Bagaimana Pemeliharaan Induk ikan Patin
Dalam kegiatan pembenihan ikan, pemeliharaan induk merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan. Pada kegiatan ini, ada beberapa hal yang harus di perhatikan yang meliputi:
· Wadah dan media pemeliharaan
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau bak beton.
Sebaiknya bak pemeliharaan dilengkapi dengan waring yang ukurannya di sesuaikan dengan ukuran bak. Penggunaan waring ini bertujuan untuk memudahkan saat melakukan seLeksi induk.
Pada bak pemeliharaan induk, ketinggian air berkisar antara 1,2-1,5 m dengan kepadatan 2-3 ekor/m2. Pada bak ini juga sebaiknya terdapat saluran pembuangan dan pemasukan air agar memudahkan dalam pengelolaan media pemeliharaan.
· Pakan induk
Pakan induk dapat menggunakan pakan komersil dengan kandungan protein antara 28-32%. Kandungan pakan ini sangat berpengaruh terhadap kualiatas telur yang dihasilkan. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 2% dari biomass (Hamid dkk, 2007).
Misalkan, induk sebanyak 50 ekor dengan berat rata-rata 3 kg/ekor. Jadi, berata biomassnya adalah 150 kg. Pakan yang harus di berikan adalah 2% dari 150 kg, sebanyak 3 kg. Pakan ini dibagi menjadi dua bagian, 1,5 kg di berikan pada pagi hari dan 1,5 kg diberikan pada sore hari.
2. Seleksi Induk
Seleksi induk adalah kegiatan yang dilakukan untuk memilih induk yang siap untuk dipijahkan. Sebelum melakukan seleksi, induk terlebih dahulu diberok selama 1 hari dengan tujuan agar memudahkan dalam seleksi yaitu induk yang membesar perutnya adalah benar-benar induk yang matang gonad bukan karena pakan (Kordi,2005).
Induk yang diseleksi adalah induk yg telah berumur lebih dari 3 tahun dengan berat 1,5-2 kg untuk jantan dan 1,5-2 kg untuk betina.Gambar induk jantan dan betina dapat di lihat pada Gambar 3.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
a. Induk betina
§ Umur tiga tahun.
§ Ukuran 1,5–2 kg.
§ Perut membesar ke arah anus.
§ Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
§ Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
§ Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
§ kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
§ Umur dua tahun.
§ Ukuran 1,5–2 kg.
§ Kulit perut lembek dan tipis.
§ Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
§ Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
3. Pemijahan
· Penyuntikan
Pemijahan pada ikan patin dilakukan secara buatan dengan menggunakan hormon stimulan yang berfungsi untuk menstimulasi kematangan gonad yaitu melalui pemberian ovaprim. Dosis yang biasa digunakan antara 0,50-0,75 cc/kg untuk induk betina, (Kordi, 2005). Sedangkan untuk induk jantan tidak ada perlakuan atau tidak dilakukan penyuntikan sebelum dilakukan pemijahan.
Penyuntikan dilakukan pada punggung yaitu dibawah sirip secara intra muscular (Khairuman, 2002). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali. Penyuntikan pertama dapat dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 22.00 dengan dosis 1/3 dari total dosis, sedangkan penyuntikan kedua dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 sebanyak 2/3 dari dosis total. Penyuntikan pada induk dapat dilihat pada Gambar 4.
Induk yang telah di suntik, kemudian dimasukkan kembali ke dalam bak. Setelah 8 – 12 jam penyuntikan, dapat dilakukan stripping untuk mengeluarkan telur dan sperma induk.
· Strippng
Induk yang telah siap untuk distripping kemudian diangkat dan dikeringkan terlebih dahulu dengan handuk atau kain lainnya untuk menghindari masuknya air ke dalam waskom. Proses stripping dilakukan dengan metode kering (dry stripping). Stripping dilakukan dengan cara mengurut bagian perut induk betina ke arah belakang. Telur yang keluar ditampung dengan menggunakan waskon yang telah dikeringkan sebelumnya.
