S AL BAQARAH 164.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاء فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Jacquelyn G. 2002. Microbiology. John Wiley & Sons, Inc.
Brock. TD. Madiqan. MT. 1991. Biology of Microorganisms. Sixth ed. Prentice-
HallInternational, Inc.
Cappuccino, JG. & Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.
Case, C.L. & Johnson, T.R. 1984. Laboratory Experiments in Microbiology.
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.
Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi, PAU IPB.
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi (Common Teksbook). Biologi FPMIPA UPI, IMSTEP.
Moat, A.G. & Foster, J.W. 1979. Microbial Physiology. John Wiley & Sons
Nicklin. J.K. Graeme-Cook. T. Paget & R. Killington. 1999. Instans Notes in
Microbiology. Springer Verlag. Singapore Pte, Ltd.
Tortora Gerard J. et al. 1992. Microbiology an Introduction. Fourth Ed. The Benjamin
Cummings Publishing Company, Inc.
Pengolahan dengan penggunaan oksidasi mempunyai dua fase yaitu:
1. Fase asimilasi
Pada fase ini air buangan susu segar masih berada dalam tangki aerasi.
2. Fase endogen
Bakteri tidak mempunyai makanan baru tetapi mencerna makanan selama proses asimilasi dan memerluukan oksigen dalam waktu yang lama
Langkah-langkah Pengolahan Air Limbah
Langkah awal proses pengolahan limbah adalah merubahnya menjadi air yang sudah dikurangi pencemarannya. Proses ini akan menyebabkan terbentuknya lumpur, bau, serta sedikit panas(energy).
Air Limbah → Air berkurang tercemarnya +lumpur + bau + panas
Cara pengolahannya :
Aerobik
Anaerobik
Fakultatif
Kimiawi lannya
Cara Aerobik
Air limbah + udara (O2) → Air lebih aman + lumpur + bau + energy (sedikit)
Bakteri aerob yang menguraikan air limbah.
Bakteri aerob dapat hidup karena ada udara.
Sehingga diperlukan unit tambahan “aerator”, atau kolam aerob.
Prosesnya lebih cepat.
Biaya lebih mahal karena harus mengoperasikan aerator.
Contohnya pada terjunan/bending air sungai yang tercemar.
Fungsi aerator = mensuplai oksigen dari luar, sehingga member hidup bagi bakteri untuk penguraian.
2. Cara anaerobic
Air limbah → Air limbah lebih aman + lumpur + bau + panas
Bakteri anaerob yang menguraikan air limbah, dalam kedaan tanpa udara atau sedikit udara.
Kelemahannya bau yang kuat.
Proses pengolahannya lebih lama.
Kelebihannya , tanpa aerator sehingga lebih murah.
Biasanya di limbah yang berbentuk genangan atau kali yang relative tidak bergerak.
Contohnya pada septic tank.
Cara fakultatif
Air limbah → air limbah lebih aman + lumpur + bau + panas
Fakultatif artinya sebagian waktu menggunakan cara aerob dan sebagian waktu lain menggunakan cara anaerob. Misalnya pada pengolahan cara aerob diperlukan waktu 10 jam untuk mengperasikan aerator, pada fakultatif mungkin aerator cukup dioperasikan 4jam/hari(aerator tidak hidup terus-menerus) dan sisa waktu yang lain menggunakan cara anaerob. Sehingga dicapai hasil yang optimum. Contohnya adalah IPAL (Instalasi pengolahan air limbah)
Aerasi Didalam Pengolahan Limbah Cair
Secara umum, aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan air. Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan memberikan berbagai manfaat dalam pengolahan limbah.
Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik.
Aerasi alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan untuk meningkatkan aerasi alami antara lain menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung dari jenis diffuser yang digunakan.
Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical agitation menggunakan proses pengadukan dengan suatu alat sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara.
