Saturday, May 6, 2017

RAJUNGAN (Portunidae) YANG MEMILIKI KANDUNGAN PROTEIN TINGGI

May 06, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Rajungan (Portunidae) merupakan salah satu famili seksi kepiting (Brachyura) yang banyak diperjualbelikan. Suku Portunidae memiliki enam subfamilia yaitu Portuninae, Podophthalminae, Carcinina, Polybiinae, Caphyrinae dan Catoptrinae. Kecuali Carcininae, kelima sub famili ini terdapat di perairan Indonesia (Moosa dan Juwana, 1996).
Sistematika rajungan menurut Stephenson dan Chambel (1959) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Eumetazoa
Grade : Bilateria
Divisi : Eucoelomata
Section : Protostomia
Filum : Antrhopoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Reptantia
Seksi : Branchyrhyncha
Famili : Portunidae
Sub Famili : Portunninae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus
Moosa  et  al.  (1980)  menyebutkan  bahwa  di  Indo  Pasifik  Barat,  jenis kepiting dan rajungan diperkirakan ada 234 jenis, sedangkan di Indonesia ada sekitar  124  jenis.  Empat  jenis  diantaranya  dapat  dimakan  (edible crab) selain tubuhnya berukuran besar juga tidak menimbulkan keracunan, yaitu rajungan (Portunus pelagicus), kepiting bakau (Scylla serrata), rajungan bintang (Portunus sanguinolentus),  rajungan  karang  (Charybdis  feriatus),  dan  rajungan  angin (Podopthalamus vigil).
2.1.1 Morfologi
Rajungan   (Portunus   pelagicus)   adalah   sejenis   kepiting   renang   atau swimming crab; disebut demikian karena memiliki sepasang kaki belakang yang berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk seperti dayung. Karapasnya memiliki tekstur yang kasar, karapas melebar dan datar; sembilan gerigi disetiap sisinya; dan gigi terakhir dinyatakan sebagai tanduk. Karapasnya tersebut umumnya berbintik biru pada jantan dan berbintik coklat pada betina, tetapi intensitas dan corak dari pewarnaan karapas berubah-ubah pada tiap individu (Kailola  et al. (1993) diacu dalam Kangas (2000)).
Karapas pada Portunus pelagicus merupakan lapisan keras (skeleton) yang menutupi organ internal yang terdiri dari kepala, thorax dan insang. Pada bagian belakang terdapat bagian mulut dan abdomen. Insang merupakan struktur lunak yang  terdapat  di  dalam  karapas.  Matanya  yang  menonjol  di  depan  karapas berbentuk tangkai yang pendek (Museum Victoria, 2000).
Moosa dan Juwana (1996) menyebutkan bahwa rajungan (Portunus pelagicus)  memiliki  sapit  yang  memanjang,  kokoh,  berduri-duri dan berusuk- rusuk, permukaan sebelah bawah licin.  Tepi posterior dari merus berduri, tepi anterior berduri tajam tiga atau empat buah. Karpus mempunyai duri di bagian dalam dan di bagian luar permukaan sebelah atas dari propundus dihiasi dengan tiga  buah  garis  biasanya  bergranula,  garis  sebelah  luar  dan  tengah  berakhir masing- masing dengan sebuah duri.
Hewan  ini  mencapai  panjang  18  cm,  sapitnya  memanjang,  kokoh, dan berduri-duri. Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak  putih  terang,  sedangkan  pada  betina  memiliki  warna  karapas kehijau-hijauan dengan bercak-bercak keputih-putihan agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Nontji, 1993). Rajungan mempunyai duri yang panjang yang keluar dari tiap sisi karapas, dan tentu saja Portunus pelagicus biasanya berwarna biru. Meskipun warnanya dapat berkisar dari coklat hingga biru atau bahkan ungu, jantan mempunyai capit yang lebih panjang daripada betina dan biasanya warnanya lebih biru. Rajungan ini tidak takut untuk menggunakan capitnya untuk mempertahankan diri (Abyss, 2001).
Beberapa   ciri   untuk   membedakan   jenis   kelamin   rajungan   (Portunus pelagicus) adalah warna bintik, ukuran dan warna capit dan  apron atau bentuk abdomen.   Karapas   betina   berbintik   warna   abu-abu  atau  cokelat.  Capitnya berwarna abu-abu atau cokelat dan lebih pendek dari jantan. Karapas jantan berwarna biru terang, dengan capit berwarna biru. Apron jantan berbentuk T. Pada betina muda yang belum dewasa,  apron berbentuk segitiga atau  triangular dan melapisi badan, sedangkan pada betina dewasa,  apron  ini membundar secara melebar  atau  hampir  semi-circular dan bebas dari ventral cangkang (FishSA, 2000).