Setelah selesai striping telur, kemudian dilakukan pengambilan sperma. Sperma diambil dengan cara mengurut bagian perut induk jantan ke arah belakang. Sperma yang keluar dari papila ditampung di dalam mangkok yang telah dibersihkan.
Setelah telur tertampung di dalam waskom kemudian sperma dimasukkan ke dalam telur dan diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma dan telur tercampur merata. Pengadukan dilakukan perlahan, setelah telur dan sperma tercampur rata kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit agar sperma aktif dan dapat membuahi telur.
Telur yang telah terbuahi ini kemudian dimasukkan ke dalam air yang dicampur dengan lumpur yang terlebih dahulu air yang dicampur lumpur ini di rebus sampai mendidih agar streril. Tujuan pencampuran telur dengan air yang di campur lumpur ini agar telur tidak lengkat satu dengan dengan yang lain. Kemudian telur dibilas hingga bersih dan siap untuk ditetaskan
· Penetasan telur
Telur-telur hasil stripping dapat di tetaskan dalam akuarium atau bak penetasan. Sebelum penebaran telur, terlebih dahulu bak atau akuarium di bersihkan kemudian diisi air setinggi 20 cm dan dipasang aerasi dan Heater untuk menjaga suhu media penetasan.
Selama proses penetasan kondisi suhu selalu dikontrol agar tetap stabil yaitu pada kisaran 28-31 0C. Jika suhu dibawah 28 0C maka heater dinyalakan dan jika suhu 31 0C maka heater dimatikan. Telur akan menetas berkisar antara 28-28 jam pada suhu 28-290C (Siregar, 2001).
Setelah telur menetas, wadah penetasan di bersihkan dengan cara menyipon cangakang dan telur yang tidak menetas. Wadah yang digunakan untuk penetasan dapat juga digunakan sebagai pemeliharaan larva dengan cara membuang air hingga 90%. Tetapi sebaiknya larva dipelihara pada wadah dan media yang baru agar lebih steril.
4. Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin dapat dipelihara di dalam akuarium, setiap akuarium dipasang
1 titik aerasi. Ketinggian air pada saat pemeliharaan 20 cm dan sejalan pertumbuhannya air ditinggikan menjadi 30 cm. Ruangan yang digunakan tertutup rapat untuk menjaga suhu agar tidak fluktuatif. Pada akuarium yang diletakan pada ruangan tertutup digunakan kompor untuk memanaskan ruangan serta air di akuarium. Untuk menjaga kualitas air dilakukan penyiponan pada pagi hari dan pergantian air sebanyak 60-70% setiap 2-3 hari sekali (Khairuman dan Sudenda,2002).
Pada saat larva berumur 1-2 hari, belum di beri pakan karena masih memiliki yolk sac sebagai cadangan makanannya. Larva yang telah berumur 3 hari diberi pakan berupa Artemia sp. yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 2 jam sekali. Setelah larva berumur 4 hari dapat diberi pakan alami berupa kutu air (Dapnia sp. dan Moina sp.) dan cacing sutra (Tubifex) yang dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Larva yang berumur lebih dari 5 hari, di berikan pakan berupa cacing sutra (Tubifex) yang dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Pemeliharaan larva ini berlangsung hingga umur 15 hari. Larva yang berumur 15 hari dengan menggunakan pakan Tubifex dapat mencapai ukuran 0,75 inchi.
5. Panen Benih
Pemanenan larva patin dilakukan saat larva telah berumur 15 hari.. Panen dilakukan dengan cara air pada akuarium dikurangi sebanyak 70-80%, kemudian diambil dengan menggunakan skopnet dan ditampung kedalam waskom.
