Tuesday, May 2, 2017

IKAN SILI (Macrognathus aculeatus) TERANCAM PUNAH DI BUMI INDONESIA

May 02, 2017 Posted by Media Penyuluhan Perikanan Pati No comments
Ikan Sili termasuk ikan sungai yang banyak dijumpai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Karena bentuknya panjang seperti belut dan berduri tapi durinya ditengah, anggota dari famili Mastacembelidae itu populer disebut spiny eel alias belut berduri. Hasil penelitian Fishbase – lembaga pusat informasi ikan dalam naungan organisasi pangan dunia (FAO) – menunjukkan terdapat  83 spesies sili di dunia. Dari jumlah itu 15 jenis di antaranya hidup di sungai tawar di Asia, termasuk 10 jenis di tanahair, seperti Macrognathus aculeatus, M. maculatus, dan Mastacembelus unicolor – ketiganya ada di Jawa.
Ikan sili sudah lama terkenal di Jawa dan beberapa daerah luar jawa sejak dulu kala. Hanya keberadaan ikan sili yang semakin sedikit semakin lama akan semakin sedikit dan bisa-bisa terancam punah. Sili termasuk ikan sungai yang banyak dijumpai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Karena bentuknya panjang seperti belut dan berduri, anggota dari famili Mastacembelidae itu populer disebut spiny eel alias belut berduri. Hasil penelitian Fishbase – lembaga pusat informasi ikan dalam naungan organisasi pangan dunia (FAO) – menunjukkan terdapat  83 spesies sili di dunia. Dari jumlah itu 15 jenis di antaranya hidup di sungai tawar di Asia, termasuk 10 jenis di tanahair, seperti Macrognathus aculeatus, M. maculatus, dan Mastacembelus unicolor – ketiganya ada di Jawa.
Namanya pendek dan singkat : sili. Namun, Macrognathus armatus itu cukup tenar di jagad maya ikan hias negeri Barrack Obama. Ikan pipih panjang bermotif batik zigzag itu laku keras sebagai pengisi akuarium air tawar. Sebagai ikian konsumsi ikan sili sangat enak, bila di pecel dengansambal terasi sangat nikimat.
Ikan sili masih sering di jumpai di sungai di daerah Talun, Kayen Kab.Pati, dan kadang kala ada di pasar’
Sili termasuk ikan sungai yang banyak dijumpai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Karena bentuknya panjang seperti belut dan berduri, anggota dari famili Mastacembelidae itu populer disebut spiny eel alias belut berduri. Hasil penelitian Fishbase – lembaga pusat informasi ikan dalam naungan organisasi pangan dunia (FAO) – menunjukkan terdapat  83 spesies sili di dunia. Dari jumlah itu 15 jenis di antaranya hidup di sungai tawar di Asia, termasuk 10 jenis di tanahair, seperti Macrognathus aculeatus, M. maculatus, dan Mastacembelus unicolor – ketiganya ada di Jawa.
Ikan hias
Dua dari tiga suku famili Mastacembelidae, yaitu Macrognathus dan Mastacembelus terdapat di Indonesia. Hanya suku Sinobdella yang tidak ditemukan di Indonesia. Macrognathus dan Mastacembelus sepintas sama, perbedaannya terletak pada jumlah spina – duri – di punggung. Macrognathus memiliki 31 duri, Mastacembelus 33 duri. Keduanya mempunyai sosok tubuh menarik. Bentuknya ramping seperti sabuk dengan balutan warna di sekujur tubuh. Di Amerika Serikat dan negara Uni Eropa mereka mengisi akuarium-akuarium di ruang tamu.
Yang tak kalah menarik Mastacembelus erythrotaenia. Sebagai ikan hias, tubuhnya yang pipih dengan motif batik hitam, merah, serta strip kuning terlihat sempurna. Keindahan tubuhnya kian kentara saat ditaruh pada akuarium minim cahaya. Semburat merah dan kuning terpancar dari tubuhnya yang mencapai panjang 55 cm itu bak kilatan api. Oleh karena itu, julukan belut berduri api melekat pada Mastacembelus.
Sili lainnya Macrognathus zebrinus, memiliki sisik bermotif batik bak zebra. Sedangkan Mastacembelus unicolor, bermotif  lurik  bagai selembar tenunan kain batik, dan Macrognathus siamensis bermotif menyerupai merak jantan yang tengah mengembangkan ekor. Itulah sebabnya siamensis dijuluki peacock eel alis belut merak.
Terancam punah
Sejatinya dari ketiga spesies sili yang ada di Jawa belum masuk daftar Red List (spesies yang terancam keberadaannya, red) yang dikeluarkan oleh lembaga konservasi alam dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada 2010. Namun, hasil penelitian yang dilakukan sejak 2000 di sungai-sungai di Jawa Tengah, populasi tilan – sebutan sili di Sumatera – berada di ujung tanduk.