Kajian mengenai bubu lipat (wadong) ini masih belum banyak dilakukan. Hal ini menjadi salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Penelitian yang ada hanya melihat tingkat keramahan lingkungan alat tangkap bubu lipat yang dilakukan oleh Agatri (2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai teknologi pilihan perikanan rajungan yaitu antara bubu lip at (wadong) dan jaring kejer dilihat secara aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi dengan contoh kasus di Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, sehingga dalam penerapannya dapat mengoptimalkan tingkat pemanfaatan sumberdaya rajungan yang ada dengan memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya rajungan. Menurut Thomson (1974), rajungan berwarna biru dan sangat indah. Rajungan memiliki sepasang capit panjang yang ramping dimana dapat menggigit hingga berdarah. Rajungan sedikitnya memiliki lima pasang kaki yang rata agar mereka dapat melintasi air dengan efisien.
Portunus pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur kasar, karapasnya sangat lebar mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capit rajungan panjang dan ramping.  Portunus pelagicus berubah warna dari coklat, biru sampai lembayung dengan batasan moulting (Abyss, 2001; Moosa dan Juwana, 1996; Sea-ex, 2001).
Jenis  rajungan  yang  umum  dimakan  (edible crab)  ialah  jenis-jenis  yang termasuk cukup besar yaitu sub famili Portuninae dan Podopthalminae. Jenis-jenis lainnya  walaupun  dapat  dimakan,  tetapi  berukuran  kecil  dan  tidak  memiliki daging yang berarti. Jenis-jenis rajungan yang terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah  rajungan  (Portunus  pelagicus).  Jenis  yang  kurang  umum  tetapi  masih sering dijumpai di pasar adalah rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan  angin  (Podopthalamus  vigil ),  rajungan  karang  (Charybdis  feriatus) (Moosa et  al., 1980; Nontji, 1993). Jenis-jenis lainnya yang berukuran cukup besar dan biasa dimakan, tetapi jarang dijumpai dipasar-pasar adalah Charybdis callanassa, Charybdis lucifera, Charybdis natatas, Charybdis tunicata, Thalamita crenata, Thalamita danae, Thalamita puguna, dan Thalamita spimmata (Moosa et al., 1980).
Rajungan jantan memiliki abdomen yang sempit, berbentuk T pada sisi abdomen dan capit berwarna biru. Sedangkan rajungan betina yang belum matang memiliki bentuk abdomen “V” atau rajungan dewasa memiliki bentuk abdomen “U” (Blue Crab Identification, 2001). Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang menyolok antara jantan dan betina. Jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan dengan rajungan betina (Nontji, 1993). Gambar 3 menunjukan perbedaan antara abdomen rajungan jantan, betina dan saat betina bertelur (Mexfish, 1999).
Habitat dan Penyebaran
Moosa et al. (1980) menyebutkan bahwa Marga Portunus hidup pada beranekaragam  habitat  yaitu :  dasar  berpasir,  pasir- lumpuran,  lumpur-pasiran, pasir kasar dengan pecahan karang mati.
Rajungan hidup di wilayah yang luas di pinggir pantai dan wilayah continental shelf, termasuk pasir, berlumpur atau berhabitat algae dan padang lamun dari zona intertidal (wilayah pasang surut) sampai perairan dengan kedalaman 50 m (Sea-ex, 2001 dan CIESM, 2000).
Penyebaran  rajungan  (Portunus  pelagicus) sangat luas. Hewan ini dapat hidup  di  berbagai  ragam  habitat  mulai  dari  tambak,  perairan  pantai  hingga perairan lepas pantai dengan kedalaman mencapai 60 m. Substrat dasar perairan berlumpur, berpasir, campuran lumpur dan pasir, beralga hingga padang lamun. Biasanya  rajungan  hidup  di  dasar  perairan,  tetapi  sesekali  dapat  juga  terlihat berada  dekat  permukaan  atau  kolom perairan  pada  malam  hari  saat  mencari makan ataupun berenang dengan sengaja mengikuti arus (Nontji (1986); Moosa dan Juwana (1996); Williams (1982) dan Edgar (1990) diacu dalam Kangas (2000)).
Rajungan banyak terdapat di perairan Indonesia sampai perairan kepulaun Pasifik serta terdapat di sepanjang negara- negara Indo Pasifik Barat, Samudera Hindia, Asia Timur dan Tenggara (Singapura, Fhilipina, Jepang, Korea, China, Teluk Benggala), Turki, Lebanon, Sicilia, Syiria, Cyprus, dan sekitar Australia (CIESM, 2000; Delsman dan de man, 1925).
Rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga penyebarannya  di  sekitar  perairan  pantai  yang  dangkal.  Sedangkan  rajungan betina   menyenangi   perairan   dengan   salinitas   lebih   tinggi   terutama   untuk melakukan   pemijahan,   sehingga   menyebar   ke   perairan   yang   lebih   dalam dibanding jantan (Wharton, (1975), Rudiana (1989) diacu dalam Saedi (1997)). Hal   ini   diperkirakan   disebabkan   oleh   kondisi   lingkungan   yang   berubah. Perubahan salinitas dan suhu di suatu perairan mempengaruhi aktivitas dan keberadaan suatu biota (Gunarso, 1985).
Tahap
Perkembangan
   