Setelah larva terkumpul, kemudian dimasukkan dalam jaring untuk dilakukan greding. Setelah larva dalam jaring, kemudian air dipercik-percikkan agar larva yang berukuran lebih kecil keluar dari jaring. Sedangkan larva yang tertampung dalam jaring dipindahakan kedalam akuarium lain. Kegiatan tersebut dilakukan terus menerus sampai semua larva tergreding semua.
Ikan yang berukuran kecil akan keluar dari jaring sedangkan yang berukuran yang lebih besar akan terperangkap dalam jaring. Ikan yang lolos dikembalikan dalam akuarium untuk dibesarkan kembali. Sedangkan ikan yang terperangkap ditampung juga dalam wadah yang terpisah. Setelah semua benih di greding, kemudian larva di pindahkan ke wadah pemeliharaan untuk didederkan.
6. Penanganan Penyakit
Pengamatan terhadap penyakit hanya dilakukan seacara visual. Penyakit yang sering terjadi pada saat pemeliharaan larva yaitu bintik putih atau White Spot, jamur,dan perut pecah, akibat bakteri. Susanto dan Amri (2002) menyatakan bahwa penyakit yang sering menyerang ikan patin yaitu berupa penyakit bintik putih,
jamur dan bakteri. Untuk menjaga dari terserangnya penyakit setiap selesai pergantian air selalu diberikan larutan garam dapur sebanyak 10 mg/liter. Ikan yang sakit karena white spot diobati dengan mengunakan Methylene blue sebanyak 1 ppm. Jika benih terserang bakteri dengan ciri perut kembung tidak perlu diobati langsung saja dimusnahkan sebab apabila tidak dimusnahkan dikawatirkan akan menular pada benih ikan yang lain. Untuk mencegah penyakit yang terbawa oleh cacing Tubifex sebagai pakan benih ikan, maka sebelum diberikan kepada benih ikan tersebut, cacing direndam dalam larutan KMnO4 5-10 ppm selama 10 -15 menit sebagai disinfektan.
Dalam kegiatan pembenihan ikan, pemeliharaan induk merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan. Pada kegiatan ini, ada beberapa hal yang harus di perhatikan yang meliputi:
· Wadah dan media pemeliharaan
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau bak beton.
Sebaiknya bak pemeliharaan dilengkapi dengan waring yang ukurannya di sesuaikan dengan ukuran bak. Penggunaan waring ini bertujuan untuk memudahkan saat melakukan seLeksi induk.
Pada bak pemeliharaan induk, ketinggian air berkisar antara 1,2-1,5 m dengan kepadatan 2-3 ekor/m2. Pada bak ini juga sebaiknya terdapat saluran pembuangan dan pemasukan air agar memudahkan dalam pengelolaan media pemeliharaan.
· Pakan induk
Pakan induk dapat menggunakan pakan komersil dengan kandungan protein antara 28-32%. Kandungan pakan ini sangat berpengaruh terhadap kualiatas telur yang dihasilkan. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 2% dari biomass (Hamid dkk, 2007).
Misalkan, induk sebanyak 50 ekor dengan berat rata-rata 3 kg/ekor. Jadi, berata biomassnya adalah 150 kg. Pakan yang harus di berikan adalah 2% dari 150 kg, sebanyak 3 kg. Pakan ini dibagi menjadi dua bagian, 1,5 kg di berikan pada pagi hari dan 1,5 kg diberikan pada sore hari.
2. Seleksi Induk
Seleksi induk adalah kegiatan yang dilakukan untuk memilih induk yang siap untuk dipijahkan. Sebelum melakukan seleksi, induk terlebih dahulu diberok selama 1 hari dengan tujuan agar memudahkan dalam seleksi yaitu induk yang membesar perutnya adalah benar-benar induk yang matang gonad bukan karena pakan (Kordi,2005).