Metode Lumpur Aktif Dalam Pengolahan Air Limbah
Merupakan proses pengolahan secara biologis aerobic dengan mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator dan blower, karena selain berfungsi untuk suplai oksigen juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan pembuangan lumpur dalam jumlah tertentu.
Pengaturan jumlah massa mikroba dalam sistem lumpur aktif dapat dilakukan dengan baik dan relatif mudah karena pertumbuhan mikroba dalam kondisi tersuspensi sehingga dapat terukur dengan baik melalui analisa laboratorium. Tetapi jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya operasi sistem ini jauh lebih rumit. Khususnya untuk limbah industri dengan karakteristik khusus.
Permasalahan dalam lumpur aktif antara lain :
Membutuhkan energi yang besar
Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba dalam reaktor
Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.
Proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik. limbah padat yang berasal dari suatu instalasi pengolah air limbah industri tekstil dapat digolongkan ke dalam limbah berbahaya karena mengandung logam berat.
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat menyebabkan sludge bulking.
Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies Comamonas-Psudomonas. Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah, khususnya lumpur aktif .
Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah dan lingkungan yang kaya bahan organik . Zoogloea diisolasi dengan menggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983).
Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai BOD dalam lumpur aktif .
TEKNIK PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIOREMEDIASI
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Cara bioremediasi air
Wastewater treatment (Pengolahan limbah cair)
1. Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut sludge. Sedangkan air yang mengalir keluar disebut effluent yang digunakan untuk aerasi tangki karena bakteri aerobik dan mikroba lain akan mengkoksidasi bahan organik yang terdapat effluent.
2. Di dalam tangki ini, air disemprotkan di atas batu atau plastik yang ditutupi dengan biofilm mikroba pendegradasi sampah yang secara aktif mendegradasi bahan organik dalam air.
3. Effluent dialirkan melalui system sludge dengan menggunakan tangki yang mengandung sejumlah besar mikroba pendegradasi sampah yang tumbuh pada lingkungan yang dikontrol
4. Effluent didesinfeksi dengan klorin sebelum air dialirkan ke sungai atau laut.
5. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil.
6. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk.
Groundwater clean-up
Kasus yang biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremidiasi ex situ (bagian atas permukaan tanah) dan bioremidiasi in-situ (di dalam tanah).
Bioremidiasi ex situ. Minyak dan gas dipompa keluar ke permukaan tanah menggunakan bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm à bakteri ini mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan oksigen ditambahkan pada bioreaktor
2. Bioremidiasi in-situ. Air bersih hasil dari bioreaktor yang terdiri atas pupuk, bakteri dan oksigen à dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
Turning wastes into energy
Pada waktu proses bioremidiasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil nutrients dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan soil nutrients digunakan sebagai pupuk.
Contoh. Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana bisa menghasilkan energi. Karena bakteri ini menggunakan reaksi redoks untuk mendegradasi molekul pada lapisan sedimen à elektron ditangkap oleh elektroda à elektroda ini berfungsi mentransfer elektron ke generatorà arus listrik.
Teknik bioremediasi menciptakan lingkungan yang terkontrol untuk memproduksi enzim yang sesuai bagi reaksi terkatalisis yang diinginkan. Kebutuhan dasar dari proses biologis yaitu :
1. Kehadiran mikroorganisme dengan kemampuan untuk mendegradasi senyawa target.
2. Keberadaan substrat yang dikenali dan dapat digunakan sebagai sumber energi dan karbon.
3. Adanya pengumpanan yang menyebabkan terjadinya sintesa spesifik untuk senyawa target.
4. Keberadaan sistem penerima-donor elektron yang sesuai.
5. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk reaksi terkatalisis enzim dengan kelembaban dan pH yang mendukung.
6. Ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan sel mikroba dan produksi enzim.
7. Suhu yang mendukung aktivitas mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8. Ketersediaan bahan atau substansi beracun terhadap mikroorganisme tersebut.
9. Kehadiran organisme untuk mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran organisme untuk mencegah timbulnya racun antara.