Penelitian yang dilakukan di Sungai Serayu, Klawing, Banjaran, Mengaji, dan Logawa – semuanya di Kabupaten Banyumas dan Purbalingga Jawa Tengah – tak satu pun dari lokasi itu bisa ditemukan lebih dari 10 ikan. Rata-rata 3 – 4 ekor di setiap tempat dengan jantan lebih dominan. Lebih tragis lagi Macrognathus maculatus, hanya ditemukan 1 ekor di hilir Sungai Serayu.
Cemaran pestisida, herbisida, dan pemakaian pupuk berlebih ke sungai menjadi penyebab terancamnya habitat alami sili. Belum lagi, limbah rumahtangga yang dibuang ke sungai, menjadi sumber pencemaran. Dan yang tak kalah penting: rusaknya tepian dan dasar sungai akibat aktivitas penambangan pasir dan batu. Di sepanjang Sungai Serayu, Logawa, dan Klawing truk pengangkut pasir dan batu lazim ditemui hilir-mudik. Pasir yang diambil dari sungai dapat merusak habitat sili yang menyukai kondisi dasar sungai berlumpur, pasir, serta kaya serasah daun. Lewat penelitian ekologi diharapkan populasi sili meningkat dan memperkaya pilihan hobiis ikan hias. (Dr rer. nat W. Lestari, MSc dan Drs Sugiharto MSi, staf pengajar Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto)
Perlu banyak dikembangkan usaha budidaya ikan sili dengan membuat pembenihan dan pendederan ikan tersebut. Ikan sili durinya di bagian tengan sehingga bagi yang menikmati ikan tersebut sebagai konsumsi terasa enak tanpa resiko terkena duri ikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan  hasil  penelitian  ini,  maka  dapat  disimpulkan  beberapa  hal agai berikut :
Sampel ikan rawa yang diteliti diperoleh dari perairan rawa di Selatan Kalimantan, tepatnya di Kota Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan, terdiri dari 5 spesies, yaitu M. erythrotaenia (ikan sili), H. fortis (ikan baung), C. micropeltes (ikan toman), C. striatus (ikan haruan), dan C. lucius (ikan kehung). Sampel ikan memiliki panjang 25,50-42,00 cm, bobot tubuh utuh 152,00-343,00 g dan bobot fillet daging 42,00-150,00 g. Dari perbandingan antara bobot daging fillet dengan bobot ikan utuh didapat persentase rendemen produksi fillet sebesar 27,63-43,73%.
Ikan rawa yang diteliti memiliki kandungan proksimat yang bervariasi, yaitu kadar air sebesar 74,23-78,84%, kadar abu 0,99-4,13%, kadar lemak sebesar 0,45-3,24%, dan kadar protein 15,85-21,74%.
Analisis asam lemak menunjukkan bahwa beberapa spesies ikan rawa yang diteliti  mengandung  11  jenis  asam  lemak,  meliputi  asam  lemak  jenuh (SAFA) yang terdiri dari asam laurat, asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat; asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang terdiri dari asam palmitoleat dan asam oleat, serta asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) yang meliputi asam linoleat, linolenat, asam arakhidonat, asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Asam lemak yang mendominasi adalah asam palmitat sebesar 8,86-19,99% (b/b) dan asam oleat yang temasuk kedalam golongan omega-9 sebesar 5,19-19,66% (b/b).
Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) tidak terdeteksi oleh alat yang digunakan pada sampel yang dianalisis. Kandungan logam berat kadmium (Cd) dan timbal (Pb) berada di ambang batas aman konsumsi.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :
Perlu dilakukan penelitian terhadap spesies lain yang tersebar di perairan rawa lokasi lain di Indonesia.
Perlu penelitian lebih lanjut tentang kandungan vitamin dan mineral lain yang diperlukan untuk kesehatan tubuh.
Perlu diteliti aspek biologi, daerah penyebaran, besarnya stok, teknologi pemanfaatan   yang   efisien, informasi pasar, dan kemungkinan produksi pertahun.
Untuk  mendapatkan hasil penelitian yang optimal, disarankan untuk menggunakan bahan baku sampel dalam kondisi yang segar dan kesegaran ikan harus terjaga dengan baik selama pasca penangkapan.Dua dari tiga suku famili Mastacembelidae, yaitu Macrognathus dan Mastacembelus terdapat di Indonesia. Hanya suku Sinobdella yang tidak ditemukan di Indonesia. Macrognathus dan Mastacembelus sepintas sama, perbedaannya terletak pada jumlah spina – duri – di punggung. Macrognathus memiliki 31 duri, Mastacembelus 33 duri. Keduanya mempunyai sosok tubuh menarik. Bentuknya ramping seperti sabuk dengan balutan warna di sekujur tubuh. Di Amerika Serikat dan negara Uni Eropa mereka mengisi akuarium-akuarium di ruang tamu.