Lokasi
   

Ukuran
   

Keterangan


Dewasa
   

Estuaria, teluk yang terlindungi dan perairan pantai sampai kedalaman 65 m (CEISM, 2000)
   
7=CW=9 cm, (Kumar et al., 2000 diacu dalam Suadela, 2004) 3,7 cm CL (Rousenfell, 1975 diacu dalam Solihin, 1993)
   


Usia sekitar satu tahun

Bertelur
   
Daerah pesisir pantai dekat teluk (Thomson, 1974)
   

   


Memijah
   
Daerah pesisir pantai dekat teluk (Thomson, 1974)
   

   


Larva
   
Perairan terbuka (West
Australian Government,
1997)
   

CW = 0.48 mm
   

Sifat planktonik


Juvenil
   
Teluk terbuka lalu menuju muara dan berakhir disekitar perairan estuaria (West Australian Government,
1997)
   


CW antara 0.4 cm = CW =
1.0 cm
   

Transisi dari plantonik menuju Benthik

Muda
   
Estuaria (West Australian
Government, 1997)
   

   

Benthik

Tingkah laku Rajungan (Portunus pelagicus)
Tingkah  laku  rajungan  (Portunus  pelagicus)  dipengaruhi  oleh  beberapa faktor alami dan buatan. Beberapa faktor alami diantaranya adalah perkembangan hidup, feeding habit, pengaruh siklus bulan dan reproduksi. Sedangkan faktor buatan   yang   mempengaruhi   tingkah   laku   rajungan   salah   satunya   adalah pengunaan umpan pada penangkapan rajungan dengan menggunakan crab pots.
Salah satu tingkah laku (behaviour) penting dari rajungan dalah perkembangan  siklus  hidupnya  yang terjadi di  beberapa tempat. Pada fase larva dan fase pemijahan, rajungan berada di laut terbuka (off-shore) dan fase juvenil sampai  dewasa  berada  di  perairan  pantai  (in-shore) yaitu muara dan estuaria (Kangas, 2000).
Rajungan (Portunus pelagicus) adalah aktif tetapi saat tidak aktif, mereka mengubur diri dalam sedimen menyisakan mata, antena di permukaan dasar laut dan   ruang   insang   terbuka   (FishSA, 2000;   Sea-ex, 2001). Rajungan akan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umur, rajungan tersebut menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan (Nontji, 1993; Sea-ex, 2001). Anonim (1973) diacu dalam Muslim (2000) mengungkapkan bahwa pada umumnya udang dan kepiting berkeliaran pada waktu malam untuk mencari makan. Susilo (1993) menyebutkan bahwa perbedaan fase bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkah laku rajungan (Portunus pelagicus), yaitu ruaya dan makan. Pada fase bulan gelap, cahaya bulan yang masuk ke dalam air relatif tidak ada, sehingga perairan menjadi gelap. Hal ini mengakibatkan rajungan tidak melakukan aktifitas ruaya, dan berkurangnya aktifitas pemangsaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan jumlah hasil tangkapan  antara  fase  bulan  gelap  dengan  bulan  terang,  dimana  rajungan cenderung lebih banyak tertangkap saat fase bulan terang, sedangkan pada fase bulan gelap rajungan lebih sedikit tertangkap. Oleh sebab itu, waktu yang paling baik untuk menangkap binatang tersebut ialah malam hari saat fase bulan terang.
Menurut Thomson (1974), dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa larva rajungan betina menghabiskan waktu sepanjang malam terkubur didalam pasir. Sedangkan larva jantan aktif berenang pada malam hari. Larva rajungan sama seperti udang bersifat planktonik dan berenang bebas mengikuti arus.