11. Kondisi lingkungan yang meminimumkan organisme kompetitif bagi mikroorganisme pendegradasi.
Tanpa adanya enzim yang mengkatalis reaksi degradasi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan lama. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Tanpa adanya mikroba, proses penguraian di lingkungan tidak akan berlangsung. Kotoran, sampah, hewan, dan tumbuhan yang mati akan menutupi permukaan bumi, suatu kondisi yang tidak akan pernah kita harapkan. Sebagai akibatnya, siklus nutrisi atau rantai makanan akan terputus.
Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
B. OPTIMALISASI KONDISI DALAM BIOREMEDIASI
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1. Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran nutrient, enzm-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC. Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38oC bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme pathogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak.
4. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
5. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
C. BIOAUGMENTASI
Bioaugmentasi adalah penambahan organisme atau enzim pada suatu bahan untuk menyingkirkan bahan kimia yang tidak diinginkan. Bioaugmentasi digunakan untuk menyingkirkan produk sampingan dari bahan mentah dan polutan potensial dari limbah. Organisme yang biasa digunakan dalam proses ini adalah bakteri. Namun banyak aplikasi yang berhasil menggunakan tumbuhan untuk menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri pathogen. Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah phytoremediasi. Pemilihan metode bioremediasi yang cocok dengan kondisi lingkungan diharapkan akan dapat meningkatkan kecepatan biodegradasi. Dua metode yang biasa dilakukan untuk bioremediasi adalah : (1) dengan menstimulasi populasi mikroorganisme eksogen (biostimulasi) dan (2) dengan menambahkan mikroorganisme eksogen (bioaugmentasi). Bioaugmentasi dipilih apabila kontaminan membutuhkan waktu degradasi yang lama, bila lingkungan yang tercemar sulit dimodifikasi dalam rangka mencapai kondisi optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme, atau bila tingginya konsentrasi kontaminan menghambat pertumbuhan mikroorganisme indogenus. Bioaugmentasi juga dilakukan untuk menurunkan keragaman jalur degradasi hidrokarbon terutama untuk mempercepat proses degradasi hidrokarbon poliaromatik. Keberhasilan aplikasi bioaugmentasi diukur dari peningkatan jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi serta daya tahan mikroorganisme eksogen pada lingkungan yang tercemar. Walter (1997) menyatakan bahwa untuk memperoleh strain mikroorganisme ataupun konsorsium mikroorganisme yang tepat bagi aplikasi bioaugmentasi ada tiga pilihan metode yang bisa dilakukan, yaitu : pengkayaan selektif, penggunaan produk mikroorganisme komersial atau rekayasa genetika.
BIO TRENT LIMBAH
Adalah kultur campuran berbagai mikroorganisme yang mampu mengurai berbagai senyawa organik di dalam air limbah. Kandungan BIO-TRENT adalah : Mikroorganisme seperti Lactobacillus, Actinomycetes, Bakteri Nitrifikasi, Bakteri Pelarut Fosfat, Bakteri Fotosintetik, Zat Penghilang Bau dan Jamur Fermentasi. Di samping itu, BIO-TRENT juga dilengkapi dengan nutrisi seperti Glukosa, Fruktosa dan lainnya.
Keunggulan
1. Lebih cepat mengurai bahan-bahan organik
Bakteri BIO-TRENT adalah bakteri pengurai yang dapat bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama. Sifat bakteri yang mampu hidup dalam keadaan ekstrim, membuat bakteri BIO-TRENT lebih cepat mengurai dibanding bakteri alami yang ada di air limbah. Setiap bakteri mengurai dengan bantuan zat (enzim) yang dihasilkan. Bakteri BIO-TRENT yang beragam (kompleks) akan menghasilkan enzim pengurai yang beragam pula, sehingga kemampuan penguraiannya lebih tinggi dibanding bakteri lain.