Yang tak kalah menarik Mastacembelus erythrotaenia. Sebagai ikan hias, tubuhnya yang pipih dengan motif batik hitam, merah, serta strip kuning terlihat sempurna. Keindahan tubuhnya kian kentara saat ditaruh pada akuarium minim cahaya. Semburat merah dan kuning terpancar dari tubuhnya yang mencapai panjang 55 cm itu bak kilatan api. Oleh karena itu, julukan belut berduri api melekat pada Mastacembelus.
Sili lainnya Macrognathus zebrinus, memiliki sisik bermotif batik bak zebra. Sedangkan Mastacembelus unicolor, bermotif  lurik  bagai selembar tenunan kain batik, dan Macrognathus siamensis bermotif menyerupai merak jantan yang tengah mengembangkan ekor. Itulah sebabnya siamensis dijuluki peacock eel alis belut merak.
Terancam punah
Sejatinya dari ketiga spesies sili yang ada di Jawa belum masuk daftar Red List (spesies yang terancam keberadaannya, red) yang dikeluarkan oleh lembaga konservasi alam dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada 2010. Namun, hasil penelitian yang dilakukan sejak 2000 di sungai-sungai di Jawa Tengah, populasi tilan – sebutan sili di Sumatera – berada di ujung tanduk.
Penelitian yang dilakukan di Sungai Serayu, Klawing, Banjaran, Mengaji, dan Logawa – semuanya di Kabupaten Banyumas dan Purbalingga Jawa Tengah – tak satu pun dari lokasi itu bisa ditemukan lebih dari 10 ikan. Rata-rata 3 – 4 ekor di setiap tempat dengan jantan lebih dominan. Lebih tragis lagi Macrognathus maculatus, hanya ditemukan 1 ekor di hilir Sungai Serayu.
Cemaran pestisida, herbisida, dan pemakaian pupuk berlebih ke sungai menjadi penyebab terancamnya habitat alami sili. Belum lagi, limbah rumahtangga yang dibuang ke sungai, menjadi sumber pencemaran. Dan yang tak kalah penting: rusaknya tepian dan dasar sungai akibat aktivitas penambangan pasir dan batu. Di sepanjang Sungai Serayu, Logawa, dan Klawing truk pengangkut pasir dan batu lazim ditemui hilir-mudik. Pasir yang diambil dari sungai dapat merusak habitat sili yang menyukai kondisi dasar sungai berlumpur, pasir, serta kaya serasah daun. Lewat penelitian ekologi diharapkan populasi sili meningkat dan memperkaya pilihan hobiis ikan hias. (Dr rer. nat W. Lestari, MSc dan Drs Sugiharto MSi, staf pengajar Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto)

0 comments:

Post a Comment