Kepiting  dalam  pertumbuhannya  perlu  meluruhkan  cangkang  luar  yang keras; proses ini disebut moulting. Sesaat sebelum moulting atau pergantian cangkang,  kulit  di  bawah  cangkang  keras  atau  eksoskeleton  mengeluarkan substansi yang memisahkan hubungan antara kepiting dan cangkangnya. Lapisan tipis  dari  cangkang  baru  dikeluarkan   di   bawah   cangkang   lama.   Kepiting memasukkan air agar terjadi pembelahan dalam cangkang lama pada bagian ujung dimana karapas menyatu dengan lapisan. Kepiting tersebut lalu memanjat ke belakang keluar dari cangkang lama. Kepiting harus berkembang dengan cepat untuk  merenggangkan  skleton  baru  yang  mengkerut  menjadi  ukuran  penuh sebelum  mengeras.  Setelah  cangkang  menyesuaikan  terhadap  ukuran  barunya, kulit  mengeluarkan  substansi  yang  mengoksidasi  dan  mengeraskan  cangkang baru, kepiting sangat rentan terhadap  predasi  dan  akan  lebih  sering  sembunyi (FishSA, 2000).
Waktu  untuk  siklus  reproduksi  yang  sempurna  atau  lengkap  bermacam- macam berdasarkan perubahan atau variasi temperatur tahunan. Pemijahan rajungan berlangsung sepanjang tahun di perairan tropik dan subtropik (Campbell & Fielder (1986) dan Potter et al. (1998) diacu dalam Kangas (2000)).

Ukuran Kedewasaan Rajungan (Portunus pelagicus)
Rajungan menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan terjadi dapat berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu di  lokasi  manapun.  Betina  terkecil Portunus  pelagicus yang  telah  diobservasi memiliki moult/pergantian kulit yang cukup umur di Peel-Harvey Estuary adalah 89 mm CW, sedangkan di Leschenault Estuary ukuran terkecil adalah 94 mm CW Smith (1982), Campbell & Fielder (1986), Sukumaran & Neelakantan (1996) dan Potter et al. (1998) diacu dalam Kangas (2000)). Karapas rajungan yang dapat berkembang  hingga  21  cm  dan  mereka  dapat  berukuran  hingga  seberat  1  kg (Abyss, 2001).
Rajungan di perairan Australia Selatan dikatakan legal jika panjangnya lebih dari 11 cm yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau dasar duri. Batas ukuran sekarang digunakan di semua perairan. Selama pemijahan kemungkinan terdapat  massa   telur   di   bawah   lapisan   pada   betina.   Untuk memelihara spesies ini, rajungan yang masih ada telurnya dilindungi sepenuhnya di perairan Australia Selatan. Umumnya ukuran tersebut berumur 14 hingga 18 bulan. Rajungan pada ukuran tersebut telah matang secara seksual dan telah memproduksi setidaknya 2 kelompok telur untuk satu musim (Kangas, 2000).
Rajungan mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun yang mempunyai nilai ekonomi setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228 mm (Rounsenfell (1975) diacu dalam Solihin (1993)). Moosa dan Juwana (1996) menyebutkan di Queensland berdasarkan penelitian Williams dan Lee (1980), rajungan yang ditangkap dari perairan tersebut telah ditentukan memiliki ukuran tubuh minimum yaitu panjang karapas (CL) 3,7 cm. Batasan ukuran rajungan yang dianggap telah mencapai dewasa mempunyai beberapa pendapat, diantaranya adalah 9 cm CW dan 3,7 cm CL (Kumar et al. (2000) diacu dalam Suadela (2004) dan Rousenfell (1975) diacu dalam Solihin (1993)).

0 comments:

Post a Comment