2. Mencegah bau
Actinomycetes adalah bakteri yang mampu menghasilkan zat penghilang bau tak sedap. Dengan tumbuhnya bakteri ini di dalam sistem sudah dipastikan bau tak sedap dapat dicegah. Instalasi air limbah banyak menggunakan bahan terbuat dari logam. Seperti pompa dan blower. Logam bersifat mudah terkorosi, apalagi terkena H2S dan CO2 agresif. H2S dalam bentuk tak terionisasi bersifat sangat toksik dan korosif. H2S dan CO2 dapat berasal dari dekomposisi bahan organik oleh bakteri tertentu. Kerugian yang diderita perusahaan/instansi dengan kerusakan tersebut sangatlah besar. Untuk mencegah korosi atau karat pada instalasi pengolahan air limbah, dibutuhkan bakteri yang mampu mencegah terjadinya proses penguraian yang menghasilkan H2S dan CO2 agresif. Bakteri tersebut ada di dalam produk BIO- TRENT.
3. Menghambat pertumbuhan bakteri patogen
Bakteri patogen (penyebab penyakit) diantaranya E. coil (penyebab penyakit diare), Legionella pneumophilla (penyebab penyakit pernapasan akut), Leptospira (penyebab penyakit leptospirosis), Shigella (penyebab penyakit disentri) Vibrio cholerae (penyebab penyakit kolera). Dan bakteri penyebab penyakit lainnya. Untuk menghambat tumbuhnya bakteri-bakteri tersebut di dalam air limbah, maka perlu kita hidupkan bakteri BIO-TRENT di dalam system. Bakteri Lactobacillus di dalam BIO-TRENT mampu menghasilkan antibiotik alami (zat) pembunuh bakteri patogen.
PERKEMBANGAN TECHNOLOGI BIOREMEDIASI
Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
a. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
b. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Langkah-langkahnya Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan material berlumpur yang disebut sludge.Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob yang mengandung bakteri anaerob yang akan mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang sering muncul pada sludge, juga membantu menghancurkan sludge menjadi partikel-partikel kecil. Sludge ini kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk. Ilmuwan telah menemukan bakteri yang disebut Candidatus Brocadia Anammoxidans yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi ammonium pada suasana anaerob (sebagian besar produk yang terdapat dalam urin). Penting sekali untuk menghilangkan amonium dalam limbah cair sebelum air dialirkan ke sungai atau laut karena kadar ammonium yang terlalu tinggi memberikan dampak negatif bagi lingkungan.
Tanah dan air yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah dan air yang terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak kedalam tanah.
Upaya pengolahan limbah B3 baik di darat (tanah dan air tanah) ataupun di laut telah banyak dilakukan dengan menggunakan tehnik ataupun metoda konvensional dalam mengatasi pencemaran seperti dengan cara membakar (incinerasi), menimbun (landfill), menginjeksikan kembali sludge keformas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah (solidification). Teknologi-teknologi ini dianggap tidak efektif dari segi biaya (cost effective technology), waktu (time consuming) dan juga keamanan (risk).
KAJIAN RELIGI
Q.S AL BAQARAH 164.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاء فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Jacquelyn G. 2002. Microbiology. John Wiley & Sons, Inc.
Brock. TD. Madiqan. MT. 1991. Biology of Microorganisms. Sixth ed. Prentice-
HallInternational, Inc.
Cappuccino, JG. & Sherman, N. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.
Case, C.L. & Johnson, T.R. 1984. Laboratory Experiments in Microbiology.
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California.
Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi, PAU IPB.
Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi (Common Teksbook). Biologi FPMIPA UPI, IMSTEP.
Moat, A.G. & Foster, J.W. 1979. Microbial Physiology. John Wiley & Sons
Nicklin. J.K. Graeme-Cook. T. Paget & R. Killington. 1999. Instans Notes in
Microbiology. Springer Verlag. Singapore Pte, Ltd.
Tortora Gerard J. et al. 1992. Microbiology an Introduction. Fourth Ed. The Benjamin
Cummings Publishing Company, Inc.
0 comments:
Post a Comment