Induk yang diseleksi adalah induk yg telah berumur lebih dari 3 tahun dengan berat 1,5-2 kg untuk jantan dan 1,5-2 kg untuk betina.Gambar induk jantan dan betina dapat di lihat pada Gambar 3.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
a. Induk betina
§ Umur tiga tahun.
§ Ukuran 1,5–2 kg.
§ Perut membesar ke arah anus.
§ Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
§ Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
§ Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
§ kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
§ Umur dua tahun.
§ Ukuran 1,5–2 kg.
§ Kulit perut lembek dan tipis.
§ Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
§ Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
3. Pemijahan
· Penyuntikan
Pemijahan pada ikan patin dilakukan secara buatan dengan menggunakan hormon stimulan yang berfungsi untuk menstimulasi kematangan gonad yaitu melalui pemberian ovaprim. Dosis yang biasa digunakan antara 0,50-0,75 cc/kg untuk induk betina, (Kordi, 2005). Sedangkan untuk induk jantan tidak ada perlakuan atau tidak dilakukan penyuntikan sebelum dilakukan pemijahan.
Penyuntikan dilakukan pada punggung yaitu dibawah sirip secara intra muscular (Khairuman, 2002). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali. Penyuntikan pertama dapat dilakukan pada malam hari yaitu pada pukul 22.00 dengan dosis 1/3 dari total dosis, sedangkan penyuntikan kedua dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 sebanyak 2/3 dari dosis total. Penyuntikan pada induk dapat dilihat pada Gambar 4.
Induk yang telah di suntik, kemudian dimasukkan kembali ke dalam bak. Setelah 8 – 12 jam penyuntikan, dapat dilakukan stripping untuk mengeluarkan telur dan sperma induk.
· Strippng
Induk yang telah siap untuk distripping kemudian diangkat dan dikeringkan terlebih dahulu dengan handuk atau kain lainnya untuk menghindari masuknya air ke dalam waskom. Proses stripping dilakukan dengan metode kering (dry stripping). Stripping dilakukan dengan cara mengurut bagian perut induk betina ke arah belakang. Telur yang keluar ditampung dengan menggunakan waskon yang telah dikeringkan sebelumnya.
Setelah selesai striping telur, kemudian dilakukan pengambilan sperma. Sperma diambil dengan cara mengurut bagian perut induk jantan ke arah belakang. Sperma yang keluar dari papila ditampung di dalam mangkok yang telah dibersihkan.
Setelah telur tertampung di dalam waskom kemudian sperma dimasukkan ke dalam telur dan diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma dan telur tercampur merata. Pengadukan dilakukan perlahan, setelah telur dan sperma tercampur rata kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit agar sperma aktif dan dapat membuahi telur.
Telur yang telah terbuahi ini kemudian dimasukkan ke dalam air yang dicampur dengan lumpur yang terlebih dahulu air yang dicampur lumpur ini di rebus sampai mendidih agar streril. Tujuan pencampuran telur dengan air yang di campur lumpur ini agar telur tidak lengkat satu dengan dengan yang lain. Kemudian telur dibilas hingga bersih dan siap untuk ditetaskan
· Penetasan telur
Telur-telur hasil stripping dapat di tetaskan dalam akuarium atau bak penetasan. Sebelum penebaran telur, terlebih dahulu bak atau akuarium di bersihkan kemudian diisi air setinggi 20 cm dan dipasang aerasi dan Heater untuk menjaga suhu media penetasan.
Selama proses penetasan kondisi suhu selalu dikontrol agar tetap stabil yaitu pada kisaran 28-31 0C. Jika suhu dibawah 28 0C maka heater dinyalakan dan jika suhu 31 0C maka heater dimatikan. Telur akan menetas berkisar antara 28-28 jam pada suhu 28-290C (Siregar, 2001).
Setelah telur menetas, wadah penetasan di bersihkan dengan cara menyipon cangakang dan telur yang tidak menetas. Wadah yang digunakan untuk penetasan dapat juga digunakan sebagai pemeliharaan larva dengan cara membuang air hingga 90%. Tetapi sebaiknya larva dipelihara pada wadah dan media yang baru agar lebih steril.
4. Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin dapat dipelihara di dalam akuarium, setiap akuarium dipasang
1 titik aerasi. Ketinggian air pada saat pemeliharaan 20 cm dan sejalan pertumbuhannya air ditinggikan menjadi 30 cm. Ruangan yang digunakan tertutup rapat untuk menjaga suhu agar tidak fluktuatif. Pada akuarium yang diletakan pada ruangan tertutup digunakan kompor untuk memanaskan ruangan serta air di akuarium. Untuk menjaga kualitas air dilakukan penyiponan pada pagi hari dan pergantian air sebanyak 60-70% setiap 2-3 hari sekali (Khairuman dan Sudenda,2002).
Pada saat larva berumur 1-2 hari, belum di beri pakan karena masih memiliki yolk sac sebagai cadangan makanannya. Larva yang telah berumur 3 hari diberi pakan berupa Artemia sp. yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 2 jam sekali. Setelah larva berumur 4 hari dapat diberi pakan alami berupa kutu air (Dapnia sp. dan Moina sp.) dan cacing sutra (Tubifex) yang dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Larva yang berumur lebih dari 5 hari, di berikan pakan berupa cacing sutra (Tubifex) yang dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Pemeliharaan larva ini berlangsung hingga umur 15 hari. Larva yang berumur 15 hari dengan menggunakan pakan Tubifex dapat mencapai ukuran 0,75 inchi.
5. Panen Benih
Pemanenan larva patin dilakukan saat larva telah berumur 15 hari.. Panen dilakukan dengan cara air pada akuarium dikurangi sebanyak 70-80%, kemudian diambil dengan menggunakan skopnet dan ditampung kedalam waskom.
Setelah larva terkumpul, kemudian dimasukkan dalam jaring untuk dilakukan greding. Setelah larva dalam jaring, kemudian air dipercik-percikkan agar larva yang berukuran lebih kecil keluar dari jaring. Sedangkan larva yang tertampung dalam jaring dipindahakan kedalam akuarium lain. Kegiatan tersebut dilakukan terus menerus sampai semua larva tergreding semua.
Ikan yang berukuran kecil akan keluar dari jaring sedangkan yang berukuran yang lebih besar akan terperangkap dalam jaring. Ikan yang lolos dikembalikan dalam akuarium untuk dibesarkan kembali. Sedangkan ikan yang terperangkap ditampung juga dalam wadah yang terpisah. Setelah semua benih di greding, kemudian larva di pindahkan ke wadah pemeliharaan untuk didederkan.
6. Penanganan Penyakit
Pengamatan terhadap penyakit hanya dilakukan seacara visual. Penyakit yang sering terjadi pada saat pemeliharaan larva yaitu bintik putih atau White Spot, jamur,dan perut pecah, akibat bakteri. Susanto dan Amri (2002) menyatakan bahwa penyakit yang sering menyerang ikan patin yaitu berupa penyakit bintik putih,
jamur dan bakteri. Untuk menjaga dari terserangnya penyakit setiap selesai pergantian air selalu diberikan larutan garam dapur sebanyak 10 mg/liter. Ikan yang sakit karena white spot diobati dengan mengunakan Methylene blue sebanyak 1 ppm. Jika benih terserang bakteri dengan ciri perut kembung tidak perlu diobati langsung saja dimusnahkan sebab apabila tidak dimusnahkan dikawatirkan akan menular pada benih ikan yang lain. Untuk mencegah penyakit yang terbawa oleh cacing Tubifex sebagai pakan benih ikan, maka sebelum diberikan kepada benih ikan tersebut, cacing direndam dalam larutan KMnO4 5-10 ppm selama 10 -15 menit sebagai disinfektan.
0 comments:
Post a Comment